23
BAB II FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN PROYEK TRANSMIGRASI ANGKATAN DARAT II HANURA LAMPUNG
Militer yang sejatinya memiliki fungsi sebagai pelaksana pertahanan dan keamanan negara. Pada masa Orde Baru, militer di Indonesia ikut berfungsi dalam bidang non-hankam (sosial, ekonomi, dan politik) sebagai implementasi dari konsep profesionalisme baru (new professionalism), konsep yang sudah berkembang sejak tahun 1960-an di negara-negara non-komunis. Menurut konsep ini, negara-negara di dunia, terutama negara berkembang, berada dalam keadaan perang-semesta (total war). Ancaman yang dimaksud dalam perang ini, bukan hanya ancaman yang datang dari luar negara tetapi juga ancaman yang ada di dalam.13 Kekuasaan tertinggi negara telah dipegang oleh Soeharto yang memiliki latar belakang militer, yaitu TNI-AD. Soeharto secara penuh mendukung TNI-AD untuk mulai membangun citranya di masyarakat sebagai pendukung dalam pelaksanaan fungsi non-hankam. Oleh karena itu masa Orde Baru pemerintahan di dominasi oleh pihak militer. Perhatian pemerintah tertuju pada pembangunan yang belum merata, pangan, ekonomi masyarakat desa, namun yang menjadi fokus utama untuk dibenahi adalah pembenahan keamanan nasional. Kondisi keamanan yang kondusif akan mendorong perbaikan ekonomi dan peningkatan taraf hidup masyarakat.
13
Soebijono, dkk., Dwifungsi ABRI, Perkembangan dan Perannya Dalam Kehidupan Politik di Indonesia, (Yogyakarta: UGM Press, 1992), hlm. vi-vii.
24
Pembangunan desa dan masyarakatnya yang banyak menjadi anggota PKI menjadi masalah penting yang harus diselesaikan pemerintah Orde Baru. Pemerintah mulai mengadakan usaha-usaha untuk mendirikan lembaga-lembaga sosial maupun lembaga yang bergerak dalam bidang ekonomi. Selain itu, Pengawasan keamanan dilaksanakan sampai ke wilayah desa, karena masyarakat desa dianggap mudah dipengaruhi oleh orang-orang dari Parpol yang memprovokasi dan mencari dukungan masa demi mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu, TNI-AD oleh pemerintah ikut dilibatkan dalam kebijakan pembangunan desa. TNI-AD mengambil langkah dengan meneruskan sebuah program yang pernah digagas dan dilaksanakan pada tahun 1964, oleh Jendral Ahmad Yani, yaitu transmigrasi yang disebut Proyek Transmigrasi Angkatan Darat (Trans-AD). Proyek ini dianggap mampu mendukung TNI-AD dalam menjalankan fungsi profesional dan efektif dalam mengambil hati masyarakat, karena memiliki tujuan untuk mensejahterakan anggota TNI-AD yang telah memasuki masa purna atau Usia Bebas Tugas (UBT) bersama keluarganya dengan membaur dengan masyarakat sipil. Berdasakan Surat Keputusan MEN/PANGAD Nomor: SKEP 670/6/1963 tanggal 17 Juni 1963 beserta perubahannya Nomor: KPTS-670 A/5/1964 tanggal 26 Mei 1964, menjadi sebuah keharusan bagi TNI-AD untuk peremajaan, mempertinggi ketangkasan anggota TNI-AD serta menjaga keamanan nasional. Angkatan Darat melaksanakan Proyek Trans-AD yang pertama dengan nama Poncowati pada tahun 1964. Transmigrasi ini merupakan pilot proyek yang dibuka dan diresmikan oleh Jenderal Ahmad Yani selaku MEN/PANGAD, pada tanggal
