BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PERKERASAN BETON
II.1. UMUM Tanah saja biasanya tidak cukup untuk kuat dan tahan, tanpa adanya deformasi yang berarti terhadap beban roda berulang. Untuk itu perlu adanya suatu lapis tambahan yang terletak antara tanah dan roda, atau lapis paling atas dari badan jalan. Lapis tambahan ini dibuat dari bahan khusus yang terpilih (yang lebih baik), yang selanjutnya disebut lapis keras/perkerasan (pavement), (Sulaksono, SW, ITB, 2000). Perkerasan adalah struktur yang terdiri dari banyak lapisan yang dibuat untuk menambah daya dukung tanah agar dapat memikul repetisi beban lalu-lintas sehingga tanah tadi tidak mengalami deformasi yang berarti (Croney, D, 1977). Perkerasan atau struktur perkerasan didefenisikan sebagai struktur yang terdiri dari satu atau lebih lapisan perkerasan yang dibuat dari bahan yang memiliki kualitas yang baik (Basuki, H, 1986). Jadi, perkerasan jalan adalah suatu konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas (NAASRA, 1987). Perkerasan dimaksudkan untuk memberikan permukaan yang halus dan aman pada segala kondisi cuaca, serta tebal dari setiap lapisan harus cukup aman untuk memikul beban yang bekerja di atasnya. Kinerja perkerasan jalan dilihat dari kemampuan perkerasan itu menerima beban berulang yang bekerja di atasnya. Setiap kali muatan lewat, terjadi deformasi pada permukaan perkerasan. Apabila muatan ini berlebihan atau lapisan
Universitas Sumatera Utara
pendukung tersebut kehilangan kekuatannya, pengulangan beban menyebabkan terjadinya gelombang atau retakan yang akan berlanjut kepada kualitas keamanan dan kenyamanan dalam berkendara (fungsional) dan akhirnya mengakibatkan keruntuhan pada badan jalan itu sendiri (struktural/wujud perkerasan). Bilamana indeks daya layan jalan (present serviceability index) dari suatu perkerasan
jalan
beton/kaku
mencapai
tingkat
yang
tidak
dapat
dipertanggungjawabkan lagi (pt = 2.5 untuk jalan raya utama/arteri, pt = 2.0 untuk jalan lalu lintas rendah), perkerasan dapat dibuat kembali (konstruksi ulang), di daur-ulang (recycling) atau dapat dilakukan penambahan lapis tambah/pelapisan ulang (overlay) di atas perkerasan jalan yang sudah ada (Oglesby, CH, dkk). Menurut Yoder, E. J dan Witczak (1975), Pada umumnya jenis konstruksi perkerasan jalan ada 2 jenis : Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Yaitu pekerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) Yaitu perkerasan yang menggunakan semen (Portland cement) sebagai bahan pengikat. Selain dari dua jenis perkerasan tersebut, di Indonesia sekarang dicoba dikembangkan jenis gabungan rigid-flexible pavement atau composite pavement, yaitu perpaduan antara perkerasan lentur dan kaku. Dan tipe inilah yang dibahas dalam tugas akhir ini yaitu pelapisan ulang campuran beraspal (AC) di atas perkerasan beton.
Universitas Sumatera Utara
II.2. STRUKTUR PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) Perkerasan
kaku/beton
didefinisikan
sebagai
perkerasan
yang
menggunakan semen (Portland Cement) sebagai bahan pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton. Perkerasan kaku adalah suatu perkerasan yang mempunyai sifat dimana saat pembebanan berlangsung perkerasan tidak mengalami perubahan bentuk, artinya perkerasan tetap seperi kondisi semula sebelum pembebanan berlangsung (Basuki, H, 1986). Sehingga dengan sifat ini, maka dapat dilihat apakah lapisan permukaan yang terdiri dari pelat beton tersebut akan pecah atau patah. Perkerasan kaku ini biasanya terdiri 2 lapisan yaitu: Lapisan permukaan (surface course) yang dibuat dengan pelat beton Lapisan pondasi (base course) Susunan lapisan pada perkerasan kaku umumnya seperti pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.1. Struktur Perkerasan Kaku
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Perkerasan Jalan Beton
Universitas Sumatera Utara
Lapisan pondasi atau kadang-kadang juga dianggap sebagai lapisan pondasi bawah jika digunakan dibawah perkerasan beton karena beberapa pertimbangan yaitu untuk kendali terhadap pumping, kendali terhadap system drainase (drainase bawah perkerasan), kendali terhadap kembang-susut yang terjadi pada tanah dasar, untuk mempercepat pekerjaan konstruksi, serta menjaga kerataan tanah dasar (AASHTO ’93). Fungsi dari lapisan pondasi atau pondasi bawah adalah : • Menyediakan lapisan yang seragam, stabil dan permanen • Menaikkan harga Modulus Reaksi Tanah Dasar (Modulus of Subgrade Reaction = k) menjadi Modulus Reaksi Komposit (Modulus of Composite Reaction) • Melindungi dari gejala pumping pada daerah sambungan, retakan dan ujung samping perkerasan • Mengurangi terjadinya keretakan pada pelat beton • Menyediakan lantai kerja Pada perkerasan kaku ini, lapisan pondasi bisa ada atau tidak ada pada suatu struktur perkerasan, sebab bila kondisi tanah dasar atau tanah asli baik maka pelat beton ini dapat langsung diletakkan diatas tanah dasar atau tanah asli. Lapisan beton dibuat untuk memikul beban yang bekerja diatasnya, dan meneruskannya ke lapisan pondasi. Lapisan pondasi diharapkan mampu mendukung lapisan permukaan dan meneruskannya ke tanah dasar (subgrade).