BAB II DESKRIPSI SISTEM POLITIK JEPANG II.1 Geografi Jepang Kehidupan bangsa Jepang sangat dipengaruhi oleh latar belakang geografi, budaya maupun pengalaman sejarah di masa yang lampau. Sejarah dan tradisi ini bahkan telah menjadi pendorong terbentuknya jati diri bangsa Jepang dengan cara yang mungkin tidak dikenal oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Dibandingkan dengan negara-negara lain, Jepang memang merupakan salah satu negara yang relatif kecil jika dilihat dari segi geografisnya. Meskipun demikian, dalam sejarahnya yang panjang Jepang telah dapat menunjukkan kemampuannya dalam membaur dan menyesuaikan gagasan-gagasan baru ke dalam lingkungan kebudayaan mereka yang khas. Kepulauan Jepang tersebut terletak di sebelah utara belahan bumi yang membujur dari selatan, yaitu mulai dari daerah Kepulauan Okinawa yang berbatasan dengan Taiwan dan di sebelah utara berbatasan dengan Kepulauan Rusia kemudian di sebelah barat adalah Lautan China dan di sebelah timurnya adalah Lautan Pasifik. Jepang mengenal 4 musim, yaitu musim panas (natsu) juni, juli, agustus, dan musim gugur (aki) bulan september, oktober dan november. Musim dingin (fuyu) bulan desember, januari, februari, kemudian musim semi (haru) bulan maret, april dan bulan mei.20 Berdasarkan catatan statistik, jumlah penduduk Jepang pada tahun 1989 sekitar 124.090.000 orang dengan kepadatan penduduk rata-rata 324 per kilometer. Sebagian besar penduduk Jepang senang tinggal di kota-kota besar seperti Tokyo, Osaka Nagoya, dan lainlainnya. Keadaan ini mengakibatkan kota-kota besar seperti Tokyo kelihatan sangat padat oleh perumahan serta semakin tingginya harga tanah dan lain sebagainya. Masalah perumahan, khususnya di kota besar memang menjadi masalah yang sangat sulit dipecahkan. Hal ini dikarenakan wilayah Jepang yang tidak begitu luas dan tanah yang disediakan untuk pemukiman hanya 29% dari seluruh luas tanah di negara ini. Untuk memecahkan masalah ini, pemerintah
20 http://mujidstmik.wordpress.com/kuliah/pdo/bab‐iii/ diakses pada tanggal 17 Oktober 2013 pada pukul 14.55 WIB
15
Universitas Sumatera Utara
berusaha untuk membuat rumah bertingkat agar tanah yang sempit serta mahal itu dapat digunakan untuk pemukiman semaksimal mungkin.21 Negara Jepang merupakan negara kepulauan dengan empat pulau utama: Hokkaido, Honshu, Shikoku, dan Kyushu, di samping gugusan pulau dan ribuan pulau kecil lainnya berjumlah 3.922 pulau. Kepulauan ini terletak di sebelah Timur Benua Asia, membentang dari titik paling utara LU 45 derajat 33’ 20” yakni dari Kepulauan Iturup yang menurut pemerintahan Jepang dewasa ini masih dikuasai oleh Uni Soviet, titik paling selatan yakni Pulau Okino Torishima (di Kepulauan Parace Vela) pada LU 20 derajat 25’ 0”, titik paling timur di daerah selatan Pulau Marcus BT 153 derajat 597 4”, titik paling barat adalah Pulau Yonakuni di kepulauan Okinawa pada BT 122 derajat 56’ 3”.22 Luas wilayah Jepang secara keseluruhan adalah 377.815 km2, kurang lebih sama dengan 1/25 dari luas wilayah Amerika Serikat, 1/5 dari luas wilayah Indonesia atau 1/26 wilayah Cina. Keempat luas wilayah tersebut mempunyai luas sebagai berikut: Hokkaido 83.519 km2, Honshu 231.072 km2, Shikoku 18.806 km2, dan Kyushu 42.149 km2. Luas pulau-pulau kecil yang lain adalah 5.186 km2. Keempat pulau utama tersebut dewasa ini dapat dilewati melalui jalan darat. Terowongan Seikan diresmikan pemakaiannya pada awal tahun 1988 merupakan terowongan kereta api yang menghubungkan Pulau Hanshu dengan Pulau Hokkaido kemudian jembatan Seto yang juga diresmikan pada awal 1988 menghubungkan Pulau Hanshu dengan Pulau Shikoku. Jembatan Seto adalah sebuah jembatan ganda yang di bagian atas dapat dilewati oleh kendaraan bermotor, sedangkan daerah bawah dapat dilewati oleh kereta api. Sementara itu, antara Pulau Hanshu dengan Pulau Kyushu sudah lama dihubungkan dengan kereta api bawah tanah melalui terowongan Kanmon dan dengan kendaraan bermotor melalui jembatan Kanmon.23 Adanya perbedaan temperatur antara musim panas dan musim dingin sangat berbeda mengakibatkan kebutuhan hidup berbeda, seperti perbedaan jenis pakaian dan makanan masyarakatnya pada masing-masing musim tersebut kemudian temperatur rata-rata setiap musim pada masing-masing daerah selatan dan daerah utara juga sangat berbeda. Oleh karena itu, tantangan alam di selatan Jepang berbeda dengan tantangan alam di daerah utara. Kemudian 21 Usmar, Salam, Politik dan Pemerintahan Jepang, (Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada: 1992) hal. 5 22 Ibid hal. 1 23 Ibid hal. 2
16
Universitas Sumatera Utara
sumber daya alam di daerah selatan juga berbeda dengan sumber daya alam di utara. Namun demikian, Jepang pada masa sekarang dikenal sebagai bangsa yang homogen di bidang bahasa dan kebudayaannya artinya bahwa cara hidup masyarakat di utara tidak begitu berbeda dengan masyarakat di selatan contohnya dalam bidang bahasa, walaupun didapati berbagai dialek yang berbeda namun pada dasarnya orang-orang di selatan mengerti bahasa orang-orang utara. Demikian juga makanan, pada umumnya makanan dari daerah yang satu tidak begitu berbeda dengan daerah yang lainnya. Kehomogenan Jepang ini dapat kita lihat dari sejarah penyatuan pemerintahannya yang sudah mempunyai sejarah yang panjang.24 Jepang terdiri dari 47 prefektur dan apabila dibandingkan luas setiap prefektur dengan hutan dan danau, dapat diperoleh angka perbandingan sebagai berikut:25 Area
Area tanpa Hutan
(km)
dan Danau
Total
377.815
119.474
31,6
3.260
Hokkaido
83.519
21.928
26,3
218
Aomori
9.619
2.941
30,6
67
Iwata
15.277
3.614
23,7
62
Miyagi
7.292
3.068
42,1
74
Akita
11.612
3.093
26,5
69
Yamagata
9.327
2.864
30,7
44
Fukushima
13.784
4.080
29,6
90
Ibaraki
6.094
3.822
62,7
92
Tochigi
6.414
2.843
44,3
49
Gunma
6.356
2.217
34,9
70
Saitama
3.799
2.534
66,7
92
Chiba
5.150
3.404
66,1
80
Tokyo
2.164
1.349
62,3
42
Kanagawa
2.402
1.420
59,1
37
Niigata
12.579
4.560
36,3
112
24 Ibid hal. 2 25 Usmar, Salam, Politik dan Pemerintahan Jepang, (Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada: 1992) hal. 2
17
Universitas Sumatera Utara
Toyama
4.252
1.839
43,3
35
Ishikawa
4.197
1.389
33,1
41
Fukui
4.192
1.036
24,7
35
Yamanashi
4.463
918
20,6
64
Nagano
13.585
3.281
24,2
121
Gifu
10.596
2.038
19,2
100
Shizuoka
7.773
2.688
34,6
75
Aichi
5.138
2.874
55,9
88
Mie
5.778
1.962
34,0
69
Shiga
4.016
1.287
32,0
50
Kyoto
4.613
1.137
24,6
44
Osaka
1.868
1.274
68,2
44
Hyogo
8.381
2.647
31,6
91
Nara
3.692
826
22,4
47
Makayama
4.725
1.097
23,2
50
Tottori
3.494
889
25,4
39
Shimana
6.628
1.244
18,8
59
Okayama
7.090
2.177
30,7
78
Hiroshima
8.467
2.240
26,3
86
Yamaguchi
6.106
1.725
28,3
56
Tokushima
4.143
1.014
24,5
50
Kagawa
1.882
985
52,3
43
Ehime
5.672
1.631
86,7
70
Kochi
7.107
1.171
16,5
53
Fukuoka
4.961
2.690
54,2
97
Saga
2.433
1.364
56,1
49
Nagasaki
4.112
1.693
41,2
79
Kumamoto
7.608
2.692
36,3
98
Oika
6.338
1.776
28,0
58
Miyazaki
7.735
1.834
23,7
44
18
Universitas Sumatera Utara
Kagoshima
9.166
3.265
35,6
96
Okinawa
2.255
1.052
46,7
53
Kalau melihat keadaan topografi negara ini, maka lebih dari 70% wilayah Jepang merupakan daerah pegunungan. Hal demikian terjadi karena daerah ini merupakan bagian dari rangkaian gunung berapi Sirkun Pasifik yang terbentang dari Asia Tengggara melewati Jepang terus ke Kepulauan Aleutia dan Alaska Amerika Serikat. Keadaan ini membuat hampir seluruh wilayah Jepang tertutup oleh gunung-gunung. Di antara gunung-gunung terdapat kota-kota dan di sini terdapat lebih dari 532 gunung, beberapa diantaranya mempunyai ketinggian 2000 meter seperti gunung Fuji, gunung berapi yang tidak aktif lagi yang mempunyai ketinggian 3776 meter (12.830 kaki). Walaupun hampir secara keseluruhan dataran Jepang merupakan gunung-gunung, namun keadaaan tersebut tidak menjadi penghalang bagi pemerintah Jepang untuk membangun pengembangan sarana lalu lintas di darat. Jalan utama atau jalur kereta api yang menghubungkan kota-kota besar dibuat melalui terowongan-terowongan yang khusus dibangun untuk mempermudah jalur lalu lintas sehingga di Jepang banyak sekali terdapat terowonganterowongan yang panjang apabila kita bepergian dengan kendaraan bermotor atau kereta api.26 Menurut catatan, pada tahun 1986 terdapat 67 gunung berapi yang masih aktif. Oleh bangsa Jepang, daerah-daerah itu dikelola sebagai tempat rekreasi sedangkan untuk mata air panas dibuatkan Onsen yang dikunjungi oleh banyak wisatawan dari luar negeri maupun domestik karena tempat tersebut dapat digunakan sebagai tempat untuk bersantai, konferensi, dan ini sangat menguntungkan bagian pengembangan kepariwisataan. Banyak gunung membuat wilayah Jepang hanya dapat ditanami 15% saja dari seluruh wilayah. Namun, musim cocok tanam yang relatif panjang dengan keterampilan para petani yang cukup tinggi serta didukung oleh teknologi yang serba modern membuat tanah yang sedikit serta kurang subur dapat memberikan hasil pertanian yang cukup baik.27
26 Ibid hal. 4 27 Ibid hal. 5
19
Universitas Sumatera Utara
II.2 Sejarah Kebudayaan Jepang Kebudayaan selalu dibedakan dengan budaya. Jika ditanya apa contoh kebudayaan Jepang, maka mungkin akan dijawab adalah Chanoyu, Ikebana, masakan Sukiyaki atau pakaian Kimono. Tetapi kalau ditanya apa contoh budaya Jepang maka akan dijawab dengan budaya rasa malu, budaya kelompok atau budaya nenkoujoretsu (senioritas) dan sebagainya. Oleh karena itu, dari contoh-contoh di atas orang menunjukkan bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang konkrit, sedangkan budaya adalah sesuatu yang Semiotik, tidak kentara atau bersifat laten.28 Ienaga Saburo (1990:1) membedakan pengertian kebudayan (bunka) dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas, kebudayaan adalah seluruh cara hidup manusia (ningen no seikatsu no itonami kata). Dijelaskan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan hal yang bukan alamiah, misalnya ikan adalah suatu benda alamiah, tetapi dalam suatu masyarakat ikan tersebut dibakar, atau di pepes atau dibuat sashimi maka ikan bakar atau ikan pepes atau ikan shashimi tersebut adalah kebudayaan. Sedangkan pengertian kebudayaan dalam arti sempit, menurut Ienaga adalah terdiri dari, ilmu pengetahuan, sistem kepercayaan dan seni. Oleh karena itu, di sini Ienaga mengatakan kebudayaan dalam arti luas adalah segala sesuatu yang bersifat konkrit yang diolah manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan pengertian kebudayaan dalam arti sempit adalah sama dengan pengertian budaya dalam pengertian yang diuraikan di atas, yaitu kebudayaan dalam arti sempit menurut Ienaga Saburo adalah sama dengan budaya yang berisikan sesuatu yang tidak kentara atau yang bersifat Semiotik.29 Hubungan dari kebudayaan yang bersifat semiotik (abstrak) atau yang bersifat ideologi dengan kebudayaan yang bersifat konkrit adalah berada dalam satu lapisan struktur. Kebudayaan dalam arti konkrit berada dalam struktur luar dan budaya (yang bersifat semiotik) berada dalam struktur dalam. Oleh karena itu, apabila dua buah kebudayaan berinteraksi, maka struktur luar adalah yang paling duluan dapat diterima oleh kebudayaan lain, sedangkan struktur dalam budaya tersebut adalah sesuatu yang paling sulit dapat diterima oleh kebudayaan lain. Sebagai contoh, apabila orang Indonesia berinteraksi dengan orang Jepang, maka yang pertama-tama dapat dimengerti atau yang menarik bagi orang Indonesia adalah sesuatu yang bersifat konkrit.