31 Oktober 1964.
25
Anggota transmigrasi proyek ini berasal dari 6 KODAM yaitu KODAM IV, KODAM V, KODAM VI, KODAM VII, dan KODAM VIII, serta dari Kesatuan Pusat. Peresmian ditandai dengan penanaman pohon beringin yang diletakan dihalaman SMEP Negeri Poncowati.14 Pembinaan Proyek berada dibawah Komandan Komando Resort Militer 043/Garuda Hitam, Lampung. Pada tahun 1965 peristiwa G30S meletus, Khusunya di daerah Lampung Tengah. Para transmigran AD di proyek Poncowati dibawah Komando DANREM Garuda Hitam 043, berpartisipasi dalam operasi-operasi penumpasan orang-orang yang ikut menjadi anggota dan partisipan PKI. Beberapa orang anggota Trans-AD Poncowati sendiri ada yang diamankan karena terindikasi sebagai kader ataupun simpatisan Komunis. Karena kondisi yang tidak memungkinkan, pada tahun 1965 tidak ada pelaksanaan Proyek Trans-AD.15 Proyek Trans-AD disetujui oleh presiden untuk dilanjutkan sebagai salah satu program pembangunan oleh TNI-AD, maka dilaksanakanlah Proyek Trans-AD yang ke-dua dengan nama “Hanura”. Hanura adalah singkatan dari “Hati Nurani Rakyat”, yang dimaksudkan agar proyek Trans-AD dapat mencerminkan keinginan AD membangun kesejahteraan untuk anggotanya dan masyarakat di wilayah tujuan. 14
Arsip Komando Daerah Militer IV Sriwijaya dan Komando Resor Militer 043 Garuda Hitam, “Sejarah Singkat Proyek-Proyek Transmigrasi Angkatan Darat (Trans-AD) Di Daerah Lampung”, (Lampung: Komando Resor Militer 043 Garuda Hitam, 1979), hlm. 14. 15 Arsip Komando Daerah Militer IV Sriwijaya dan Komando Resor Militer 043 Garuda Hitam, “Laporan Singkat Perkembangan dan Permasalahan Proyek Desa Transmigrasi Angkatan Darat Di Lampung”, (Lampung: Komando Resor Militer 043 Garuda Hitam, 1979), hlm. 5.
26
Proyek Transmigras Angkatan Darat II (Trans-AD II) Hanura dibuka pada tanggal 17 september 1966 oleh mayor jenderal Alamsyah Ratu Prawira Negara selaku ASISTEN VII/PANGAD. Lokasi Trans-AD II ditempatkan di Km 12 Jalan Raya Teluk Betung-Padang Cermin yang sebelumnya merupakan wilayah dari Desa Hurun. Proyek Trans-AD II Hanura dibangun diatas areal tanah yang telah direncanakan oleh Dinas Transmigrasi AD. Pembinaan Proyek berada dibawah Komandan Komando Resort Militer 043/Garuda Hitam. Peserta Proyek Trans-AD II Hanura berjumlah 157 KK yang berasal dari lima Kodam yaitu, Pusat, Kodam IV Sriwijaya, Kodam VI Siliwangi, Kodam VII Diponegoro, Kodam VIII Brawijaya, dan Veteran.
A. Faktor Pendorong (Push Factor) Proyek Trans-AD II Hanura Program transmigrasi sebagai bentuk kegiatan migrasi atau perpindahan penduduk, dalam pelaksanaannya tidak dapat dilepaskan dari fakor-faktor yang mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut terdiri atas faktor pendorong (Push Factor) dan faktor penarik (Pull Factor). Tanggapan lembaga atau masyarakat terhadap faktor-faktor tersebut yang kemudian mempengaruhi keputusan untuk melakukan migrasi.16 Faktor pendorong TNI AD untuk melaksanakan Proyek Trans-AD II Hanura di lampung berhubungan dengan beberapa kondisi, antara lain:
16
Everett S. Lee, Suatu Teori Migrasi, (Yogyakarta: PPK UGM, 1976), hlm. 8.
27
1. kondisi Sosial dan Politik Proyek Trans-AD II terdiri atas beberapa anggota mantan pejuang tahun 1945 (kemerdekaan), 1948 (peristiwa pemberontakan PKI Madiun), dan 1965 (G30S), terutama anggota dari KODAM VII Diponegoro. Anggota TNI-AD ketika diberangkatkan mengikuti transmigrasi, ada sebagian yang sudah pensiun dan adapula yang masih bertugas atau dinas, usianya sekitar 40-50 tahun. Kehidupan mantan pejuang dan tentara yang masih bertugas sangatlah sederhana karena gaji-gaji para ABRI pada masa itu belum terorganisir dengan baik, karena tidak semua mantan-mantan pejuang terdata oleh pemerintah serta sarana prasarana yang kurang sehingga informasi dan komunikasi berjalan dengan lamban. Para anggota tersebut masih tinggal pada rumah dinas yang berada di dalam lingkungan KODAM. Kodam perlu melakukan perbaikan dan peremajaan fasilitas. Rumah dinas dihuni oleh anggota yang memiliki hak berdasarkan pangkat, telah diatur dalam undang-undang milik TNI-AD, jika anggota telah berganti pangkat, maka hak atas rumah tersebut harus berpindah kepada anggota yang memiliki pangkat dan hak untuk tinggal di rumah tersebut. Ditambah lagi dengan gaji yang sedikit berdampak pada anggota tidak tertarik untuk membeli rumah pribadi. Kehidupan anggota AD cukup memprihatinkan dengan istri dan beberapa anak yang mereka nafkahi, lebih banyak pengeluaran dibandingkan dengan pemasukan, sehingga kebutuhan primer, sekunder, ataupun tersier tidak dapat terpenuhi dengan baik. Oleh karena itu, keingin merubah
28
kehidupan lebih baik, sekaligus mendapat tugas untuk menjaga keutuhan wilayah Indonesia, memilih untuk ikut dalam Proyek Trans-AD.17 TNI-AD menyusun program transmigrasi untuk mengimbangi gerakan PKI, khususnya di daerah Lampung, dalam mempersiapkan daerah basis pengundurannya dari Pulau Jawa. TNI AD diperintahkan untuk terus melakukan pembersihan terhadap anggota PKI dan idiologi komunis di masyarakat diluar Jawa.