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3. Struktur Perkerasan Kaku Perkerasan beton yang kaku dan memiliki modulus elasitisitas yang tinggi, akan mendistribusikan beban terhadap bidang area tanah yang cukup luas, sehingga bagian terbesar dari kapasitas struktur perkerasan diperoleh dari slab beton sendiri. Hal ini berbeda dengan perkerasan lentur dimana kekuatan perkerasan diperoleh dari lapisan-lapisan tebal pondasi bawah, pondasi dan lapisan permukaan. Karena yang paling penting adalah mengetahui kapasitas struktur yang menanggung beban, maka faktor yang paling diperhatikan dalam merencanakan perkerasan jalan beton semen Portland adalah kekuatan beton itu sendiri (AASHTO ’93). Tegangan-tegangan yang terjadi pada pelat perkerasan beton adalah : 1. Tegangan akibat pembebanan oleh roda (lalu lintas) • Pembebanan ujung • Pembebanan pinggir • Pembebanan tengah
Universitas Sumatera Utara
2. Tegangan akibat perubahan temperatur dan kadar air. Tegangan ini mengakibatkan : • Pengembangan • Penyusutan • Lipatan atau lentingan (wrap) 3. Tegangan akibat timbulnya gejala pumping Gejala pumping ini dapat diatasi dengan menggunakan lapisan pondasi bawah pada perkerasan beton.
Gambar 2.4. Pembebanan pada Pelat Beton
Universitas Sumatera Utara
Di Indonesia, perencanaan perkerasan jalan beton umumnya menggunakan metoda AASHTO dan PCA (Portland Cement Association). Metoda AASHTO dalam perencanaan perkerasan kaku menggunakan parameter-parameter sebagai berikut : • Analisa lalu lintas : mencakup umur rencana, lalu lintas harian rata-rata, pertumbuhan lalu lintas tahunan, vehicle damage factor, Equivalent Single Axle Load (ESAL). • Terminal serviceability • Initial serviceability • Serviceability loss • Realiability • Standar deviasi normal • CBR dan Modulus reaksi tanah dasar • Modulus elastisitas beton, fungsi dari kuat tekan beton • Flexural strength / Modulus rupture • Drainage coefficient • Load transfer coefficient Dengan demikian, dapatlah ditentukan tebal pelat beton dengan rumus dibawah ini : ∆PSI log10 4,5 − 1,5 log10 w18 = Z R S 0 + 7,35 log10 ( D + 1) − 0,06 + + (4,22 − 0,32 pt ) x log10 1,624 x107 1+ ( D + 1)8, 46
[
]
S c ' Cd x D 0,75 − 1,132 18,42 215,63 xJx D 0,75 − 0 , 25 Ec k
Universitas Sumatera Utara
Menurut NAASRA, ada 5 jenis perkerasan kaku, yaitu : Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan. Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan. Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan. Perkerasan beton semen dengan tulangan serat baja (fiber). Perkerasan beton semen pratekan. Tugas akhir ini hanya membahas pelapisan ulang campuran beraspal (AC) diatas perkerasan beton bersambung tanpa tulangan. II.3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PERKERASAN BETON Jalan direncanakan memiliki umur rencana pelayanan tertentu sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lalu lintas, misalnya umur rencana 10 - 20 tahun, dengan harapan dalam kurun waktu tersebut jalan masih mampu melayani lalu lintas dengan tingkat pelayanan pada kondisi yang mantap. Untuk itu, diperlukan adanya upaya pemeliharaan dan peningkatan jalan selama umur rencana tersebut. Namun demikian, seiring berjalannya waktu pertumbuhan suatu wilayah terus meningkat sehingga beban lalu lintas yang diterima oleh suatu perkerasan akan bertambah bahkan melebihi, dan akan menyebabkan penurunan tingkat kemampuan pelayanan jalan tersebut. Akibat pengaruh beban lalu lintas dan lingkungan seperti halnya perkerasan lentur, perkerasan beton juga akan mengalami penurunan kinerja, baik dari segi fungsional maupun segi struktural (NAASRA, 1987).
Universitas Sumatera Utara
Menurut NAASRA (1987), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perkerasan beton diantaranya adalah faktor beban dan lalu lintas, faktor tanah dasar, kekuatan beton, material, dan faktor lingkungan. Menurut Huang (2004), faktor- faktor yang mempengaruhi kinerja perkerasan beton adalah lalu-lintas dan pembebanan, lingkungan, material, reliability, dan sistem manajemen perencanaan perkerasan.
