BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepatuhan diet hipertensi 1. Kepatuhan a. Pengertian Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju terhadap intruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang ditentukan, baik diet, latihan, pengobatan atau menepati janji pertemuan dengan dokter (Stanley,2007). Kepatuhan adalah merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan (Lawrence Green dalam Notoatmodjo, 2007). Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu aturan dan perilaku yang disarankan. Kepatuhan ini dibedakan menjadi dua yaitu kepatuhan penuh (total compliance) dimana pada kondisi ini penderita hipertensi patuh secara sungguh-sungguh terhadap diet, dan penderita yang tidak patuh (non compliance) dimana pada keadaan ini penderita tidak melakukan diet terhadap hipertensi. b. Faktor yang mempengaruhi kepatuhan Menurut Feuer Stein ada beberapa faktor yang mendukung sikap patuh, diantaranya : (Faktul 2009) 1) Pendidikan Pendidikan adalah suatu kegiatan, usaha manusia meningkatkan kepribadian atau proses perubahan perilaku menuju kedewasaan dan penyempurnaan kehidupan manusia dengan jalan membina dan mengembangkan potensi kepribadiannya, yang berupa rohni
6
7
(cipta, rasa, karsa) dan jasmani. Domain pendidikan dapat diukur dari (Notoatmodjo, 2007) : a) Pengetahuan terhadap pendidikan yang diberikan (knowledge). b) Sikap atau tanggapan terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude). c) Praktek atau tindakan sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan. 2) Akomodasi Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien yang dapat mempengaruhi kepatuhan. Pasien yang mandiri harus dilibatkan secara aktif dalam program pengobatan. 3) Modifikasi faktor lingkungan dan sosial. Membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman – teman sangat penting, kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu memahami kepatuhan terhadap program pengobatan. 4) Perubahan model terapi . Program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin dan pasien terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut. 5) Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien. 6) Suatu hal yang penting untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh informasi diagnosa. Sementara
menurut
Notoatmodjo
(2007)
faktor
yang
mempengaruhi kepatuhan terbagi menjadi : 1) Faktor predisposisi (faktor pendorong) a) Kepercayaan atau agama yang dianut Kepercayaan atau agama merupakan dimensi spiritual yang dapat menjalani kehidupan. Penderita yang berpegang teguh terhadap agamanya akan memiliki jiwa yang tabah dan tidak
8
mudah putus asa serta dapat menerima keadaannya, demikian juga cara akan lebih baik. Kemauan untuk melakukan control penyakitnya dapat dipengaruhi oleh kepercayaan penderita dimana penderita yang memiliki kepercayaan yang kuat akan lebih patuh terhadap anjuran dan larangan kalau tahu akibatnya. b) Faktor geografis Lingkungan yang jauh atau jarak yang juah dari pelayanan kesehatan memberikan kontribusi rendahnya kepatuhan. c) Individu 1) Sikap individu yang ingin sembuh Sikap merupakan hal yang paling kuat dalam diri individu sendiri.
Keinginan
untuk
tetap
mempertahankan
kesehatannya sangat berpengaruh terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penderita dalam kotrol penyakitnya. 2) Pengetahuan Penderita dengan kepatuhan rendah adalah mereka yang tidak teridentifikasi mempunyai gejala sakit. Mereka berfikir bahwa dirinya sembuh dan sehat sehingga tidak perlu melakukan kontrol terhadap kesehatannya. 2) Faktor reinforcing (Faktor penguat) a) Dukungan petugas Dukungan dari petugas sangatlah besar artinya bagi penderita sebab petugas adalah pengelola penderita yang paling sering berinteraksi sehingga pemahaman terhadap kondisi fisik maupun psikis lebih baik, dengan sering berinteraksi, sangatlah mempengaruhi rasa percaya dan selalu menerima kehadiran petugas kesehatan termasuk anjuran-anjuran yang diberikan.