28 http://monicanippon.blogspot.com/2011/05/japan‐historial.html diakses pada tanggal 13 Oktober 2013 pukul 15.44 WIB 29 Situmorang, Hamzon, Ilmu Kejepangan, (Medan, USU PRESS: 2006) Hal. 2‐3
20
Universitas Sumatera Utara
Misalnya, hasil Industri, ekonomi dan sebagainya. Sementara yang bersifat ideologis akan sangat sulit dapat dimengerti apalagi untuk diterima. Apabila kebudayaan adalah segala sesuatu yang sudah dijamah manusia untuk memenuhi kehidupannya, maka kajian kebudayaan adalah sesuatu yang sangat kompleks misalnya kalau kita hendak mengkaji kebudayaan ikebana (merangkai bunga) maka kita tidak cukup hanya mengkaji objek bunga saja karena itu hanya berupa teknik merangkai bunga saja, tetapi kita harus mengkaji kehidupan masyarakat penghasil ikebana tersebut. Selain itu, kita juga harus mengkaji hal-hal yang semiotik dari masyarakat tersebut supaya kita dapat mengerti ikebana dalam kehidupan dan sejarah orang Jepang karena ikebana itu muncul dari dalam sejarah sistem pendidikan dan juga dalam sistem religi masyarakat Jepang. Ikebana dihasilkan dalam kebudayaan Jepang karena sesuai dengan kebudayaan semiotik kemudian tumbuh dalam proses pendidikan masyarakat Jepang. Oleh karena itu, dalam mempelajari kebudayaan ada tiga hal yang menjadi pusat perhatian kita, yaitu masyarakat penghasil kebudayaan tersebut (sejarah lahirnya kebudayaan tersebut), objek kebudayaan itu sendiri, dan masyarakat pengguna kebudayaan atau fungsi kebudayaan tersebut dalam masyarakat pengguna. Namun, kebudayaan tersebut dapat juga diterima di negeri asing. Seperti contohnya karate, judo, ikebana sering kita jumpai juga dipergunakan oleh masyarakat di luar masyarakat Jepang. Namun terkadang sudah melalui proses adaptasi budaya sehingga sering ada pengurangan atau penambahan maknanya. Sebagian besar penduduk Jepang bekerja pada bidang yang berhubungan dengan bidang industri serta pertanian. Tingkat pengangguran relatif sangat rendah jika dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya, yakni dengan rasio 2,7%.30 WorkForce By Industry (Unit 10.000 persons) Mals
Total
Total
3.626
6.020
Employed
3.526
5.853
Totaly Unemployed
99
167
Ratio of Tataly Unemployed (%)
2,7
2,8
Not in Labor Force
1.007
3.513
30 Ibid Hal. 6
21
Universitas Sumatera Utara
Population 13 years old & over
4.662
9.387
Source: Management and Coodination Agency EMPLOYED PERSONS BY INDUSTRY (Unit 10.000 persons) 1984
1985
1986
All industry
5.766
5.807
5.853
Agricultural &Forestry
468
464
450
Fisheries
44
45
45
Mining
8
9
8
Construction
527
530
534
Manufacturing
1.438
1.453
1.444
376
384
Electricity, Gas, Heat, & Water Supply and Transport & 376 Communication Wholesale & Retail Trade and Eating and Drinking Place
1.319
1.318
1.339
Finance, Insurance, dan Real Estate
216
217
225
Service
1.154
1.174
1.205
Government (not elsewhere Classifield)
195
199
197
Source: Statistics Bureau, Management and Coordination Agency. Monthly Report and the Labour Force Survey Menurut latar belakang asal usul penduduk yang menempati kepulauan ini, maka bangsa Jepang adalah keturunan dari ras Yamato yang sangat dominan sejak berdirinya Jepang sampai saat ini. Oleh karena itu, bangsa Jepang disebut bangsa yang sangat homogen. Namun, kalau dilihat secara saksama, di negeri ini juga terdapat kelompok minoritas yaitu penduduk keturunan ras Ainu, suku bangsa yang terdapat di daerah utata Jepang yang jumlahnya semakin berkurang. Di samping itu, di negeri juga dapat dijumpai keturunan Bangsa Korea ataupun Bangsa Cina yang menjadi penduduk tetap. Negara ini banyak dikunjungi oleh penduduk tidak tetap dari berbagai bangsa yang ada di dunia, yakni para mahasiswa yang belajar di Jepang baik yang dibiayai oleh pemerintah Jepang ataupun yang belajar dengan biaya sendiri. Menurut catatan tahun 1989, mahasisiwa yang belajar 22
Universitas Sumatera Utara
di Jepang sebanyak 25.000 orang, 85%, mahasisiwa yang belajar berasal dari Benua Asia. Pada awal abad 21 nanti, pemerintah Jepang akan berusaha agar mahasisiwa asing yang belajar di negeri ini berjumlah 100.000 orang, dengan perincian 10.000 orang akan dibiayai oleh pemerintah Jepang dan sisanya dengan biaya sendiri. Tentu jumlah ini tidak begitu besar jika dibandingkan dengan Amerika Serikat dimana jumlah mahasiswa asing yang belajar di sana dewasa ini mencapai 400.000 orang.31 II.3 Sejarah Jepang Kata “sejarah” adalah menunjukan perkembangan sesuatu dalam proses waktu. Oleh karena itu, segala sesuatu yang di sekitar kita dapat kita ambil sejarahnya walapun dalam waktu yang relatif pendek. Oleh karena itu, sejarah adalah sebuah metode. Sejarah Jepang adalah berarti Jepang dalam dalam proses waktu perkembangan. Jepang berasal dari kata Jepun atau Jipun atau Yapan atau Japon bacaan dari huruf kanji yaitu Nihon atau Nippon. Nippon adalah sebutan dari orang Kajin atau China. Jepang berada di sebelah timur Cina atau asal munculnya matahari. Ketika itu orang Jepang disebut dengan orang “wa” atau wajin.32 Naskah tua yang menyebut orang “wa” adalah gishiwajiden/hikayah orang wa. Di dalam naskah tersebut dijelaskan bahwa ada sebuah kerajaan di sebelah timur Cina dimana rajanya sangat dihormati oleh rakyatnya. Namun di Jepang sendiri, naskah paling tua yang ditulis oleh orang Jepang sendiri adalah Kojiki dan Nihonshok. Kedua naskah ini ditulis pada tahun 712 dan 720. Di dalam kedua naskah ini sudah terdapat pemakaian nama Nihon atau Nipon.33 Zaman prasejarah di Jepang dibagi atas 2 zaman, yaitu Zaman Jomon dan Zaman Yayoi. Sebelum tahun 1945, belum ditemukan zaman prasejarah Jomon dan Zaman Yayoi di Jepang karena sebelum tahun 1945 sejarah Jepang dimulai dari mitos yang tertulis dalam naskah Kojiki (712) dan Nihon Shoki (720) sehingga dalam perjalanan sejarah Jepang pernah mengalami dua buah visi kesejarahan yaitu visi kesejarahan yang bersifat religus dan visi kesejarahan dari ilmu pengetahuan. Sebelum tahun 1945, sejarah Jepang dipelajari bermula dari zaman dewa matahari turun ke Izumonokuni yaitu negeri Jepang sekarang. Setelah Perang Dunia ke-2 berahir, Jepang bukan lagi sebuah negara yang dipimpin oleh kaisar. Oleh karena itu, ilmuan Jepang sudah bebas menggunakan teori-teori ilmu pengetahuan Eropa dalam hal membahas kesejarahan mereka. 31 Ibid hal. 7 32 Hamzon Situmorang, Op.Cit., Hal. 4 33 Hamzon Situmorang, Op.Cit., Hal. 5
23
Universitas Sumatera Utara
Setelah perang dunia kedua berahir zaman sejarah Jepang menjadi lebih panjang, yaitu bukan dimulai dari abad 8, tetapi dimulai dari abad ke 4 dan kemudian zaman prasejarah dilanjutkan dengan penelitian arkeologi sehingga ditemukan zaman prasejarah Jomon dan Yayoi.34 1. Zaman Jomon Zaman primitif di Jepang tidak jelas diketahui berjalan berapa lama, tetapi dihipotesakan bahwa Zaman Jomon adalah zaman primitif awal dimana masyarakatnya menggunakan peralatan yang disebut dengan Jomon. Peralatan Jomon adalah suatu jenis peralatan yang biasanya dipergunakan masyarakat sebagai tempat air atau tempat barang-barang lainnya yang terbuat dari tanah liat. Peralatan ini biasanya dibawa di punggung oleh masyarakat tersebut. Akhir-akhir ini peralatan Jomon banyak ditemukan dan dikoleksi di museum sebagai benda-benda bersejarah di Jepang. Pada zaman Jomon ini orang-orang diperkirakan tinggal di dataran tinggi. Rumahnya didirikan dengan cara menggali tanah dan di tengah-tengahnya dibuat tiang penyangga atap terbuat dari rerumputan yang disebut tate ana shiki jukyo.35 Mereka diduga tinggal dalam kelompok kecil dengan kehidupan berburu. Masyarakat Jomon diduga tidak mempunyai pemerintahan dan tidak mengenal kelas-kelas masyarakat. Pertanian belum begitu dikenal sehingga masyarakat hidup dari hasil berburu dan menangkap ikan. Oleh karena itu, belum dikenal sistem penyimpanan dari sebagian hasil kerja mereka sehingga belum ada perbedaan orang kaya dan orang miskin atau orang berkuasa dan yang dikuasai. Oleh karena itu, orang-orang pada masa ini adalah orang-orang bebas. Diduga ikatan keluarga mereka juga hanya terdiri dari ibu dan anak-anaknya, sedangkan para pria masih merupakan orang-orang bebas dari keluarga.36 2. Zaman Yayoi Pada abad ke-3M, diduga ada lompatan budaya di Jepang yaitu karena masuknya teknologi pertanian dari tairiku (daratan Cina). Pada masa tersebut sudah dikenal peralatan dari logam seperti arit dan alat-alat pertanian lainnya. Oleh karena itu, pengaruh kebudayaan Cina ini diduga sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Jepang waktu itu sehingga zamannya disebut dengan Zaman Yayoi.37
