BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha salah satu tujuan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (Social Science Education), dimana bahan pendidikannya diorganisir secara terpadu dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial, humaniora, dokumen negara, terutama Pancasila, UUD 1945, dengan tekanan bahan pendidikan pada hubungan warga negara dan yang berkenaan dengan bela negara. Dalam penjelasan pasal 37 UU No. 20 Tahun 2003 ditegaskan bahwa PKn merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara. Hal senada dikemukakan pula oleh Numan Somantri (2001 : 299) antara lain sebagai berikut: “Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat dan orang tua, yang kesemuanya itu diproses guna melatih para siswa untuk berpikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”. Berdasarkan pengertian diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa PKn mengarahkan perhatian pada moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan
11
Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung persatuan bangsa dalam masyarakat yang beranekaragam kebudayaan dan beraneka ragam kepentingan, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan golongan. Perbedaan pemikiran, pendapat, ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah dan mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 2. Fungsi dan Tujuan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan PKn sebagai salah satu mata pelajaran bidang sosial dan kenegaraan memiliki fungsi yang sangat esensial dalam meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang memiliki keterampilan hidup bagi diri, masyarakat, bangsa dan negara. Numan Somantri (2001:166) memberikan pemaparan mengenai fungsi PKn sebagai berikut: “Usaha sadar yang dilakukan secara ilmiah dan psikologis untuk memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik agar terjadi internalisasi moral Pancasila dan pengetahuan kewarganegaraan untuk melandasi tujuan pendidikan nasional, yang diwujudkan dalam integritas pribadi dan perilaku sehari-hari”. Berdasarkan uraian di atas mengenai fungsi PKn, maka penulis menyimpulkan bahwa pembelajaran PKn diharapkan dapat memberikan kemudahan belajar para siswa dalam menginternalisasikan moral Pancasila dan pengetahuan kewarganegaraan untuk melandasi tujuan pendidikan nasional, yang diwujudkan dalam integritas pribadi dan perilaku sehari-hari.
12
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu bagian dari mata pelajaran di sekolah-sekolah dan juga bagian dari ilmu-ilmu sosial yang mempunyai tujuan khusus yaitu membina dan membentuk karakter siswa menjadi warga negara yang baik (good citizenship). Sejalan dengan tujuan PKn tersebut, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006:201) menjelaskan juga mengenai tujuan PKn yakni untuk memberikan kompetensi kepada peserta didik dalam hal : 1. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. 2. Berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 3. Pembentukan diri yang didasarkan pada karakter-karakter positif masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia yang demokratis. Hal yang dikemukakan oleh kurikulum diatas bahwa kompetensi yang hendak diwujudkan melalui mata pelajaran PKn dibagi kedalam tiga kelompok yakni : 1) kemampuan untuk menguasai pengetahuan kewarganegaraan 2) kemampuan untuk memiliki keterampilan kewarganegaraan 3) kemampuan untuk menghayati dan mengembangkan karakter kewarganegaraan. Berdasarkan uraian diatas mengenai tujuan PKn, maka
penulis
menyimpulkan bahwa PKn sebagai program pengajaran tidak hanya menampilkan sosok program dan pola KBM yang kognitif semata melainkan secara utuh dan menyeluruh yakni mencakup aspek afektif dan psikomotor. Selain aspek kognitif, afektif dan psikomotor, PKn juga memberikan penekanan pada pendidikan nilai yaitu pengembangan moral dan norma, membekali perserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan untuk berkomunikasi antar warga negara. Selain itu digunakan juga sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai
13
luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia, yang diharapkan dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari baik sebagai masyarakat individu maupun sebagai anggota masyarakat dan mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. 3. Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan Berdasarkan dari fungsi dan tujuan kewarganegaraan, maka Cholisin (2007:11.4) mengemukakan bahwa terdapat tiga komponen penting yang hendak dikembangkan, selanjutnya oleh penulis diuraikan sebagai berikut : a. Civic Knowledge (Pengetahuan Kewarganegaraan) Pengetahuan kewarganegaraan (Civic Knowledge) merupakan materi substansi yang harus diketahui oleh warga Negara. Pada prinsipnya pengetahuan yang harus diketahui oleh warga Negara yaitu berkaitan dengan hak dan kewajiban/peran sebagai warga Negara dan pengetahuan yang mendasar tentang struktur dan sistem politik, pemerintahan dan sistem sosial yang ideal sebagaimana yang tercantum dalam Pancasila dan UUD 1945. b. Civic Skill (Keterampilan kewarganegaraan) Keterampilan kewarganegaraan (Civic Skill) merupakan keterampilan yang dikembangkan dari pengetahuan kewarganegaran, agar pengetahuan yang diperoleh menjadi sesuatu yang bermakna, karena dapat dimanfaatkan dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan berbangsa dan bernegara. Civic Skill mencakup keterampilan intelektual dan keterampilan partisipasi. Keterampilan intelektual yang terpenting bagi terbentuknya warga Negara yang berwawasan luas, efektif dan bertanggung jawab antara lain adalah keterampilan berpikir kritis yang meliputi mengidentifikasi, mendeskripsikan, menjelaskan, menentukan dan
14
mempertahankan pendapat yang berkenaan dengan masalah-masalah publik, sedangkan keterampilan partisipasi meliputi berinteraksi, memantau, dan mempengaruhi. c. Civic Disposition (Karakter kewarganegaraan) Karakter kewarganegaraan (Civic Disposition) merupakan sifat-sifat yang harus dimiliki setiap warga Negara untuk mendukung efektivitas partsipasi politik, berfungsinya sistem politik yang sehat, berkembangnya harga diri dan kepentngan umum Berdasarkan uraian diatas mengenai dimensi PKn, maka penulis menyimpulkan bahwa mata pelajaran PKn memiliki tiga ciri khas, yaitu pengetahuan, keterampilan dan karakter kewarganegaraan. Ketiga hal tersebut merupakan
bekal
bagi
peserta
didik
untuk
meningkatkan
kecerdasan
multidimensional yang memadai untuk menjadi warganegara yang baik. Isi pengetahuan (body of knowledge) dari mata pelajaran Kewarganegaraan diorganisasikan secara interdisipliner dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial seperti ilmu politik, hukum, tatanegara, psikologi dan berbagai bahan kajian lainnya yang berasal dari kemasyarakatan, nilai-nilai budi pekerti, dan hak asasi manusia dengan penekanan kepada hubungan antara warganegara dan warganegara, warganegara dan pemerintahan negara, serta warganegara dan warga dunia.
15
4. Ruang Lingkup Materi Pendidikan Kewarganegaraan di Persekolahan Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006:201) yaitu meliputi aspek - aspek sebagai berikut: a. Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia,Keterbukaan dan jaminan keadilan. b. Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturanperaturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistim hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional c. Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM d. Kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri sebagai masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan warga Negara. e. Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi, Kekuasan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi. f. Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka. g. Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional, dan Mengevaluasi globalisasi.