9
b) Dukungan keluarga Keluarga merupakan bagian dari penderita yang paling dekat dan tidak dapat dipisahkan. Penderita akan merasa senang dan tentram apabila mendapat perhatian dan dukungan dari keluarganya,
karena
dengan
dukungan
tersebut
akan
menimbulkan kepercayaan dirinya untuk menghadapi atau mengelola penyakitnya dengan baik, serta penderita mau menuruti saran-saran yang diberikan oleh keluarga untuk penunjang pengelolaan penyakitnya (Friedman, 1998). 3) Faktor enabling (Faktor pemungkin) Fasilitas kesehatan merupakan sarana penting dalam memberikan penyuluhan terhadap penderita yang diharapkan dengan prasarana kesehatan yang lengkap dan mudah terjangkau oleh penderita dapat lebih mendorong kepatuhan penderita.
B. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini tejadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seorang (overt behaviour). Dari pengalaman pengertian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). 2. Tingkatan pengetahuan Pengetahuan dalam aspek kognitif menurut Notoatmodjo tahun 2003, dibagi menjadi 6 (enam) tingkatan yaitu :
10
a. Tahu ( know ) Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, dari seluruh bahan yang dipelajari. Termasuk kedalam tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pprngatahuan yang paling rendah. Kasta kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari yang artinya hanya sekedar tahu. b. Memahami (Comprehension) Memahami ini diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar
tentang
obyek
yang
diketahui
dan
dapat
menginterprestasikan materi ke kondisi sebenarnya. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (Aplication) Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebaggai aplikasi atau hukum–hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainyadalam konteks atau situasiyang lain. Misalnya dengan menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah dari kasus kesehatan yang diberikan. d. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen - komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian - bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemempuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
11
f. Evaluasi (Evaluation) Evalusi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang sudah ada. 3. Sumber – sumber pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003) sumber pengetahuan dapat berupa pemimpin – pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya. 4. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan (Notoatmodjo, 2003) : a. Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan berpikir sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut. Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah suatu cita – cita tertentu. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup, terutama dalam memotivasi sikap berperan serta dalam perkembangan kesehatan. Semakin tinggi tingkat kesehatan, seseorang makin menerima informasi sehingga makin banyak pola pengetahuan yang dimiliki. b. Paparan media massa Melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik berbagai informasi dapat diterima masyarkat, sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media massa (TV, radio, majalah, pamflet, dan lain lain) akan memperoleh informasi yang lebih banyak dibandingkan
12
dengan orang yang tidak pernah terpapar informasi media. Ini berarti paparan media massa mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang. c. Ekonomi Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder, keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih mudah tercukupi dibandingkan keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan sekunder. Jadi dapat disimpulkan bahwa ekonomi dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang tentang berbagai hal. d. Hubungan sosial Manusia adalah makhluk sosial dimana dalam kehidupan saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Individu yang dapat berinteraksi secara continue akan lebih besar terpapar informasi. Sementara faktor hubungan sosial juga mempengaruhi kemampuan individu sebagai komunikasi untuk menerima pesan menurut model komunikasi
media
dengan
demikian
hubungan
sosial
dapat
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang tentang suatu hal. e. Pengalaman Pengalaman seorang individu tentang berbagai hal biasa di peroleh dari lingkungan kehidupan dalam proses perkembangannya, misalnya sering mengikuti kegiatan. Kegiatan yang mendidik misalnya seminar organisasi dapat memperluas jangkauan pengalamannya, karena dari berbagai kegiatan tersebut informasi tentang suatu hal dapat diperoleh.
13
5. Cara memperoleh pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003), cara memperoleh pengetahuan ada 2, yaitu: a. Cara tradisional atau non ilmiah. 1) Cara coba salah Cara ini adalah merupakan cara tradisional, dilakukan apabila seseorang
menghadapi
persoalan
atau
masalah,
upaya
pemecahannya dilakukan dengan coba – coba. 2) Cara kekuasaan atau otoritas Sumber pengetahuan dalam cara ini berdasarkan pada otoritas atau kekuasan, baik otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, atau otoritas ilmu pengetahuan, sehingga banyak sekali kebiasan – kebiasaan dan tradisi yang dilakukan. 3) Berdasarkan pengalaman pribadi Pengalaman adalah guru terbaik, maksudnya bahwa pengalaman itu
merupakan
suatu
cara
untuk
memperoleh
kebenaran
pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang di peroleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu. 4) Melalui jalan pikir Dalam hal ini pengetahuan diperoleh dengan menggunakan penalaran atau jalan pikiran. Cara ini melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui pertanyaan–pertanyaan yang dikemukakan kemudian dicari hubungannya sehingga dibuat suatu kesimpulan. b. Cara modern atau cara ilmiah Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan disebut metode penelitian ilmiah yang mempunyai sifat lebih sistematis, logis dan ilmiah.
