BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengendalian Intern Pengendalian intern merupakan salah satu alat bagi manajemen untuk menjamin tercapainya tujuan dan memastikan bahwa kegiatan perusahaan telah sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ada sehingga operasi perusahaan dapat berjalan dengan lancar, aktiva perusahaan dapat terjamin keamananya dan ceroboh, kecurangan serta penyelewengan dapat dicegah. Agar pengendalian intern dapat berjalan dengan baik, maka harus meliputi prosedur yang menemukan atau member isyarat bahwa pengendalian intern bisa dilakasanakan. Prosedur ini harus dijalankan oleh orang-orang yang bebas dari pertanggung jawabaan atas transaksi-transaksi atau harta milik perusahaan yang dipercaya kepadanya.
2.1.1 Pengertian Pengendalian Setiap perusahaan mempunyai perencanaan yang ditetapkan bersama. Suatu pengendalian diperlukan supaya dapat mengontrol dalam proses pencapaian perencanaan. Ketepatan pengantisipasian atas segala kegiatan perusahaan dapat memungkinkan perusahaan untuk memprediksi segala macam penyimpangan. Pengertian pengertian menurut Carter, William K. yang diterjemaahkan oleh Krista (2004:6) menyatakan bahwa: “Pengendalian adalah usaha sistematik manajemen untuk mencapai suatu tujuan. Aktivitas-aktivitas dimonitor terus menerus untuk memastikan bahwa hasilnya berada pada batasan yang diinginkan.” Sedangkan menurut Mulyadi (2002:89) menyatakan bahwa : “Aktivitas pengendalian adalah kebijakan prosedur yang dibuat oleh manajemen telah dilaksanakan.”
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengendalian adalah sejauh mana yang dilakukan oleh menejemen untuk mencapai suatu tujuan perusahaan agar dapat memastikan bahwa prosedur yang telah dibuat sudah dilaksanakan.
2.1.2 Pengertian Pengendalian Intern Pengendalian intern suatu perencanaan yang meliputi struktur organisasi dan semua metode dan alat-alat yang dikoordinasikan yang digunakan di dalam perusahaan dengan tujuan untuk menjaga keamanan harta milik perusahaan, memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi, mendorong efisiensi, dan membantu mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen yang telah ditetapakan. Definisi pengendalian intern akan menekan pada tujuan yang hendak dicapai dan bukan pada unsur-unsur yang membentuk sistem tetapi untuk mengamankan harta perusahaan. Menurut Carl S. Warren dkk
(2005:235) dalam bukunya yang berjudul
Pengantar Akuntansi, definisi Pengendalian intern yaitu: “Pengendalian Intern (Internal Control) adalah kebijakan dan prosedur yang
melindungi
aktiva
perusahaan
dari
kesalahan
penggunaan,
memastikan bahwa informasi usaha yang disajikan akurat dan meyakinkan bahwa hukum serta peraturan telah diikuti.”
Menurut Mulyadi (2001:163) dalam bukunya yang berjudul Sistem Akuntansi, definisi Pengendalian intern yaitu: “Sistem pengendalian intern meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran
yang
dikoordinasikan
untuk
menjaga
kekayaan
organisasi, mengecek ketelitian dan keandaan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.”
Sedangkan pengertian pengendalian intern menurut Arens, Alvin A. Dan James K. Loebbecke (2000:315) dalam bukunya Auditing An Intergreted Approach adalah sebagai berikut: “ Internal control is a process designed to provide reasonable insurance the achievement of management’s objectives in the following catagories :a) Reliability of financial reporting b) Effetiveness and efficiency of operations c) Compliance with applicable laws and regulation.” Maksud dari definisi tersebut bahwa pengendalian intern adalah suatu proses yang di rancang untuk memberikan keamanan yang memadai untuk mencapai tujuan manajemen dalam katagori berikut : a) keandalan laporan keuangan b) efektifitas dan efisiensi operasi c) kepatuhan terhadap hokum dan peraturan. Adapun pengertian pengendalian intern menurut Marshall B. Romney (2005:229) dalam bukunya yang berjudul Sistem Informasi Akuntansi adalah sebagai berikut: “Pengendalian intern (internal control) adalah rencana organisasi dan metode bisnis yang dipergunakan untuk menjaga aset, memberikan informasi yang akurat dan andal, mendorong dan memperbaiki efisiensi jalannya organisasi, serta mendorong kesesuaian dengan kebijakan yang telah ditetapkan.” Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengendalian intern adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lainnya dengan tujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang laporan keuangan sesuai dengan efektivitas dan efisiensi operasional pada peraturan yang berlaku.