16
Merujuk pada ruang lingkup mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan yang telah di kemukakan di atas, maka aspek mengemukakan pendapat yang di jadikan sebagai objek kajian materi penelitian ini terdapat dalam ruang lingkup kebutuhan warga Negara. Hal tersebut mengindikasikan bahwa mengemukakan pendapat merupakan potensi yang harus dimiliki oleh warga Negara, dan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan partisipasi warga Negara dalam pembangunan karena dengan kebebasan mengemukakan pendapat, warga Negara menjadi responsif terhadap masalah-masalah sosial kemasyarakatan yang tentunya di ikuti dengan tindakan yang solutif terhadap masalah-masalah tersebut. Adapun aspek mengemukakan pendapat ini tercantum di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006:203) yaitu pada materi pelajaran PKn kelas VII semester 2 dengan rincian sebagai berikut : Standar Kompetensi 1. Menampilkan sikap positif terhadap perlindungan dan penegakan Hak Azasi Manusia (HAM)
Kompetensi Dasar 3.1 Menguraikan hakikat, hukum dan kelembagaan HAM 3.2 Mendeskripsikan kasus pelanggaran dan upaya penegakan HAM 3.3 Menghargai upaya perlindungan HAM 3.4 Menghargai upaya penegakan HAM
4. Menampilkan perilaku Kemerdekaan mengemukakan pendapat
4.1 Menjelaskan hakikat kemerdekaan mengemukakan pendapat 4.2 Menguraikan pentingnya kemerdekaan mengemukakan
17
pendapat secara bebas dan bertanggung jawab 4.3 Mengaktualisasikan kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab
Merujuk pada materi pendidikan kewarganegaraan kelas VII, maka hasil yang di harapkan dari materi mengemukakan pendapat ini adalah agar siswa dapat mengetahui hal-hal apa saja yang harus di perhatikan ketika akan mengemukakan pendapat di depan umum, sehingga apa yang di kemukakan dapat di pertanggung jawabkan secara arif dan bijaksana. Ketika kelak siswa tersebut berada di tengahtengah masyarakat, maka diharapkan siswa dapat ikut berpartisipasi dalam pembangunan daerahnya dengan ikut memberikan buah fikirannya yang di interpretasikan dalam sarana mengemukakan pendapat di muka umum.
B. Tinjauan Tentang Model Pembelajaran Cooperative Learning dalam Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) 1. Hakikat Model Pembelajaran PKn Penulis menguraikan dari pendapat Dahlan (1990:21) bahwa “model pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas”. Dalam penerapannya model pembelajaran ini harus sesuai dengan kebutuhan siswa, untuk memilih model yang tepat, maka perlu diperhatikan relevansinya dengan pencapaian tujuan pengajaran. Dimana dalam
18
prakteknya, sebagaimana dikemukakan oleh Hasan (1996:31) bahwa semua model pembelajaran bisa dikatakan baik jika memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Semakin kecil upaya yang dilakukan guru, semakin besar aktivitas belajar siswa. Maka hal itu semakin baik. 2. Semakin sedikit waktu yang diperlukan guru untuk mengaktifkan siswa belajar juga semakin baik. 3. Sesuai dengan cara belajar siswa yang dilakukan. 4. Dapat dilaksanakan dengan baik oleh guru. 5. Tidak ada satupun metode yang paling sesuai untuk segala tujuan, jenis materi, dan proses belajar yang ada. Berdasarkan uraian diatas mengenai hakikat model pembelajaran, maka penulis menyimpulkan bahwa model pembelajaran perlu dipahami guru agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dalam meningkatkan hasil pembelajaran. Pada penerapannya, model pembelajaran harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan siswa karena masing-masing model pembelajaran memiliki tujuan dan prinsip yang berbeda. 2. Cooperative Learning sebagai Model Pembelajaran PKn Cooperative Learning merupakan salah satu model pembelajaran dalam PKn, dimana pada saat siswa belajar dalam kelompok akan berkembang suasana belajar yang terbuka dalam dimensi kesejawatan, karena pada saat itu akan terjadi proses belajar kolaboratif. Pada saat itu juga siswa yang belajar dalam kelompok kecil akan tumbuh dan berkembang pola belajar tutor sebaya (peer group) dan belajar secara bekerjasama (cooperative). Lebih jelasnya penulis akan menguraikannya sebagai berikut :
19
a. Pengertian Cooperative Learning Menurut Slavin yang dikutip oleh Isjoni (2007:12) mengemukakan bahwa “cooperative learning adalah suatu model pembelajaran, dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar”. Sementara menurut Anita Lie (2002:16) bahwa “cooperative learning dengan istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang member kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur”. Adapun cooperative learning menurut Kosasih Djahiri (1985:28) bahwa “cooperative learning sebagai pembelajaran kelompok kooperatif yang menuntut diterapkannya pendekatan belajar yang siswa sentris, humanistik, dan demokratis yang disesuaikan dengan kemampuan siswa dan lingkungan belajarnya”. Sementara model Cooperative Learning menurut Isjoni (2007:5) yaitu bahwa “Cooperative Learning merupakan salah satu model dalam pembelajaran, dimana pada model ini siswa diberi kesempatan untuk berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan temannya untuk mencapai tujuan pembelajaran, sementara guru bertindak sebagai motivator dan fasilitator aktivitas siswa”. Berdasarkan pengertian-pengertian Cooperative Learning diatas, maka penulis