14
C. Sikap 1. Pengertian Banyak teori yang mendefinisikan sikap antara lain adalah seseorang adalah
sikap
predisposisi untuk memberikan tanggapan terhadap
rangsang lingkungan yang dapat memulai atau membimbing tingkah laku orang tersebut. Secara definitif sikap berarti suatu keadaan jiwa dan keadaan berfikir yang disiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap suatu
obyek
yang
diorganisasikan
melalui
pengalaman
serta
mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung pada praktik / tindakan (Notoatmodjo, 2003). New Comb (dalam Notoadmodjo, 2003) salah seorang ahli psikologi sosial mengatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas akan tetapi merupakan prodisposisi tindak suatu perilaku, sikap itu masih merupakan
reaksi
tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka, sikap merupakan
kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek-obyek di
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek. 2. Tingkatan sikap Sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan, menurut Notoatmodjo (2003). a. Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa orang (obyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan. b. Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena itu suatu usaha untuk menjawab suatu pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut.
15
c. Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi bersikap. Misalnya seorang ibu yang mengajak ibu yang lain (tetangganya) untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak. d. Bertanggung Jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapat tantangan dari orang lain. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap Faktor-faktor mempengaruhi pembentukan sikap menurut Azwar (2002) antara lain : a. Pengalaman Pribadi Apa yang dialami seseorang akan mempengaruhi penghayatan dalam stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar dalam pembentukan sikap, untuk dapat memiliki tanggapan dan penghayatan seseorang harus memiliki tanggapan dan penghayatan seseorang harus memiliki pengamatan yang berkaitan dengan obyek psikologis. Menurut Breckler dan Wiggins (Azwar, 2002) bahwa sikap yang diperoleh lewat pengalaman akan menimbulkan pengaruh langsung terhadap perilaku berikutnya. Pengaruh langsung tersebut dapat berupa predisposisi perilaku yang akan direalisasikan hanya apabila kondisi dan situasi memungkinkan. b. Orang lain Seseorang cenderung akan memiliki sikap yang disesuaikan atau sejalan dengan sikap yang dimiliki orang yang dianggap berpengaruh
16
antara lain adalah ; Orang tua, teman dekat, teman sebaya, rekan kerja, guru, suami atau istri. c. Kebudayaan Kebudayaan dimana kita hidup akan mempengaruhi pembentukan sikap seseorang. d. Media Massa Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio, surat kabar, mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Dalam membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarah pada opini yang kemudian dapat mengakibatkan adanya landasan kognisi sehingga mampu membentuk sikap. e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama Lembaga pendidikan serta lembaga agama suatu sistem mempunyai pengaruh
dalam
pembentukan
sikap,
dikarenakan
keduanya
meletakkan dasar dan pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. f. Faktor Emosional Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk sikap merupakan
pernyataan yang didasari oleh emosi, yang berfungsi
sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu. Begitu frustasi telah hilang, akan tetapi dapat pula merupakan sikap lebih persisten dan bertahan lama.