2.1.3 Sifat-Sifat Pengendalian Intern Menurut William C. Boynton dkk (2003:187) dalam bukunya yang berjudul modern auditing menjabarkan bahwa sifat-sifat pengendalian interen adalah : 1. Memiliki tujuan (objective), setiap pengendalian memiliki suatu atau lebih tujuan organisasi sebagai suatu pengendalian mempunyai tujuan utama yaitu mengurangi resiko selecil apapun. 2. Adanya kegiatan pengendalian, yaitu berbagai kegiatan pengendalikan dilaksanakan untuk tercapai tujuan pengendalian intern.
3. Adanya lingkungan (environment) dan vatas (boundary), setiap pengendalian secara fisik memiliki batas (boundary) dan di sekitar batas adalah lingkungan (environment). Sedangkan menurut Carl S. Warren dkk
(2005:452) dalam bukunya yang
berjudul pengantar akuntansi menjelaskan bahwa pengendalian intern memiliki 2 (dua) sifat, diantaranya: 1. Preventive control, dirancang untuk mencegah kesalahan atau kekeliruan pencatatan. Preventive control akan ditetapkan untuk memberikan jaminan yang wajar bahwa sasaran bisnis akan di capai, termasuk pencegahan dari penggelapan pencatatan oleh karyawan. 2. Detective control, dituju untuk mendeteksi kesalahan atau kekeliruan yang terjadi. Detective control akan mengidentifikasi di mana letak kelemahannya dan memperbaiki efektivitas pengendalian tersebut.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa sifat pengendalian intern sebagai suatu system dirancang sedemikian rupa untuk menghindari adanya penyimpangan dari prosedur, tidak dipatuhinya kebijakan manajemen, mencegah dan mendeteksi terjadinya segala bentuk kecerobohan, kecurangan, melakukan kesalahan baik sengaja maupun tidak sengaja pada karyawan.
2.1.4 Tujuan Pengendalian Intern Suatu perusahaan akan berhasil dengan baik apabila dari setiap perusahaan itu telah direncanakan oleh semua anggota yang terlibat dalam suatu perusahaan baik tujuan maupun komponen-komponen yang mempengaruhi kegiatan tersebut. Tujuan Pengendalian Intern menurut definisi Mulyadi (2004:181)
dalam
bukunya yang berjudul Sistem Informasi Akuntansi adalah: “Pengendalian intern bertujuan untuk memberikan keyakinan memadai dalam pencapaian tiga golongan tujuan, yaitu keandalan informasi keuangan, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.” Sedangkan Tujuan Pengendalian intern menurut Carl S. Warren dkk ( 2005:236) dalam bukunya yang berjudul Pengamtar Akuntansi adalah:
“Tujuan pengendalian intern adalah untuk memberikan jaminan yang wajar bahwa (1) Aktiva dilindungi dan digunakan untuk pencapaian tujuan usaha, (2) Informasi bisnis akurat, (3). Karyawan mematuhi peraturan dan ketentuan.”
Penjelasan dari kutipan di atas adalah sebagai berikut: 1. Aktiva dilindungi dan digunakan untuk pencapaian tujuan usaha Pengendalian intern dapat melindungi aktiva dari pencurian, penggelapan, penyalahgunakan atau penempatan aktiva pada lokasi yang tidak tepat. Salah satu pelanggaran yang paling serius adalah penggelapan oleh karyawan. Penggelapan oleh karyawan (employee fraud) adalah tindakan yang disengaja untuk menipu majikan demi keuntungan pribadi, seperti penipuan pelaporan beban yang berlebihan. 2. Informasi bisnis akurat Informasi bisnis yang akurat diperlukan demi keberhasilan usaha. Penjagaan aktiva dan informasi yang akurat sering berjalan seiring, sebabnya adalah karena karyawan yang ingin menggelapkan aktiva juga perlu menutupi penipuan tersebut dengan menyesuaikan catatan akuntansi. 3. Karyawan mematuhi peraturan dan ketentuan. 4. Perusahaan harus mematuhi perundang-undangan dan peraturan yang berlaku serta standar pelaporan keuangan.