2. Kondisi Ekonomi Membantu pemerintah dalam kebijaksanaan penyebaran penduduk dari Pulau Jawa ke luar Pulau Jawa, khususnya ke daerah Lampung. Jumlah penduduk yang semakin bertambah dan tidak tertangani dengan baik mengakibatkan masalahmasalah sosial ekonomi yang perlu mendaatkan penanganan dengan segera. Masalah lain yaitu, kondisi sejak akhir masa Orde Lama memasuki masa Orde Baru diwarnai dengan demonstrasi besar-besaran diberbagai kota, khususnya Jakarta, dilakukan oleh mahasiswa yang menuntut perbaikan dalam kondisi politik dan ekonomi Indonesia. mahasiswa mengajukan Tri Tuntutan Rakyat (TRITURA) kepada pemerintah pada tanggal 10 januari 1966 yaitu: (1) Bubarkan PKI, (2) Turunkan harga/perbaiki ekonomi dan (3) Retool Kabinet Dwikora. Rakyat mulai tidak puas dengan kebijakan yang dilakukan Soekarno yang dianggap telah melenceng dari Pancasila dan UUD
17
Wawancara dengan Pudiardjo (70 tahun, Anak dari Serka. Kariman, Kodam Diponegoro), tanggal 18 April 2016.
29
1945. Tuntutan ini disikapi langsung oleh Soeharto sebagai presiden untuk melakukan reformasi birokratif untuk melancarkannya dalam menjalankan kebijakankebijakan yang berorientasi pada pembangunan dan reformasi ekonomi. TNI-AD
berkeinginan
membantu
pemerintah
dalam
pelaksanaan
kebijaksanaan peningkatan produksi pangan, yaitu dengan membantu masyarakat dalam memanfaatkan tanah-tanah yang masih non-produktif di luar Pulau Jawa, khususnya di Lampung, dengan ditanami tanaman pangan dan lain sebagainya. Kebijakan ini diharapkan mampu mengatasi masalah harga pangan dan memperbaiki keadaan ekonomi indonesia yang mengalami krisis moneter. Pengawasan terhadap penyelenggaraannya juga dilakukan oleh TNI-AD untuk menghindari adanya oknumoknum yang memanfaatkan berjalannya kebijakan dengan memberikan bantuan seperti bibit, pupuk, ataupun lahan untuk mendapatkan masa dan melakukan pemberontakan-pemberontakan. Kondisi ini sejalan dengan keadaan Kecamatan Padang Cermin yang memiliki kondisi geografis yang produktif, namun belum dimanfaatkan dengan maksimal karena kurangnya wawasan dan keahlian masyarakat desa dalam memanfaatkan lahan.