34 Hamzon Situmorang, Op.Cit., Hal. 5 35 Hamzon Situmorang, Op.Cit., Hal. 6 36 Hamzon Situmorang, Op.Cit., Hal. 6 37 Hamzon Situmorang, Op.Cit., Hal. 7
24
Universitas Sumatera Utara
Kebudayaan pertanian ini dapat dipastikan dari bukti-bukti peninggalan benda-benda purbakala yang terbuat dari tanah liat dimana pada sisi luar benda-benda tersebut ada didapat lukisan tentang kehidupan pertanian pada abad ke-3 sesudah masehi. Pada Zaman Yayoi, masyarakat sudah tinggal di dataran rendah karena mereka sudah mengolah sawah. Oleh karena itu, ditemukan bekas rumah takayukashiki (rumah panggung). Rumah panggung dibuat sesuai dengan kebutuhan hidup untuk menyimpan padi dalam waktu yang cukup lama. Zaman ini disebut Zaman Yayoi karena peninggalan-peninggalan benda-benda purbakala ini pertama sekali ditemukan di Yayoicho (Tokyo sekarang). Situs sejarah tersebut dinamai Yayoishikidoki.38 Masuknya kebudayaan Cina pada abad ke-3 di daerah Kan peradaban sudah sangat maju. Ketika bangsa Kan datang ke Jepang, mereka membawa masuk kebudayaan logam. Masyarakat Kan membawa kebudayaan pertanian ke Jepang. Bangsa pendatang tersebut datang dengan jumlah yang sangat besar sehingga cukup mendominasi masyarakat yang sudah ada di Jepang waktu itu. Karena itu, Zaman Yayoi ditandai dengan lahirnya masyarakat petani. Pada Zaman Jomon sudah dikenal pembuatan alat-alat dari batu seperti alat berburu binatang dan juga alatalat dari tanah liat, tetapi kebudayaan tanah liat pada Zaman Yayoi bukan merupakan suatu fase perkembangan dari Zaman Jomon. Pada Zaman Yayoi pembuatan alat dari tanah liat (keramik) sudah sangat halus karena teknologinya dibawa dari luar negeri yaitu Tairiku atau Daratan Cina. Sehubungan dengan dikenalnya teknologi pertanian maka pada Zaman Yayoi sudah dikenal peralatan pertanian dari logam seperti arit, cangkul dan sebagainya sehingga nenek moyang bangsa Jepang sekarang ini merupakan perpaduan antara pendatang dari Tairiku dan orang-orang yang sudah duluan tinggal di Jepang.39 Dengan dikenalnya kebudayaan pertanian mengakibatkan terjadinya perubahan pola kehidupan masyarakatnya. Pada masyarakat berburu seperti pada Zaman Jomon, masyarakat tidak dapat hidup berkelompok terlalu besar karena akan mengalami kesulitan memenuhi nafkah karena apabila masyarakat tinggal dalam suatu tempat dengan jumlah yang banyak maka dikuatirkan binatang buruan akan segera habis. Hal ini berbeda pada masyarakat pertanian, dalam masyarakat pertanian justru dibutuhkan jumlah orang banyak untuk memenuhi tenaga kerja. Hasil pertanian seperti padi dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama.40 38 Hamzon Situmorang, Op.Cit., Hal. 7 39 Hamzon Situmorang, Op.Cit., Hal. 7 40 Hamzon Situmorang, Op.Cit., Hal. 8
25
Universitas Sumatera Utara
Dengan adanya pertanian yang menjamin pendapatan tetap sehingga memungkinkan masyarakat untuk tinggal bersama dalam skala yang relatif lebih besar dari pada masyarakat berburu dan hal ini mengakibatkan semakin berkembangnya strata sosial dalam masyarakat tersebut. Perkembangan ini melahirkan adanya orang kaya dan orang miskin, orang berkuasa dan orang tidak berkuasa sehingga melahirkan adanya status tuan atau raja dan di pihak lain melahirkan status pekerja atau budak. Sedangkan status-status seperti di atas tidak dikenal dalam masyarakat berburu.41 Pada zaman Yayoi sudah ditemukan adanya pemerintah pusat di Jepang yang dipimpin oleh seorang ratu yang bernama (Himiko). Saat itu diduga ada 30 kerajaan kecil di Jepang yang di bawah pemerintahan pusat Himiko yang berpusat di Yamataikoku. Data mengenai pemerintah pusat yang dipimpin Ratu Himiko ini ada tertulis dalam (legenda tentang orang wa) yang ditulis oleh orang China pada abad ke-3 (Tahun 233-297).42 Pada perkiraan abad ke-4 di daerah Yamato atau daerah Nara sekarang muncul penguasa besar, kira-kira abad ke-5 sudah menguasai hampir seluruh Jepang. Pada abad ke-6 mendirikan pemerintahan yang disebut Yamato Chotei, rajanya disebut dengan Tenno. Kuburan para penguasa abad ke-4 hingga abad ke-6 ini sering ditemui berupa kuburan besar yang disebut dengan kofun. Kofun adalah kuburan tua yang sangat besar yang hingga kini dapat ditemui di berbagai daerah. Dalam pembuatan kuburan ini dapat dipastikan membutuhkan tenaga kerja yang banyak. Dari dalam kuburan tersebut banyak ditemukan peninggalan-peninggalan purbakala seperti patung yang terbuat dari tanah liat yang berupa bentuk manusia, binatang, rumah, dan kapal yang disebut dengan haniwa. Hal ini dapat menunjukkan bukti bahwa pada ketika itu sudah ada penguasa besar dan pengauasa-penguasa daerah yang dihormati rakyatnya. Hal ini juga menunjukkan sudah adanya stratifikasi sosial yang jelas pada masyarakat Zaman Yayoi.43 Pada abad 5-6 kerajaan Yamato Chotei sudah membuka hubugan dengan Kudara (Korea) dan dengan pemerintah di Daratan Cina sehingga saat itu masuk teknologi perkayuan dan pengolahan benang sutra. Pada saat itu juga masuk agama Buddha dan Kong Hu Chu dan ilmu pengetahuan lainnya yang menjadi dasar ilmu pengetahuan bagi Jepang. Pada akhir abad ke-6 agama Buddha didukung oleh Shotokutaishi yang berasal dari keluarga Shoga yang menjalankan 41 Hamzon Situmorang, Op.Cit., Hal. 8 42 Hamzon Situmorang, Op.Cit., Hal. 9 43 Hamzon Situmorang, Op.Cit., Hal. 9
26
Universitas Sumatera Utara
pemerintahan penganti Kaisar. Pada akhir abad ke-6 didirikan kuil Horyujidi Kyoto, yaitu kuil kayu tertua yang sampai sekarang pun masih dapat dijumpai di Kyoto.44 Setelah Shotokutaishi meninggal penguasa digantikan anaknya Nakatomi no Kamatari yang kemudian membuat reformasi Taika, dimana pemerintahan meniru sistem Cina yang berpusat
pada
kerajaan
dengan
membuat
undang-undang
taihounoritsuryou.
Dalam
taihounoritsuryou ditetapkan pemikiran kochikomin yaitu bahwa tanah dan warga adalah di bawah kekuasaan pemerintah pusat dan para keluarga bangsawan menjadi pegawai pemerintah pusat yang bertugas di daerah maupun di pusat.
II.4. Sejarah Politik di Jepang Dasar sejarah politik di Jepang dimulai dari pembentukan negara kesatuan yang berasal dari kerajaan-kerajaan kecil yang bersifat kedaerahan. Kerajaan Yamato adalah pemimpin pertama dalam usaha penyatuan itu dan kan-yamato-iwarehiko-no-mikoto menjadi kaisar pertama Jepang dengan sebutan Kaisar Jimmu yang menuntut tradisi terjadi pada tahun 660 sebelum masehi. Selanjutnya pemerintahan tertinggi dipimpin oleh seorang kaisar secara turuntemurun dan memimpin negara kesatuan dari pusat kekaisaran yang berada di provinsi Yamato. Pada awal Jepang sebagai negara kesatuan, lahirlah sistem politik pemerintahan pada masa kepemimpinan kaisar Sujin, kaisar ke-10. Selain itu, pada masa kaisar ke-15, Ojin, telah diadakan hubungan bilateral dengan Korea sehingga banyak warga negara Korea yang menjadi warga Jepang. Banyaknya hubungan dengan negara lain memberikan pengaruh unsur-unsur dalam budaya, baik pada huruf dan tulisan yang menggunakan huruf Cina maupun pengetahuan tentang Kong Hu Chu. Zaman sejarah Jepang dimulai dari zaman Nara, zaman Heian (794-1192) sampai dengan zaman Meiji (1868-sekarang). Dari urutan-urutan zaman sejarah Jepang yang telah terjadi maka dikenallah sistem pemerintahan di Jepang. Bentuk sistem pemerintahan di Jepang yang dimaksud adalah administrasi pemerintahan, militer, dan kebijkan penarikan pajak. Dengan peristiwa tersebut dikenallah gelar-gelar, antara lain; Tenno (Kaisar), Shogun (Jenderal), Daimyo (tuan tanah), perdana menteri dan menteri-menteri.