Hampir sama dengan diatas, Yoder dan Witczak (1975) juga
menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perkerasan beton antara lain adalah beban lalu-lintas, faktor tanah dasar, faktor lingkungan (drainase jalan), dan material. II.3.1. Faktor Beban dan Lalu Lintas Secara umum, untuk semua jenis perkerasan, kondisi lalu lintas yang akan menentukan pelayanan adalah : Jumlah sumbu yang lewat Beban sumbu Konfigurasi sumbu Untuk semua jenis perkerasan, penampilan dipengaruhi terutama oleh kendaraan berat. a. Konfigurasi Sumbu dan ekivalensi Kerusakan akibat kendaraan tergantung pada : Jarak sumbu Jumlah roda/sumbu ban Beban sumbu
Universitas Sumatera Utara
Untuk kebutuhan perencanaan, kendaraan yang diperhitungkan adalah 4 jenis yaitu : Sumbu tunggal roda tunggal (STRT) Sumbu tunggal roda ganda (STRG) Sumbu tandem roda ganda (SGRG) Sumbu triple roda ganda (STrRG) b. Lajur Rencana Pembangunan lapisan perkerasan yang baru atau pelapisan tambahan akan dilaksanakan pada 2 lajur atau lebih yang kemungkinan bisa berada kebutuhannya terhadap ketebalan lapisan, tetapi untuk praktisnya akan dibuat sama. Untuk itu dibuat lajur rencana yaitu lajur yang menerima beban terbesar. c. Umur Rencana Umur rencana adalah jangka waktu dalam tahun sampai perkerasan harus diperbaiki atau ditingkatkan pelayanannya. Perbaikan terdiri dari pelapisan ulang, penambahan, atau peningkatan. Beberapa tipikal usia rencana : Lapisan perkerasan aspal baru 20 – 25 tahun Lapisan perkerasan kaku baru 20 – 40 tahun Lapisan tambahan (aspal 10 – 15 tahun), (batu pasir 10 – 20 tahun). d. Angka Pertumbuhan Lalu Lintas Jumlah lalu lintas akan bertambah baik pada keseluruhan usia rencana atau pada sebagian masa tersebut. Angka pertumbuhan lalu lintas dapat ditentukan dari hasil survai untuk setiap proyek.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian, Lalu lintas yang padat dan berulang dengan muatan yang berlebih (overload) yang diterima oleh struktur perkerasan beton akan berpengaruh terhadap kinerja perkerasan beton itu sendiri, pengaruhnya antara lain : a. Keamanan Ditentukan oleh besarnya gesekan adanya kontak ban dengan permukaan jalan. Besarnya gaya gesek yang terjadi dipengaruhi oleh bentuk dan kondisi ban, tekstur permukaan jalan, dan kondisi cuaca. b. Wujud Perkerasan (Structural Pavement) Berhubungan dengan kondisi fisik dari jalan tersebut seperti adanya retak-retak, amblas, alur, gelombang, defleksi (penurunan), kerusakan pada sambungan dan sebagainya. c. Fungsi Pelayanan (Functional Performance) Berhubungan dengan bagaimana perkerasan tersebut memberikan pelayanan kepada pemakai jalan. Kenyamanan berkendara (riding quality) merupakan penggambaran dari wujud perkerasan dan fungsi pelayanan. II.3.2. Faktor Tanah Dasar (Subgrade) Tanah dasar yang umumnya adalah berupa tanah asli, galian ataupun berupa tanah timbunan yang memiliki kekuatan dan stabilitas yang tidak kuat. Sehingga harus dilakukan perbaikan setempat dengan cara pemadatan sampai kepadatan tertentu ataupun dengan stabilisasi dengan bahan campuran tertentu yang telah dipilih (Yoder, E.J. and Witczak, M.W, 1975). Agar dapat menahan beban lalu-lintas yang bekerja diatasnya, maka digunakan prinsip perkerasan yaitu
Universitas Sumatera Utara
dengan membangun sistem lapisan perkerasan diatasnya, dimana lapisan yang paling atas memiliki kekuatan bahan yang paling tinggi. Tujuannya agar lapisan perkerasan tersebut mampu menahan beban yang bekerja dan mengurangi tegangan yang terjadi pada tanah dasar. Sifat dari masing-masing jenis tanah tergantung dari tekstur, kepadatan, kadar air kondisi lingkungan dan lain sebagainya. Kekuatan tanah dasar secara langsung mempengaruhi tebal perkerasan. Semakin kuat tanah dasar, maka semakin tipis tebal lapisan perkerasan yang dibutuhkan. Sebaliknya apabila semakin lemah stabilitas tanah dasar, maka semakin tebal lapisan perkerasan yang dibutuhkan. Dalam perencanaan suatu jalan baru, lapisan tanah dasar sangat diperhatikan, apakah tanah dasar tersebut nantinya dapat menahan/menopang lapisan perkerasan di atasnya (NAASRA, 1987). Maka untuk itu, sebelum pengerjaan lapisan pondasi dilakukan dulu uji pengukuran daya dukung subgrade dengan : California Bearing Ratio (CBR) Parameter Elastis (hanya untuk perkerasan lentur) Modulus Reaksi Tanah Dasar (k). Hal ini bertujuan untuk mengestimasi nilai daya dukung subgrade yang akan digunakan dalam perencanaan. II.3.3. Material Perkerasan Material perkerasan dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori sehubungan deangan sifat dasarnya, akibat beban lalu lintas (NAASRA ’87) yaitu :
Universitas Sumatera Utara
• Material berbutir lepas Material berbutir terdiri atas kerikil atau batu pecah yang mempunyai gradasi yang dapat menghasilkan kestabilan secara mekanis dan dapat dipadatkan. Dapat pula ditambah zat aditif untuk menambah kestabilan tanpa menambah kekakuan. • Material terikat Merupakan material yang dihasilkan dengan menambah semen, kapur, atau zat cair lainnya dalam jumlah tertentu untuk menghasilkan bahan yang terikat dengan kuat tarik. • Aspal Aspal adalah kombinasi bitumen dan agregat yang dicampur, dihamparkan dan dipadatkan selagi panas untuk membuat lapisan perkerasan. Kekuatan/kekakuan aspal diperoleh dari gesekan antara partikel agregat, viskositas bitumen pada saat pelaksanaan dan kohesi dalam massa dari bitumen dan adhesi antara bitumen dan agregat. Ini hanya terjadi pada perkerasan lentur. • Beton semen Merupakan agregat yang dicampur dengan semen PC secara basah. Agregat dengan gradasi baik yang digunakan dalam material perkerasan jalan akan memberikan dampak yang baik dalam menopang beban lalu lintas, mengurangi keretakan pada lapisan permukaan perkerasan. Jadi, material yang digunakan untuk perkerasan haruslah diperhatikan dengan baik sebelum digunakan untuk campuran beton. Pilihlah agregat dengan gradasi baik untuk mendapatkan pelayanan jalan beton yang lebih lama.