3. Kondisi Keamanan Nasional Pada tahun 1964 terdapat adanya aksi-aksi sepihak yang dilancarkan oleh PKI dan Barisan Tani Indonesia (BTI) dengan dalih pelaksanaan Undang-Undang Agraria dan Undang-Undang Bagi hasil. Aksi-aksi sepihak terjadi sejak bulan Mei 1964,
30
antara lain terjadi di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sumatera, telah menimbulkan bentrokan-bentrokan fisik antara para petani yang didorong oleh BTI dan Pemuda Rakyat melawan golongan anti PKI dan ABRI. Hal tersebut mendorong TNI-AD untuk Membentuk titik-titik kuat atau stronghold di daerah-daerah yang diklasifikasikan rawan karena adanya kegiatan-kegiatan PKI dalam perebutan massarakyat. Pemilihan wilayah Padang Cermin sebagai tujuan dilaksanakannya Trans-AD II Hanura didasari oleh keadaan wilayah yang strategis, berada pada jalan yang menghubungkan antara ibu kota provinsi dengan wilayah yang ada di pesisir barat, jaraknya sekitar 12 km. Proyek Trans-AD II Hanura difungsikan sebagai filter terhadap orang-orang yang keluar dari Ibu Kota menuju ke daerah-daerah lain yang ada di pesisir barat dan untuk mengawasi desa-desa lain yang ada di Kecamatan Padang Cermin. Keinginan
TNI-AD
untuk
berpartisipasi
dalam
pemerintahan
dan
pembangunan tidak terlepas dari pengertiannya sebagai militer. Militer adalah kelompok masyarakat terlatih yang dipersenjatai, memiliki kendali atas kekerasan (Manager of Violence) yang digunakan untuk menyelenggarakan pertahanan dan keamanan negara. Pada masa Orde Baru, militer Indonesia menjadi Pretorian. Pretorian dirumuskan sebagai situasi dimana militer dalam suatu masyarakat tertentu melaksanakan kekuasaan politik yang otonom dalam masyarakat tersebut berkat
31
penggunaan kekuatan aktual atau ancaman penggunaan kekuataan.18 Situasi tersebut ditunjukan oleh keinginan TNI-AD untuk tidak hanya menjadi berfungsi sebagi pasukan pertahanan dan keamanan negara, namun juga dapat merealisasi adanya anggota yang mampu menjadi dinamisator dan stabilisator di daerah baru bagi masyarakat pendatang, khususnya dalam kegiatan pembangunan di daerah tujuan transmigrasi.19 Sebagai dinamisator dan karena TNI-AD telah terlatih dan memiliki kemampuan dalam untuk berkomunikasi dengan rakyat, merasakan dinamika, dan memahami serta merasakan aspirasi serta kebutuhan-kebutuhan masyarakat. alasan yang memungkinkan TNI-AD untuk secara nyata membimbing menggugah dan mendorong masyarakat utuk lebih giat melakukan pertisipasi dalam pembangunan. Perannya sebagai dinamisator penting dalam rangka peningkatan disipin nasional untuk melancarkan program-program pembangunan. Selain itu, Peran TNI-AD sebagai stabilisator karena didukung oleh kemampuannya untuk menagkal pengaruhpengaruh sosial negatif dari budaya ataupun nilai-nilai lain yang muncul. Menjadi pendorong masyarakat untuk menjaga secara mandiri sumber daya baik yang bersifat fisik dan non-fisik.20
18
Amos Perlmutter, Militer dan Politik, (Jakarta: Rajawali Press, 1984), hlm.
141. 19
Arsip Komando Daerah Militer IV Sriwijaya dan Komando Resor Militer 043 Garuda Hitam, “Laporan Singkat Perkembangan dan Permasalahan Proyek Desa Transmigrasi Angkatan Darat Di Lampung”, (Lampung: Komando Resor Militer 043 Garuda Hitam, 1979), hlm. 4-5. 20 Soebijono, dkk., Dwifungsi ABRI, Perkembangan dan Perannya Dalam Kehidupan Politik di Indonesia, (Yogyakarta: UGM Press, 1992), hlm. 92-93.
32
Faktor-Faktor diatas menjadi mendorong anggota TNI-AD dan keluarganya untuk berpartisipasi dalam Proyek Trans-AD sebagai tugas dari negara dan keinginan untuk mewujudkan harapan untuk bergotong-royong dengan masyarakat membangun kehidupan yang lebih baik.
B. Faktor Penarik (Pull Factor) Proyek Trans-AD II Hanura Anggota TNI-AD memilih untuk ikut dalam Proyek Trans-AD dipengaruhi oleh faktor-faktor keadaan tempat tujuan yang menarik, kemungkinkan mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan menjanjikan dalam jangka waktu yang panjang, baik untuk
lembaga
TNI-AD
dan
anggota
beserta
keluarga.