44 Hamzon Situmorang, Op.Cit., Hal. 10
27
Universitas Sumatera Utara
1. Zaman Shotoku Taishi Dalam perkembangannya, pembaruan dalam bidang politik yang diusahakan terjadi pada Zaman Shotoku Taishi. Sistem politik yang lahir pada zaman ini ditandai dengan adanya sistem pangkat resmi atau pada zaman sekarang dikenal dengan sebutan klasifikasi struktural dan mulai melaksanakan Undang-Undang Dasar. Adanya sistem pangkat resmi dengan memberikan topi warna yang berbeda-beda pada setiap pemangku jabatan tertentu menjadikan kelas dan jabatan seseorang menjadi jelas dalam hirarkinya yang resmi dalam hubungan sosial. Tujuan dari ini adalah agar terwujudnya kedaulatan kaisar dan pemerintahan dan sekaligus menciptakan anggota-anggota pemerintahan yang kompeten di bidangnya dengan persaingan terbuka (bukan karena garis kelahiran atau kerturunan). Sementara proses aplikatif dalam undang-undang dasar yang terdiri dari 17 pasal yang mengatur dasar-dasar sehubungan dengan pemeliharaan negara dan moralitas, penghargaan akan keselarasan, pelajaran Agama Buddha, dan ketaatan pada kaisar. Shotoku Taishi yang sebagai putra mahkota menjadi penyebar Agama Buddha dan menjadikannya cara untuk memperhalus pandangan nasional guna menaikkan derajat kebudayaan bangsa. Mimpi besar pada zaman Shotoku belum semuanya terwujud semasa hidupnya hingga masuknya Jepang baru yang disebut zaman Taika.45 2. Zaman Taika Reformasi Taika pada tahun 645, dimana satu kelompok inovator merebut kekuasaan untuk lebih mendorong penggunaan pengetahuan dan teknologi Cina. Gerakan ini mendorong Jepang dari suatu daerah terbelakang menjadi wilayah yang maju menurut model Cina. Yang menonjol adalah terbentuknya pemerintahan terpusat (centralized government) serta birokrasi atau sistem kepegawaian yang bersangkutan dengan itu.46 Pada masa dua puluh tahun pasca wafatnya Shotoku Taishi terjadilah “Pembaharuan Taika” yang dipelopori oleh dua orang bangsawan yang bernama Naka-no-Oe dan Fujiwara. Wujud dari pembaharuan Taika yang telah mereka lakukan adalah menjatuhkan kekuasaan yang dimiliki oleh para tuan tanah yang kekayaannya melebihi dari kekuasaan keluarga istana. Tindakan ini dapat dilihat dari adanya sistem pengambilalihan semua tanah yang dimiliki oleh pribadi
untuk diserahkan pada negara. Selain itu, kebijakan yang diambil adalah adanya
pembentukan provinsi dan membaginya menjadi 3 bagian, yaitu Kuni, Kori, dan Sato. Kuni 45 Taro Sakamoto, Jepang Dulu dan Sekarang (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1982), Hal. 9 46 Suryoharjodiprojo, Sayidiman, Manusia dan Masyarakat Jepang (Jakarta: Universitas Indonesia, 1987), Hal. 12
28
Universitas Sumatera Utara
diperintah oleh gubernur resmi (Kokoshi) yang diutus dari ibukota, sedangkan Kori dan Sato masing-masing dipimpin oleh warga setempat yang paling berpengaruh dan masing-masingnya disebut dengan Gunji dan Richo. Pembaharuan Taika ini berjalan dengan lancar selama 5 tahun dan hal yang paling baik dalam penerapan sistem politik pada masa ini adalah sistem penyampaian langsung kondisi daerah kepada pemerintah pusat yang dipimpin oleh kaisar.47 Wafatnya ayah Naka-no-Oe, Saimei, membuat kedudukan kaisar otomatis jatuh ke tangan Naka-no-Oe (putra mahkota pertama). Dalam kepemimpinannya, roda pemerintahan tidak berjalan sesuai keinginan dikarenakan adanya kondisi internal dan eksternal. Kegagalan Naka-no-Oe menjadikannya turun tahta hingga adiknya, Kaisar Temmu, maju dengan semangat Pembaharuan Taika. Kebijakan pasca naiknya Temmu adalah peresmian kitab Undang-Undang Dasar yang dikenal dengan Ritsuryo. Sistem Ritsuryo adalah sistem politik yang berlandaskan pada ajaran Kong Hu Chu dan adanya penekanan hubungan alamiah rakyat dan penguasa Kaisar Temmu adalah pemuja dewa-dewa asli Jepang dan patuh terhadap Agama Buddha. Dengan demikian, diperolehnya hasil-hasil gemilang karena dianggap membawa perubahan dalam bidang moralitas hingga akhirnya dipuja sebagai dewa. Pada masa inilah negara kesatuan yang berpusat pada kaisar menjadi sebuah kenyataan dalam kehidupan sosial dan bernegara.48 Pada masa pemerintahan Kaisar Mommu, cucu Temmu, ritsuryo diubah dan mencapai bentuknya yang terakhir dalam apa yang dikenal sebagai Taiho Ritsuryo atau Undang-Udang Taiho. Ritsu yang terdiri atas enam kitab merupakan kitab undang-undang pidana, sedangkan kesebelas kitab Ryo merupakan kitab undang-undang administratif. Dalam kitab undang-undang ini, Pembaharuan Taika menjadi landasan bagi pemerintahan negara selama berabad-abad.49 Pada tahun 710, ibukota negara pada masa pemerintahan Kaisar Gemmei yang menggantikan Kaisar Mommu dipindahkan ke Nara selama 70 tahun yang meliputi pemerintahan tujuh kaisar sehingga zaman ini dikenal dengan Zaman Nara. Adanya Ritsuryo, membuat pengaruh baik bagi perkembangan kehidupan bangsa. Ini ditandai dengan adanya kekuasaan kaisar yang memuncak, keuangan negara yang baik, dan adanya kesanggupan negara dalam menyalurkan tenaga menurut kehendak. Pada awal pemerintahan, sistem Ritsuryo berjalan dengan baik hingga akhirnya terdapat sistem penerapan pembagian tanah pertanian pada rakyat yang membuat sistem ini bergoncang. Sistem ini merupakan pengaruh dari adanya Agama 47 Taro Sakamoto, Op.Cit., Hal. 11 48 Taro Sakamoto, Op.Cit., Hal. 12 49 Taro Sakamoto, Op.Cit., Hal. 13
29
Universitas Sumatera Utara
Buddha yang akan dijadikan sebagai pusat kegiatan pemerintahan oleh Kaisar Shomu. Kaisar Shomu berusaha dalam melindungi negara dan menolak kekuatan jahat demi terkendalinya krisis yang mengancam dengan pedoman pada kekuatan magis Agama Buddha. Ia juga membangun kuil dan biara di enam puluh provinsi sebagai media untuk menyampaikan surat-surat keamanan dan kemakmuran negara. Dengan adanya pembangunan kuil dan biara di beberapa daerah membuat pengeluaran negara semakin membengkak sehingga menyebabkan keuangan nasional yang terkikis. Selain itu, masalah yang timbul juga dikarenakan adanya campur tangan para pendeta dalam hal kekuasaan dan pemerintahan.50 3. Zaman Nara Zaman Nara merupakan zaman yang terjadinya masa perubahan pemerintahan menurut Kong Hu Chu ke pemerintahan menurut Agama Buddha, serta pertarungan politik antara kaum bangsawan dengan kaum pendeta. Wafatnya Kaisar Shomu membuat struktur pemerintahan kembali berubah dan digantikan oleh Fujiwara-no-Nakamaro, seorang keturunan dari Fujiwarano-Kamatari yang bergelut di politik menurut cara Kong Hu Chu. Tetapi masa pemerintahannya tidak berjalan lama karena munculnya seorang rahib Buddha bernama Dokyo. Selama lima tahun setelah berjalannya pemerintahan, Dokyo pun tergantikan lagi oleh kehadiran kaum Fujiwara sehingga membuat sistem pemerintahan di zaman ini selalu mengalami perubahan dan perubahan ini terjadi karena adanya perebutan kekuasaan dari masing-masing pihak, baik itu Kong Hu Chu maupun Buddha yang menginginkan sistem pemerintahan sesuai agama yang mereka yakini. Dalam hal ini, Agama Buddha memperoleh penghargaan sehingga membuat agama ini mengalami perkembangan yang cukup baik. Penghargaan ini didapatkan setelah adanya penilaian pada hasil-hasil seni pahat yang indah serta kuil-kuil yang mengagumkan dari seniman Cina sehingga menjadikan ini sebagai ciri khas dari negara Jepang.51 4. Zaman Heian Pada tahun 794, kaisar Kammu bertujuan dalam menjalankan sistem pemerintahan Ritsuryo secara ketat dengan cara memindahkan ibukota Jepang dari Nara ke Desa Uda di provinsi Yamashiro, yang sekarang disebut dengan Kyoto. Hal ini dilakukan untuk memutus hubungan Agama Buddha dengan perpolitikan. Kota Kyoto menjadi ibukota negara kurang lebih 1100 tahun hingga akhirnya dipindah lagi ibukota Jepang ke Tokyo pada tahun 1869. Pada 50 Taro Sakamoto, Op.Cit., Hal. 13 51 Taro Sakamoto, Op.Cit., hal. 14
30
Universitas Sumatera Utara