menyimpulkan
bahwa
Cooperative
Learning
merupakan
model
pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja sama secara kolaboratif dalam pencapaian tujuan dan guru berupaya mengkondisikannya dengan selalu
20
memotivasi tumbuhnya rasa kebersamaan dan saling membutuhkan diantara siswa. b. Tujuan Cooperative Learning Pada dasarnya model Cooperative Learning dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibrahim, et al. (2000:5), selanjutnya penulis menguraikannya sebagai berikut: 1) Hasil belajar akademik “Para pengembang model Cooperative Learning telah menunjukan bahwa model ini dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar…”. 2) Penerimaan terhadap perbedaan individu “Tujuan lain dari model Cooperative Learning adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan suku, ras, budaya, kelas sosial, kemampuan dan ketidakmampuannya. Model Cooperative Learning memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain...”. 3) Pengembangan keterampilan sosial “…Tujuan penting ketiga dari model Cooperative Learning adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi”. Berdasarkan uraian diatas mengenai tujuan Cooperative Learning, maka penulis menyimpulkan bahwa dengan penerapan model Cooperative Learning diharapkan ketiga tujuan diatas dapat tercapai karena tujuan utama dari penerapan
21
model Cooperative Learning yaitu supaya siswa dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan pendapatnya. c. Teori Cooperative Learning Model Cooperative Learning ini didasarkan pada teori perkembangan kognitif dan teori Ausubel sebagaimana dikemukakan oleh Isjoni (2007:29), selanjutnya mengenai teori perkembangan kognitif dan teori Ausubel ini penulis menguraikannya sebagai berikut : 1) Teori perkembangan kognitif menurut Piaget Menurut teori ini bahwa “pengetahuan tidak hanya sekedar dipindahkan secara verbal tetapi harus dikonstruksi peserta didik”. Sebagai realisasi teori ini, maka Isjoni (2007:37) mengemukakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran peserta didik haruslah bersifat aktif yaitu salah satunya dengan cara menerapkan model Cooperative Learning karena Cooperative Learning merupakan sebuah model pembelajaran aktif dan partisipatif. Selanjutnya
menurut
Surya
yang
dikutif
oleh
Isjoni
(2007:38)
mengemukakan implikasi dari teori perkembangan kognitif dalam pembelajaran, yaitu antara lain : a. Bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu, dalam mengajar guru hendaknya menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak. b. Pembelajaran akan lebih baik, apabila anak-anak dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Jadi guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungannya. c. Pembelajaran di dalam ruangan kelas, anak-anak hendaknya banyak diberi peluang untuk saling berbicara dengan teman-temannya dan saling berdiskusi.
22
2) Teori Ausubel Menurut Ausubel yang dikutif oleh Isjoni (2007:29) bahwa “bahan pelajaran yang dipelajari haruslah bermakna (meaning full)”. Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsepkonsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif siswa, dalam hal ini siswa diberi kebebasan untuk membangun pengetahuannya sendiri. Selanjutnya menurut Suparno yang dikutif oleh Isjoni (2007:35) mengemukakan bahwa “…pembelajaran bermakna terjadi bila pelajar mencoba menghubungkan fenomena baru kedalam struktur pengetahuan mereka…”. Artinya, bahan pelajaran itu harus cocok dengan kemampuan siswa dan harus relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki oleh siswa. Berdasarkan uraian diatas mengenai teori perkembangan kognitif dan teori Ausubel, maka penulis menyimpulkan bahwa model Cooperative Learning didasarkan pada teori-teori tersebut. Dimana pengetahuan tidak hanya sekedar dipindahkan secara verbal tetapi harus dikonstruksi peserta didik, jadi untuk meningkatkan kualitas kognitif siswa maka guru dalam melaksanakan pembelajarannya harus lebih ditujukan pada kegiatan pemecahan masalah atau latihan meneliti dan menemukan. Hal tersebut di dukung juga oleh teori Ausubel, bahwa kegiatan pemecahan masalah dalam pembelajaran lebih bermanfaat bagi siswa, dimana dengan pembelajaran seperti itu siswa diberi kebebasan untuk membangun pengetahuannya sendiri.