Faktor
penarik
terlaksanakannya Trans-AD II Hanura, antara lain:
1. Kondisi Geografis Daerah Proyek Trans-AD II Hanura Lampung sejak jaman kolonial telah direncanakan dan di klasifikasi sebagai tempat yang cocok untuk pelaksanaan transmigrasi. Lampung tanahnya terdiri dari jenis-jenis Latosol, yaitu jenis-jenis tanah yang memiliki tingkat kesuburan paling tinggi. Jenis tanah ini terletak di dataran-dataran tinggi dan lembah-lembah serta sekitar kaki-kaki Bukit Barisan, sehingga terbentuklah daerah-daerah transmigrasi
33
yang menjadi sentra produksi padi yang memudahkan masyarakat dalam mencari bahan makanan.21 Daerah Proyek transmigrasi Angkata Darat II Hanura terletak di Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung, sebelumnya merupakan bagian dari wilayah Desa Hurun. Desa Hurun merupakan telah ada sejak jaman Kolonial Belanda yang dikenal dengan sebutan Eren yang berarti “Pemberhentian”, disebut demikian karena menjadi desa pemberhentian para pendatang dari luar Lampung melalui Pelabuhan Panjang.22 Diresmikan menjadi Desa Hurun pada tahun 1883. Sebagian besar wilayah Desa Hurun pada saat itu masih berupa hutan rimbun dan perkebunan pisang milik penduduk Hurun.23 Wilayah desa hurun dipilih menjadi daerah Proyek Trans-AD, karena jumlah penduduk yang masih sangat sedikit namun menempati wilayah yang luas, tepatnya Km 9-14 Jalan Teluk Betung-Padang Cermin. Desa Hurun memiliki daerah yang luas, mencakup sebagian besar wilayah pesisir barat Lampung, sehingga Pemerintah Provinsi Lampung melakukan pemekaran wilayah sebanyak 3 (tiga) kali, yaitu pada tahun 1930, 1940, dan tahun 1966. Pada tahun 1930 dimekarkan menjadi 2 Desa, yaitu Hurun dan Sidodadi. Pada tahun 1940 Desa Hurun dimekarkan menjadi 3 Desa yaitu Hurun, Sidodadi, dan
21
Sri Edi Swasono dan Masri Singarimbun, Transmigrasi di Indonesia 19051985, (Jakarta: UI Press, 1985), hlm. 22. 22 www.hurun.desa.id/sejarah Desa Hurun. Diakses pada tanggal 15 Apri 2016 Pukul 11.00, Bandar Lampung. 23 Wawancara dengan Karsono (68 tahun, Kepala Dusun A, Anak dari Pelda. Purn. Sankardi), tanggal 12 Maret 2016
34
Sukajaya Lempasing. Kemudian di tahun 1966 dimekarkan kembali menjadi 4 Desa yaitu Hurun, Sidodadi, Sukajaya Lempasing dan Proyek Trans-AD II Hanura.24 Proyek Trans-AD II Hanura terletak pada ketinggian 0-350 meter diatas permukaan laut, memiliki suhu udara yang hangat berkisar rata-rata 30 derajat Celcius, merupakan daerah perbukitan hijau dan sebagian merupakan daerah pesisir, sehingga cukup ideal untuk dijadikan permukiman, perkebunan dan pemanfaatan hasil laut. Keadaan geografis diatas berpengaruh pada pola mata pencarian yang dipilih. masyarakat berada di daerah pesisir memanfaatkan sumber daya sektor kelautan, dengan membuat tambak-tambak ikan dan udang, atau menjadi nelayan pencari ikan dan penduduk yang memiliki tempat tinggal di daerah perbukitan lebih memilih menjadi petani padi atau perkebunan, seperti kopi, lada, pisang, kakao, dan kelapa. Proyek Trans-AD II Hanura berada pada Wilayah perbukitan Desa Hurun yang subur dan dilintasi oleh Sungai Way Cilimus. Aliran sungai Way Cilimus digunakan untuk mengairi sebagian lahan persawahan dan perkebunan milik warga. Batas-batas Desa Proyek Trans-AD II Hanura dengan wilayah lain adalah sebagai berikut: 1) Bagian Utara berbatasan dengan Desa Hurun. 2) Bagian Timur berbatasan dengan pesisir Padang Cermin. 3) Bagian Selatan berbatasan dengan Desa Sidodadi, dan 4) Bagian Barat berbatasan dengan Desa Cilimus. 24
www.hurun.desa.id/sejarah Desa Hurun. Diakses pada tanggal 16 Apri 2016 Pukul 13.30, Bandar Lampung.
