BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi dividen telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya seperti Nasution (2004), Nasrul (2004), Hariani (2005), dan Fitriyani (2002). Penelitian terhadap dividend payout ratio yang dilakukan
oleh
Nasution
(2004)
berjudul
“Analisis
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi Dividend Payout Ratio pada Perusahaan Manufaktur Go-Public di Bursa Efek Jakarta. Variabel bebas (independent variable) pada penelitian ini adalah posisi kas (cash position), potensi pertumbuhan (growth), ukuran perusahaan (firm size), rasio hutang terhadap modal (debt to equity ratio) dan profitabilitas (profitability). Jumlah sampel 37 perusahaan yang ditentukan oleh metode purposive sampling dengan batasan waktu dari tahun 1999 hingga tahun 2001 (3 tahun). Metode analisis data dengan regresi linier berganda, dan jenis data yang digunakan adalah cross section dan time series. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa variabel bebas secara simultan mempunyai pengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio. Secara Parsial variabel
debt to equity ratio (DER) saja yang mempunyai pengaruh signifikan
terhadap dividend payout ratio. Penelitian yang dilakukan oleh Nasrul (2004) mengkaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi dividend payout ratio (DPR) namun dengan variabel bebas yang
11
Universitas Sumatera Utara
berbeda, yaitu current ratio (CR), debt to equity ratio (DER), net profit margin (NPM) dan return on investment (ROI) untuk periode 1999 hingga 2001. Teknik pengambilan sampel yang digunakan teknik sampling jenuh karena jumlah pupulasi yang relatif kecil yaitu sebesar 28 perusahaan manufaktur. Metode regresi linear berganda yang digunakan sebagai analisis data pada penelitian ini. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan secara serempak antara CR, DER, NPM, dan ROI terhadap DPR. Current ratio (CR) dan return on investment (ROI) yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap dividend payout ratio secara parsial. Variabel-variabel yang mempengaruhi dividend payout ratio pada perusahaan publik di Indonesia juga diteliti oleh Hariani (2005) dengan periode penelitian dari tahun 2001 hingga tahun 2003 yaitu selama 3 tahun. Sampel yang digunakan 37 perusahaan dan ada 7 (tujuh) variabel bebas (independent variable) antara lain posisi kas (cash position), potensi pertumbuhan (growth), ukuran perusahaan (firm size), rasio hutang terhadap modal (debt to equity ratio), profitabilitas (profitability), tax rate, dan time interest earned. Analisis data yang digunakan adalah metode regeresi linear berganda dan pengujian asumsi klasik. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa posisi kas (cash position), potensi pertumbuhan (growth), ukuran perusahaan (firm size), rasio hutang terhadap modal (debt to equity ratio), profitabilitas (profitability), tax rate, dan time interest earned memiliki pengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio secara simultan. Hanya variabel rasio hutang terhadap modal (debt to equity ratio) dan profitabilitas
Universitas Sumatera Utara
(profitability) yang memiliki pengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio secara parsial. Penelitian ini juga dilakukan oleh Fitriani (2002) dengan judul “Analisis Variabel-Variabel Yang Mempengaruhi Dividend Payout Ratio Pada Industri. Manufaktur di Bursa Efek Jakarta” selama tahun 1997 sampai tahun 1999 menggunakan sampel sebanyak 55 perusahaan. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari cash ratio (CR), return on investment (ROI), return on equity (ROE), debt to equity ratio (DER), firm size, dan devidend payout ratio tahun sebelumnya (DPRt-1) sebagai variabel bebas dan variabel terikatnya adalah dividend payout ratio tahun ini (DPRt). Metode analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pembagian deviden tahun ini, dividend payout ratio (DPRt) dipengaruhi oleh tingkat keuntungan yang tampak dari return on investment (ROI), dan dividend payout ratio (DPRt) tahun sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
Secara ringkas hasil penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel II.1. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu No 1
Nama Peneliti & Tahun Fitriyani (2002)
Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil Dari Penelitian
Analisis VariabelVariabel yang Mempengaruhi Dividend Payout Ratio pada Industri Manufaktur di Bursa Efek Jakarta
Variabel bebas: cash ratio, return on investment, return on equity, debt to equity ratio, firm size, dan dividend payout ratio tahun sebelumnya
Pembagian deviden tahun ini, dividend payout ratio (DPRt) dipengaruhi oleh tingkat keuntungan yang tampak dari return on investment dan dividend payout ratio (DPRt) tahun sebelumnya.