23
d. Karakteristik Cooperative Learning Ada lima unsur dasar yang dapat membedakan Cooperative Learning dengan kerja kelompok, sebagaimana dikemukakan oleh Bennet yang dikutip oleh Isjoni (2007:41) kemudian penulis menguraikannya sebagai berikut : 1) Saling ketergantungan positif yaitu hubungan timbal balik yang didasari adanya kepentingan yang sama atau perasaan diantara anggota kelompok untuk mencapai keberhasilan… 2) Interaction pace to pace yaitu interaksi yang langsung terjadi antar siswa tanpa adanya perantara, tidak adanya penonjolan kekuatan individu, yang ada hanya pola interaksi… 3) Adanya tanggung jawab pribadi… 4) Membutuhkan keluwesan yaitu menciptakan hubungan antar pribadi, mengembangkan kemampuan kelompok, dan memelihara hubungan yang efektif… 5) Meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah… Berdasarkan uraian diatas mengenai karakteristik Cooperative Learning, maka penulis menyimpulkan bahwa Cooperative Learning berbeda dengan kerja kelompok, walaupun Cooperative Learning terjadi dalam bentuk kelompok tetapi tidak setiap kerja kelompok dikatakan Cooperative Learning karena Cooperative Learning itu memiliki karakteristik tersendiri yaitu adanya saling ketergantungan positif, Interaction pace to pace, adanya tanggung jawab pribadi, membutuhkan keluwesan, dan meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah. e. Teknik-teknik Model Cooperative Learning Ada beberapa macam teknik model Cooperative Learning, sebagaimana dikemukakan oleh Anita Lie (2002:55). Selanjutnya penulis menguraikannya sebagai berikut : 1) Mencari pasangan
24
Keunggulan teknik, mencari pasangan (make a match) adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. 2) Bertukar pasangan Teknik belajar mengajar bertukar pasangan memberi siswa kesempatan untuk berkeja sama dengan orang lain. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk tingkatan anak didik. 3) Berpikir-Berpasangan-Berempat Teknik ini dikembangkan oleh Frank Lyman (Think-pair-Share) dan Spencer Kagan (Think-Pair-Square) sebagai stuktur kegiatan pembelajaran cooperative lerning. Teknik ini memberi siswakesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain.Keunggulan teknik ini adalah optimalisasi partipasi siswa. 4) Berkirim Salam dan Soal Teknik belajar mengajar Berkirim Salam dan Soal memberi siswa kesempatan untuk melatih pengetahuan dan keterlampilan mereka, dan siswa membuat pertanyaan sendiri sehingga akan merasa lebih terdorong untuk belajar dan menjawab pertanyaan yang dibuat oleh teman-teman sekelas. 5) Kepala Bernomor Teknik ini dikembangkan oleh Spencer Kagan. Pada peleksanannya lebih memberi kesempatan kepada siswa membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. 6) Teknik Bernomor Terstuktur
25
Teknik Kepala Bernomor Terstuktur melatih siswa belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya dalam saling keterkaitkan dengan rekan-rekan kelompoknya. 7) Dua Tinggal Dua tamu Teknik belajar mengajar Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray) dikembangkan oleh Spencer Kagan dan bisa digunakan bersama dengan teknik Kepala Bernomor. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan anak didik. Stuktur Dua Tinggal Dua Tamu memberikan kesempatan kepada kelompok untuk membagikanhasil dan informasi dengan kelompok lain. 8) Kancing Gemerincing Teknik belajar mengajar kancing Gemerincing dikembangkan oleh Spencer Kagan. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkatan anak didik. Kegiatan teknik ini, masing- masing anggota kelompok mendapatkan untuk memberikan kontribusi dan mendengarkan pandangan pemikiran anggota lain. 9) Keliling kelas Teknik belajar mengajar keliling kelas bisa di gunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan anak didik. Namun, jika digunakan untuk anak-anak tingkat dasar , teknik ini perlu disertai dengan manajemen kelas yang baik supaya tidak terjadi kegaduhan. 10) Lingkaran Kecil Lingkaran Besar