periode pertama yang berlangsung selama empat abad, semua peraturan politik berasal dari ibukota sehingga periode ini dikenal dengan Zaman Heian.52 Untuk penerapan sistem Ritsuryo, Kaisar Kammu mengubah hal-hal yang tidak sesuai dengan kebutuhan pada zaman ini, seperti adanya penumpasan pemberontakan Bangsa Ainu di Timur Laut Honshu dengan tujuan untuk membuka daerah terpencil, adanya pengutusan dua rahib, Saicho dan Kukai, ke Cina dengan tujuan untuk memajukan perkembangan Agama Buddha di Jepang. Pada masa pemerintahan Kaisar Saga, putra Kaisar Kammu, terdapat lembaga Kurodo dan Kebiishi yang didirikan dengan tujuan untuk mempermudah urusan pemerintahan. Kurodo bertugas untuk menyampaikan perintah kaisar kepada bawahannya dan merupakan pembantu pribadi bagi kaisar, sedangkan Kebiishi bertugas untuk menjaga keamanan di provinsi. Terbentuknya lembaga-lembaga ini merupakan usaha pemerintahan dalam penyesuaian Ritsuryo dengan kebutuhan zaman yang semakin berkembang.53 Selama pemerintahan dari masa Kaisar Kammu hingga sampai Kaisar Saga, segalanya berjalan dengan baik dan tidak ada terjadi perbedaan pendapat dengan para menterinya. Tetapi pada saat putra Kaisar Saga, Nimmyo, berkuasa keluarga Fujiwara mulai berkuasa kembali. Adanya kebiasaan keluarga Fujiwara untuk mendapatkan kekuasaan di istana dengan menikahkan anak perempuannya dengan kaisar dan berharap melahirkan calon kaisar pula. Seperti Fujiwara-no-Yoshifusa yang menikahkan anaknya dengan Kaisar Montoku yang kemudian anak mereka, Pangeran Korehito, diangkat menjadi kaisar pada umur 9 tahun. Fujiwara yang menjabat sebagai perdana menteri Korehito, mengambilalih pemerintahan sebagai mangkubumi. Sedangkan anak angkatnya, Mototsune, pada masa Kaisar Uda menjadi kampaku yang memiliki hak untuk memeriksa laporan kepada kaisar. Jabatan mangkubumi (sessho) dan kampaku merupakan jabatan yang menggantikan perdana menteri dan menjadi jabatan tertinggi yang diatur oleh undang-undang yang sejak saat itu menjadikan keluarga Fujiwara memonopoli segala sistem pemerintahan.54 Demi mendapatkan kekuasaan penuh di istana, keluarga Fujiwara berusaha untuk mengeluarkan anggota keluarga lain. Usaha Kaisar Uda untuk menghancurkan monopoli keluarga Fujiwara, menjadikan Sugawara Michizane sebagai pihak oposisi. Tetapi usaha Kaisar Uda tidak berjalan baik, ia pun terpaksa harus mundur karena adanya serangan gabungan kaum 52 Taro Sakamoto, Op.Cit., hal. 15 53 Taro Sakamoto, Op.Cit., hal. 15 54 Taro Sakamoto, Op.Cit., hal. 16
31
Universitas Sumatera Utara
Fujiwara. Ia diturunkan dari kedudukannya sebagai menteri dan dibuang ke Kyushu. Pemulihan pemerintahan atas sistem Ritsuryo yang dilakukan oleh putra Uda, Kaisar Daigo, tidak berhasil dilakukan. Kaum bangsawan dan pendeta memiliki tanah yang sangat luas sehingga sistem pembagian tanah kepada rakyat tidak terjadi lagi. Tanah pribadi kaum bangsawan dan pendeta ini dikenal dengan sebutan shoen yang pada masa ini tanah mereka tidak dikenakan pajak. Adanya kekuasaan yang dimiliki oleh kaum bangsawan menjadikan mereka satu kesatuan dalam politik dan ekonomi. Rakyat biasa yang di bawah sistem Ritsuryo menjadi milik negara dan berlindung pada shoen. Sistem Ritsuryo yang seharusnya berpihak adil pada rakyat malah tidak berjalan dengan sesuai lagi. Pemerintahan dan kaisar juga bergantung pada tanah dan rakyat milik pribadi untuk mempertahankan kedudukan.55 Pada masa Heian, timbul semangat ke-Jepang-an yang lebih kuat dan hubungan dengan Cina pun mulai dikurangi. Pada akhir bagian masa Heian, terjadi perubahan-perubahan yang mempunyai akibat besar terhadap perkembangan sejarah Jepang. Selanjutnya, yaitu terbentuknya sistem feodal yang menghasilkan kaum samurai atau bushi yang mempunyai peranan penting dalam sejarah Jepang, bahkan sampai ini masih terasa juga.56 Di Zaman Heian ini terjadinya aristokrat lokal atau samurai, juga menyebutkan timbulnya satu golongan militer tersendiri, lepas dari kekuasaan pemerintahan pusat. Untuk selanjutnya kita kenal dengan samurai atau bushi di Jepang sebagai kaum pejuang perang dan sekaligus sebagai penegak administrasi.57 Adanya pemberian kekuasaan pada kaum samurai menguatkan golongan ini di daerah kekuasaannya masing-masing. Hal ini mendorong lahirnya kekuatan baru di luar kekuatan pemerintahan pusat. Semakin menguatnya kaum samurai di satu sisi memberikan pengaruh terhadap melemahnya pemerintahan pusat hingga akhirnya menyebabkan jatuhnya kekuasaan Heian. Dengan adanya fenomena ini, terjadi banyak sengketa di dalam pemerintahan pusat yang berujung pada masing-masing golongan berkoalisi dengan kelompok-kelompok samurai tertentu. Di satu pihak, ada kaum Taira sedangkan di pihak lainnya ada kaum Minamoto yang menjadi kaum superior di masa itu.58 Setelah perang dunia kedua berakhir zaman sejarah Jepang menjadi lebih panjang, yaitu bukan dimulai abad 8, tetapi dimulai dari abad ke 4 dan kemudian zaman prasejarah dilanjutkan 55 Taro Sakamoto, Op.Cit., Hal. 16 56 Taro Sakamoto, Op.Cit., Hal. 16 57 Ibid Hal. 14 58 Hamzon Situmorang, Op.Cit., Hal. 13
32
Universitas Sumatera Utara
dengan penelitian arkeologi, sehingga ditemukan zaman prasejarah Jomon dan Yayoi. 59 Berdasarkan zaman sejarah Jepang dibagi atas 7 zaman yaitu: 1. Zaman Nara. 2. Zaman Heian (794-1192). 3. Zaman Kamakura (1192-1333). 4. Zaman Muromachi (1338-1573). 5. Zaman Azuchimomoyama (1573-1603). 6. Zaman Edo (1603-1868). 7. Zaman Meiji hingga perang dunia II (1868 - 1945). Sebelum Meiji restorasi, pemerintahan keshogunan berada di tangan keluarga Tokugawa (1603-1867). Dalam masa ini, Tokugawa memantapkan ide pengabdian diri berdasarkan ajaran Konfusionis, yaitu mengajarkan pengabdian bertingkat, yang akhirnya seluruh masyarakat Jepang pada waktu itu pengabdiannya bertumpu di tangan shogun.60
II.5 Bentuk dan Sistem Struktur Sosial Sistem Ritsuryou adalah sistem pengaturan tentang penggunaan (pemilikan) tanah. Sistem pada masa itu dikenal dengan sistem Kochikomin (wilayah umum dengan masyarakat umum). Pada masa itu tidak dikenal pemilikan tanah secara pribadi dan penguasaan atas diri orang secara pribadi. Tetapi para bangsawan kerabat kaisar tersebut banyak yang menguasai tanah secara pribadi sehingga mereka membutuhkan tenaga kerja untuk menggarap tanah yang dikuasainya tersebut. Hal seperti ini melahirkan kelompok-kelompok kecil di daerah yang semakin lama semakin kuat dan tidak membayar pajak kepada Kaisar. Dengan latar belakang banyaknya para bangsawan kerabat kaisar yang menguasai tanah secara pribadi yang semakin lama semakin kuat dan tidak membayar pajak kepada kaisar, maka kaisar mengambil tindakan untuk menciptakan pekerjaan keamanan (militer).61 Dalam sistem Ritsuryo, ada beberapa pembedaan struktur sosial yang terbentuk dari hasil klasifikasi strata, yaitu: Kaisar (Tenno) adalah penguasa administrasi pemerintahan tertinggi.62 Semua orang patuh dan taat kepada Kaisar. Dalam administrasi pemerintahan ini kaisar 59 Ibid Hal. 5 60 Ibid Hal. 90 61 Situmorang, Hamzon, Ilmu Kejepangan, (Medan, USU Press: 2006) Hal. 13 62 Ibid Hal. 13
33
Universitas Sumatera Utara
merupakan gelar tertinggi di Jepang. Saudara-saudara kaisar menjadi bangsawan dan para bangsawan kerabat Tenno ini bertugas melaksanakan pekerjaan birokrasi di istana maupun di daerah. Kekuasaan kaisar sebenarnya hanya terbatas pada menganugerahkan gelar resmi, terutama gelar shogun (jenderal).63 Hal ini juga merupakan kekuasaan seorang kaisar di Jepang. Shogun (jenderal) adalah pemegang kekuasaan dari kalangan militer. 64 . Secara resmi berada di bawah kaum bangsawan adalah shogun (jenderal), namun sebenarnya kaum bangsawan dan kaisar sendiri tidak memiliki otoritas terhadapnya. Pemegang komando militer tertinggi ini dapat disamakan dengan perdana menteri. Keshogunan diwariskan turun-temurun, tetapi di Jepang sudah sempat 3 keluarga yang menjadi shogun (jenderal), yaitu: Keluarga Minamoto dengan pusat di Kamakura sehingga zamannya disebut dengan Zaman Kamakura. Kemudian keluarga Taira atau disebut juga Heisi, pusat pemerintahannya adalah di Muromachi, sehingga zamannya disebut dengan Zaman Muromachi (1333-1568), kemudian keluarga Tokugawa memusatkan pemerintahannya di Edo atau Tokyo (1603-1867). Di era feodal selama 700 tahun dimulai dari tahun 1185-1867, negara Jepang berada di bawah pemerintahan militer. Daimyo (tuan tanah) adalah penguasa yang ada terletak di bawah kekuasaan shogun (jenderal). Sistem feodal (hokenseido) di Jepang merupakan kekuasaan daimyo (tuan tanah) yang memiliki petani sendiri di setiap wilayah-wilayah dan memungut pajak dari petani sebagai pendapatan utama.65 Situasi seperti ini kaum petanilah yang dirampas haknya sehingga membuat kaum petani berada di posisi yang tertekan tidak mendapatkan kesejahteraan dari daimyo (tuan tanah). Pada tahun 710 terdapat keluarga Yamato Chotei membangun istana di daerah Nara (negara Jepang). Zaman ini berlangsung kira-kira 70 tahun dimana Nara menjadi ibukota, namun kemudian karena banyak para bangsawan yang tinggal di daerah sudah menjadi kuat maka banyak terjadi keributan-keributan ditambah lagi karena kesulitan kehidupan petani pada pemerintah Chotei, mengakibatkan banyak petani pindah ke bangsawan (kekizoku) atau pemerintah daerah. Oleh karena itu, pada Zaman Nara pemerintah daerah menjadi kuat. 66 Keluarga tersebut muncul sebagai penguasa terkuat di Jepang. Kira-kira abad ke-5 sudah menguasai hampir seluruh Jepang. Pada abad ke-6 mendirikan pemerintahan yang disebut 63 Kitami, Masao, Swordless Samurai, (Jakarta, Zahir Books: 2005) Hal. xiii 64 Ibid Hal. xiv 65 Ibid Hal. 82 66 Taro Sakamoto, Op.Cit., Hal. 13