2
Nasution (2004)
Faktor-faktor yang mempengaruhi Dividend Payout Ratio pada perusahaan Manufaktur Go Publik di Bursa Efek Jakarta
Variabel bebas : posisi kas, potensi pertumbuhan, ukuran perusahaan, rasio hutang terhadap modal dan profitabilitas
Variabel bebas secara simultan mempunyai pengaruh signifikan terdadap dividend payout ratio. Secara parsial variabel debt to equity ratio mempunyai pengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio
3
Nasrul (2004)
Analisis faktorfaktor yang Mempengaruhi Dividend Payout Ratio pada Perusahaan Manufaktur Go Publik di Bursa Efek Jakarta
Variabel bebas: current ratio (CR), debt to equity ratio (DER), net profit margin (NPM) dan return on investment (ROI)
Terdapat pengaruh positif dan signifikan secara serempak antara CR, DER, NPM, dan ROI terhadap DPR..Secara parsial current ratio (CR) dan return on investment (ROI) yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap dividend payout ratio.
4
Hariani (2005)
Analisis Variabelvariabel yang Mempengaruhi Dividend Payout Ratio pada Perusahaan Publik di Indonesia.
Variabel bebas: posisi kas , potensi pertumbuhan, ukuran perusahaan, rasio hutang terhadap modal, profitabilitas, tax rate, dan time interest earned
Posisi kas, potensi pertumbuhan, ukuran perusahaan, rasio hutang terhadap modal, profitabilitas, tax rate, dan time interest earned memiliki pengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio secara simultan. Secara parsial hanya variabel rasio hutang terhadap modal (debt to equity ratio) dan profitabilitas (profitability) yang memiliki pengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio.
Universitas Sumatera Utara
II.2. Teori Tentang Rasio Keuangan Salah satu cara untuk mengetahui kesehatan keuangan atau kinerja suatu perusahaan dan masalah-masalah yang sedang dihadapinya adalah melalui analisis rasio keuangan. Analisis rasio keuangan dapat membantu perusahaan dalam mendeteksi masalah-masalah yang dihadapi sehingga dapat dilakukan perbaikanperbaikan untuk mencegah semakin memburuknya kondisi atau kesehatan perusahaan. Harahap (2004) menyatakan bahwa rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan. Rasio keuangan ini hanya menyederhanakan informasi yang menggambarkan hubungan antara pos tertentu dengan pos lainnya, sehingga dapat menilai secara tepat hubungan antara pos tadi dan dapat membandingkan dengan rasio lain. Keown, et al. (1999) Financial ratios restating the accounting data in relative terms to identify some of financial strengths and weaknesses of a company. The ratios give us two ways of making meaningful comparisons of a firm’s financial data: (1) we can examine the ratios across time (say for the last 5 years) to identify any trends; (2) we can compare the firm’s ratios with of other firms. Pernyataan ini menjelaskan rasio keuangan adalah faktual perusahaan dengan mengidentifikasikan
kekuatan-kekuatan
keuangan
dan
kelemahan-kelemahan
keuangan suatu persuahaan. Rasio keuangan akan memberi cara bagi analis untuk membuat perbandingan yang berarti dari data keuangan perusahaan melalui:
Universitas Sumatera Utara
1. Waktu yang berbeda, artinya membandingkan rasio-rasio perusahaan yang sama dari laporan keuangan terdahulu. 2. Perusahaan lain yang berbeda, yang mempunyai skala dan lingkungan yang kurang lebih sama. Menurut Keown, et al. (1999) we use financial ratios to answer questions about a firm’s aperations and to evaluate the companies financial performance. Specifically we can address fo important questions: 1. How liquid is the firm? 2. Is management generating adequate operating profits on the firm’s assets 3. How is the firm financing its assets? 4. Are the owners (stokeholders) receiving an adequate return on return on their investment? Rasio keuangan memberikan dasar untuk menjawab beberapa pertanyaan penting berkaitan dengan kegiatan operasi perusahaan dan evaluasi kinerja keuangan perusahaan, antara lain: 1. Bagaimana likuiditas perusahaan? Likuiditas dengan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segenap utang atau kewajibannya. 2. Apakah manajemen menghasilkan cukup keuntungan dari aktiva perusahaan? Karena tujuan pedoman atas tingkat keuntungan perusahaan. Jika tingkat keuntungan itu tidak memadai dibandingkan dengan investasinya, maka perlu diadakan telaah lebih lanjut untuk mengungkapkan penyebabnya. 3. Bagaimana manajemen perusahaan membiayai investasinya? Keputusan ini mempunyai pengaruh langsung terhadap tingkat hasil bagi para pemegang saham umum.