Universitas Sumatera Utara
II.3.4. Kekuatan Beton Beton semen adalah agregat yang dicampur dengan semen PC secara basah. Lapisan beton semen dapat digunakan sebagai lapisan pondasi bawah pada perkerasan kaku maupun perkerasan lentur, dan sebagai lapisan pondasi atas pada perkerasan kaku. a. Beton Pondasi Bawah Untuk pondasi bawah pada perkerasan lentur, beton mempunyai kelebihan kemampuan untuk ditempatkan dengan dituangkan begitu saja pada area dengan kondisi tanah dasar yang jelek (poor subgrade) tanpa digilas. Untuk maksud perencanaan struktur, karakteristik penting yang harus diketahui dan dievaluasi adalah modulus, angka Poisson dan penampilan pada saat pembebanan ulang. Beton digunakan untuk dipakai keperluan pondasi bawah mempunyai kuat tekan 28 hari minimum 5 Mpa jika menggunakan campuran abu batu (flyash) dan 7 Mpa jika tanpa abu batu. b. Beton Pondasi Atas Perkerasan kaku dapat didefinisikan sebagai perkerasan yang mempunyai alas/dasar atau landasan beton semen. Prinsip parameter perencanaan untuk perencanaan beton didasarkan pada kuat lentur 90 hari. Kuat lentur rencana beton 90 hari dianggap estimasi paling
baik digunakan untuk menentukan tebal
perkerasan. Dalam praktek, kuat lentur rencana beton 90 hari cukup memadai untuk konstruksi perkerasan jalan jika diambil 3.5 – 4 Mpa.
Universitas Sumatera Utara
Tipikal hubungan untuk mengubah kuat tekan beton 28 hari ke kuat lentur 90 hari untuk beton yang menggunakan agregat pecah, menurut NAASRA adalah : F28 = 0.75 √C28 F90 = 1.1 F28 = 0.83 √C28 Dimana : F28 = Kuat lentur beton 28 hari (Mpa) F90 = Kuat lentur beton 90 hari (Mpa) C28 = Kuat tekan rencana beton 28 hari (Mpa) Alternatif yang mudah untuk dan banyak digunakan benda uji tarik silinder sampai terbelah atau uji tarik tidak langsung (Brazilian test), yang juga digunakan pada pengendalian mutu. Tipikal hubungan untuk mengubah kuat belah ke kuat lentur menurut NAASRA, sebagai berikut : F28 = 1.3 S28 Dimana : S28 = Kuat belah beton 28 hari (Mpa) Kuat tekan karakteristik beton pada usia 28 hari untuk perkerasan jalan dengan beton bertulang harus tidak kurang dari 30 Mpa. Menurut SNI T-15-1991-03 : Besarnya Modulus Keruntuhan Lentur Beton (fr), yaitu : fr = 0.7 √f’c , (Mpa) untuk beton normal
Universitas Sumatera Utara
1) Jika fct sudah ditentukan, maka √f’c diganti 1.8 fct Dengan ketentuan 1.8 fct < √f’c
fr = 1.26 fct (Mpa).