34
Universitas Sumatera Utara
Yamato Chotei, rajanya disebut dengan kaisar (tenno). Pada akhirnya, keluarga Yamato Chotei kesulitan mempertahankan pemerintahan sentralisasi negara dan mulai ‘mendelegasikan’ administrasi pemerintahan, militer, dan penarikan pajak.67 Dengan peristiwa tersebut dikenallah gelar tenno (kaisar), shogun (jenderal), dan daimyo (tuan tanah). Pada perkembangan berikutnya, para kelompok militer Taira dan Genji diundang ke Kyoto untuk mengamankan perang yang terjadi dalam keributan keluarga Fujiwara. Tetapi kemudian keluarga Genji dan Taira pun saling berperang seperti perang Hogennoran tahun 1156 dan Heijinoran tahun 1159. Dalam perang tersebut dimenangkan oleh Keluarga Taira no kyoumori. Mulai saat inilah bushi menjadi sangat berpengaruh dalam pemerintah pusat. Ketika itu sistem Ritsuryou menjadi hancur, berubah menjadi sistem Ujizoku (kekerabatan). Kemudian Tairano Masakado menikahi putri Fujiwara dengan maksud untuk mengadakan persekutuan supaya dapat juga menjadi keluarga Sekkan. Tetapi ternyata setelah kalah dalam peperangan Heiji tahun 1159, keluarga Minamoto no Yoritomo memperkuat prajuritnya di Jepang bagian timur yaitu di Kamakura.68 Minamoto no Yoritomo berhasil mengalahkan keluarga Taira tahun 1185 pada perang Dannoura. Hal ini mengakibatkan kekuasaan berpindah ke tangan Minamoto. Minamoto no Yoritomo meminta persetujuan kepada kaisar supaya diangkat menjadi shogun (jenderal) dan karena itulah maka sistem keshogunan dikenal di Jepang hingga Zaman Edo (1868). Pada tahun 1185, Minamoto no Yoritomo, seorang panglima perang dari provinsi timur dan masih punya hubungan darah dengan keluarga kaisar, membangun pemerintahan militer negara yang pertama, dan Jepang memasuki era feodal (1185-1867). Negara Jepang berada di bawah pemerintahan militer selama hampir 700 tahun. Stabilitas negara Jepang yang dirintis Minamoto no Yoritomo pada tahun 1185 dan tidak bertahan lama.69 Penguasa-penguasa militer datang dan pergi silih berganti dan pada tahun 1467 pemerintahan militer runtuh yang menyebabkan Jepang terjun dalam kekacauan sehingga dimulailah zaman perang antar-klan, abad berdarah ketika para panglima perang lokal saling bertarung untuk melindungi daerah kekuasaan. Pada feodalisme masa pertengahan yang dimaksud adalah Zaman Kamakura, Muromachi, dan Azuchimomoyama. Pada akhir feodalisme pertengahan ini muncul shogun yang berasal dari golongan bawah, yaitu Oda Nobunaga, Toyotomi Hideyoshi, dan Tokugawa Ieyashu. Mereka masing-masing adalah tuan tanah di wilayah yang disebut dengan daimyo (tuan 67 Masao Kitami, Op.Cit., Hal. xii 68 Eichiro Ishida, Op.Cit., Hal. 15 69 Masao Kitami, Op.Cit., Hal. xii
35
Universitas Sumatera Utara
tanah). Masing-masing menjadi shogun (jenderal) setelah berhasil mengalahkan shogun yang sedang berkuasa di daerah tersebut.70 Oda Nobunaga lahir tahun 1534 adalah seorang daimyo di Owarinokuni (prefecture Aichi sekarang). Visi Oda Nobunaga adalah menyatukan seluruh wilayah Jepang pada zaman Azuchimomoyama. 71 Tetapi kemudian Oda Nobunaga dibunuh oleh anak buahnya sendiri Akechi Mitshuhide pada tahun 1582. Selanjutnya, Toyotomi Hideyoshi membunuh Akechi Mitshuhide dan kemudian mendirikan istana di Osaka. Visi Toyotomi Hideyoshi juga sama dengan Oda Nobunaga. Pemerintahan Oda Nobunaga dan Toyotomi Hideyoshi ini disebut dengan Zaman Azuchimomoyama (1573-1603). Toyotomi Hideyoshi lahir tahun 1536 di Nakamura dan merupakan anak dari petani miskin dari Owari no Kuni (Aichiken) yang menjadi bushi yang mengabdi kepada Oda Nobunaga dan meningkat terus menjadi bushinya shogun. Yang melanjutkan visi Oda Nobunaga dalam penyatuan bangsa Jepang adalah Toyotomi Hideyoshi. 72 Toyotomi Hideyoshi menjadi Kanpaku (penasehat Tenno) dan tahun berikutnya setelah menjadi Daijodaijin pada tahun 1590 dia berhasil menyelesaikan penyatuan seluruh Jepang.
II.6 Lahirnya Samurai Samurai adalah para abdi-abdi penguasa feodal yang dipertuan dan senantiasa setia dan membela tuannya sampai titik darah penghabisan. Samurai adalah prajurit setia yang ada pada sistem negara feodal, yang mengandalkan kekuatan militeristik. Mereka mengabdi pada shogun atau secara harfiahnya adalah jenderalisimo yang mengalahkan para barbar. Shogun mempunyai bawahan yang menguasai tiap provinsi, yaitu para daimyo, yang mempunyai bawahan setia yaitu para samurai dengan pedang serta jiwa raganya diabdikan padanya.73 Salah satu tokoh samurai terkenal Jepang adalah Musashi Miyamoto yang dianggap sebagai dewa pedang di Jepang. Musashi lahir pada waktu Jepang berada pada masa pergolakan perang saudara (onin). Musashi tergolong dalam kelas samurai yang selalu membawa dua pedang kemana-mana. Ketika angkatan bersenjata perlahan-lahan dibubarkan Hideyoshi dan Ieyasu, banyak para ronin (samurai yang tidak bertuan) mengembara tanpa tujuan. Kelompok 70 Ruosuke Ishii, Op.Cit., Hal. 83 71 Hamzon Situmorang, Op.Cit., Hal. 17 72 Masao Kitami, Op.Cit., Hal. 6 73 www.fitkom.unpad.ac.id diakses pada tanggal 19 Maret 2013 pukul 17.06 WIB
36
Universitas Sumatera Utara
ronin itu biasanya hidup terpisah dengan masyarakat lain. Samurai menjadi kelompok terkucil yang mempertahankan tradisi lama seni militer Jepang. Pendek kata Musashi adalah seorang ‘jagoan’ ketika samurai masih dianggap bergengsi. Dan seperti samurai lain, ketika banyak para samurai yang meninggalkan ‘kesamuraiannya’ menjadi seniman, Musashi terus berusaha menjadi ronin dengan mencari pencerahan melalui ajaran Kendo.74 Seorang samurai itu harus dapat mengatasi rasa lapar, sakit dan tahan terhadap penderitaan. Bahkan mereka diperintahkan untuk bersikap seolah-olah merasa sehat jika terluka bagaimanapun parahnya. Seorang samurai harus dapat mengatasi rasa sakitnya. Bahkan ada sebuah cerita yang menceritakan seorang anak (Adipati Katsu) dari keluarga samurai yang di operasi pada bagian pelirnya yang robek dicakar anjing, ayahnya menodongkan pedang ke mukanya dan berkata “jika kau berteriak maka, kau akan mati dengan cara yang tidak memalukan”. Sedikitnya bahwa seorang samurai itu tidak boleh menunjukkan tanda-tanda penderitaan sampai mati dan harus bisa menanggung rasa sakit tanpa menyeringai. Kedudukan samurai merupakan kedudukan yang diperoleh secara turun-temurun atau diwariskan sehingga seseorang dari kasta lain tidak dapat masuk ke dalam kasta samurai tersebut. Begitupun juga dengan seorang samurai, dia tidak bisa pindah ke kasta yang lain meskipun kasta tersebut lebih rendah. Kedudukan tersebut disebut dengan Ascribed-status, yaitu kedudukan seseorang yang diperoleh melalui kelahiran. Artinya jika dia seorang samurai maka dapat dipastikan bahwa keluarganya adalah keluarga samurai. Meskipun pada zaman Tokugawa kedudukan samurai itu dapat ‘dibeli’ yaitu dengan mengawinkan seorang samurai dengan kasta lain atau pihak samurai memungut anak dari kasta lain (biasanya pedagang), sehingga dari pihak keduanya sama-sama mendapat keuntungan.75 Awal mula lahirnya samurai berkaitan dengan sistem bakufu atau sistem kemiliteran yang menandai masuknya era feodalisme di Jepang. Penumpasan kaum Taira oleh Minamoto-noYoritomo dengan kaum militer yang dibentuknya menciptakan kekuatan politik baru yang berupa kemiliteran. Dari rezim baru yang didirikan oleh Minamoto ini, ia mendirikan lembaga administratif: samurai-dokoro yaitu lembaga yang mengawasi para samurainya, lembaga mandoko yaitu lembaga yang mengurus urusan umum, dan monchujo yaitu lembaga yang mengurus urusan peradilan dan hukum. Maka dengan demikian, Minamoto menjadikan dirinya 74 enel‐eriodan.blogspot.com/2010/07/samurai‐atau‐adalah‐istilah‐untuk.html?m=1 diakses pada tanggal 18 Maret 2013 pukul 18.00 WIB 75 Priyo Subekti, Loc.Cit.