Universitas Sumatera Utara
4. Apakah pemegang saham umum menerima laba yang cukup dari investasinya? Tingkat hasil yang diperoleh investor merupakan pertimbangan pokok para investor dalam membeli saham perusahaan. II.3. Teori Tentang Dividen II.3.1. Pengertian Dividen Keuntungan yang diperoleh investor atau pemegang saham dapat berupa Capital gains dan dividend. Capital gains adalah perolehan keuntungan dari selisih lebih antara harga jual dengan harga beli saham, sedangkan dividen merupakan pendapatan yang diterima pemegang saham secara periodik dari sebagian laba bersih yang disisihkan oleh perusahaan. Dividen juga sebagai harapan bagi para investor, artinya pada titik tertentu para investor mengaharapkan adanya pembagian laba dari laba yang diperoleh perusahaan. Dapat disimpulkan bahwa pengertian dasar dividen adalah pembayaran yang diberikan perusahaan kepada pemegang saham sehubungan dengan keuntungan/laba yang diperoleh perusahaan. Sundjaja dan Barlian (2002) menyatakan bahwa dividen tunai yang diharapkan merupakan variabel pengembalian utama dimana pemilik dan investor akan menentukan nilai saham. Dividen tunai adalah sumber dari aliran kas untuk pemegang saham dan memberikan informasi tentang kinerja perusahaan saat ini dan akan datang. Sedangkan Kieso dan Weygandt (1995) menyatakan bahwa pembagian dividen umumnya didasarkan pada akumulasi laba yaitu ditahan atau pada pos modal
Universitas Sumatera Utara
lainnya seperti tambahan modal disetor. Dividen yang tidak didasarkan pada laba ditahan (dividen likuidasi) harus dijelaskan secukupnya pada lampiran pesan kepada pemegang saham sehingga tidak terjadi kesalah pahaman tentang sumbernya. II.3.2. Bentuk-Bentuk Dividen Kieso dan Weygrandt (1995) mengungkapkan bahwa dividen yang dibagikan oleh perusahaan kepada pemegang sahamnya dapat berbentuk: 1. Cash dividend yaitu pembayaran dividen dalam bentuk tunai. 2. Stock dividend yaitu pembayaran dividen dalam bentuk saham dengan proporsi tertentu. 3. Script dividend (promisory notes) yaitu hutang dividen dalam bentuk script atau pembayaran dividen pada masa yang akan datang. 4. Property dividend yaitu pembayaran dividen dalam bentuk kekayaan seperti barang dagangan, real state atau investasi dalam bentuk lain yang dirancang oleh dewan direksi Brealey and Myers (2004) most company pay a regular cash dividend each quarter, but occasionally this regular dividend is supplemented by one-off extra or special dividend. Dividends are not always ini the form of cash. Frequently companies also declare stock dividens. Pernyataan
di
atas
menjelaskan
bahwa
pada
umumnya
perusahaan
membayarkan dividen tambahan atau spesial dividen kepada pemegang saham. Dividen tidak selalu dalam bentuk kas tetapi bisa juga dalam bentuk saham (stock dividend).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Brealey dan Myers (2004), ada beberapa macam bentuk dividen, yaitu: 1. Cash Dividend yaitu dividen yang diberikan kepada pemegang saham dalam bentuk tunai. Bentuk ini sangat sering digunakan karena tingkat likuiditasnya cukup tinggi sehingga cenderung disukai oleh para pemegang saham. 2. Stock dividend yaitu dividen yang diberikan kepada pemegang saham dalam bentuk lembar saham. Bentuk ini pun sering digunakan, terutama jika perusahaan kesulitan menyediakan dividen dalam bentuk tunai. 3. Extra dividend yaitu dividen tambahan yang diberikan kepada pemegang saham jika perusahaan mendapatkan keuntungan besar. Namun bentuk dividen ini hanya bersifat sementara. 4. Noncash dividend plans seperti pemberian sample product dan dividend reinvestment plans (DRIP’S). Jika tidak dapat memberikan dividen dalam bentuk tunai maupun lembar saham, perusahaan dapat memberikan contoh produk yang akan dipasarkan lembar saham di bawah pasar. II.4. Teori Tentang Kebijakan Dividen II.4.1. Pengertian Kebijakan Dividen Manajemen memiliki 2 (dua) alternatif dalam perlakuannya terhadap penghasilan/laba bersih sesudah pajak (EAT) perusahaan, yaitu yang pertama dibagi kepada para pemegang saham perusahaan dalam bentuk dividend dan yang kedua diinvestasikan kambali kepada perusahaan sebagai laba ditahan (retained earning). Pada umumnnya sebagai EAT (earning after tax) dibagi dalam bentuk dividen dan
Universitas Sumatera Utara
sebagian lagi diinvestasikan kembali, artinya manajemen harus membuat keputusan tentang besarnya EAT yang dibagikan sebagai dividen (Atmadja, 2003). Kebijakan dividen (dividend policy) merupakan keputusan yang berkaitan dengan penentuan apakah keuntungan/laba perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan sebagai laba ditahan dan selanjutnya untuk diinvesatasikan kembali dimasa yang akan datang (Suhartono, 2004). Laba yang disimpan kembali atau laba ditahan merupakan salah satu sumber dana terpenting dalam membiayai pertumbuhan perusahaan, tetapi dividen membentuk arus yang mengalir ke tangan pemegang saham. Ketika suatu perusahaan memutuskan berapa jumlah uang kas yang harus dibagikan kepada para pemegang saham, maka tujuan perusahaan harus diutamakan yaitu memaksimalkan nilai pemegang saham. Sehingga rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) merupakan faktor yang harus dipertimbangkan, sedangkan jumlah dividen yang dibayarkan tergantung dari kebijakan setiap perusahaan. Jika seluruh keuntungan yang dihasilkan perusahaan dibayarkan sebagai dividen kepada para pemegang saham maka perusahaan tidak memiliki cadangan dana (kepentingan akan laba yang ditahan terabaikan) untuk melakukan reinvestment. Sebaliknya, jika seluruh keuntungan yang dihasilkan perusahaan akan tetap dipertahankan maka kepentingan pemegang saham akan terabaikan sehingga dapat menyebabkan hilangnya kesempatan untuk mendapatkan investor baru dan tidak dapat mengumumkan kenaikan dividen.