Jika dilihat dari uraian di atas mengungkapakan bahwa tujuan pengendalian interen merupakan faktor yang sangat penting dalam sebuah perusahaan, untuk menjamin dan meyakinkan keandalan laporan keuangan, aktiva yang dimiliki perusahaan sudah dilindungi dan digunakan untuk perusahaan, serta dipatuhinya peraturan serta hukum oleh para karyawan dan juga peningkatan efektivitas dan efisiensi operasi.
2.1.5 Fungsi Pengendalian Intern Pengendalian intern merupakan faktor yang sangat berfungsi bagi perusahaan, seperti yang dikemukakan Carl S. Warren dkk (2005:235) dalam bukunya yang berjudul Pengantar Akuntansi pengendalian intern berfungsi untuk: 1. Mengarahkan operasi mereka Pengendalian
intern
berfungsi
untuk
mengarahkan
aktiva
operasional
perusahaan sesuai dengan prosedur yang ada. 2. Melindungi aktiva Pengendalian intern dapat melindungi aktiva perusahaaan dari pencurian, penggelapan, dan penyalahgunaan dari tangan-tangan jahil karyawannya. 3. Mencegah penyalahgunaan sistem mereka Dengan prosedur-prosedur yang ditetapkan perusahaan dapat mencegah kecurangan karyawan. Sedangkan menurut James A. Hall (2007:182) dalam bukunya yang berjudul Sistem Informasi Akuntansi sebagai berikut: “Sebagai pelindungan yang melindungi aktiva perusahaan dari banyaknya peristiwa yang tidak diinginkan yang menyerang perusahaan. Ini semua meliputi usaha untuk akses secara tidak sah ke aktiva perusahaan, penipuan yang dilakukan oleh orang dalam dan luar perusahaan, kesalahan karena karyawan tidak komputen, program komputer salah data input yang rusak, dan lain sebagainya.” Berdasarkan kedua pendapat pakar di atas dapat disimpulkan bahwa pengendalian internal berfungsi untuk melindungi seluruh asset perusahaan dari kesalahan atau kecurangan dari orang dalam maupun luar baik disengaja ataupun tidak di sengaja
2.1.6 Unsur-Unsur Pengendalian Intern Pengendalian internal terdiri atas beberapa unsur-unsur, namun hendaknya tetap diingat bahwa unsure-unsur tersebut saling berhubungan dalam suatu sistem. Unsur Pengendalian Intern menurut Mulyadi (2001:164) dalam buku yang berjudul Sistem Akuntansi, yaitu:
1. Struktur organisai yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas. Struktur organisasi merupakan kerangka (framework) pembagian tanggung jawab
fungsional
kepada
unit-unit
organisasi
yang
dibentuk
untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan pihak perusahaan. 2. Sistem
wewenang
dan
prosedur
pencatatan
yang
memberikan
perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya. Dalam organisasi, setiap transaksi hanya terjadi atas dasar otoritas dari pejabat yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut. Oleh karena itu, dalam organisasi harus dibuat sistem yang mengatur pembagian wewenang atau otoritas atas terlaksananya setiap transaksi. 3. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi. Pembagian tanggung jawab fungsional, sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang telah ditetapkan tidak akan terlaksana dengan baik jika
tidak
diciptakan
dalam
cara-cara
untuk
menjamin
praktik
yang
sehat
pelaksanaannya. 4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya. Bagaimanapun baiknya struktur organisasin sistem organisasi dan prosedur pencatatan, serta berbagai cara yang diciptakan untuk mendorong praktik yang sehat, semuanya sangat tergantung pada manusia yang
melaksanakannya.