2) Jika fct tidak ditentukan, maka fr harus dikalikan dengan angka sebagai berikut : Untuk Beton Ringan Total : fr = (0.75) 0.7 √f’c
fr = 0.525 √f’c (Mpa)
Untuk Beton Ringan Berpasir : fr = (0.85) 0.7 √f’c
fr = 0.595 √f’c (Mpa)
dimana : f’c = Kuat tekan karakteristik beton pada usia 28 hari fct = Kuat tarik belah rata-rata beton ringan f’c , fct
Mpa
Menurut ACI 318-83 : Untuk Beton Ringan Total : fct = 0.417 √f’c (Mpa) Untuk Beton Ringan Berpasir : fct = 0.473 √f’c (Mpa) Untuk keperluan praktis dalam perencanaan, harga-harga di bawah ini dapat digunakan : Untuk Beban Normal : fct = 0.556 √f’c (Mpa) fr = 0.62 √f’c (Mpa)
Universitas Sumatera Utara
fr = 1.115 √f’c (Mpa) Pengujian yang dilakukan : a. Untuk menentukan Modulus Keruntuhan Lentur Beton (Modulus of Rupture) dilakukan dengan standar ASTM C78 – 75 atau AASHTO T97 – 76 (1982) “Flexural Strength of Concrete” menggunakan balok (simple beam) beton dengan Pembebanan Tiga Titik. b. Untuk menentukan kuat tarik belah beton, dilakukan dengan standar ASTM C496 – 71 atau AASHTO T198 – 74 (1982) “Splitting Tensile Strength” menggunakan contoh silinder beton. Kalau ditinjau dari metoda AASHTO, Perkerasan beton yang kaku dan memiliki modulus elasitisitas yang tinggi, akan mendistribusikan beban terhadap bidang area tanah yang cukup luas, sehingga bagian terbesar dari kapasitas struktur perkerasan diperoleh dari slab beton itu sendiri. Karena yang paling penting adalah mengetahui kapasitas struktur yang menanggung beban, maka faktor yang paling diperhatikan dalam merencanakan perkerasan jalan beton semen portland adalah kekuatan beton itu sendiri (AASHTO ’93). Kekuatan beton harus di uji terlebih dahulu di laboratorium dengan menggunakan benda uji silinder (15 x 30) cm. Kuat tekan beton fc’ ditetapkan sesuai dengan spesifikasi pekerjaan. Di Indonesia saat ini umumnya digunakan fc’ = 350 kg/cm2 untuk pelat beton sedangkan untuk beton pondasi bawah (wet lean concrete) juga demikian dengan menggunakan silinder fc’ = 105 kg/cm2. Dan modulus rupture / flexural strength (Sc’) = 45 kg/cm2 atau 640 psi. Fc’ digunakan untuk penentuan parameter modulus elastisitas beton (Ec’).
Universitas Sumatera Utara
II.3.5. Kondisi Drainase Perkerasan Kondisi drainase perkerasan dilihat dari mutu drainase yaitu berapa lama air dapat dikeluarkan/dibebaskan dari pondasi perkerasan. Pendekatannya ini dilihat pada saat hujan. Makin lama air keluar dari perkerasan, maka kondisi perkerasan sangat jelek (poor) dan sebaliknya (AASHTO ’93). Hal ini sangat diperhatikan dalam perencanaan tebal pelat beton dengan meninjau coefficient drainage (Cd).
Quality of drainage
Water removed within
Excellent
2 jam
Good
1 hari
Fair
1 minggu
Poor
1 bulan
Very poor
Air tidak terbebaskan Tabel 2.1. Quality of Drainage
Drainase permukaan perkerasan, ketidak-cukupan drainase permukaan perkerasan erat kaitannya dengan rendahnya kekesatan. Hal ini disebabkan karena kehilangan friction sebagai akibat adanya film air di permukaan perkerasan ketika hujan turun. Ketidakcukupan drainase permukaan dapat dideteksi bila diamati disaat hujan turun. Kemungkinan penyebabnya adalah : • Alur (grooving) permukaan perkerasan sudah aus atau dimensi alurnya kurang memadai • Akibat kurang memadainya superelevasi
Universitas Sumatera Utara
• Akibat terjadinya kerusakan amblas II.3.6. Faktor Lingkungan Kondisi lingkungan yang mencakup kelembaban (curah hujan dan iklim), temperatur, dan kondisi drainase mempengaruhi keawetan kekuatan tiap lapisan pada perkerasan tersebut (Huang, Y.H, 2004). Kondisi lingkungan seperti curah hujan dan temperatur sangat mempengaruhi kualitas bahan perkerasan. Pada kondisi curah hujan yang tinggi dan temperatur yang berubah-ubah dapat mengurangi keawetan bahan lebih cepat dari masa umur layan yang direncanakan. Kelembaban Kelembaban
secara
umum
berpengaruh
terhadap
penampilan
perkerasan, sedangkan kekakuan / kekuatan material yang lepas dan tanah dasar, tergantung dari kadar air materialnya. Kelembaban sangat erat kaitannya dengan curah hujan dam iklim. Maka dari itu, untuk wilayah yang curah hujannya tinggi perencanaan suatu jalan baru harus menjadi perhatian seperti sistem drainase jalan. Suhu Lingkungan Suhu lingkungan berpengaruh cukup besar pada penampilan permukaan perkerasan jika digunakan pelapisan permukaan dengan aspal, karena karakteristik dan sifat aspal yang kaku dan regas pada temperatur rendah dan sebaliknya akan lunak dan visko elastis pada suhu tinggi. Pada perkerasan beton, temperatur tinggi juga akan berpengaruh besar, terutama pada saat pelaksanaan konstruksi.
Universitas Sumatera Utara
II.3.7. Kriteria Suatu Perkerasan Jalan untuk di Lapis Tambah (overlay) Konstruksi jalan yang telah habis masa pelayanannya atau telah mencapai indeks permukaan akhir yang diharapkan perlu diberikan lapis ulang untuk dapat kembali mempunyai nilai kekuatan, nilai keamanan dan kenyamanan dalam menopang kembali beban lalu lintas yang bekerja di atasnya untuk jangka waktu yang lebih panjang lagi. Sebelum melakukan lapis ulang, perlu dilakukan terlebih dahulu survai kondisi permukaan dan survai kelayakan struktural konstruksi perkerasan. a. Survai Kondisi Permukaan Perkerasan Berhubungan dengan kinerja fungsi pelayanan (functional performance) jalan tersebut. Survai ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kenyamanan (rideability) permukaan jalan saat ini. Bagaimana perkerasan tersebut memberikan pelayanan kepada pengguna jalan. Survai ini dilakukan secara visual ataupun dengan bantuan alat mekanis. Survai secara visual meliputi : • Penilai kondisi lapisan permukaan jalan, dapat dikelompokkan menjadi : baik, kritis atau rusak. • Penilaian terhadap keamanan dan kenyamanan, dapat dikelompokan menjadi : nyaman, kurang nyaman dan tidak nyaman. Kenyamanan dan keamanan berkendara merupakan penggambaran fungsi pelayanan. Ditentukan oleh besarnya gesekan adanya kontak ban dengan permukaan jalan. Besarnya gaya gesek yang terjadi dipengaruhi oleh bentuk
dan
kondisi
ban,
tekstur
permukaan
jalan
(kerataan/gelombang/kekasaran), dan kondisi cuaca.