Universitas Sumatera Utara
Kebijakan dividen yang optimal pada suatu perusahaan adalah kebijakan yang menciptakan keseimbangan antara dividen saat ini dan pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang (Brigham dan Houston, 2001). II.4.2. Teori Kebijakan Dividen Brigham dan Houston (2001) menyatakan bahwa ada tiga teori kebijakan dividen dari preferensi investor, yaitu: teori ketidak relevanan dividen, teori “bird in the hand” dan teori preferensi pajak. 1. Teori ketidakrelevanan dividen (dividend irrelevance theory) Teori ini menyatakan bahwa kebijakan dividen perusahaan tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya. Pendukung utama teori ketidak relevanan dividen ini adalah Merton Miller dan Franco Modigliani (MM). Mereka berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan dasarnya untuk menghasilkan laba dan resiko bisnisnya, artinya nilai suatu perusahaan tergantung semata-mata pada pendapatan yang dihasilkan oleh aktivanya, bukan pada bagaimana pendapatan tersebut dibagi diantara dividen dan laba yang ditahan. 2. Teori “bird in the hand” Myron Gordon dan John Linther berpendapat bahwa sesungguhnya investor jauh lebih menghargai pendapatan yang diharapkan dari dividen daripada pendapatan yang diharapkan dari keuntungan modal karena komponen hasil dividen, resikonya lebih kecil. Miller dan Modigliani (MM) tidak setuju dan menganggap
Universitas Sumatera Utara
pendapat Gordon-Linther sebagai kekeliruan “bird in the hand” karena menurut pandangan MM, kebanyakan investor merencanakan untuk menginvestasikan kembali dividen mereka dalam saham dari perusahaan bersangkutan atau perusahaan sejenis, dan dalam beberapa kasus, tingkat risiko dari arus kas perusahaan bagi investor dalam jangka panjang hanya ditentukan oleh tingkat risiko arus kas operasinya, bukan oleh kebijakan pembagian dividennya. 3. Teori Preferensi Pajak Ada tiga alasan yang berkaitan dengan pajak untuk beranggapan bahwa investor mungkin lebih menyukai pembagian deviden yang rendah daripada yang tinggi, yaitu (1) Keuntungan modal dikenakan dengan pajak dengan tarif maksimum 28%, sedangkan pendapatan dividen dikenakan pajak dengan tarif efektif mencapai 39,6%, oleh karena itu, investor yang kaya (memiliki saham besar dan menerima sebagian besar dividen) mungkin lebih suka perusahaan menahan dan menanamkan kembali laba ke dalam perusahaan. (2) Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai saham terjual, dan (3) Terhindar dari pajak keuntungan modal apabila saham yang dimiliki oleh seseorang sampai ia meninggal. Keown, et al. (1990) “three basic views about dividend: (1) dividend policy is irrelevant (2) High dividends increase stock value, this views says dividends are more certain than capital gains, has been called the ‘bird-in-the-hand’ theory, The belief that dividend income has a higher value to the investor than does capitas gains income, because dividend are more certain than capital gains. (3) Low dividends increase stock value.” Pernyataan di atas menjelaskan bahwa ada tiga pendapat mendasar tentang dividen, pendapat atau pandangan pertama yaitu “dividen adalah tidak relevan”.