35
Desa Proyek Trans-AD II Hanura dilintasi oleh jalan provinsi yang menghubungkan kabupaten-kabupaten yang ada di Provinsi Lampung. Akses jalan tersebut masih sangat buruk, masih berupa jalanan tanah dan batuan seadanya. Belum ada sarana transportasi yang memadai untuk menunjang aktivitas penduduk. Penduduk asli biasanya berjalan kaki sejauh kurang lebih 12,5 Km untuk sampai di Kota Tanjung Karang. Desa Hanura berjarak sekitar 1 Km dari Kecamatan Teluk Pandan, dan 45 Km dari Kabupaten Pesawaran. Berdasarkan kondisi geografis Desa Proyek Trans-AD II Hanura yang berada pada dataran perbukitan dan pesisir, memiliki dua musim seperti daerah-daerah lain yang ada di Indonesia, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan jatuh antara bulan September-Januari dan musim kemarau antara Februari-Agustus. Proyek Trans-AD II Hanura berada pada daerah yang bersuhu udara sedang, suhu rata-rata berkisar 28-30 derajat Celsius dengan curah hujan sedang. Curah hujan di Desa Proyek Trans-AD II Hanura umumnya 2000-3000 Mm per-tahun, dengan jangka waktu musim hujan kurang lebih selama enam bulan. Berdasarkan keadaan geografis dan kontur tanah, daerah Proyek Trans-AD II Hanura cocok untuk ditanami tanaman perkebunan seperti, kelapa, kopi, kakao dan cengkeh. Keberadaan hutan yang luas di perbukitan menjadi daerah penyangga dan daerah resapan air untuk Desa Proyek Trans-AD II Hanura. Meskipun berada di daerah dekat garis pantai, Desa Proyek Trans-AD II Hanura memiliki sumber air tawar yang memadai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sumber air tawar
36
berasal dari sungai Way Cilimus yang berhulu di perbukitan dekat Desa Proyek Trans-AD II Hanura. Kondisi geografis Proyek Trans-AD II Hanura yang potensial dan berada tidak tidak terlalu jauh dari Ibu Kota Provinsi meyakinkan para anggota Trans-AD II Hanura untuk hidup di tempat barunya, meskipun masih berupa hutan dan perkebunan pisang, anggota TNI-AD mendapatkan kesempatan untuk memiliki tanah dan rumah pribadi. Masing-masing anggota Trans-AD II Hanura mendapatkan tanah seluas 2 Ha secara gratis, Luas tanah dibagi kegunaannya menjadi 1¼ Ha untuk perkebunan dan ¾ Ha digunakan untuk tempat tinggal dan pekarangan.
2. Keadaan Penduduk di Daerah Tujuan Desa Proyek Trans-AD II Desa Hanura berdiri diatas tanah milik Penduduk Desa Hurun yang diambil alih melalui jalur ganti rugi oleh Dinas Transmigrasi Angkatan Darat. Penduduk Desa Hurun sebagai warga asli, telah ada sejak abad ke18. Mayoritas penduduk Hurun merupakan orang Lampung Pesisir (Saibatin) dan masih merupakan desa tradisional. Desa Hurun masih dipimpin oleh tokoh masyarakat atau tetua adat. Desa Hurun pertama kali dipimpin oleh tetua adat bernama Pangeran Mangku Negara pada tahun 1843-1883, tahun 1843-1883 dipimpin oleh Batin Semawa, tahun 1883-1919 dipimpin oleh Sulaiman, Gelar Dalom Kusuma Ratu, tahun 1919-1923 oleh Raden Tumanggung, tahun 1923-1926 oleh Ahmad Pangeran Negara, tahun 1926-1927 oleh Usman Batin Pandji, tahun 1927-1953 oleh Kasim Raden Saleh, dan pada tahun 1953-1967 dipimpin oleh Husin
37
Dalom Kesuma Ratu.25 Tahun 1950, Dewan Pemerintah Daerah memutuskan untuk menghapusmarga sebagai lembaga pemerintahanmarga sebagai lembaga adat dapat terus hidup, tetapi generasi penerusnya tidak lagi memegang teguh. Pemerintah marga dialihkan kepada aparat pemeritahan bentukan baru dengan mengambil pola dari jawa.26 Masyarakat Lampung pada umumnya memiliki dasar genealogis yang tegas dan menganggap faktor teritorial adalah sesuatu yang penting, menurut sifat dan sejarahnya. Golongan Adat Lampung berasal dari daerah Bukit Barisan disekitar Danau Ranau, Belalau (Skalaberak).27 Faktor tersebut mempengaruhi keadaan sosial masyarakat Desa Hurun. Masyarakat Desa Hurun sangat memperhitungkan masalah batas tanah dan memperhatikan segala bentuk perjanjian yang diajukan atas tanah tersebut. Pengalihan tanah, bangunan, dan tanaman oleh Dinas Transmigrasi Angkatan Darat dilakukan melalui proses musyawarah untuk menentukan nilai ganti rugi yang harus dibayar kepada Warga Hurun yang tanahnya digunakan sebagai Proyek Trans-AD II Hanura. Biaya dalam proses ganti rugi tanah tersebut menggunakan anggaran milik Angkatan Darat. Proyek Trans-AD II Hanura sebelum pelaksanaannya telah dilakukan survey di wilayah Desa Hurun yang akan dijadikan tempat tujuan transmigrasi. Masyarakat asli 25