Sedangkan unsur pengendalian intern menurut Carl S. Warren dkk (2005:237242) dalam bukunya yang berjudul Pengantar Akuntansi, sebagai berikut: 1. Lingkungan pengendalian, Lingkungan pengendalian suatu perusahaan mencangkup seluruh sikap manajemen dan karyawan mengenai pentingnya pengendalian. 2. Penilaian resiko, semua organisasi menghadapi resiko. Manajemen harus memperhitungkan
risiko
ini
dan
mengambil
langkah
penting
untuk
mengendalikananya sehingga tujuan dari pengendalian internal dapat tercapai.
Setelah
resiko
memperkirakan
diidentifikasi, besarnya
maka
pengaruh
dapat dari
dilakukan
resiko
tersebut
analisis
untuk
serta
tingkat
kemungkinan terjadinya, dan untuk menemukan tindakan-tindakan yang akan meminimumkannya. 3. Prosedur pengendalian, Prosedur pengendalian ditetapkan untuk memberikan jaminan yang wajar bahwa sasaran bisnis akan dicapai, termasuk pencegahan penggelapan. 4. Pemantauan (Monitoring), Pemantauan terhadap sistem pengendalian internal akan mengidentifikasi di mana letak kelemahannya dan memperbaiki efektivitas pengendalian tersebut. Sistem pengendalian internal dapat dipantau secara rutin atau melalui evaliasi khusus. Pemantauan rutin bisa dilakukan dengan mengamati perilaku karyawan dan tanda-tanda peringatan dari sistem akuntansi tersebut. 5. Informasi dan komunikasi, Informasi dan komunikasi merupakan unsur penting
dari
pengendalian
internal.
Informasi
mengenai
lingkungan
pengendalian, penilaian resiko, prosedur pengendalian, dan pemantauaan diperlukan oleh manajemen untuk mengarahkan operasi dan memastikan terpenuhinya tuntutan-tuntutan pelaporan serta peraturan yang berlaku.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sistem pengendalian intern yang memadai bagi perusahaan mempunyai persyaratan yang berbeda-beda, tergantung dari sifat serta keadaan masing-masing perusahaan. Dalam artian tidak ada sistem pengendalian intern yang bersifat universal yang dipakai oleh seluruh perusahaan.
2.1.7 Komponen-Komponen Pengendalian Intern Komponen pengendalian intern menurut Marshall B. Romney (2004:231-236) dalam buku yang berjudul Accounting information Systens, Pengendalian intern terdiri dari lima komponen yang saling berhubungan yaitu: A. Lingkungan Pengendalian. Inti dari bisnis apapun adalah orang-orang ciri perorangan, termasuk integritas, nilai-nilai etika, dan kompetensi serta lingkungan tempat beroperasi. Mereka adalah
mesin yang mengemudikan organisasi dan dasar
tempat segala hal terletak.
Lingkungan pengendalian terdiri dari faktor-faktor berikut: 1. Komitmen Atas Integritas Dan Nilai-nilai Etika. Merupakan hal yang penting bagi pihak manajemen untuk menciptakan struktur organisasional yang menekankan pada integritas sebagai prinsip dasar beroperasi, dengan cara secara aktif mengajarkan dan mempraktikannya. 2. Filosofi Pihak Manajemen Dan Gaya Beroperasi. Semakin bertanggung jawab filosofi pihak manajemen dan gaya beroperasi mereka, semakin besar kemungkinannya para pegawai akan berperilaku secara bertanggung jawab dalam mencapai tujuan organisasi. Apabila pihak manajemen menunjukan sedikit perhatian atas pengendalian informasi maka pegawai akan menjadi kurang rajin dan efektif dalam mencapai tujuan pengendalian tertentu. 3. Struktur Organisasional. Struktur Organisasional perusahaan menetapkan garis otoritas dan tanggung jawab, serta menyediakan kerangka umum untuk perencanaan, pengarahan, dan pengendalian operasinya. Aspek-aspek penting struktur organisasi tersebut sentralisasi atau desentralisasi otoritas, penetapan tanggung jawab untuk tugastugas tertentu, cara alokasi tanggung jawab mempengaruhi permintaan informasi pihak manajemen, dan organisasi fungsi sistem informasi dan akuntansi. 4. Badan Audit Dewan Komisaris (Board Of Director). Seluruh perusahaan yang terdaftar di New York Stock Exchange harus memiliki komiti audit (Audit Committee) yang secara keseluruhan terdiri dari para komisaris (Non-Pegawai) dari luar perusahaan. Komite audit bertanggung jawab untuk pengawasi struktur pengendalian internal perusahaan, proses pelaporan keuangannya, dan kepatuhannya terhadap hukum, peraturn, dan standar yang terkait. Komite tersebut bekerja dekat dengan auditor eksernal dan internal perusahaan.