26
Keunggulan teknik ini adalah adanya struktur yang jelas dan kemungkinan siswa untuk berbagi dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. 11) Tari Bambu Kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan teknik ini melatih siswa untuk saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan. Salah satu keunggulan yaitu adanya struktur yang jelas dan memungkinkan siswa untuk berbagi dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur.Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong-royong dan mempunyai banyak kesempatan
untuk mengolah
informasi dan
meningkatkan
keterampilan
berkomunikasi. 12) Jigsaw Teknik belajar mengajar Jigsaw di kembangkan oleh Aronson et al. Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong-royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. 13) Bercerita Berpasangan Teknik
mengajar
bercerita
berpasangan
(Paired
Storytelling)
dikembangkan sebagai pendekatan interaktif antara siswa, pengajar, dan bahan
27
pelajaran. Pada teknik ini guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Kegiatan ini siswa dirangsang untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan berimajinasi. Selain itu, siswa bekerja dengan. Sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempuyai banyak kesempatan
untuk mengolah
informasi dan
meningkatkan
keterampilan
berkomunikasi.
Dari beberapa teknik Cooperative Learning diatas, adapun teknik Cooperative Learning yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik kepala bernomor. Teknik tersebut dianggap cocok oleh peneliti karena sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini yaitu kurangnya partisipasi siswa dalam mengemukakan pendapat. Jadi dengan menggunakan teknik kepala bernomor ini siswa diharapkan dapat mengemukakan pendapat dan tidak di dominasi oleh salah satu siswa, karena model Cooperative Learning dengan teknik kepala bernomor ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Adapun langkah-langkah dari teknik kepala bernomor ini yaitu sebagai berikut : 1. Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
28
2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya. 3. Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban. 4. Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka dan kelompok lain menanggapi.
C. Tinjauan tentang Mengemukakan Pendapat 1. Pengertian Mengemukakan Pendapat Dalam keterampilan berbicara, mengemukakan pendapat merupakan tahapan yang paling dasar. Hal ini dikarenakan dari sekian banyak ragam berbicara maupun semuanya menuntut untuk dapat mengemukakan pendapat. Adapun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:236) bahwa arti “mengemukakan”
merupakan
suatu
sikap
mengeluarkan,
mengangkat,
menguraikan, menjelaskan, dan menyimpulkan suatu hal, sedangkan “pendapat” adalah pikiran atau gagasan tentang suatu hal, sedangkan menurut Keraf (2004:3) bahwa arti “pendapat” adalah suatu bentuk retorika yang berusaha untuk mempengaruhi sikap dan cara berpikir orang lain, agar mereka percaya dan bertindak sesuai dengan apa yang di inginkan oleh pembicara. Sementara menurut Parera (1991:185) bahwa “mengemukakan pendapat adalah kemampuan menggunakan bahasa dengan baik, tepat dan seksama. Mengemukakan pendapat yang baik berarti mengemukakan pendapat dalam
29