www.hurun.desa.id/sejarah Desa Hurun. Diakses pada tanggal 16 April 2016 Pukul 13.00, Bandar Lampung. 26 Sri Edi Swasono dan Masri Singarimbun, Transmigrasi di Indonesia 19051985, (Jakarta: UI Press, 1985), hlm. 19-20. 27 Joan Harjono, Transmigrasi dari kolonisasi sampai swakarsa, (Jakarta: PT Gramedia, 1982), hlm. 16-17
38
diberikan penyuluhan dan musyawarah terbuka tentang tujuan transmigrasi dan penggunaan lahan yang akan digunakan dalam pelaksanaan proyek Tran-AD II Hanura. Masyarakat menanggapi Proyek Trans-AD II Hanura dengan terbuka, karena di
dalamnya
terdapat
rencana
pembangunan
fasilitas-fasilitas
yang
dapat
dimanfaatkan bersama dan berdampak baik. Proses pengambil alihan tanah milik warga Desa Hurun dilakukan dengan proses ganti rugi dengan batas dan harga yang telah disepakati oleh pihak TNI-AD dengan masyarakat Desa Hurun. Anggota TNIAD sangat menghindari adanya konflik karena proses pengalihan lahan yang tidak menguntungkan kedua belah pihak. Keterbukaan masyarakat Desa Hurun merupakan angin segar untuk anggota Trans-AD, kesempatan untuk bekerja sama dalam membangun kehidupan yang lebih baik tidak akan mengalami banyak hambatan.
3. Fasilitas Pendidikan dan Fasilitas Penunjang Lain Fasilitas Pendidikan merupakan faktor penting yang mempengaruhi keputusan Peserta Trans-AD II Hanura untuk melakukan transmigrasi. Kesempatan untuk mendapatkan pendidikan memiliki arti penting dalam upaya peningkatan kualitas hidup, membentuk golongan masyarakat yang terdiri atas orang-orang terpelajar, dan membentuk tanaga kerja terlatih untuk menyelesaikan pekerjaan dalam rangkaian produksi terutama untuk anak-anak mereka sebagai generasi penerus.28
28
Louis Maasih, Dunia Pedesaan: Pendidikan dan Perkembangannya, (Jakarta: Gunung Agung, 1981), hlm. 47.
39
Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuankemampuan lain. Pendidikan membuat masyarakat bisa berpikir kreatif dan mampu mengikuti perubahan seperti penggunaan teknologi baru dan penerapan pola pikir yang berorientasi pada pembangunan. Pendidikan menjadi faktor penentu dalam upaya menciptakan manusia yang berkualitas. Suatu negara akan berhasil dalam pembangunan dan tumbuh menjadi negara maju apabila telah berhasil meningkatkan jumlah mutu pendidikan. Peserta Trans-AD II Hanura memiliki kesadaran akan pentingnya pendidikan terutama untuk anak-anak mereka sebagai generasi penerus, maka dalam proyek Trans-AD II Hanura dibangun fasilitas pendidikan yang akan memenuhi kebutuhannya tersebut. Sarana pendidikan yang dipersiapkan saat Proyek Trans-AD pada tahun 1966 digunakan untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Setelah mendapatkan pendidikan yang layak, anak-anak mereka diharapkan mampu mendapatkan pekerjaan yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhannya sendiri di kemudian hari. Sarana sekolah yang disediakan antara lain, Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar
(SD), sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah
Pendidikan Guru (SPG), Sekolah tingat SD sampai SPG telah berstatus Negeri. Guruguru yang menjadi tenaga pengajar ikut didatangkan dari Pulau Jawa bersama dengan para anggota Trans-AD II Hanura. Proyek Trans-AD telah mempersiapkan segala macam fasilitas yang dibutuhkan dan bisa dimanfaatkan oleh anggotanya selain fasilitas pendidikan, salah satunya kebutuhan fasilitas kesehatan. Kegiatan posyandu dilakukan untuk
40
menunjang kesehatan anggota Trans-AD II Hanura. Kegiatan posyandu dilaksanakan oleh Ibu-ibu yang ergabung dalam organisasi PKK. PKK merupakan gerakan pembangunan masyarakat yang tumbuh dari bawah dengan wanita sebagai komponen utamanya. PKK memiliki tujuan membangun keluarga sebagai unit atau kelompok terkecil dalam masyarakat guna menumbuhkan, menghimpun, mengarahkan, dan membina keluarga untuk mewujudkan keluarga yang sejahtera. Anggota PKK berasal dari para istri dari anggota Trans-AD II Hanura. PKK menjadi gerakan untuk mendata beberapa aspek yang diperlukan seperti data warga, ibu hamil, bayi, dan balita, kelahiran, kematian, sampai kegiatan masyarakat. Selain itu, Proyek Trans-AD II Hanura membangun Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI). Sedangkan HKTI dibentuk sebagai wadah Anggota Tran-AD II Hanura yang bertani untuk bergotong royong dengan masyarakat lain mengelola lahan yang telah disediakan sebagai pemenuh kebutuhan pangan desa dan sebagai mata pencaharian setelah menjadi pensiunan TNI AD.