5. Metode Untuk Memberikan Otoritas Dan Tanggung jawab. Pihak manajemen harus memberikan tanggung jawab untuk tujuan bisnis tertentu ke departemen dan individu yang terkait, serta kemudian memnbuat mereka bertanggung jawab untuk mencapai tujuan tersebut. Otoritas dan tanggung jawab dapat diberikan melalui deksripsi pekerjaan secara formal, pelatihan pegawai, dan rencana operasional, jadwal, dan anggaran. 6. Kebijakan Dan Praktik-pratik Dalam Sumber Daya Manusia. Kebijakan
dan
praktik-pratik
mengenai
pengontrakkan,
pelatihan,
pengevaluasian, pemberian kompensasi, dan promosi pegawai mempengaruhi kemampuan organisasi untuk meminimalkan ancaman, resiko, dan pinjaman. Para pegawai harus dipekerjakan dan dipromosikan berdasarkan seberapa baik mereka memenuhi persyaratan pekerjaan mereka. 7. Pengaruh-pengaruh Eksternal. Pengaruh-pengaruh eksternal yang mempengaruhi lingkungan pengendalian adalah termasuk persyaratan yang dibebankan oleh bursa efek, oleh Finansial Accounting Standards Board (FASB), dan oleh
Securities and Exchange
Commission (SEC). Termasuk dalam pengaruh eksternal juga persyaratan peraturan lembaga, seperti bank, sarana umum (Utility), dan perusahaan asuransi. B. Aktivitas Pengadaan. Kebijakan dan prosedur pengendalian harus dibuat dan dilaksanaakan untuk membantu memastikan bahwa tindakan yang diidentifikasi oleh pihak manajemen untuk mengatasi risiko pencapaian tujuan organisasi, secara efektif dijalankan. C.
Penilaian Risiko. Organisasi harus sadar akan dan berurusan dengan resiko yang dihadapinya.
Organisasi harus menempatkan tujuan, yang terintegrasi dengan penjualan, produksi, pemasaran, keuangan, dan kegiatan lainnya, agar organisasi beroperasi secara harmonis. Organisasi juga harus membuat mekanisme untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengelola resiko yang terkait.
D.
Informasi Dan Komunikasi. Di sekitar aktivitas pengendalian terdapat sistem informasi dan komunikasi.
Mereka memungkinkan orang-orang dalam organisasi untuk mendapat dan bertukar informasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan, mengelola, dan mengendalikan operasinya. E.
Pengawasan. Seluruh proses harus diawasi, dan perubahan dilakukan sesuai dengan
kebutuhan. Melalui cara ini, sistem dapat beraksi secara dinamis, berubah sesuai tuntutan keadaan.
2.1.8 Lingkup Pengendalian Intern Menurut Hiro Tugiman (2004:16) dalam bukunya yang berjudul Pandangan Baru Internal Auditing , menjelaskan bahwa lingkup pengendalian intern sebagai berikut: 1. Cukup tidaknya pengendalian intern. Hal ini dimaksudkan bahwa pengendalian intern harus mencakup seluruh aspek yang ada dalam perusahaan. 2. Kualitas pelaksanaan dalam menjalankan tanggung jawab yang diberikan. Penilaian pengendalian intern mengacu pada kualitas kinerja pada karyawannya. 3. Reliabilitas dan Integritas Informasi Keuangan dan Operasional, yaitu untuk membantu para anggota organisasi agar dapat menyelesaikan tanggung jawabnya secara efektif: untuk tujuan tersebut, pengawasan internal menyediakan bagi mereka berbagai analisis, penilaian, rekomendasi, nasihat, dan informasi sehubungan dengan aktivitas yang diperiksa; 4. Kesesuaian
dengan
kebijaksanaan,
rencana,
prosedur,
hukum,
dan
pengaturan. Pengendalian intern harus sesuai dengan kebijaksanaan, rencana, prosedur, hukum, dan peraturan yang ada. 5.