37
Universitas Sumatera Utara
sebagai pemimpin organisasi semua samurai. Dengan begitu, hak untuk mengontrol negara dan mengawasi tanah jatuh secara langsung ke tanah samurai. Cara inilah yang menjadi awal dominasi samurai kepada negara. Inilah yang disebut pemerintahan militer atau dalam bahasa Jepang disebut Bakufu, yaitu pusat tinggal jenderal yang memimpin pasukan penjaga istana yang hanya bisa dipimpin langsung oleh Yoritomo sebagai pemangku jabatan jenderal samurai. Istilah samurai pada awalnya mengacu kepada “seseorang yang mengabdi kepada bangsawan”. Pada zaman Nara (710-784), istilah ini diucapkan “saburau” dan kemudian menjadi “saburai’ yang kemudian pada akhirnya berubah menjadi samurai. Selain itu terdapat pula istilah lain yang mengacu kepada samurai yakni bushi. Istilah bushi yang berarti “orang yang dipersenjatai atau kaum militer”, pertama kali muncul di dalam Shoku Nihongi, pada bagian catatan itu tertulis “secara umum, rakyat dan pejuang (bushi) adalah harta negara”. Kemudian berikutnya istilah samurai dan bushi menjadi sinonim pada akhir abad ke-12 (Zaman Kamakura).76 Pada zaman Azuchi-Momoyama (1573-1600) dan awal Zaman Edo (1603), istilah saburai berubah menjadi samurai yang kemudian berubah pengertian menjadi “orang yang mengabdi”. Namun selain itu dalam sejarah militer Jepang, terdapat kelompok samurai yang tidak terikat ataupun mengabdi kepada seorang pemimpin yang dikenal dengan ronin. Ronin ini sudah ada sejak Zaman Muromachi (1392). Istilah ronin digunakan bagi samurai tak bertuan pada zaman Edo (1603-1867). Dikarenakan adanya pertempuran yang berkepanjangan sehingga banyak samurai yang kehilangan tuannya. Kehidupan seorang ronin bagaikan ombak di laut tanpa arah tujuan yang jelas. Ada beberapa alasan seorang samurai menjadi ronin. Seorang samurai dapat mengundurkan diri dari tugasnya untuk menjalani hidup sebagai ronin. Adapula ronin yang berasal dari garis keturunan, anak seorang ronin secara otomatis akan menjadi ronin. Eksistensi ronin makin bertambah jumlahnya diawali berakhirnya Perang Sekigahara (1600), yang mengakibatkan jatuhnya kaum samurai atau daimyo yang mengakibatkan para samurai kehilangan majikannya. Dalam catatan sejarah militer di Jepang, terdapat data-data yang menjelaskan bahwa pada Zaman Nara (710-784), pasukan militer Jepang mengikuti model yang ada di Cina dengan memberlakukan wajib militer dan di bawah komando langsung kaisar. Dalam peraturan yang diberlakukan tersebut setiap laki-laki dewasa baik dari kalangan petani maupun 76 www.hazmi.co.vu/2013/11/kebudayaan‐jepang.html?m=1 diakses pada tanggal 17 Maret 2013 pukul 15.39 WIB
38
Universitas Sumatera Utara
bangsawan, kecuali budak, diwajibkan untuk mengikuti dinas militer. Secara materi peraturan ini amat berat karena para wakil tersebut atau kaum milter harus membekali diri secara materi sehingga banyak yang menyerah dan tidak mematuhi peraturan tersebut. Selain itu pula, pada waktu itu kaum petani juga dibebani wajib pajak yang cukup berat sehingga mereka melarikan diri dari kewajiban ini. Pasukan yang kemudian terbentuk dari wajib militer tersebut dikenal dengan sakimori yang secara harfiah berarti “pembela”, namun pasukan ini tidak ada hubungannya dengan samurai yang ada pada zaman berikutnya. Setelah tahun 794, ketika ibukota dipindahkan dari Nara ke Heian (Kyoto), kaum bangsawan menikmati masa kemakmurannya selama 150 tahun di bawah pemerintahan kaisar. Tetapi pemerintahan daerah yang dibentuk oleh pemerintah pusat justru menekan para penduduk yang mayoritas adalah petani. Pajak yang sangat berat menimbulkan pemberontakan di daerah-daerah dan mengharuskan petani kecil untuk bergabung dengan tuan tanah yang memiliki pengaruh agar mendapatkan pemasukan yang lebih besar.77 Dikarenakan keadaan negara yang tidak aman, penjarahan terhadap tuan tanah pun terjadi baik di daerah dan di ibukota yang memaksa para shoen (tanah milik pribadi) mempersenjatai keluarga dan para petaninya. Kondisi ini yang kemudian melahirkan kelas militer yang dikenal dengan samurai. Kelompok Toryo (panglima perang) di bawah pimpinan keluarga Taira dan Minamoto muncul sebagai pemenang di Jepang bagian barat dan timur, tetapi mereka saling memperebutkan kekuasaan. Dalam hal ini, pemerintah pusat di bawah naungan keluarga Fujiwara tidak mampu mengatasi polarisasi ini yang mengakibatkan berakhirnya kekuasaan kaum bangsawan. Kaisar Gonjo yang dikenal anti-Fujiwara mengadakan perebutan kekuasaan dan memusatkan kekuasaan politiknya dari dalam o-tera yang dikenal dengan insei seiji. Kaisar Shirakawa menggantikan Kaisar Gonjo akhirnya menjadikan o-tera sebagai markas politiknya. Secara lihai, ia memanfaatkan o-tera sebagai fungsi keagamaan dan fungsi politik. Tentara pengawal o-tera, souhei pun ia bentuk, termasuk memberi sumbangan tanah (shoen) pada o-tera. Lengkaplah sudah o-tera memenuhi syarat sebagai “negara” di dalam negara. Akibatnya, kelompok kaisar yang anti pemerintahan o-tera mengadakan perlawanan dengan memanfaatkan kelompok Taira dan Minamoto yang sedang bertikai. Keterlibatan Taira dan Minamoto dalam pertikaian ini berlatar belakang pada kericuhan yang terjadi di istana menyangkut perebutan tahta, antara Fujiwara dan kaisar yang pro maupun kontra terhadap o-tera. Perang antara 77 Hazmi, Loc.Cit.
39
Universitas Sumatera Utara
Minamoto, yang memihak o-tera melawan Taira, yang memihak istana, muncul dalam dua pertempuran besar yakni Perang Hogen (1156) dan Perang Heiji (1159). Peperangan akhirnya dimenangkan oleh Taira yang menandai perubahan besar dalam struktur kekuasaan politik. Untuk pertama kalinya, kaum samurai muncul sebagai kekuatan politik di istana. Taira pun mengangkat dirinya sebagai kuge (bangsawan kerajaan), sekaligus memperkokoh posisi samurainya. Sebagian besar keluarganya diberi jabatan penting dan dinobatkan sebagai bangsawan. Keangkuhan keluarga Taira akhirnya melahirkan konspirasi politik tingkat tinggi antara keluarga Minamoto (yang mendapat dukungan dari kaum bangsawan) dengan Kaisar Shirakawa, yang pada akhirnya mengantarkan keluarga Minamoto mendirikan pemerintahan militer pertama di Kamakura. Ketika Minamoto Yoritomo wafat pada tahun 1199, kekuasaan diambil alih oleh keluarga Hojo yang merupakan pengikut Taira. Pada masa kepemimpinan keluarga Hojo (1199 -1336), ajaran Zen masuk dan berkembang di kalangan samurai. Para samurai mengekspresikan Zen sebagai falsafah dan tuntunan hidup mereka. Pada tahun 1274, Bangsa Mongol datang menyerang Jepang. Para samurai yang tidak terbiasa berperang secara berkelompok dengan susah payah dapat mengantisipasi serangan Bangsa Mongol tersebut. Untuk mengantisipasi serangan Bangsa Mongol yang kedua (tahun 1281), para samurai mendirikan tembok pertahanan di Teluk Hakata (pantai pendaratan Bangsa Mongol) dan mengadopsi taktik serangan malam. Secara menyeluruh, taktik berperang para samurai tidak mampu memberikan kehancuran yang berarti bagi tentara Mongol, yang menggunakan taktik pengepungan besar-besaran, gerak cepat, dan penggunaan senjata baru (dengan menggunakan mesiu). Pada akhirnya, angin topanlah yang menghancurkan armada Mongol, dan mencegah Bangsa Mongol untuk menduduki Jepang. Orang Jepang menyebut angin ini kamikaze (dewa angin). Dua hal yang diperoleh dari penyerbuan bangsa Mongol adalah pentingnya mobilisasi pasukan infantri secara besar-besaran, dan kelemahan dari kavaleri busur panah dalam menghadapi penyerang. Sebagai akibatnya, lambat laun samurai menggantikan busur-panah dengan “pedang” sebagai senjata utama samurai. Pada awal abad ke-14, pedang dan tombak menjadi senjata utama di kalangan panglima perang. Pada Zaman Muromachi (1392-1573), diwarnai dengan terpecahnya istana Kyoto menjadi dua, yakni Istana Utara di Kyoto dan Istana Selatan di Nara. Selama 60 tahun terjadi perselisihan sengit antara Istana Utara melawan Istana Selatan (nambokucho tairitsu). Pertentangan ini memberikan dampak terhadap semakin kuatnya posisi 40
Universitas Sumatera Utara
kaum petani dan tuan tanah daerah (shogun daimyo) dan semakin lemahnya Shogun Ashikaga di pemerintahan pusat. Pada masa ini, Ashikaga tidak dapat mengontrol para daimyo daerah. Mereka saling memperkuat posisi dan kekuasaannya di wilayah masing-masing. Setiap han seolah terikat dalam sebuah negara-negara kecil yang saling mengancam. Kondisi ini melahirkan krisis panjang dalam bentuk perang antar tuan tanah daerah atau sengoku jidai (1568-1600). Tetapi krisis panjang ini sesungguhnya merupakan penyaringan atau kristalisasi tokoh pemersatu nasional, yakni tokoh yang mampu menundukkan tuan-tuan tanah daerah, sekaligus menyatukan Jepang sebagai “negara nasional” di bawah satu pemerintahan pusat yang kuat. Tokoh tersebut adalah Jenderal Oda Nobunaga dan Toyotomi Hideyoshi. Oda Nobunaga, seorang keturunan daimyo dari wilayah Owari dan seorang ahli strategi militer, Nobunaga mulai menghancurkan musuh-musuhnya dengan cara menguasai wilayah Kinai, yaitu Osaka sebagai pusat perniagaan, Kobe sebagai pintu gerbang perdagangan dengan negara luar, Nara yang merupakan “lumbung padi”, dan Kyoto yang merupakan pusat pemerintahan Bakufu Muromachi dan istana kaisar. Strategi terpenting yang dijalankannya adalah Oda Nobunaga dengan melibatkan agama untuk mencapai ambisinya. Pedagang Portugis yang membawa Agama Kristen, diberi keleluasaan untuk menyebarkan agama itu di seluruh Jepang. Tujuan strategis Oda dalam hal ini adalah agar ia secara leluasa dapat memperoleh senjata api yang diperjualbelikan dalam kapal-kapal dagang Portugis, sekaligus memonopoli perdagangan dengan pihak asing.78 Dengan memiliki senjata api (yang paling canggih pada masa itu), Oda akan dapat menundukkan musuh-musuhnya lebih cepat dan mempertahankan wilayah yang telah dikuasainya serta membentuk pemerintahan pusat yang kokoh. Oda Nobunaga membangun benteng Azuchi Momoyama pada tahun 1573 setelah berhasil menjatuhkan Bakufu Muromachi. Strategi Oda dengan melindungi Agama Kristen mendatangkan sakit hati bagi pemeluk agama Buddha. Pada akhirnya, ia dibunuh oleh pengikutnya sendiri, Akechi Mitsuhide, seorang penganut agama Buddha yang fanatik, pada tahun 1582 di Honnoji, sebelum ia berhasil menyatukan seluruh Jepang. Toyotomi Hideyoshi yang merupakan pengikut setia Oda, melanjutkan penyatuan Jepang, dan tugasnya ini dituntaskan pada tahun 1590 dengan menaklukkan keluarga Hojo di Odawara dan keluarga Shimaru di Kyushu tiga tahun sebelumnya. Terdapat dua peraturan penting yang dikeluarkan Toyotomi yaitu taiko kenchi 78 Riskyikki.wordpress.com/2012/08/31/macam‐macam‐budaya‐di‐jepang/ diakses pada tanggal 18 Maret 2013 pukul 18.22 WIB
41
Universitas Sumatera Utara
(peraturan kepemilikan tanah) dan katana garirei (peraturan perlucutan pedang) bagi para petani. Kedua peraturan ini secara strategis bermaksud “mengontrol” kekayaan para tuan tanah dan mengontrol para petani agar tidak melakukan perlawanan atau pemberontakan bersenjata. Keberhasilan Toyotomi menaklukkan seluruh tuan tanah mendatangkan masalah tersendiri. Semangat menang perang dengan energi pasukan yang tidak tersalurkan mendatangkan ancaman internal yang menjurus kepada disintegrasi bagi keluarga militer yang tidak puas atas kemenangan Toyotomi. Dalam hal inilah Toyotomi menyalurkan kekuatan dahsyat tersebut untuk menyerang Korea pada tahun 1592 dan 1597. Sayang serangan ini gagal dan Toyotomi wafat pada tahun 1598, menandakan awal kehancuran bakufu Muromachi. Kecenderungan terdapat perilaku bawahan terhadap atasan yang dikenal dengan istilah gekokujō ini telah muncul tatkala Toyotomi menyerang Korea. Ketika itu, Tokugawa Ieyasu mulai memperkuat posisinya di Jepang bagian timur, khususnya di Edo (Tokyo). Kemelut ini menyulut perang besar antara kelompok-kelompok daimyo yang memihak Toyotomi melawan daimyo yang memihak Tokugawa di medan perang Sekigahara pada tahun 1600. Kemenangan berada di pihak Tokugawa disusul dengan didirikannya bakufu Edo pada tahun 1603.79
II.7. Sejarah Dominasi Kelas Samurai terhadap Politik Jepang Sistem pemerintahan pada masa keturunan Fujiwara-no-Yoshifa sebagai mangkubumi bertahan selama kurang lebih satu abad. Pada masa pemerintahan ini, kemakmuran negara tidak diperhatikan dan hanya mengutamakan kemakmuran keluarga Fujiwara sendiri. Istana hanya dijadikan sebagai tempat untuk upacara-upacara tradisional. Gubernur di setiap provinsi hanya memperhatikan keuntungan pribadi dan menumpuk kekayaan sehingga banyak perampokan terjadi di masa itu. Akibat banyaknya orang yang tidak mentaati peraturan, pemilik-pemilik shoen memberikan senjata kepada anggota keluarga serta para pengikutnya dan mengajarkan mereka cara berperang. Dengan adanya keadaan inilah timbul kaum samurai sebagai kelas baru. Kaum samurai banyak diundang oleh para bangsawan untuk menjadikan mereka pengawal pribadi. Pada abad ke-11 masa pemberontakan Taira-no-Masakado dan Fujiwara-no-Sumitomo, kekuasaan samurai di provinsi mulai kelihatan. Pemberontakan Masakado terjadi karena adanya pertikaian antara kaum samurai sendiri, sedangkan pemberontakan Fujiwara-no-Sumitomo ini 79 Ikki Oyamada, Loc.Cit.