Universitas Sumatera Utara
Pendapat ini dikemukakan oleh Modigliani dan Miller (MM) yang berpendapat bahwa pembayaran dividen tidak berpengaruh terhadap kemakmuran pemegang saham, dan nilai perusahaan ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan. Pendapat kedua yaitu “dividen yang tinggi akan meningkatkan nilai saham”. Pendapat ini menyatakan bahwa investor lebih merasa aman untuk memperolah pendapatan berupa dividen daripada menunggu capital gains. Pendapat ini disebut bird in the hand theory. Pendapat ketiga yaitu “dividen yang rendah akan baik meningkatkan nilai saham” maksud dari pernyataan tersebut adalah perusahaan lebih baik menentukan dividend payout ratio yang rendah atau bahkan tidak membagikan dividen sama sekali untuk meminimumkan biaya modal dan memaksimumkan nilai perusahaan. II.4.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Dalam memutuskan apakah keuntungan/laba perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan sebagai laba ditahan dan selanjutnya untuk dinvestasikan kembali di masa yang akan datang, maka kebijakan dividen ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Sinuraya (1999) menyatakan bahwa faktor –faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen adalah 1) peraturan hukum, 2) posisi likuiditas, 3) perlunya membayar kembali pinjaman (need to repay debt), 4) keterbatasan karena kontrak, 5) tingkat perluasan harta (rate of asset expansion), 6) tingkat keuntungan, 7) stabilitas keuntungan, 8) pintu ke pasar modal
Universitas Sumatera Utara
(acces to the capital market), 9) laba yang diperoleh perusahaan untuk dibayarkan pada pemegang saham. Menurut Weston dan Copeland (1993) kebijakan dividen dipengaruhi oleh undang-undang, posisi likuiditas, kebutuhan pelunasan utang, tingkat ekspansi aktiva, tingkat laba, stabilitas laba, akses ke pasar modal dan kendali perusahaan. 1. Undang-undang. Ada undang-undang dan peraturan hukum yang menentukan bahwa dividen harus dibayar dari laba, baik laba tahun berjalan maupun laba tahun lalu yang ada pada laba ditahan (retained earning) pada neraca. Dividen tidak boleh diambil dari modal. 2. Posisi likuiditas. Angka yang tercantum dalam laporan keuangan untuk pos laba ditahan, belum tentu sama dengan kondisi perusahaan sebenarnya. Meskipun suatu perusahaan mempunyai catatan mengenai laba, perusahaan mungkin tidak dapat membayar dividen kas karena posisi likuitasnya. Suatu perusahaan yang sedang berkembang membutuhkan dana yang besar dalam perkembangannya sehingga meskipun memperoleh keuntungan besar dana tersebut digunakan untuk pembiayaan perusahaan, dan dalam kondisi seperti ini mungkin saja perusahaan tidak membayarkan dividennya. 3. Kebutuhan pelunasan utang Suatu perusahaan yang memiliki utang pada saat pembayaran dividen dihadapkan pada dua pilihan yaitu pertama perusahaan dapat membayar utang itu pada saat
Universitas Sumatera Utara
jatuh tempo dan menggantikannya dengan surat berharga lain atau yang kedua perusahaan melunasi utang tersebut. Apabila perusahaaan mengambil keputusan untuk melunasi utang tersebut maka jumlah dividen yang dibayarkan akan berkurang karena labanya digunakan untuk melunasi hutang perusahaan. 4. Tingkat ekspansi aktiva Semakin cepat suatu perusahaan berkembang maka semakin besar pula kebutuhan untuk membiayai ekspansi perusahaannya. Kalau kebutuhan dana di masa depan semakin besar, perusahaan akan cenderung untuk menahan laba daripada membayarkannya sehingga ada kesempatan besar untuk melakukan investasi. Namun jika lebih mementingkan pembagian laba yang dibayarkan sebagai dividen, maka hanya sebagian saja laba yang tersisa untuk investasi. Jadi semakin tinggi tingkat ekspansi suatu perusahaan maka semakin besar kebutuhannya akan laba yang akan ditahan sehingga semakin kecil dividen yang dapat dibayarkan. 5. Tingkat laba Tingkat hasil pengembalian yang diharapkan akan menentukan pilihan relatif untuk membayar laba tersebut dalam bentuk dividen kepada pemegang saham (yang akan menggunakan dana itu pada perusahaan lain) atau menggunakannya pada perusahaan tersebut. 6. Stabilitas laba Suatu perusahaan yang mempunyai laba stabil sering kali dapat memperkirakan berapa besarnya laba di masa yang akan datang. Perusahaan seperti ini biasanya cenderung membayarkan laba dengan persentase yang lebih tinggi daripada
Universitas Sumatera Utara