Verifikasi dan perlindungan harta. Pengendalian intern dapat melindungi harta perusahaan dan mengelompokan harta perusahaan sesuai dengan jenisnya.
6.
Keekonomisan dan efisiensi dalam penggunaan berbagai sumber daya. Seluruh kegiatan operasional perusahaan harus menggunakan berbagai sumber daya sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Berdasarkan penjelasan yang diuraikan tersebut serta apa yang dicantumkan
dalam pernyataannya, terlihat jelas bahwa manajemen menginginkan adanya pengawasan internal yang luas dan fleksibel, yang sejalan dengan kebutuhan dan harapan manajemen.
2.2 Persediaan Setiap perusahaan, baik itu perusahaan perdagangan ataupun perusahaan pabrik serta perusahaan jasa mengadakan persediaan Tanpa adanya persediaan, para pengusahaa akan dihadapi pada resiko bahwa perusahaannya pada suatu waktu tidak dapat memenuhi keinginan pelanggan yang memerlukan atau meminta barang atau jasa. 2.2.1 Pengertian Persediaan Persediaan merupakan harta milik perusahaan yang cukup besar atau bahkan terbesar jika dibandingkan dengan harta lancar lainnya, dan persediaan juga merupakan elemen yang paling banyak menggunakan sumber keuangan perusahaan yang perlu disediakan agar perusahaan dapat beroperasi secara layak sebagai mana mestinya. Menurut Carl S. Warren dkk (2005:452) dalam bukunya yang berjudul pengantar Akuntansi menjelaskan: “Persediaan (inventory) digunakan untuk mengindikasikan (1) barang dagang disimpan untuk kemudian dijual dalam operasi bisnis perusahaan, dan (2) bahan yang digunakan dalam proses produksi atau yang disimpulkan untuk tujuan itu.” Sedangkan pengertian persediaan menurut Mulyadi (2001-553) dalam bukunya yang berjudul Sistem Akuntansi disebut bahwa: “Dalam perusahaan dagang, persediaan hanya terjadi dari satu golongan, yaitu persediaan barang dagangan, yang merupakan barang yang dibeli untuk tujuan kembali.” Menurut PSAK No. 14 tentang persediaan (IAI,2008), Persediaan adalah aktiva: 1. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal. 2. Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan.
3. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa. Menutut Kieso (2005:364) dalam bukunya Akuntansi Intermediate adalah: “ Inventory are asset items held for sale in the ordinary course of business or goods that will be used or consumed in the production of goods to be sold.” Maksud dari definisi tersebut bahwa persediaan adalah barang aset yang dimiliki untuk dijual dalam kegiatan usaha atau barang yang akan digunakan atau dikonsumsi dalam produksi barang yang akan dijual.
Dari keempat pengertian persediaan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa persediaan merupakan suatu aktiva yang terus menerus mengalami perubahan dan akan dijual dalam kegiatan operasi normal suatu perusahaan atau barang yang dibeli oleh perusahaan dalam baik dalam jumlah besar maupun kecil yang bertujuan untuk dijual kembali atas dasar mendapatkan keuntungan dari penjualan persediaan tersebut.
2.2.2 Metode Perhitungan Persediaan Menurut Horngren dkk (2000:458-461) dalam bukunya yang berjudul Akuntansi Di Indonesia, ada 4 (empat) metode perhitungan persediaan: 1. Metode Harga Pokok Spesifik (Specific Identification) Metode ini dipakai untuk persediaan yang dapat diidentifikasikan secara individu. Metode Harga Pokok Spesifik disebut juga metode identifikasi spesifik. Metode ini biasanya tidak praktis jika dipakai untuk menilai persediaan yang mempunyai karakter yang relatif sama seperti sabun, cat, padi, dan lain-lain. 2. Metode Rata-rata Tertimbang (Average Cost) Metode rata-rata tertimbang sering juga disebut metode rata-rata. Metode ini didasarkan pada rata-rata tertimbang dari harga pokok persediaan pada periode tertentu. Biaya persediaan didapat dengan membagi harga pokok barang yang dapat dijual (harga pokok persediaan awal ditambah pembelian) dengan jumlah unit yang tersedia untuk dijual.