konteks yang masuk akal atau logis”. Logis disini merupakan suatu proses berpikir sistematis dan terikat pada kaidah-kaidah tertentu. Sebuah pendapat dikatakan logis jika pendapat tersebut berhubungan dengan pemasalahan yang dibahas, hal ini terlihat dari ungkapan bahasa yang digunakan dan keterkaitan dengan permasalahan yang ada. Hal tersebut dikemukakan juga oleh Ngadilah (2007:102) bahwa “mengemukakan pendapat adalah kegiatan dalam rangka menyampaikan gagasan atau pikiran secara logis sesuai dengan konteks”. Maksud konteks disini yaitu adanya hubungan antara orang yang menyampiakan pendapat dengan orang yang di ajak berkomunikasi serta permasalahan yang sedang dibahas. Selain pendapat tersebut, mengemukakan pedapat ini di jelaskan juga dalam UU No. 9 Tahun 1998 pasal 1 ayat 1 bahwa “mengemukakan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebaginya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan uraian diatas mengenai pengertian mengemukakan pendapat, maka penulis menyimpulkan bahwa mengemukakan pendapat adalah suatu keterampilan yang menitikberatkan pada pemahaman serta pemikiran seseorang sebagai bentuk argumen, ide, atau gagasan yang diungkapkan kepada orang lain baik dengan lisan maupun tulisan yang dilakukan secara bebas dan bertanggung jawab. 2. Ciri-ciri mengemukakan pendapat Adapun ciri-ciri mengemukakan pendapat ini sebagaimana dikemukakan oleh Sri Tutik (2004:105) yaitu sebagai berikut :
30
a. Menghargai pendapat orang lain dan tidak memaksakan kehendak sendiri. b. Pendapat yang di sampaikan mudah dipahami oleh orang lain. c. Pendapat yang di sampaikan harus dapat diterima dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani. Berdasarkan uraian diatas mengenai ciri-ciri mengemukakan pendapat, maka penulis menyimpulkan bahwa setiap orang mempunyai hak untuk mengemukakan pendapatnya, akan tetapi cara penyampaiannya itu harus dilakukan dengan cara yang sopan dan pendapatnya itu harus dapat di pertanggung jawabkan sebagaimana sesuai dengan ciri-ciri penyampaian pendapat yang di kemukakan oleh Saronji Dahlan dan Sri Tutik. 3. Pentingnya Mengemukakan Pendapat Berdasarkan ruang lingkup mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan sebagaimana tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006:201), dimana aspek mengemukakan pendapat yang di jadikan sebagai objek kajian materi dalam penelitian ini yaitu terdapat pada ruang lingkup kebutuhan warga Negara. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa mengemukakan
pendapat
merupakan potensi yang harus dimiliki oleh warga Negara, dan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan partisipasi warga Negara dalam pembangunan karena dengan mengemukakan pendapat, warga Negara menjadi responsif terhadap masalah-masalah sosial kemasyarakatan yang tentunya di ikuti dengan tindakan yang solutif terhadap masalah-masalah tersebut. Partisipasi warga negara dalam kehidupan meliputi lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, dan negara. Adapun yang akan di bahas dalam penelitian ini yaitu partisipasi warga negara di sekolah yakni partisipasi belajar siswa terutama
31
dalam mengemukakan pendapat di kelas pada pembelajaran PKn. Ada tiga karakter pelajar ketika belajar di kelas sebagaimana di kemukakan oleh Nu’man Somantri (2001:306) yaitu diantaranya : 1. Stone citizen yaitu karakteristik pelajar yang sukar menerima pendapat orang lain dan sukar mengemukakan pendapatnya sendiri. 2. Sponge citizen yaitu karakteristik pelajar yang mau menerima pendapat orang lain,agak aktif dan mau berpartisipasi, tetapi masih sukar mengemukakan pendapat atau ide. 3. Generator citizen yaitu karakteristik pelajar yang mau menerima pendapat orang lain, menilai secara kritis pendapat tersebut, dan mau mengemukakan pendapatnya sendiri. Dari beberapa karakater warga negara diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa karakter warga negara yang dibutuhkan oleh masyarakat demokratis yaitu tumbuhnya generator citizen yakni warga negara yang mau menerima pendapat orang lain dan mau berpartisipasi dalam kehidupan sosial, dimana hal tersebut merupakan salah satu bentuk tanggung jawab seorang warga negara untuk membangun negaranya. Begitu juga pada saat pembelajaran di kelas, karakter generator citizen ini sangat penting sekali karena supaya pembelajaran tidak berpusat pada guru tetapi berpusat pada siswa, dimana guru hanya sebagai pasilitator dan suasana kelas akan menjadi hidup.
32