Universitas Sumatera Utara
Baik atau tidaknya kinerja suatu perkerasan jalan beton ditinjau dari kemampuan-layananan (Serviceability) jalan beton itu sendiri. Kinerja perkerasan diramalkan pada angka sebagai berikut : Percent of people
pt
Stating unacceptable 12
3.0
55
2.5
85
2.0
Tabel 2.2. Terminal Serviceability (pt) • Initial serviceability
: po = 4.5
• Terminal serviceability index (jalan utama)
: pt = 2.5
• Terminal serviceability (jalan lalu lintas rendah)
: pt = 2.0
• Total loss of serviceability
: ∆ PSI = po - pt
Parameter diatas merupakan parameter yang berkembang untuk menyatakan tingkat kemampuan pelayanan jalan atau skala dari tingkat kenyamanan atau kinerja dari jalan dan bisa juga sebagai nilai kemunduran jalan secara fungsional yang dapat diperoleh dari hasil pengukuran dengan bantuan alat roughometer (kekasaran/kerataan) (AASHTO ’93). Kinerja jalan dari segi fungsional secara umum tidak menjadi patokan suatu jalan itu untuk di overlay. Suatu perkerasan jalan itu sudah seharusnya di overlay lebih berdasarkan tinjuan kondisi strukturalnya.
Universitas Sumatera Utara
b. Survai Kelayakan Struktural Konstruksi Perkerasan (Structural Pavement) Survai kelayakan structural konstruksi perkerasan jalan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : • Pemeriksaan secara destruktif Pemeriksaan ini tidak lazim digunakan untuk mengevaluasi kinerja perkerasan karena dalam pemeriksaannya cara ini mengambil sampel dari jalan tersebut sehingga dapat merusak lapisan perkerasan dari jalan lama. • Pemeriksaan secara non-destruktif Pemeriksaan dengan alat yang diletakkan di atas permukaan jalan sehingga tidak berakibat rusaknya konstruksi perkerasan jalan. Diantaranya melakukan pengujian lendutan (deflection) dan transfer beban (load transfer) dengan menggunakan alat FWD (Falling Weight Deflectometer). 1. Lendutan (Deflection) Pengukuran lendutan dilakukan pada jejak roda luar dengan menempatkan sensor pada 0, 12, 24, dan 36 inchi dari pusat beban. Alat uji seperti FWD dianjurkan untuk mengukur lendutan dengan beban berat dan beban sebesar 9000 lbs (4,1 Ton). Plat beban yang digunakan berbentuk lingkaran dengan jari-jari 5.9 inchi atau 15 cm. Pada metoda AASHTO, pengukuran lendutan dilakukan untuk mengetahui kekuatan struktur perkerasan eksisting seperti modulus reaksi tanah dasar (k) dan modulus elastisitas pelat beton (Ec). Selain itu nilai k dan Ec juga dapat ditentukan dari nilai CBR subgrade.
Universitas Sumatera Utara
Untuk perkerasan beton bersambung tanpa tulangan (JRCP = Jointed
Reinforced
Concrete
Pavement),
ukuran
lendutan
dengan
menggunakan alat FWD mendekati 0.02 inchi (0.005 mm) (AASHTO ’93). Apabila nilai lendutan yang diperoleh lebih besar dari yang telah ditentukan berarti jalan tersebut mengalami penurunan kondisi perkerasan dan perlu dilakukan pelapisan ulang yang bertujuan untuk meningkatkan lagi pelayanan jalan itu dari segi struktural. Hasil lendutan yang diperoleh merupakan gambaran dari kondisi struktural perkerasan eksisting.
Gambar 2.5. Titik-titik Pengujian Lendutan pada Perkerasan Beton Pada perkerasan beton, hasil dari pengujian lendutan tidaklah berpengaruh penting dalam perencanaan overlay karena hasilnya terlalu kecil dan kurang mencerminkan kondisi struktural perkerasan , tetapi pengujian yang lebih penting dari lendutan adalah load transfer.
Universitas Sumatera Utara
2. Transfer Beban (Load Transfer) Metoda AUSTROADS dan Asphalt Institute tidak memperhitungkan nilai lendutan dan transfer beban (load transfer) dari sambungan pelat perkerasan, nilai modulus reaksi tanah dasar (k) ditentukan berdasarkan nilai CBR. Sedangkan AASHTO justru memperhitungkannya (AASHTO, 1993). Untuk perkerasan beton bersambung tanpa tulangan, pengukuran nilai load transfer pada sambungan dilakukan pada sisi luar jejak roda sebagai representatif sambungan melintang dan pada temperatur lingkungan lebih kecil dari 800 F (270 C). Penempatan pelat beban dilakukan pada satu sisi dari sambungan dengan tepi pelat menyentuh sambungan. Lendutan di ukur pada titik tengah pelat beban dan pada 12 inci dari titik tengah. Nilai load transfer yang diperoleh dari nilai lendutan pada titik pengujian di tengah pelat dan pada sambungan merupakan gambaran dari penyebaran beban yang diterima setiap sambungan pelat tersebut. Jika nilai load transfer yang diperoleh mendekati 100 %, berarti penyebaran beban dari sambungan tersebut bagus, tetapi jika nilainya lebih kecil maka penyebaran beban pada sambungan jelek (AASHTO ’93). Load transfer efficiency dapat didefinisikan dengan rumus dibawah ini : ∆a Efficiency (%) =
x 100 %
Dimana : ∆a
= lendutan di awal (mendekati) slab beton ∆l
∆l
= lendutan di akhir (menjauhi) slab beton
Universitas Sumatera Utara
Transfer Beban (%)
Koefisien Load Transfer (J)
Kriteria
> 70
3.2
Baik
50 – 70
3.5
Sedang
< 50
4.0
Buruk
Tabel 2.3. Koefisien Load Transfer “J”
Shoulder
Asphalt
Load transfer devices
Yes
Tied PCC
No
Yes
No
Pavement type 1. plain jointed & jointed
3.2
3.8 – 4.4 2.5 – 3.1 3.6 – 4.2
reinforced 2. CRCP
2.9 – 3.2
N/A
2.3 – 2.9
N/A
Pendekatan penetapan parameter load transfer : Joint dengan dowel : J = 2.5 – 3.1 (AASHTO ’93 hal II-26) Untuk overlay design : J = 2.2 – 2.6 (AASHTO ’93 hal III-132) Jadi, pelapisan ulang (overlay) untuk perkerasan beton bersambung tanpa tulangan load transfer koefisiennya (J) harus berkisar antara 2.5 – 3.1.
Gambar 2.6. Skema Load Transfer
Universitas Sumatera Utara
3. Survai Kondisi Lapisan Permukaan Perkerasan Eksisting Berhubungan dengan kondisi fisik dari jalan tersebut. Penilaian tingkat kerusakan yang terjadi baik secara kaulitas maupun kuantitas. Penilain terhadap kerusakan jalan dilihat dari adanya retak-retak (cracks), deformasi
(deformation),
lobang
(pothole),
gelombang,
defleksi
(penurunan), gompal (spalling), ketidakcukupan drainase permukaan perkerasan (joint seal defects), kerusakan bagian tepi slab (edge drop-off) serta kerusakan pada pengisi sambungan, dll. Menurut Dirjen Perhubungan RI yang dikutip dari KapanLagi.com (17/5/2008) mengatakan : “secara umum suatu perkerasan jalan yang layak di overlay di lihat dari kondisi struktural perkerasan itu sendiri yaitu kondisi lapisan permukaannya, apakah telah mengalami retak-retak yang banyak, berlobang dan terjadi amblas di-antar sambungan perkerasan. Ini terlebih dahulu disurvai dan dilaporkan dalam bentuk form”. Senada dengan pernyataan diatas Master Theses from Magister Teknik Sipil ITB, Kadiar Yunas (12/12/2007) yang dikutip dari ITB Central Library juga mengatakan : “pengoverlay-an suatu perkerasan beton selain dengan melakukan dengan pengujian lendutan juga dilakukan survai kondisi lapisan permukaan perkerasan secara visual. Semua kerusakan di catat dan di analisa. Masyarakat melihat suatu jalan dari tampilan permukaan perkerasannya saja. Jadi, overlay juga dipengaruhi oleh pandangan visual dari manusia itu sendiri, apakah jalan masih aman dan nyamankan di lalui “. Penurunan kondisi lapisan permukaan perkerasan eksisting dilihat dari segi struktural perkerasan yang diukur selama survai kondisi untuk
Universitas Sumatera Utara
perkerasan beton bersambung tanpa tulangan. Contoh diambil pada umumnya pada jalur kendaraan berat yang digunakan untuk memperkirakan banyaknya kerusakan. a. Retak (Cracks) Retak yang terjadi pada perkerasan beton berdasarkan pada tekanan yang terjadi pada lapisan permukaan beton. Keretakan juga disebabkan oleh kegagalan struktural yang terjadi akibat hilangnya daya dukung yangdisertai kerusakan/pecahnya material pada permukaan perkerasan (Yoder, E.J. and Witczak, M.W, 1975). Keretakan pada perkerasan beton antara lain adalah : Retak Refleksi (Reflection Cracks) Seperti retak memanjang memanjang (longitudinal crack), retak diagonal (diagonal crack) atau retak yang menyerupai kotak. Retak ini disebabkan oleh material dan disain yang kurang cocok pada awal perencanaan. Retak Susut (Shrinkage Craks) Retak ini disebabkan oleh penyusutan campuran beton umumnya pada selama pelaksanaan. Retak Membelok (Warping Cracks) Retak yang terjadi pada tengah pelat (center slab) membentuk arah memanjang seperti longitudinal cracks. Retak ini disebabkan oleh tekanan yang sangat berat di atas tengah pelat (Yoder, E.J. and Witczak, M.W, 1975).