perusahaan yang labanya berfluktuasi. Perusahaan yang tidak stabil, tidak yakin apakah laba yang diharapkan pada tahun-tahun yang akan datang dapat tercapai sesuai harapan sehingga perusahaan cenderung untuk menahan sebagian besar laba saat ini. Pada perusahaan yang kondisi labanya belum stabil cenderung membayarkan dividen dalam jumlah yang relatif lebih rendah dari pada perusahaan yang labanya stabil. 7. Akses ke pasar modal Suatu perusahaan yang besar, telah berjalan baik dan mempunyai catatan profitabilitas dan stabilitas laba akan mempunyai akses yang mudah ke pasar modal. Namun pada perusahaan kecil atau baru, kemampuan untuk menaikkan modalnya atau dana pinjaman dari pasar modal akan terbatas sehingga perusahaan seperti ini harus menahan lebih banyak laba untuk membiayai kegiatan operasionalisasi usahanya. Jadi perusahaan yang sudah mapan cenderung untuk memberi tingkat pembayaran dividen yang lebih tinggi dari pada perusahaan kecil atau baru. 8. Kendali perusahaan. Sebagai suatu kebijakan, beberapa perusahaan melakukan ekspansi hanya sampai pada tingkat penggunaan laba internal saja. Kebijakan ini didukung oleh pendapat bahwa menghimpun dana melalui penjualan tambahan saham biasa akan mengurangi hutang kekuasaan kelompok dominan dalam perusahaan itu. Pada saat yang sama, mengambil hutang akan memperbesar risiko naik turunnya laba yang dihadapi pemilik perusahaan saat ini. Perusahaan perlu melakukan kendali
Universitas Sumatera Utara
dalam melakukan ekspansi hanya sampai pada tingkat penggunaan laba internal saja karena jika berlebihan akan memperkecil pembayaran dividen. Menurut Husnan dan Pudjiastuti (1998), dalam menentukan kebijakan dividen perlu memperhatikan faktor-faktor berikut ini: 1. Operating Cash Flow Jika dana yang diperoleh dari operasi perusahaan dapat dipergunakan dengan menguntungkan maka dividen tidak perlu dibagikan terlalu besar. Jadi tidak benar bahwa perusahaan harus membagikan dividen sebesar-besarnya. 2. Tingkat laba Karena ada keengganan untuk menurunkan pembayaran dividen per lembar saham, ada baiknya jika perusahaan menentukan dividen dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Dengan demikian, memudahkan perusahaan untuk meningkatkan dan tidak perlu segera menurunkan dividen jika laba menurun. 3. Kesempatan investasi Jika perusahaan mengahadapi kesempatan investasi yang menguntungkan, lebih baik perusahaan mengurangi pembayaran dividen daripada menerbitkan saham baru. Penurunan pembayaran dividen mungkin akan diikuti oleh penurunan harga saham tapi jika pasar modal efisien maka harga saham akan menyesuaikan kembali dengan informasi yang sebenarnya (investasi yang menguntungkan). 4. Biaya transaksi Jika investor ingin menjual saham, mereka terkena biaya transaksi (biaya transaksi di BEJ sekitar 0,4%). Dengan demikian jika tidak ada faktor pajak maka
Universitas Sumatera Utara
menerima dividen akan lebih menguntungkan daripada memperoleh capital gains sehingga investor cenderung memilih saham yang membagikan dividen secara teratur. 5. Pajak penghasilan Karena investor juga membayar pajak penghasilan maka investor yang sudah berada dalam tax bracket yang tinggi (di Indonesia tax bracket tertinggi adalah 30%) mungkin akan lebih menyukai untuk tidak menerima dividen (karena harus membayar pajak) dan memilih menikmati capital gains. Jika sebagian besar pemegang saham merupakan investor yang mempunyai tax bracket tinggi, pembagian dividen akan cenderung tidak telalu besar. II.5. Teori Contracting dalam Hubungannya dengan Kebijakan Dividen Teori kontrak menggunakan asumsi utama bahwa pemilih akan kebijakan perusahaan ditujukan untuk memaksimumkan nilai perusahaan. Dalam perspektif, dan akan memaksimumkan nilai metode
akuntansi
yang
dapat
akuntansi yang efisien, manajer akan memilih meminimumkan
agency
cost,
dan
akan
memaksimumkan nilai perusahaan. Smith dan Watts telah menguji perspektif efficiency contracting mereka menguji pengaruh antara ciri-ciri perusahaan dan kesempatan investasi. Smith dan Watts membuat prediksi mengenai arah hubungan antara kesempatan investasi dan kebijakan pendanaan, dividen dan kompensasi perusahaan. Mereka menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki peluang tumbuh diharapkan akan memiliki debt to
Universitas Sumatera Utara
equity yang lebih rendah dalam struktur modal. Hal ini karena pembelanjaan melalui equitas akan mengurangi agency problem yang potensial berasosiasi dengan hutang yang beresiko dalam struktur modalnya (Myers, 1977). Smith dan Watts (1992) juga menemukan bukti bahwa perusahaan tumbuh cenderung untuk mengikuti pembayaran dividen yang rendah untuk mengurangi agency problem yang berasosiasi dengan free cash flow. Secara keseluruhan mereka memberikan bukti yang mendukung pendapat bahwa keputusan kebijakan perusahaan dimotivasi oleh keinginan manajer untuk menyelesaikan konfik secara efisien antara perusahaan dengan pihak-pihak internal dan eksternal yang melakukan kontrak. Menurut Smith dan Watts (1992) free cash flow perusahaan berkaitan dengan investasi dan kebijakan dividen. Semakin besar jumlah investasi dalam satu periode, semakin kecil dividen yang dibayarkan dan semakin besar perusahaan tersebut mengeluarkan equitas yang baru. Ada argumen yang menguatkan dugaan tersebut yaitu Rozeeff (1982) yang mengemukakan bahwa pengeluaran equitas yang baru menurunkan agency cost melalui penyediaan pengawasan yang efektif. Perusahaan yang memiliki pilihan tumbuh yang rendah jarang melakukan pengeluaran equitas yang baru jika perusahaan tersebut melakukan pembayaran dividen yang lebih sedikit. Perjanjian dividen yang menetapkan jumlah maksimum pembayaran dividen secara efektif memaksa persyaratan investasi yang minimum (Smith dan Warner, 1979, Kalay 1982), dengan demikian, akan mengurangi masalah investasi yang rendah. Semakin tinggi pembatasan kebijakan dividen, maka akan semakin sedikit kemungkinan
Universitas Sumatera Utara
manajer untuk mengambil suatu proyek investasi yang memiliki nilai sekarang yang negatif. Perusahaan yang memiliki pilihan investasi yang menguntungkan akan mampu menghadapi pembatasan-pembatasan dividen. Sehingga perusahaan yang memiliki pilihan tumbuh yang lebih banyak diharapkan akan membayar dividen yang lebih rendah. Selanjutnya untuk perusahaan yang tumbuh, peningkatan dividen akan menjadi pertanda buruk karena dianggap perusahaan tersebut akan mengurangi rencana-rencana investasi (Hartono 1999). II.6. Alternatif Pembayaran Dividen Keputusan perusahaan dalam mengalokasikan dana bagi pembayaran dividen kebutuhan investasi harus disesuaikan bagi kepentingan perusahaan artinya suatu perusahaan mampu menciptakan keseimbangan antara dividen saat ini dan pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang. Keown, et al. (1999) there are three alternatives dividend payment; (1)Constant dividend payout ratio, a dividend payment policy in which the percentage of earnings paid out in dividend is held constant. The dollar amount fluctuates from year as profits vary. (2) Stable dollar dividend per share, a dividend policy that maintains a relatively stable dollar dividend per share over time. (3) Regular dividend plus a year end extra, a dividend payment policy where the firm pays a small regular dividend plus an extra dividend only if the firm has experienced a good year. Menurut Keown, et al. (1999) ada 3 (tiga) alternatif pembayaran dividen, yaitu: 1. Rasio pembayaran dividen yang konstan (Constant dividend payout ratio). Dengan dividend payout yang konstan maka perusahaan menetapkan rasio yang tetap terhadap keuntungan. Berapapun keuntungan yang diperoleh maka jumlah dividen yang dibayarkan setiap tahunnya akan berbeda tergantung pada
Universitas Sumatera Utara
keuntungan yang diperoleh. Hal ini tidak akan menjadi masalah sepanjang keuntungan yang diperoleh setiap periodenya selalu meningkat. Tetapi jika keuntungan yang diperoleh lebih kecil dari pada sebelumnya maka dividen yang akan dibayarkan pun menurun. Oleh karena itu, perusahaan yang menerapkan alternatif ini akan mengalami pembayaran dividen yang berfluktuasi sesuai dengan naik turunnya keuntungan yang diperoleh. Kebijakan ini cenderung tidak akan memaksimalkan nilai saham perusahaan (Sartono, 2000). 2. Jumlah pembayaran dividen yang stabil (stable dollar dividend per share). Alternatif ini akan menyebabkan perusahaan membayar dividen dalam jumlah yang tetap untuk beberapa periode. Meskipun pada tahun berikutnya perusahaan memperoleh keuntungan lebih besar dari tahun sebelumnya atau lebih kecil dari tahun sebelumnya maka jumlah dividen yang dibayarkan akan tetap sama dengan tahun sebelumnya. Pembayaran akan dinaikkan jika perusahaan merasa yakin bahwa kenaikan itu dapat dipertahankan untuk penurunan dividen sampai benarbenar terbukti bahwa perusahaan tidak sanggup lagi membayarkannya. Alasan untuk memberikan dividen yang stabil dengan cara membiarkan dividend payout ratio berfluktuasi adalah agar harga pasar saham lebih tinggi (Sartono, 2000). 3. Jumlah pembayaran dividen tetap yang kecil ditambah dividen ekstra. (Reguler dividend plus a year – end extra). Untuk mengantisipasi terjadinya penurunan keuntungan yang diperoleh biasanya perusahaan menerapkan alternatif ini yaitu membayarkan dividen kepada pemegang sahamnya dalam jumlah kecil namun jika ada keuntungan yang
Universitas Sumatera Utara
melonjak maka pada akhir periode perusahaan akan menambahkan dividen ekstra. Akan tetapi hal ini menyebabkan investor tidak dapat mengestimasi perolehan dividen dan menjadi ragu-ragu untuk menanamkan dananya. Namun menurut Sartono (2000), kebijakan ini merupakan yang moderat yaitu merupakan kompromi atas dua kebijakan tersebut diatas dan yang lebih fleksibel. II.7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dividend Payout Ratio Dividend Payout Ratio adalah perbandingan antara dividen yang dibayarkan dengan laba bersih yang didapatkan dan biasanya disajikan dalam bentuk persentase. Semakin tinggi dividend payout ratio akan menguntungkan para investor tetapi dari pihak perusahaan akan memperlemah internal financial karena memperkecil laba ditahan. Tetapi sebaliknya dividend payout ratio semakin kecil akan merugikan para pemegang saham dan internal finasial perusahaan semakin kuat (Gitosudarmo, 1992). Sunjaya dan Barlian (2002) menyatakan bahwa pengertian rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) adalah persentase dari setiap rupiah yang dihasilkan dibagikan kepada pemilik dalam bentuk tunai dihitung dengan membagi dividen kas per saham dengan laba per saham. Keown, et al. (1999) menyatakan “Dividend payout ratio indicates the amount of dividends relative to the company’s net or earning per share”
Universitas Sumatera Utara
Menurut Gitosudarmo (2002), besar kecilya dividend payout ratio dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut ini: 1. Faktor likuiditas, semakin tinggi likuiditas akan meningkatkan dividend payout ratio dan sebaliknya semakin rendah likuiditas akan menurunkan dividend payout ratio. 2. Kebutuhan dana untuk melunasi utang, semakin besar dana untuk melunasi utang baik untuk obligasi, hipotik dalam tahun tersebut yang diambilkan dari kas maka akan berakibat menurunkan dividend payout ratio dan sebaliknya. 3. Tingkat ekspansi yang direncanakan, semakin tinggi ekspansi yang direncanakan oleh perusahaan berakibat mengurangi dividend payout ratio karena laba yang diperoleh diprioritaskan untuk penambahan aktiva. 4. Faktor pengawasan, semakin terbukanya perusahaan akan memperkuat modal sendiri sehingga mengakibatkan kenaikan dividend payout ratio dan sebaliknya semakin tertutupnya perusahaan akan menurunkan dividend payout ratio. 5. Ketentuan dari pemerintah, ketentuan yang berkaitan dengan laba perusahaan maupun pembayaran dividen. 6. Pajak kekayaan/penghasilan dari pemegang saham, apabila para pemegang saham adalah ekonomi lemah yang bebas pajak maka dividend payout ratio lebih tinggi dibanding apabila pemegang saham para ekonomi kuat yang kena pajak. Menurut Sinuraya (1999) menyatakan bahwa dalam menentukan pembagian deviden, faktor yang harus dipertimbangkan ada kemungkinan pengurangan pembayaran dividen disebabkan proyek perusahaan memburuk atau menghadapi
Universitas Sumatera Utara
kesempatan investasi yang menguntungkan dan pembayaran yang stabil atas dividend payout ratio. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan sebagai berikut: 1. Faktor likuiditas, semakin likuid suatu perusahaan, maka akan semakin lancar dalam melakukan pembayaran dividen. 2. Biaya pengeluaran saham baru (emisi saham), karena penerbitan saham baru selalu mengakibatkan pengeluaran biaya, sekalipun secara kritis pembayaran dividen bisa diganti dengan penerbitan saham baru. Emisi saham mengakibatkan biaya modal baru akan lebih tinggi dari pada biaya modal laba ditahan. Umumnya dividend payout ratio berkorelasi negatif dengan kebutuhan dana investasi. 3. Pengendalian kalau perusahaan emisi saham, maka pemilik saham lama akan mempunyai proporsi perusahaan yang berkurang sehingga pengendalian terhadap perusahaan akan berkurang. 4. Stabilitas keuntungan dan kebangkrutan, apabila perusahaan memperoleh keuntungan yang relatif stabil. 5. Biaya transaksi dan kebutuhan modal, secara teoritis kenaikan harga saham akan sama dengan jumlah dividen yang dibagikan, meskipun demikian hal ini bisa menyulitkan pemilik saham kalau tiba-tiba perusahaan memperkecil pembayaran dividennya, kalau hal ini dihubungkan dengan pola kebutuhan dana dari modal tersendiri.
Universitas Sumatera Utara