17
Kepatuhan diet pada penderita hipertensi dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap penderita. Penelitian yang dilakukan oleh Sumarman (2010) yang meneliti tentang pengetahuan penderita hipertensi tentang diet rendah garam dan pengaruhnya terhadap kepatuhan melaksanakan diet rendah garam di Klinik As Sakinah Tamansari Tegalsari Banyuwangi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang mendapatkan bahwa bahwa pengetahuan responden memberi dampak terhadap kepatuhannya untuk diet rendah garam. Kepatuhan itu sendiri juga dipengaruhi oleh perilaku responden serta dipengaruhi oleh penyakit kronis, kejenuhan, dukungan sosial dan kurangnya motivasi perilaku hidup sehat. Penelitian lain yang dilakukan oleh Fatma Retno Ingtyas (2007) yang meneliti tentang pengaruh gizi terhadap penyakit hipertensi serta cara penanggulanggannya menunjukkan bahwa perilaku dan gaya hidup seperti merokok, mengjkonsumsi garam berlebih dan berolah raga menjadi faktor penentu semakin parahnya penyakit hipertensi yang diderita oleh responden.
D. Hipertensi 1. Pengertian Hipertensi secara umum dapat didefinisikan sebagai tekanan sistolik lebih dari 140 mmHh dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah manusia secara alami berfluktuasi sepanjang hari. Tekanan darah tinggi menjadi masalah hanya bila tekanan darah tersebut persisten. Tekanan darah tersebut membuat sistem sirkulasi dan organ yang mendapat suplai darah (termasuk jantung dan otak) menjadi tegang (Palmer, 2007). Menurut WHO batas normal tekanan darah adalah 120–140 mmHg tekanan sistolik dan 80 – 90 mmHg tekanan diastolik. Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya > 140/90 mmHg. Sedangkan menurut JNC VII 2003 tekanan darah pada orang dewasa
18
dengan usia diatas 18 tahun diklasifikasikan menderita hipertensi stadium I apabila tekanan sistoliknya 140 – 159 mmHg dan tekanan diastoliknya 90 – 99 mmHg. Diklasifikasikan menderita hipertensi stadium II apabila tekanan sistoliknya lebih 160 mmHg dan diastoliknya lebih dari 100 mmHg sedangakan hipertensi stadium III apabila tekanan sistoliknya lebih dari 180 mmHg dan tekanan diastoliknya lebih dari 116 mmHg. 2. Jenis hipertensi Jenis tekanan darah tinggi terbagi menjadi dua jenis, yaitu (Palmer, 2007): a. Hipertensi esensial (primer) Tipe ini terjadi pada sebagian besar kasus tekanan darah tinggi, sekitar 95%. Penyebabnya tidak diketahui dengan jelas, walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak dan pola makan. b. Hipertensi sekunder Tipe ini lebih jarang terjadi, hanya sekitar 5% dari seluruh kasus tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi tipe ini disebabkan oleh kondisi medis lain (misalnya penyakit ginjal) atau reaksi terhadap obat-obatan tertentu (misalnya pil KB). 3. Penyebab hipertensi Penyebab tekanan darah tinggi sebagian besar tidak diketahui terutama yang esensial, namun demikian terdapat beberapa faktor resiko terkena darah tinggi, misalnya (Palmer, 2007) : a. Kelebihan berat badan b. Kurang berolahraga c. Mengkonsumsi makanan berkadar garam tinggi d. Kurang mengkonsumsi buah dan sayuran segar e. Terlalu banyak minum alkohol
19
4. Manifestasi klinis Penyakit lekanan darah tinggi
merupakan
kelaian "sepanjang umur"
tetapi penderitanya dapat hidup seara normal seperti layaknya orang sehat asalkan mampu mengendalikan tekanan darahnya dengan baik. Di lain pihak, orang yang masih muda dan sehat harus selalau memantau tekanan darahnya, minimal setahun sekali. Apalagi bagi mereka yang menpunyal factor-faktor pencetus hipertensi seperti kelebihan berat badan, penderita kencing manis, penderita penyakit jantung, riwayat keluarga ada yang menderita tekanan darah tinggi, ibu
hamil minum pil
konnasepsi, perokok dan orang yang pemah dinyatakan tekanan darahnya sedikit tinggi. Hal ini dilakukan kerena bila hipertensi dikrtahui lebih dini, pengendaliannya dapat segera dilakukan. Susi
Purwati
(2001) untuk menghindari terjangkitnya
penyakit
hipertensi dapat ditaggulangi dengan cara: a. Mengurangi konsumsi garam dan lemak jenuh b. Melakukan olahraga secara teratur dan dinamik (yang tidak mengeluarkan tenaga terlalu banyak) seperti berenang,jogging, jalan cepat dan bersepeda. c. Menghentikan kebiasaan merokok d. Menjaga kestabilan berat badan, menghindarkan kelebihan berat badan maupun obesitas, tetapi usahakan jangan menurunkan berat badan dengan menggunakan obat-obatan karena umumnya obat penurun berat badan dapat menaikkan tekanan darah. e. Menjauhkan dan menghindarkan stress dengan pendalaman agama sebagai salah satu upayanya.