Universitas Sumatera Utara
b. Scaling (Sisik) Adalah kerusakan pada tekstur permukaan perkerasan, dimana hal ini disebabkan oleh masuknya unsur-unsur lain ke dalam campuran agregat seperti lumpur (silt) atau tanah liat (clay), sehingga menyebabkan lapisan permukaan beton kurang rata karena adanya agregat yang muncul menyerupai sisik (Yoder, E.J. and Witczak, M.W, 1975). c. Deformasi (Deformation) Adalah penurunan permukaan perkerasan sebagai akibat terjadinya retak atau pergerakan diantara slab. Kerusakan deformasi (NAASRA, 1987) antara lain adalah : • Pemompaan (pumping) Adalah peristiwa keluarnya air disertai butiran-butiran tanah dasar melalui sambungan dan retakan atau pada bagian pinggir perkerasan, akibat gerakan lendutan atau gerakan vertikal pelat beton karena beban lalu lintas, setelah adanya air bebas yang terakumulasi di bawah pelat beton. Pumping dapat mengakibatkan terjadinya rongga di bawah pelat beton sehingga menyebabkan rusak/retaknya pelat beton. • Patahan (faulting) Perbedaan elevasi antara slab akibat penurunan pada sambungan atau retakan. • Amblas (depression) Penurunan permanen permukaan slab dan umumnya terletak di sepanjang retakan atau sambungan. Kerusakan ini dapat menimbulkan
Universitas Sumatera Utara
terjadinya genangan air dan seterusnya masuk melalui sambungan atau retakan. • Rocking adalah fenomena, dimana terjadi pergerakan vertikal pada sambungan atau retakan yang disebabkan oleh beban lalu lintas. d. Kerusakan pada bagian tepi perkerasan (edge drop-off) Penurunan bagian tepi perkerasan adalah penurunan yang terjadi pada bahu yang berdekatan dengan tepi slab. Disebabkan oleh drainase bahu yang kurang baik dan material pada bahu yang tidak stabil. e. Drainase permukaan perkerasan (surface drainage) Ketidak-cukupan drainase di daerah permukaan perkerasan erat kaitannya dengan rendahnya kekesatan. Hal ini disebabkan oleh karena kehilangan friction sebagai akibat adanya film air di permukaan perkerasan ketika hujan turun. f. Lubang (pothole) Adalah pelepasan mortar dan agregat pada bagian permukaan perkerasan membentuk
cekungan
dengan
kedalaman
15
mm
dan
tidak
memperlihatkan pecahan-pecahan yang bersudut seperti pada gompal. g. Kerusakan pada pengisi sambungan Disebabkan oleh pengausan dan pelapukan bahan pengisi, kualitas bahan yang rendah, kurangnya kelekatan (adhesi) bahan pengisi terhadap dinding sambungan dan terlalu banyak / tidak cukup bahan pengisi di dalam sambungan.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian, suatu perkerasan jalan mengalami hal-hal diatas atau melebihi dari ketentuan yang telah ditetapkan maka perkerasan jalan telah siap untuk direhabilitasi bertujuan untuk meningkatkan kembali pelayanan jalan tersebut yaitu dengan melakukan lapis ulang (overlay).
Universitas Sumatera Utara
II.3.8. Summary Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Perkerasan Beton Faktor-faktor
yang
Menurut
mempengaruhi kinerja
AASHTO ‘93
NAASRA ‘87
perkerasan
Yoder, E.J. and
Croney ‘77
Witczak, M.W. ‘75
beton Faktor
beban
lalu lintas
dan Overload, beban berulang, Overload, beban berulang, Overload dan beban Overload pembebanan
yang
tidak pembebanan yang tidak berulang
rata di pelat beton Faktor tanah dasar Kekuatan (sugbrade)
dasar Kekuatan
tanah
langsung secara
mempengaruhi
berulang
dasar Tanah
asli,
langsung ataupun
galian timbunan
tebal dipengaruhi oleh kondisi harus
distabilisasi
perkerasan. Semakin kuat tanah pada lapisan tanah untuk
mendapatkan
tanah dasar, maka semakin dasar tersebut.
nilai
tipis
tanah yang baik.
tebal
lapisan
perkerasan dibutuhkan. apabila
beban
rata di pelat beton
tanah
secara
dan
daya
dukung
yang Sebaliknya
semakin
lemah
stabilitas tanah dasar, maka semakin
tebal
lapisan
Universitas Sumatera Utara
perkerasan
yang
dibutuhkan. Material perkerasan
Kekuatan beton
Beton
dengan
agregat Beton
dengan
agregat Beton dengan agregat -
bergradasi baik
bergradasi baik
bergradasi baik
Pengujian di laboratorium
Pengujian di laboratorium -
Fc’ = 350 kg/cm2
dengan kuat tekan beton
-
28 hari. Sc’ = 640 psi Kondisi
drainase Berapa
perkerasan
lama
air
dapat -
-
-
dikeluarkan/dibebaskan dari
pondasi
perkerasan
(mutu drainase). Faktor lingkungan
Kondisi curah
cuaca, hujan
kelembaban
iklim, Kondisi
cuaca, iklim, Temperatur dan muka Kelembaban,
suhu,
dan curah hujan, temperatur air tanah (kelembaban) curah hujan dam iklim dan kelembaban
Universitas Sumatera Utara