3. Metode Masuk Pertama, Keluar Pertama (First-in, First-out/FIFO) Dalam metode MPKP, perusahaan harus mempunyai catatan mengenai
kapan
dan dengan harga berapa pembelian tersebut dilakukan. Biaya per unit
yang
digunakan untuk menghitung biaya persediaan bisa berbeda dengan yang digunakan untuk menghitung harga pokok penjualan. Dalam metode MPKP, harga beli dari barang yang pertama kali masuk dalam persediaan akan menjadi biaya yang pertama kali dibebankan pada harga pokok penjualan. Biaya persediaan akhir didasarkan pada harga pembelian barang yang paling akhir. 4. Metode Masuk Terakhir, Keluar Pertama (Last-in, First-out/LIFO) Metode MTKP merupakan kebalikan dari metode MPKP. Dalam metode MTKP, biaya persediaan yang paling akhir yang akan terlebih dahulu dibebankan sebagai
harga pokok penjualan. Dengan demikian biaya
persediaan akhir terdiri dari harga beli dari barang-barang yang lama yang biasanya merupakan harga pokok persediaan awal. 2.2.3 Metode Pencatatan Persediaan Dalam sebuah perusahaan, persediaan akan mempengaruhi neraca maupun laporan laba rugi. Dalam neraca perusahaan, persediaan pada umumnya merupakan nilai yang paling signifikan dalam aset lancar. Dalam laporan laba rugi, persediaan bersifat penting dalam menentukan hasil operasi perusahaan dalam periode tertentu dapat juga mempengaruhi tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan. Menurut Mulyadi (2001:556) dalam buku yang berjudul Sistem Akuntansi, ada 2 (dua) macam metode pencatatan persediaan, yaitu: 1. Metode Sistem Penilaiaan Secara Periodik (Physical Inventory Method) Hanya tambahan persediaan dari pembelian saja yang dicatat, sedangkan mutasi berkurangnya persediaan karena pemakaian tidak dicatat dalam kartu persediaan. Dalam system periodic, perusahaan tidak selalu mencatat
mutasi
yang
terjadi
pada
perusahaan yang dimilikinya. Jumlah persediaan tersebut akan dikalikan dengan unit biaya untuk mendapatkan harga pokok persediaan di akhir periode. Angka inilah yang akan masuk ke dalam neraca. Angka ini juga digunakan untuk menghitung harga pokok penjualan. Sistem periodik disebut juga sistem fisik pada setiap akhir periode. Sistem
ini biasanya digunakan untuk mencatat persediaan yang nilainya tidak tinggi, karena di segi biaya mungkin tidak begitu menguntungkan untuk mempunyai
catatan untuk
setiap mutasi dari barang yang rendah nilainya. 2. Metode Sistem Penilaian Secara Perpetual (Perpetual Inventory Method) Merupakan sistem mutasi persediaan yang dicatat dalam kartu persediaan. Maksudnya, persediaan akan selalu menunjukan nilai persediaan pada setiap saat. Pencatatan secara perpetual berguna untuk menyediakan laporan keuangan bulanan, kuartalan, atau laporan intern dalam perusahaan dapat langsung menentukan jumlah dan harga pokok persediaan yang dimilikinya tanpa harus menghitung persediaan fisik
terlebih
dahulu.
2.3 Perangko Perangko merupakan benda Pos yang dikeluarkan dan diterbitkan oleh PT. Pos Indonesia (persero), terbuat dari secarik kertas berperekat dan memiliki nominal tertentu yang berfungsi sebagai bukti telah melakukan pembayaran untuk jasa layanan Pos, seperti halnya mengirimkan surat secara tercatat kepada seseorang atau intansi yang dituju baik di Dalam maupun Luar Negeri. 2.3.1 Pengertian Perangko Pengertian perangko berdasarkan KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI
Nomor: 81/DIRJEN/2000 Pasal (1) Tentang
Ketentuan Penerbitan Perangko Dan Benda Filateli: “Perangko adalah benda berharga yang proses pencetakannya diperlukan sebagai dokumen sekuriti yang fungsi utamanya sebagai tanda pelunasan porto dan bea jasa pos dan giro.” Sedangkan pengertian perangko menurut Kamus Istilah Filateli
(2007:45)
yaitu : “Perangko merupakan bukti pelunasan biaya pengeposan, biasanya berupa secarik kertas bergambar, memuat nama negara-negara yang menerbitkan, nilai nominal tertentu dan tahun penerbitannya.” Dari kedua pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perangko merupakan benda berharga milik pemerintah yang terbuat dari secarik kertas
bergambar, memiliki nilai nominal tertentu yang berfungsi sebagai tanda pelunasan porto dan bea jasa pos dan giro.