5. Asupan garam terhadap tekanan darah tinggi Penelitian ilmiah selama bertahun-tahun menunjukkan bahwa asupan garam dalam makanan kita sebenarnya terlalu banyak. Upaya dengan
20
membatasi asupan garam, akan dapat menurunkan tekanan darah secara signifikan. Anjuran pengurangan asupan garam yang terbaru adalah sampai di bawah 6 gram per hari (sekitar 1 sendok teh) (Palmer, 2007). Sebagian besar makanan yang diproses seperti roti, sereal, makanan siap saji dan saus mengandung kadar garam yang tinggi. Untuk itu kita perlu mengetahui berapa banyak asupan garam yang secara tidak sadar telah kita konsumsi. Diet rendah garam pada hakekatnya adalah diet dengan mengkonsumsi makanan tanpa garam. Umumnya makanan tersebut dimasak dengan tidak menggunakan garam dapur sama sekali dan mengurangi penggunaan bahan makanan yang tinggi kandungan natriumnya. Adapun yang dimaksud dengan diet rendah garam dalam arti yang sebenarnya adalah rendah sodium atau natrium (Na). Selain membatasi garam dapur, diet ini juga harus membatasi sumber sodium lainnya berupa makanan yang mengandung soda kue, baking powder, MSD (Mono sodium glutamate yang lebih dikenal dengan bumbu penyedap makanan, pengawet makanan atau natrium benzoate yang terdapat dalam saus, kecap, selai, jeli dan lainlain), makanan yang terbuat dari mentega, serta obat yang mengandung Na biasanya obat sakit kepala atau obat lainnya. 6. Macam diet rendah garam a. Diet garam rendah I (200-400 mgNa) Diet garam rendah I diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan atau hipertensi berat. Diet ini pada pengolahan makanan tidak ditambahkan garam, dihindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya. b. Diet garam rendah II (600-1200 mgNa) Diet garam rendah II diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan atau hipertensi tidak terlalu berat. Pemberian makanan sehari-hari sama dengan diet garam rendah I. pada pengolahan makanan boleh
21
menggunakan ½ sendok garam dapur (2g). dihindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya. c. Diet garam rendah III (1000-1200 mgNa) Diet garam rendah III diberikan kepada pasien dengan edema dan atau hipertensi ringan. Pemberian makanan sehari sama dengan diet garam rendah I. Pada pengolahan makanannya boleh menggunakan 1 sendok (4g) garam dapur.
E. Kerangka teori Predisposisi 1 Kepercayaan 2 Geografis 3 Individu a. Sikap b. Pengetahuan
Reinforcing 1 Dukungan petugas 2 Dukungan keluarga
Kepatuhan diet rendah garam
Enabling Sarana dan prasana
Gambar 2.1 Kerangka teori Sumber : Faktul (2009) dan Notoatmodjo (2007)
22
F. Kerangka konsep Variabel bebas
Variabel terikat
Pengetahuan Kepatuhan diet rendah garam
Sikap
Gambar 2.2 kerangka konsep
G. Variabel penelitian 1. Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap 2. Variabel terikat (dependent) dalam penelitian ini adalah kepatuhan diet rendah garam.
H. Hipotesis penelitian Hipotesis penelitian ini adalah : 1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan diet rendah garam pada penderita hipertensi di wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang. 2. Ada hubungan antara sikap dengan kepatuhan diet rendah garam pada penderita hipertensi di wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang