BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Penelitian Sebelumnya Penelitian tentang faktor–faktor yang mempengaruhi penurunan intensitas
kunjungan wisatawan di suatu daya tarik wisata belakangan ini sudah dilakukan oleh para peneliti yang mencermati hal-hal yang layak diteliti. Beberapa penelitian yang dilakukan dapat memberikan sumbangan pemikiran secara ilmiah untuk menunjang bidang kepariwisataan dan keilmuan. Aspek yang diteliti juga mencerminkan hal-hal yang bervariasi atau melihat permasalahan dari berbagai sudut pandang. Beberapa hasil penelitian yang ditemukan dalam tinjauan pustaka ini dijadikan acuan atau referensi yang relevan dalam penelitian ini. Penelitian pertama dengan judul “Recognition and Prioritization of Internal and External Factors Affecting Development Strategies of Iran Tourism” oleh Ramin Asadi (2011). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berbagai faktor yang mempengaruhi industri pariwisata. Penelitian ini menggunakan studi literatur dan Delphi Model serta informasi pariwisata lainnya, faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi industri pariwisata di Iran dan penerapan Expert Choice Software dan matriks perbandingan, pembobotan dimensi, kriteria dan sub-kriteria yang dikalkulasikan. Total jumlah sample adalah 278 dengan menggunakan metode sampling dan teknis yang dipilih dari setiap negaranya. Didapatkan hasil bahwa perkembangan industri pariwisata di Iran dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal yang 12
13
mempengaruhi perkembangan industri antara lain, faktor politik, faktor ekonomi, faktor kompetitif dan faktor geografis. Faktor internal yang mempengaruhi industri pariwisata Iran diantaranya adalah favorability, faktor hukum dan negara. Favorability yang dimaksud disini adalah dalam hal produk khas yang biasa dijadikan sebagai buah tangan wisatawan untuk dibawa kembali ke negara asal dan juga atraksi atau pameran-pameran khas Iran yang bisa menarik wisatawan untuk datang kembali ke Iran untuk melihat pertunjukkan tersebut. Iran juga memiliki citra yang kurang baik di mata wisatawan dari beberapa negara yang menyebabkan pariwisata di Iran kurang berkembang. Dalam penelitian sebelumnya terdapat kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu menggunakan variabel yang sama. Perbedaan terletak pada jumlah sample dan teknik penentuan sampel, dalam penelitian sebelumnya menggunakan sebanyak 278 dengan metode sampling sedangkan sampel peneliti sebanyak 100 dengan metode accidental sampling. Penelitian kedua dengan judul “Factors Affecting the Selection of Tour Destination in Bangladesh” oleh Feroz Ahmed (2010). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi wisatawan untuk memilih tujuan wisata di Bangladesh. Teknik pengumpulan data yang digunakan melalui wawancara dan kuesioner terstruktur dari 146 wisatawan. Teknik analisis data yang digunakan adalah model regresi berganda. Terdapat 9 (sembilan) variabel yang berhubungan menjadi fokus penelitian seperti pelayanan, keindahan alam, tujuan terkenal, penginapan yang nyaman, petualangan, keamanan, efektif dan transportasi yang efisien, makanan yang aman dan kualitas dan fasilitas belanja.
14
Hasil regresi menunjukkan bahwa pelayanan, keindahan alam, keamanan dan fasilitas belanja secara signifikan menunjukkan 24,6% dari variasi dalam menjelaskan faktor yang mempengaruhi wisatawan untuk memilih tujuan wisata di Bangladesh. Dalam penelitian sebelumnya terdapat kesamaan dengan penelitian peneliti yaitu menggunakan variabel pelayanan dan keamanan. Perbedaan terletak pada teknik analisis data, dalam penelitian sebelumnya menggunakan analisis regresi linier berganda, sedangkan analisis yang digunakan peneliti adalah analisis faktor. Penelitian ketiga dengan judul “Factors Determining Tourists Destinations in Africa” oleh Kareem Olayinka Idowu dan Ajide Kazeem Bello (2011). Penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor yang menentukan pemilihan destinasi wisata di Africa. Penelitian ini menggunakan Metode Generalized of Moments. Hasil penelitian ini menunjukkan, faktor seperti ketidakstabilan politik, tingkat kejahatan seperti pendapatan dunia bukan penentu utama dari kunjungan wisatawan ke Africa, namun pengalaman masa lalu dari wisatawan, infrastruktur, telekomunikasi, nilai tukar mata uang adalah penentu utama. Dalam penelitian sebelumnya terdapat kesamaan dengan penelitian penulis yaitu terdapat beberapa kesamaan variabel yang digunakan. Perbedaan terletak pada teknik analisis data, dalam penelitian sebelumnya menggunakan analisis faktor Metode Generalized of Moments sedangkan penelitian yang dilakukan penulis menggunakan analisis faktor. Penelitian keempat dengan judul “Studi Menurunnya Jumlah Wisatawan Yang Berkunjung Di Taman Bumi Kedaton Bandar Lampung” oleh Widiya Wati,
15
Edy Haryono, Zulkarnai (2011). Fokus penelitian ini pada daya tarik wisata, aksesibilitas, ketersediaan fasilitas, keadaan keamanan, serta promosi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Populasi penelitian yaitu wisatawan yang berkunjung di Taman Bumi Kedaton, dengan menggunakan teknik quota sampling sebanyak 60 responden. Pengumpulan data dengan teknik observasi, wawancara, kuesioner dan dokumentasi. Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa: (1) Keadaan objek wisata Taman Bumi Kedaton cukup menarik, sehingga tidak menjadi penyebab menurunnya jumlah wisatawan yang berkunjung (2) Aksesibilitas untuk mencapai Taman Bumi Kedaton menjadi penyebab menurunnya jumlah wisatawan yang berkunjung. (3) Ketersediaan fasilitas di objek wisata Taman Bumi Kedaton kurang sesuai dengan kebutuhan wisatawan menjadi penyebab menurunnya jumlah wisatawan yang berkunjung. (4) Keadaan keamanan di Tamana Bumi Kedaton cukup aman tidak menjadi penyebab menurunnya jumlah wisatawan yang berkunjung. (5) Promosi Taman Bumi Kedaton kurang baik sehingga menjadi penyebab menurunnya jumlah wisatawan yang berkunjung. Dalam penelitian sebelumnya terdapat kesamaan dengan penelitian peneliti yaitu menggunakan variabel yang sama, sedangkan perbedaan terletak pada teknik analisis data, dalam penelitian sebelumnya menggunakan model Struges, sedangkan analisis yang digunakan peneliti adalah analisis faktor. Penelitian kelima dengan judul “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Memudarnya Intensitas Pertunjukan Tarian Calon Arang Di Daya Tarik Wisata Pura Taman Ayun Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung” oleh I Komang Astra
16
Wijaya (2010). Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Beberapa faktor yang menyebabkan memudarnya tarian calon arang di daya tarik wisata Pura Taman Ayun saat ini adalah 1) ketidakseriusan pihak pengelola (Puri Mengwi), (2) motivasi diri yang kurang, (3) perubahan mata pencaharian, (4) tidak adanya kegiatan promosi, sedangkan faktor eksternal terdiri dari ; (1) ketergantungan kepada Travel Agent, (2) terjadinya bom Bali I, (3) berkurangnya minat wisatawan, (4) banyaknya saingan. Dalam penelitian sebelumnya terdapat kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu menggunakan teknik pengumpulan data yang sama yaitu observasi dan wawancara, perbedaannya terletak pada lokasi penelitian dan teknik analisis data penelitian sebelumnya menggunakan analisis deskriptif kualitatif sedangkan peneliti menggunakan analisis deskriptif kuantitatif. Penelitian
keenam
dengan
judul
“Analisis
Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi Kunjungan Wisatawan Di Pantai Cahaya, Weleri, Kabupaten Kendal” oleh Muhammad Akrom Khasani (2014). Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa pendapatan dan fasilitas berpengaruh positif terhadap jumlah kunjungan wisatawan Pantai Cahaya, sedangkan biaya perjalanan, biaya perjalanan ke obyek wisata lain dan lama perjalanan tidak berpengaruh terhadap jumlah kunjungan wisatawan Pantai Cahaya. Sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 100 orang wisatawan yang berkunjung ke Pantai Cahaya dengan menggunakan teknik accidental sampling. Data yang digunakan adalah data primer berdasarkan kuesioner. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi
17
linier berganda. Dalam penelitian sebelumnya terdapat kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu variabel fasilitas, jumlah sampel, dan teknik penentuan sampel, perbedaan penelitian terletak pada teknik analisis data dalam penelitian sebelumnya menggunakan teknik analisis regresi linier berganda, sedangkan analisis yang digunakan peneliti menggunakan analisis faktor. Penelitian ketujuh dengan judul “Faktor Yang Mempengaruhi Penurunan Jumlah Kunjungan Wisatawan Di Bagus Agro Pelaga Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung” oleh Ni Wayan Wahyu Astuti (2008). Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa secara keseluruhan dimensi pelayanan yang dituangkan pada faktor produk, harga, orang, tempat, proses, fisik dan promosi merupakan faktor utama yang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan pelayanan yang diberikan di Bagus Agro Pelaga dan akan berimplikasi kepada jumlah kunjungan yang mengalami penurunan sesuai dengan tingkat kepuasan pelayanan yang diperoleh wisatawan selama berkunjung ke Bagus Agro Pelaga. Dalam penelitian sebelumnya terdapat kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu faktor harga dan faktor promosi. Perbedaan penelitian terletak pada teknik analisis data dalam penelitian sebelumnya menggunakan teknik analisis regresi linier berganda, sedangkan analisis yang digunakan peneliti menggunakan analisis faktor. Penelitian kedelapan dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Daya Tarik Wisata Bali dan Implikasinya Terhadap Perencanaan Pariwisata Daerah Bali” oleh I
Made
Suradnya
(2015).
Penelitian
kebijakan
ini
bertujuan
untuk
mengidentifikasikan faktor-faktor yang menjadi daya tarik bagi wisatawan
18
mancanegara mengunjungi daerah tujuan wisata Bali dan membahas implikasi faktor-faktor dimaksud terhadap perencanaan pariwisata Bali. Penelitian ini melibatkan 505 orang responden yang berasal dari negara-negara sumber utama wisatawan. Para wisatawan tersebut dipilih secara acak ketika mereka sedang berada diruang tunggu keberangkatan di Bandara Ngurah Rai Bali setelah melakukan kunjungan di Bali selama musim ramai dan musim sepi kunjungan tahun 2005. Dengan menggunakan teknik analisis faktor (factor analysis) berhasil diidentifikasikan 8 faktor daya tarik bagi wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke Bali, yakni : (1) harga-harga produk wisata yang wajar, (2) budaya dalam berbagai bentuk manifestasinya, (3) pantai dengan segala daya tariknya, (4) kenyamanan berwisata, (5) kesempatan luas untuk relaksasi, (6) Citra (image) atau nama besar Bali, (7) keindahan alam, (8) keramahan penduduk setempat. Dalam penelitian sebelumnya terdapat kesamaan yang terletak pada variabel penelitian dan teknik analisis data yaitu sama-sama menggunakan analisis faktor. Perbedaan penelitian terletak pada jumlah sampel yang digunakan dan lokasi penelitian. Penelitian kesembilan dengan judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kunjungan Wisatawan di Taman Nasional Gede Pangrango (TNGP)” oleh Epy Syahadat (2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pelayanan, faktor sarana prasarana, faktor obyek dan daya tarik wisata alam, dan faktor keamanan secara
bersama-sama
(simultan)
mempunyai
pengaruh
terhadap
jumlah
pengunjung akan tetapi tidak secara nyata (tidak signifikan). Faktor keamanan yang mempunyai pengaruh yang signifikan (nyata) dan dominan terhadap jumlah
19
pengunjung di Taman Nasional Gede Pangrango. Dalam penelitian sebelumnya terdapat kesamaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti yaitu menggunakan variabel keamanan dan teknik penentuan sampel yang digunakan accidental sampling. Perbedaan terletak pada teknik analisis data, dalam penelitian sebelumnya menggunakan analisis regresi linier berganda, sedangkan analisis yang digunakan peneliti adalah analisis faktor. 2.2
Tinjauan Konsep
2.2.1
Tinjauan Tentang Pariwisata Secara etimologi, kata pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang
terdiri atas dua kata yaitu pari dan wisata. Pari berarti “banyak” atau “berkeliling”, sedangkan wisata berarti “pergi” atau “bepergian”. Atas dasar itu, maka kata pariwisata seharusnya diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar, dari suatu tempat ke tempat lain, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan kata “tour”, sedangkan untuk pengertian jamak, kata “Kepariwisataan” dapat digunakan kata “tourisme” atau “tourism” (Yoeti, 1996). Wahab (dalam Yoeti 1990), mendefinisikan pariwisata sebagai anatomi dari gejala-gejala yang terjadi dari tiga unsur berikut : (a) Manusia (man) yaitu orang yang melakukan perjalanan wisata; (b) ruang (space) yaitu ruang lingkup atau tempat melakukan perjalanan wisata; (c) serta waktu (time) yaitu waktu yang digunakan selama perjalanan dan tinggal di daerah tujuan wisata. Sementara Marpaung (2002) mendefinisikan pariwisata sebagai : Pariwisata adalah perpindahan sementara yang dilakukan manusia dengan tujuan
20
keluar dari pekerjaan-pekerjaan rutin, keluar dari tempat kediamannya. Aktivitas dilakukan selama mereka tinggal di tempat yang dituju dan fasilitas dibuat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Menurut Pendit (2002), pariwisata adalah kepergian orang-orang sementara dalam jangka waktu pendek ke tempat-tempat tujuan diluar tempat tinggal dan bekerja sehari-harinya serta kegiatan-kegiatan mereka selama berada di tempat tujuan tersebut, termasuk kunjungan seharian atau darmawisata. Pariwisata adalah fenomena pergerakan manusia, barang, dan jasa, yang sangat kompleks. Hal ini terkait erat dengan organisasi, hubunganhubungan kelembagaan dan individu, kebutuhan layanan, penyediaan kebutuhan layanan, dan sebagainya. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan, disebutkan bahwa pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata, sera usaha-usaha yang terkait dibidang tersebut. Pemberian batasan tentang pariwisata, memang sering tidak dapat menghasilkan satu batasan yang memuaskan untuk berbagai kepentingan. Meskipun berbeda dalam hal penekanan dan bervariasi batasan baik secara konseptual maupun teknis, selalu mengandung beberapa faktor penting yang mau tidak mau harus ada dalam batasan suatu definisi pariwisata, seperti yang dikemukakan oleh Yoeti (1996) sebagai berikut : 1. Perjalanan itu dilakukan untuk sementara waktu. 2. Perjalanan itu dilakukan dari suatu tempat ke tempat lainnya. 3. Perjalanan itu walaupun apa bentuknya, harus selalu dikaitkan dengan rekreasi.
21
4. Orang yang melakukan perjalanan tersebut, tidak mencari nafkah ditempat yang dikunjunginya dan semata-mata sebagai konsumen di tempat tersebut. Dalam kesimpulannya pariwisata adalah keseluruhan fenomena (gejala) dan hubungan-hubungan yang ditimbulkan oleh perjalanan dan persinggahan manusia di luar tempat tinggalnya. Dengan maksud bukan untuk tinggal menetap dan tidak berkaitan dengan pekerjaan-pekerjaan yang menghasilkan upah. 2.2.2
Tinjauan Tentang Wisatawan Orang yang melakukan perjalanan wisata disebut wisatawan atau tourist.
Batasan terhadap wisatawan juga sangat bervariasi, mulai dari yang umum sampai dengan yang sangat spesifik. Menurut Soekadijo (2000) wisatawan adalah orang yang mengadakan perjalanan dari tempat kediamannya tanpa menetap di tempat yang didatanginya, atau hanya untuk sementara waktu tinggal di tempat yang didatanginya. Menurut United Nation Conference on Travel and Tourism (WTO) dalam Pitana dan Gayatri (2005) yaitu “setiap orang yang mengunjungi negara yang bukan merupakan tempat tinggalnya untuk berbagai tujuan, tetapi bukan untuk mencari pekerjaan atau penghidupan dari negara yang dikunjungi”. Batasan ini hanya berlaku untuk wisatawan domestik dengan membagi negara atas daerah. World Tourism Organization (WTO) dalam Eridiana (2008) mendefinisikan wisatawan sebagai berikut: Seseorang dikatakan sebagai tourist apabila dari visitor yang menghabiskan waktu paling tidak satu malam (24) jam di daerah yang dikunjungi. Sedangkan visitor itu sendiri diartikan orang yang melakukan
22
perjalanan ke daerah yang bukan merupakan tempat tinggalnya kurang dari 12 bulan dan tujuan perjalanan bukan untuk terlibat dalam kegiatan untuk mencari nafkah, pendapatan atau penghidupan di tempat tujuan. Wisatawan diartikan sebagai seseorang, tanpa membedakan ras, kelamin, bahasa, dan agama yang memasuki wilayah suatu negara yang mengadakan perjanjian yang lain daripada negara di mana orang itu biasanya tinggal dan berada di situ tidak kurang dari 24 jam dan tidak lebih dari enam (6) bulan, di dalam jangka waktu 12 bulan berturut-turut, untuk tujuan non imigrasi yang legal, seperti : perjalanan wisata, rekreasi, olah raga, kesehatan, alasan keluarga, studi, ibadah keagamaan, atau urusan usaha (business). Ciri seseorang dapat disebut sebagai wisatawan : (1) Perjalanan itu dilakukan lebih dari 24 jam, (2) Perjalanan itu dilakukannya untuk sementara waktu, (3) Orang yang melakukannya tidak mencari nafkah di tempat atau negara yang dikunjungi (Yoeti, 1983) Menurut Dama Adhyatma (dalam Suwena 2010) penjelasan mengenai beberapa jenis wisatawan seperti berikut ini : 1. Family Family tourist atau wisatawan keluarga dapat terbagi atas keluarga kecil yang terdiri dari orang tua dan anak, maupun keluarga besar yang terdiri dari orang tua, anak, paman, bibi, kakek, nenek, dan yang lainnya. Wisataan ini umumnya melakukan perjalanan pada waktu liburan sehingga mereka benar-benar ingin menikmati liburannya itu disuatu tempat yang mereka inginkan.
23
2. Hedonistic Hedonistic adalah tourist yang menginginkan kebebasan, kebebasan yang tidak bisa mereka dapatkan di negara asalnya, misalnya drugs, sex, drunk, dan sebagainya. Tourist jenis ini umumnya dari kalangan berusia muda dan menyukai kehidupan malam. 3. Backpacker Backpacker adalah jenis tourist yang melakukan aktivitas pariwisata dengan dana terbatas. Oleh karena itu, tourist ini adalah biasanya menggendong tas ransel di pungungnya. 4. Visiting Friends and Relations Visiting friends and relatives adalah jenis tourist yang mempunyai tujuan tertentu, yaitu mengunjungi teman maupun kerabatnya sendiri, mulai dari tempat tinggal, makan hingga transportasi. 5. Excursionist Excursionist adalah tourist yang mengunjungi suatu tempat dalam waktu yang kurang dari 24 jam. Yang termasuk jenis tourist jenis ini, penumpang kapal pesiar yang singgah ke suatu daerah. 6. Educational Tourist Educational Tourist yang melakukan perjalanan dengan tujuan pendidikan, misalnya untuk belajar maupun studi banding di suatu skolah atau universitas.
24
7. Religious Tourist Religious Tourist adalah tourist yang melakukan perjalanan suci ke tempat-tempat yang berhubungan dengn agama, misalnya keiatan naik haji, tirta yatra dan lain sebagainya. 8. Snowbird Snowbird adalah jenis tourist dari negara yang bermusim dingin yang melakukan perjalanan kedaerah-daerah tropis. 9. Social Tourist Social tourist adalah jenis tourist yang melakukan perjalanan bukan untuk berlibur, melainkan mencari sponsor di suatu negara. 10. Short break market Short break market adalah jenis tourist yang mengunjungi suatu daerah kurun waktu satu sampai tiga hari. Biasanya tourist ini mengunjungi ke satu negara dengan banyak daerah wisata. 2.2.3
Tinjauan Tentang Destination Area Lifecycle Menurut Butler dalam Pitana (2005) terdapat 7 (tujuh) fase pengembangan
pariwisata atau siklus hidup pariwisata (Destination Area Lifecycle), antara lain : 1. Fase exploration (eksplorasi/penemuan) Pada fase ini daerah pariwisata baru mulai ditemukan, dan dikunjungi secara terbatas dan sporadis, khususnya bagi wisatawan petualang. Pada tahap ini terjadi kontak yang tinggi antara wisatawan dengan masyarakat lokal, karena wisatawan menggunakan fasilitas lokal yang
25
tersedia, karena jumlah yang terbatas dan frekuensi yang jarang, maka dampak sosial budaya ekonomi pada tahap ini masih sangat kecil. 2. Fase involvement (keterlibatan) Pada fase ini dengan meningkatnya jumlah kunjungan, maka sebagian masyarakat lokal mulai menyediakan berbagai fasilitas yang memang khusus diperuntukan bagi wisatawan. Kontak antara wisatawan dengan masyarakat dengan masyarakat lokal masih tinggi, dan masyarakat
mulai 16 mengubah pola-pola sosial yang ada untuk
merespon perubahan ekonomi yang terjadi. Pada fase ini merupakan mulainya suatu daerah menjadi suatu destinasi wisata, yang ditandai oleh mulai adanya promosi. 3. Fase development (pembangunan). Pada fase ini investasi dari luar mulai masuk, serta mulai munculnya pasar wisata secara sistematis. Daerah semakin terbuka secara fisik, dan promosi semakin intensif, fasilitas lokal sudah tesisih atau digantikan oleh fasilitas yang benar-benar berstandar internasional dan atraksi buatan sudah mulai dikembangkan, menambahkan atraksi yang asli alami. Berbagai barang dan jasa impor termasuk tenaga kerja asing untuk mendukung perkembangan pariwisata yang pesat. 4. Fase consolidation (konsolidasi) Pada fase ini pariwisata sudah dominan dalam struktur ekonomi daerah,
dan
dominasi
ekonomi
ini
dipegang
oleh
jaringan
internasional atau major chains and franchises. Jumlah kunjungan
26
wisatawan masih naik, tetapi pada tingkat yang lebih rendah. Pemasaran semakin gencar dan diperluas untuk mengisi fasilitas yang sudah dibangun. Fasilitas lama sudah mulai ditinggalkan. 5. Fase stagnation (kestabilan). Pada fase ini kapasitas berbagai faktor sudah terlampaui (diatas daya dukung carrying capasity), sehingga menimbulkan masalah ekonomi, sosial dan lingkungan. Kalangan industri sudah mulai bekerja keras untuk memenuhi kapasitas dari fasilitas yang dimiliki, khususnya dengan mengharapkan repeater guest dan wisata konvensi/bisnis. Pada fase ini, atraksi buatan sudah mendominasi atraksi asli alami (baik budaya maupun alam), citra awal sudah mulai luntur, dan destinasi sudah tidak lagi populer. 6. Fase decline (penurunan). Pada fase ini wisatawan sudah mulai beralih ke destinasi wisata baru atau pesaing, dan yang tinggal hanya ’sisa-sisa’, khususnya wisatawan yang hanya berakhir pekan. Banyak fasilitas pariwisata sudah beralih atau dialihkan fungsinya untuk kegiatan non-pariwisata, sehingga destinasi semakin tidak menarik bagi wisatawan. Partisipasi lokal mungkin meningkat lagi, terkait dengan harga yang merosot turun dengan melemahnya pasar. Destinasi bisa berkembang menjadi destinasi kelas rendah atau secara total kehilangan jati diri sebagai destinasi wisata.
27
7. Fase rejuvenation (peremajaan) Pada fase ini perubahan secara dramatis bisa terjadi (sebagai hasil dari berbagai usaha dari berbagai pihak), menuju perbaikan atau peremajaan. Peremajaan ini bisa terjadi karena inovasi dan pengembangan produk baru, atau menggali atau memanfaatkan sumber daya alam dan budaya yang sebelumnya. 2.2.4
Tinjauan Tentang Daya Tarik Wisata Daya Tarik Wisata sejatinya merupakan kata lain dari obyek wisata namun
sesuai peraturan pemerintah Indonesia tahun 2009 kata obyek wisata sudah tidak relevan lagi untuk
menyebutkan suatu daerah tujuan wisatawan maka
digunakanlah kata “Daya Tarik Wisata” maka untuk mengetahui makna dari daya tarik wisata di bawah ini adalah beberapa pengertian mengenai Daya Tarik Wisata menurut beberapa ahli : 1.
Dalam Undang-Undang nomor 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan, disebutkan bahwa daya tarik wisata adalah suatu yang menjadi sasaran wisata, yang terdiri dari beberapa hal, yaitu sebagai berikut: a.
Daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang terdiri dari keadaan alam, flora dan fauna
b.
Daya tarik wisata hasil karya manusia yang terdiri dari museum, peninggalan sejarah, seni dan budaya, wisata agro, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi, dan kompleks hiburan
c.
Daya tarik wisata minat khusus, merupakan suatu hal yang menjadi daya tarik sesuai dengan minat dari wisatawannya
28
seperti berburu, mendaki gunung, menyusuri gua, industri dan kerajinan, tempat perbelanjaan, sungai air deras, tempat-tempat ibadah, tempat ziarah dan lain-lainnya. 2.
Berdasarkan Undang-Undang No. 10 tahun 2009, Daya Tarik Wisata dijelaskan
sebagai
segala
sesuatu
yang
memiliki
keunikan,
kemudahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau kunjungan wisatawan. 3.
Daya tarik atau atraksi wisata menurut Yoeti (2002) adalah segala sesuatu yang dapat menarik wisatawan untuk berkunjung pada suatu daerah tujuan wisata seperti; (a) Atraksi alam: pemandangan, pemandangan laut, pantai, cuaca dan keadaan geografis destinasi tersebut (Natural attraction: landscape, seascape, beaches, climate and other geographic al features of the destinations), (b) Atraksi budaya: sejarah dan folklore, agama, kesenian dan kegiatan khusus, festival (Cultural attraction: history and folklore, religion, art and special events, festivals), (c) Atraksi sosial: tradisi (cara hidup), populasi penduduk, bahasa, kesempatan berbaur dalam kehidupan sosial (Social attractions: the way of life, the resident populations, languages, opportunities for social encounters), (d) Aktraksi buatan: gedung bersejarah dan arsitektur modern, monumen, taman, kebun, pelabuhan dan sebagainya (Built attraction: building, historic, and modern architecture, monument, parks, gardens,marina,etc )
29
4.
Menurut Pendit (1994) mendefiniskan daya tarik wisata sebagai segala sesuatu yang menarik dan bernilai untuk dikunjungi dan dilihat
Dalam kedudukannya yang sangat menentukan itu maka daya tarik wisata harus dirancang dan dibangun dan dikelola secara propesional sehingga menarik wisatawan untuk datang. Membangun suatu wisata harus dirancang sedemikian rupa berdasarkan kriteria tertentu. Umumnya daya tarik wisata berdasarkan pada : 1.
Adanya sumber daya yang dijadikan obyek wisata
2.
Adanya aksesibilitas menuju kawasan wisata
3.
Adanya ciri khusus
4.
Adanya sarana telekomunikasi, listrik, jalan, jembatan dan keamanan,
5.
Wisata alam mempunyai daya tarik tinggi karena keindahan alam pegunungan pantai dan lain – lain
6.
Wisata budaya mempunyai daya tarik tinggi karena memiliki nilai khusus dalam bentuk atraksi dan lainnya
2.2.5
Tinjauan Tentang Wisata Bahari Menurut Pendit (2003) menyatakan bahwa wisata bahari merupakan jenis
wisata yang dikaitkan dengan kegiatan olah raga air lebih-lebih di danau, bengawan, pantai, teluk atau lautan lepas seperti memancing, berlayar, menyelam sambil melakukan pemotretan, kompetisi selancar, mendayung dan sebagainya. Wisata bahari menurut Ardika (2000) adalah wisata dan lingkungan yang berdasarkan daya tarik wisata kawasan yang didominasi perairan dan kelautan. Keraf (2000) wisata bahari adalah kegiatan untuk menikmati keindahan dan
30
keunikan daya tarik wisata alam di wilayah pesisir dan laut dekat pantai serta kegiatan rekreasi lain yang menunjang. Wisata bahari adalah kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi alam bahari sebagai daya tarik wisata maupun wadah kegiatan wisata baik yang dilakukan diatas permukaan di wilayah laut yang tidak dapat dipisahkan dari keberadaan ekosistemnya yang kaya akan keanekaragaman jenis biota laut. Wisata bahari dengan kesan penuh makna bukan semata-mata memperoleh hiburan dari berbagai suguhan atraksi dan suguhan alami lingkungan pesisir dan lautan tetapi juga diharapkan wisatawan dapat berpartisipasi langsung untuk mengembangkan konservasi lingkungan sekaligus pemahaman yang mendalam tentang seluk beluk ekosistem pesisir sehingga membentuk kesadaran bagaimana harus bersikap untuk melestarikan wilayah pesisir dan dimasa kini dan masa yang akan datang. Jenis wisata yang memanfaatkan wilayah pesisir dan lautan secara langsung maupun tidak langsung. Kegiatan langsung diantaranya berperahu, berenang, snorkeling, diving, pancing. Kegiatan tidak langsung seperti kegiatan olahraga pantai, piknik menikmati atmosfir laut. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa wisata bahari adalah segala aktivitas wisata yang menjadikan sumber daya alam laut beserta segala potensinya sebagai suatu daya tarik yang unik untuk dinikmati. 2.2.6
Tinjauan Tentang Komponen Daya Tarik Wisata Menurut Cooper (1993), komponen dasar yang harus dimiliki oleh suatu
daya tarik wisata yaitu sebagai berikut : 1.
Atraksi (attractions)
31
Atraksi wisata dapat diartikan segala sesuatu yang terdapat di daerah wisata yang dapat menarik wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah. Sesuatu yang dapat menarik wisatawan meliputi alam yang menarik, kebudayaan daerah yang menawan, seni pertunjukkan, benda-benda yang tersedia di alam, hasil ciptaan manusia dan tata cara hidup masyarakat. Menurut Tri Hatmodjo dalam Yoeti (1996), atraksi dapat dibedakan menjadi: a) Site attraction (tempat yang menarik, tempat dengan ikim yang nyaman, pemandangan yang indah dan tempat bersejarah) b) Event attraction (tempat yang berkaitan dengan pariwisata, misalnya konferensi, pameran peristiwa olahraga, festival dan lainlain) 2.
Aksesibilitas (accessibilities) Aksesibilitas dalam pariwisata berkenaan dengan tingkat kemudahan seorang wisatawan mencapai suatu objek wisata berupa jalan masuk atau pintu masuk ke daerah tujuan wisata. Aksesibilitas penting diperhatikan, mengingat aspek tersebut bisa memberikan pengaruh yang besar bagi para wisatawan mengingat wisatawan menginginkan kemudahan untuk bergerak dari daerah yang satu ke daerah yang lain. Fasilitas transportasi dalam bidang kepariwisataan sangat erat hubungannya dengan aksesibilitas. Maksudnya frekwensi penggunaan kendaraan yang dimiliki dapat mengakibatkan jarak yang jauh seolah-
32
olah menjadi lebih dekat. Hal ini dapat mempersingkat waktu dan tenaga serta lebih meringankan biaya perjalanan. Menurut Trihatmodjo dalam Yoeti (1997) bahwa aksesibilitas adalah kemudahan dalam mencapai daerah tujuan wisata baik secara jarak geografis atau kecepatan teknis, serta tersedianya sarana transportasi ke tempat tujuan tersebut. Beberapa hal yang mempengaruhi aksesibilitas suatu tempat adalah kondisi jalan, tarif angkutan jenis kendaraan, jaringan transportasi, jarak tempuh dan waktu tempuh. Semakin baik aksesibilitas suatu objek wisata, wisatawan yang berkunjung dapat semakin banyak jumlahnya. Sebaliknya, jika aksesibilitasnya kurang baik, wisatawan akan merasakan hambatan dalam kunjungan yang dilakukannya dalam berwisata. 3.
Amenitas (amenities) Amenitas wisata dapat diartikan suatu sarana dan prasarana yang harus disediakan oleh pengelola untuk kebutuhan wisatawan. Kebutuhan wisatawan tidak hanya menikmati keindahan alam atau keunikan objek wisata melainkan memerlukan sarana dan prasarana wisata seperti akomodasi (sarana kebersihan, kesehatan, kemanan, komunikasi, tempat hiburan, hotel/penginapan, restoran, dan toko cinderamata), transportasi (jalan alternatif, aspal, hotmik dan jalan setapak), kendaraan (angkutan umum, becak, ojek dan sepeda) dan lain-lain (mushola, tempat parkir, MCK dan shetler ).