4. Kesempatan Memperbaikan Kondisi Ekonomi Setiap kepala keluarga yang menjadi anggota Trans-AD II di Desa Hanura mendapatkan bagian tanah seluas 2 Ha. Luas tanah tersebut dibagi kegunaannya menjadi 1¼ Ha digunakan untuk perkebunan dan ¾ Ha digunakan untuk tempat tinggal dan pekarangan. Para anggota Trans-AD menggarap lahan perkebunan dengan menanam tanaman keras seperti kelapa dan cengkeh.
41
Wilayah Proyek Trans-AD II Hanura memiliki sumber daya alam yang cukup potensial. Komoditi sektor perkebunan Wilayah Proyek Trans-AD II Hanura yaitu tanaman kakao, pala, kelapa dan cengkeh yang akan memberikan pendapatan bagi petani dan masyarakat, kususnya untuk Desa Proyek Trans-AD II Hanura. Pemasaran hasil perkebunan diharapkan tidak mengalami kesulitan karena adanya pedagang dan pengepul maupun pasar di tingkat lokal, baik di Desa Proyek Trans-AD II Hanura maupun di Kota Tanjung Karang. Selain itu, sektor peternakan juga memiliki beberapa jenis populasi ternak yang dapat dikembangkan seperti, ayam, bebek, kambing dan lain-lainnya. Peternakan yang telah ada di sekitar Wilayah Proyek Trans-AD II Hanura dijalankan dengan skala rumahan, namun dapat berpotensi menjadi komoditi unggulan desa, mengingat kondisi lingkungan yang mendukung. Kegiatan ekonomi masyarakat akan dipusatkan di Pasar Hanura yang dibangun sebagai salah satu fasilitas dalam Proyek Trans-AD II Hanura. Pasar Hanura dapat menjadi penggerak kegiatan ekonomi masyarakat. Pasar Hanura tidak ada sistem hari pasaran, yaitu melakukan aktivitas perdagangan berdasarkan penanggalan Jawa, sehingga aktivitas perdagangan di Pasar Hanura dilakukan setiap hari. Sebagian penduduk Desa Hanura sebagian menjadi pedagang di pasar selain bekerja menjadi pegawai dan guru. Pasar Hanura menjual berbagai macam kebutuhan masyarakat, mulai kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Pasar Hanura dibangun di pinggir jalan utama Teluk Betung-Padang Cermin dan bersebelahan dengan Masjid Baithul Iqrar. Banyak masyarakat dari kota mengekses jalan ini untuk melakukan perjalanan menuju tempat-tempat wisata pantai yang ada di Pesisir Barat. Pasar Hanura
42
direncanakan menjadi pusat kegiatan ekonomi masyarakat asli dan persinggahan para wisatawan untuk membeli makanan ataupun barang-barang lain. Akses jalan yang dibangun diimbangi dengan keberadaan sarana transportasi angkutan umum yang akan semakin memadai dan menjadi faktor pendukung peningkatan aktivitas ekonomi di Pasar Hanura.29 Peserta Trans-AD II mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki keadaan ekonominya dengan terbukanya banyak lapangan pekerjaan baru untuk mereka. Kesempatan untuk memiliki usaha sendiri terbuka lebar. Keberadaan fasilitas-fasilitas memungkinkan para peserta menjadi pengelola didalamnya, mendapatkan pendapatan tambahan selain gaji sebagai anggota TNI-AD.
29
Wawancara dengan Sitompul (81 tahun, Staf Komando pelaksana (kolak) Trans-AD II Hanura), tanggal 18 April 2016.