42
Universitas Sumatera Utara
terjadi karena adanya pengintaian kapal-kapal di Laut Pedalaman oleh pemimpinnya untuk merampok milik pribadi dan negara yang pada akhirnya mampu menguasai pusat pemerintahan di Kyushu. Walaupun kedua pemberontakan ini mengakibatkan goncangan yang cukup hebat, tetapi pemerintahan para mangkubumi tetap bertahan dan berkembang. Fujiwara-no-Michinaga yang berkuasa pada masa itu menyerahkan keempat anak perempuannya kepada empat kaisar sebagai selir dan tiga anak yang dilahirkan secara berturut menjadi kaisar secara bergantian. Masa pemerintahan oleh mangkubumi sangat bergantung pada hubungan keluarga dengan kaisar yang berkuasa. Sejak masa Kaisar Gosanjo yang telah bebas dengan hubungan itu, sistem ini menjadi mulai hilang. Kaisar Shirakawa, putra Kaisar Gosanjo, tetap melanjutkan kekuasaan tanpa takut menghadapi gangguan dari sessho ataupun kampaku. Dan pada akhir kekuasaannya, ia tetap mengendalikan pemerintahan di balik layar selama masa jabatan tiga kaisar selanjutnya. Tempat tinggal untuk kaisar yang mengambil sumpah agama Buddha disebut dengan in, sedangkan bentuk pemerintahan kaisar yang telah masuk ke biara disebut dengan insei. Insei melibatkan sistem dari pihak ayah (bukan seperti sistem sessho dan kampaku yang dari pihak ibu) dan ini dianggap sesuai dan mampu untuk memulihkan bagi kaum bangsawan atas hak keluarga kaisar untuk memerintah. Tetapi pada kenyataannya, praktek insei tidak berjalan dengan yang seharusnya. Pemerintahan biara malah sangat berpegang pada Agama Buddha dan masa kekuasaannya penuh dengan keangkuhan serta hanya memperhatikan pembangunan kuil dan patung Buddha yang dianggap pemborosan uang. Di provinsi, para samurai mengumpulkan kekuatan dan menetap di ibukota untuk menjalin hubungan dengan kaum bangsawan. Pada saat itu, keluarga samurai yang terkuat adalah keluarga Minamoto dan Taira yang masih memiliki hubungan dengan keluarga kekaisaran. Setiap keluarga samurai ini memiliki sejarahnya masing-masing. Kaum Minamoto pernah menumpas pemberontakan di Timur Laut, sedangkan kaum Taira memiliki pengaruh di provinsi barat dan menjadi gubernur. Pada saat yang bersamaan, biara-biara besar membentuk pasukan militer dan pasukan rahib sebagai salah satu bentuk usaha mereka untuk menekan istana agar memenuhi kebutuhan yang mereka inginkan. Istana sendiri mengharapkan bantuan dari Taira dan Minamoto untuk melawan para kekuatan militer biara. Pertama kali kaum samurai digunakan dalam peperangan antara kaum bangsawan ialah perang saudara Hogen. Adanya pertarungan antara kaisar yang telah masuk biara dengan kaisar yang sedang memerintah serta perselisihan di dalam keluarga Fujiwara mengakibatkan 43
Universitas Sumatera Utara
terlibatnya keluarga Minamoto dan Taira dengan pihak yang berlawanan. Hal ini membuat runtuhnya kekuasaan Kaisar Sutoku yang telah masuk biara dan kekalahan yang dialami oleh Minamoto. Dari sepanjang sejarah di atas yaitu muculnya cikal bakal kepemimpinan-kepemimpinan provinsi oleh samurai melahirkan perpecahan hingga persatuan di negara Jepang. Pada era Sengoku, para gubernur atau daimyo melakukan ekspansi kekuasaan di wilayah masing-masing hingga lahirnya kekuatan-kekuatan otonomi daerah. Dan hal inilah yang menjadi pemicu perpecahan antar daerah-daerah dan peperangan yang berlangsung secara terus-menerus. Namun, dari hasil perpecahan dan peperangan di atas terdapat segi positif yang menjadi landasan gerakan pemersatuan negara. Samurai pertama yang melakukan cita-cita ini adalah Oda Nobunaga, seorang shogun dari provinsi Owari. Dari apa yang direncanakan Oda Nobunaga, ia telah mempersatukan daerah antar distrik yaitu Tokai dan distrik Kinai. Cara-cara yang dilakukannya ialah cara-cara konservatif seperti pembakaran biara besar di Gunung Hiei yang menjadi lambang orde lama dan bahkan segi negatif dari tindakannya adalah penggunaan senjata api. Di sisi lain, ia melakukan survey atas hak tanah, membagi hak tanah pertanian juga jumlah produksi pertanian, menetapkan sistem pajak, dan menentukan langsung orang-orang yang akan bertanggungjawab dalam pengolahan tanah. Ia juga menghancurkan dinding pemisah di antara provinsi guna memperbaiki hubungan antar daerah dan diberlakukannya sistem perdagangan bebas. Dalam mewujudkan cita-cita pemersatuan juga berjalan seiring peperangan antar shogun dalam keinginan mendominasi kekuasaan sampai pada akhirnya Akechi Mitsuhide menyerang dan membunuh dengan menembaki Oda Nobunaga beserta para pengikutnya. Selanjutnya, pasca kematian Oda Nobunaga mimpi pemersatu Jepang diteruskan oleh Toyotomi Hideyoshi. Ia adalah seorang samurai yang mengabdi pada Nobunaga dan berasal dari rakyat biasa, namun menjadi penguasa di Nagahama. Hal yang pertama dilakukannya adalah membalaskan dendam kepada musuh politik Oda Nobunaga yaitu Akechi Mitsuhide dan menghabiskan jenderal-jenderal Nobunaga serta pada daimyo di Shikoku, Kyushu, Kanto, dan wilayah-wilayah lainnya. Maka dengan ini, ia mempersatukan seluruh daerah dengan sistem kepemimpinan terpusat pada tahun 1590 hingga akhirnya Hideyoshi memangku jabatan sebagai kampaku, yang dulunya adalah milik keluarga Fujiwara secara turun-temurun. Dalam bidang sosial kemasyarakatan, Hideyoshi melucuti senjata-senjata yang dimiliki oleh para petani dan rahib agar terwujud perbedaan antara militer dengan masyarakat biasa, 44
Universitas Sumatera Utara
seperti rahib dan petani tadinya. Dalam bidang ekonomi, Hideyoshi mengambil alih langsung tambang emas dan perak untuk mencetak mata uang Jepang yang pertama kalinya dalam sejarah. Pada zaman Hideyoshi inilah para daimyo bangsawan sudah menciptakan kebudayaan yang dekat dengan kehidupan sehari-hari dan bersifat terbuka. Di zaman ini juga, sistem kebudayaan dalam kesenian berkembang dengan pesat yang ditandai dengan arsitektur istana, memberi hiasan pada pintu dan dinding rumah dalam lukisan dekoratif. Pada zaman ini jugalah budaya minum teh berkembang hingga akhirnya menjadi kesenian dan cara hidup bangsa Jepang. Keshogunan Tokugawa atau Keshogunan Edo (Edo bakufu) adalah pemerintahan diktator militer feodalisme di Jepang yang didirikan oleh Tokugawa Ieyasu dan secara turun-temurun dipimpin oleh shogun keluarga Tokugawa. Keshogunan ini merupakan pemerintahan diktator militer ketiga dan terakhir di Jepang setelah Keshogunan Kamakura dan Keshogunan Muromachi. Keshogunan Tokugawa dimulai pada tanggal 24 Maret 1603 dengan pengangkatan Tokugawa Ieyasu sebagai Sei-i Taishogun dan berakhir ketika Tokugawa Yoshinobu mengembalikan kekuasaan ke tangan kaisar (Taisei Hokan) pada 9 November 1867. Pemerintahan keshogunan Tokugawa selama 264 tahun disebut sebagai Zaman Edo atau Zaman Tokugawa. Periode terakhir Keshogunan Tokugawa yang diwarnai dengan maraknya gerakan untuk menggulingkan keshogunan Tokugawa dikenal dengan sebutan Bakumatsu. Di masa Keshogunan Tokugawa, rakyat Jepang dibagi-bagi menurut sistem kelas berdasarkan pembagian kelas yang diciptakan Toyotomi Hideyoshi. Kelas samurai berada di hirarki paling atas, diikuti petani, pengrajin dan pedagang. Pemberontakan sering terjadi akibat pembagian sistem kelas yang kaku dan tidak memungkinkan orang untuk berpindah kelas.
45
Universitas Sumatera Utara