33
Sementara Yoeti (1990), mengemukakan definisi sarana prasarana sebagai berikut: a. Prasarana kepariwisataan (tourism infrastructures) adalah semua fasilitas yang memungkinkan agar sarana kepariwisataan dapat hidup dan berkembang serta dapat memberikan pelayanan pada wisatawan
untuk
memenuhi
kebutuhan
mereka
yang
beranekaragam. Prasarana wisata dapat berupa: 1) Prasarana umum: jalan, air bersih, terminal, lapangan udara, komunikasi dan listrik. 2) Prasarana yang menyangkut ketertiban dan keamanan agar kebutuhan terpenuhi dengan baik seperti apotik, kantor pos, bank, rumah sakit, polisi, dan lain-lain. b. Sarana
kepariwisataan
(tourism
superstructure)
adalah
perusahaan- perusahaan yang memberikan pelayanan kepada wisatawan, baik secara langsung atau tidak langsung serta kehidupannya banyak tergantung pada kedatangan wisatawan. Sarana kepariwisataan dapat berupa : 1) Sarana pokok, sarana pokok kepariwisataan adalah perusahaan
yang
hidup
dan
kehidupannya
sangat
tergantung kepada arus kedatangan wisatawan. Termasuk didalamnya travel agen, transportasi, akomodasi, dan restoran.
34
2) Sarana pelengkap, sarana pelengkap kepariwisataan adalah perusahaan-perusahaan
atau
tempat-
tempat
yang
menyediakan fasilitas untuk rekreasi yang fungsinya tidak hanya melengkapi sarana pokok kepariwisataan, tetapi yang terpenting adalah untuk membuat agar wisatawan dapat lebih lama tinggal pada suatu daerah tujuan wisata. Sarana pelengkap meliputi sarana olah raga, sarana ketangkasan dll. 3) Sarana penunjang, sarana penunjang kepariwisataan adalah perusahaan adalah perusahaan yang menunjang sarana pelengkap dan sarana pokok serta berfungsi tidak hanya membuat wisatawan lebih lama tinggal pada suatu daerah tujuan wisata, tetapi fungsi lebih penting adalah agar
wisatawan
lebih
banyak
mengeluarkan
atau
membelanjakan uangnya di tempat yang dikunjunginya. Sarana penunjang meliputi spa, artshop, night club, steambaths, dan casinos. 4.
Ancillary services Ancillary services yaitu pelayanan tambahan atau sering disebut juga pelengkap yang harus disediakan oleh pemerintah untuk wisatawan misalnya seperti organisasi kepariwisataan yang dibutuhkan untuk pelayanan wisatawan seperti tourist information center, destination
35
marketing management organization, dan conventional and visitor bureau. 2.2.7 Tinjauan Tentang Karakteristik Area Destinasi Menurut Wall dan Mathieson (2006) karakteristik suatu destinasi meliputi : 1. Kondisi lingkungan alam dan proses. Ini termasuk topografi; gunung, danau, sungai dan laut; tanah, vegetasi, flora dan fauna; sinar matahari, suhu, curah hujan dan lain-lain. 2. Struktur ekonomi dan pembangunan ekonomi. Ini termasuk tingkat pembangunan ekonomi, keragaman dan saling ketergantungan dari basis ekonomi, karakteristik spasial pembangunan, pola investasi, karakteristik ekspor-impor dari pendapatan dari tujuan, dan biaya yang dibutuhkan untuk memberikan dan mengelola produk-produk wisata dan jasa. 3. Struktur Sosial dan organisasi. Kategori ini meliputi profil demografi populasi masyarakat lokal; kekuatan budaya lokal; ketersediaan dan utilitas fasilitas umum; ketersediaan dan utilitas dari fasilitas dan layanan masyarakat; pola organisasi sosial; peran perempuan; afiliasi keagamaan; perilaku moral; tingkat kesehatan dan keselamatan; persepsi, sikap dan nilai-nilai terhadap wisatawan; bahasa; tradisi; dan praktek gastronomi. 4. Organisasi politik. Struktur politik dari negara tuan rumah dan resor tertentu penting. Faktor-faktor seperti adanya prinsip-prinsip
36
kapitalis atau sosialis; perencanaan dan zonasi peraturan; insentif dan kendala; dan peran organisasi wisata nasional, regional dan lokal mempengaruhi dampak wisata. 5. Tingkat dan jenis pengembangan wisata. Ini meliputi keterlibatan masyarakat lokal dalam industri pariwisata; laju pembangunan; kondisi alam dan keanekaragaman atraksi; jenis dan kualitas akomodasi dan transportasi lokal; hiburan dan fasilitas makan; dan peran agent perjalanan dan sumber daya lokal dalam pelayanan wisata.