2.3.2 Jenis-jenis Perangko Jenis-jenis perangko berdasarkan Buku Filateli PT. POS Indonesia (2009:12) yaitu: 1. Perangko definitif 2. Perangko Non Definitif, terdiri dari : a. Perangko Peringatan b. Perangko Istimewa c. Perangko Amal 3. Perangko Prisma Adapun penjelasan mengenai jenis-jenis perangko diatas adalah sebagai berikut: 1. Perangko Definitif atau perangko biasa adalah perangko yang penerbitannya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pemrangkoan sehari-hari dan tidak ada kaitannya dengan suatu kejadian atau peristiwa. Tergantung kepada keputusannya, perangko-perangko definitif ini terdiri dari beberapa pecahan harga mulai dari harga nominal rendah sampai yang harga nominal tinggi. Perangko Non Definitif, terdiri dari : 1. Perangko Peringatan adalah perangko yang penerbitannya dikaitkan dengan suatu kejadian atau peristiwa dan dimaksudkan untuk memperingati kejadian atau peristiwa baik yang bersifat nasional maupun internasional. 2. Perangko Istimewa adalah perangko yang penerbitannya dimaksudkan untuk menarik prhatian
masyarakat baik di dalam maupun luar negeri mengenai
kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah dalam berbagai bidang , baik yang bersifat nasional maupun internasional. 3. Perangko Amal adalah perangko yang penerbitannya dimaksudkan untuk menghimpun dana bagi kepentingan amal dan dijual dengan harga tambahan. Pendapatan dari hasil penjualan perangko ini setelah dikurangi dengan harga perangko, ongkos pembuatan dan ongkos lainnya kemudian disumbangkan kepada suatu badan amal yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
4. Perangko Prisma (Identitas Milik Anda) adalah nama versi Indonesia untuk personalised stamp, setiap orang atau institusi dapat menampilkan wajah atau identitas lainnya di atas perangko.
2.4 Pengendalian Intern Persediaan Dalam suatu perusahaan sangat diperlukan karena dapat menentukan kemajuan suatu perusahaan, tujuan dari pengendalian persediaan agar persediaan barang yang terdapat dalam suatu perusahaan tidak terlalu banyak sehingga menimbulkan keusangan dan tidak terlalu sedikit sehingga perusahaan tidak kehilangan penjualan atau laba yang didapatkan. Menurut La Midjan dan Azhar Susanto (2000:156) mengungkapkan bahwa: “Pengendalian persediaan adalah semua metode dan tindakan yang digunakan untuk mengamankan persediaan sejak dari kedatangan, menerima, menyimpan dan mengeluarkannya. Baik fisik maupun kualitas dan pencapaiannya terutama penentuan dan pengaturan jumlah persediaan”. Pengendalian persediaan yang diselenggarakan dalam suatu perusahaan, tentunya diusahakan untuk dapat menunjang kegiatan-kegiatan yang ada dalam perusahaan yang bersangkutan. Keterpaduan dari seluruh pelaksanaan kegiatan yang ada dalam perusahaan akan menunjang terciptanya sistem pengendalian persediaan yang baik dalam suatu perusahaan. Pengendalian persediaan merupakan fungsi manajerial yang sangat penting bagi perusahaan, karena persediaan fisik pada perusahaan akan melibatakan investasi yang sangat besar pada pos aktiva lancar. Pelaksanaan fungsi ini akan berhubungan dengan seluruh bagian yang bertujuan agar usaha penjualan dapat intensif serta produksi dan penggunaan sumber daya dapat maksimal.