BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengendalian Intern Dengan semakin berkembangnya suatu perusahaan menjadi organisasi yang sangat luas, akan semakin berkurangnya jangkauan kerja dari pimpinan perusahaan untuk mengendalikan segala sesuatu yang terjadi dalam perusahaan, sehingga diperlukan tenaga pelaksana untuk menjalankan dan membantu jalannya perusahaan, keadaan tersebut memaksa pimpinan perusahaan untuk melimpahkan sebagian wewenangnya kepada bawahannya. Munculnya pendelegasian wewenang menyebabkan pimpinan perusahaan tidak secara langsung mengendalikan perusahaannya meskipun wewenang dapat dilimpahkan kepada bawahan tetapi tanggung jawab ada ditangan pimpinan perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan membutuhkan pengendalian intern yang dapat menjaga keamanan harta milik perusahaan 2.1.1 Pengertian pengendalian intern Pengendalian
intern
merupakan
suatu
pengaturan
dan
pengarahan
pelaksanaan pekerjaan yang digunakan sebagai alat manajemen agar tujuan yang telah ditetapkan tercapai secara efektif dan efisien. Dari apa yang dituturkan diatas, penulis menguraikan pengertian dari pengendalian intern menurut Sunarto (2003;138) dalam bukunya “Auditing” menerangkan bahwa : “Pengendalian intern ialah suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan komisaris, manajemen, personel satuan usaha lainnya, yang dirancang untuk mendapatkan keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan dalam hal-hal berikut : 1. Keandalan pelaporan keuangan 2. Kesesuaian dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku 3. Efektivitas dan efisiensi operasi.” 7
8
Sedangkan menurut Tata Sutabri (2004;32) dalam bukunya “Sistem Informasi Akuntansi” menjelaskan bahwa : “Pengendalian intern meliputi struktur organisasi dan semua cara serta alatalat yang dikoordinasikan dan digunakan dalam perusahaan dengan tujuan menjaga keamanan harta milik perusahaan, memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi, memajukan efisiensi didalam usaha dan membantu mendorong dipatuhinya kenijaksanaan manajemen yang telah ditetapkan lebih dahulu.” Tanggung jawab untuk menyusun suatu sistem pengendalian intern itu terletak pada manajemen, begitu juga halnya dengan kegiatan mengawasi sistem pengendalian intern. Dari definisi diatas menunjukkan bahwa suatu sistem pengendalian intern yang baik akan berguna untuk : a. menjaga keamanan harta milik perusahaan b. memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi c. memajukan efisiensi dalam operasi d. membantu menjaga agar tidak ada yang menyimpang dari kebijaksanaan manajemen yang telah ditetapkan lebih dahulu.
2.1.2 Tujuan pengendalian intern Tujuan pengendalian intern menurut Arens dan Loebbecke adalah : “Management typically has the following three concern, or board objectives, in designing on effective control system : 1. Reliability of financial reporting 2. effectiveness and efficiency of operations 3. compliance with applicable laws and regulations.” Ketiga tujuan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Keandalan pelaporan keuangan Agar manajemen dapat menyelenggarakan kegiatan operasinya, manajemen memerlukan informasi yang akurat oleh karena itu, dengan adanya pengendalian intern diharapkan dapat menyediakan data atau catatan yang
9
dapat dipercaya sehingga memungkinkan tersusunnya laporan keuangan yang dapat diandalkan. 2. Efektivitas dan efisiensi operasi Tujuan pengendalian intern adalah untuk menghindari tanggung jawab rangkap dan pemborosan, serta untuk mencegah penggunaan sumber daya yang tidak efisien. 3. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku Tujuan pengenalian intern adalah untuk memastikan bahwa segala peraturan dan hukum yang telah ditetapkan manajeman untuk mencapai tujuan perusahaan ditaati oleh karyawan perusahaan.
2.1.3 Unsur-unsur pengendalian intern Sunarto (2003;142) dalam bukunya “Auditing” mengemukakan 5 (lima) unsur pengendalian intern sebagai berikut : “1. lingkungan pengendalian. 2. perhitungan resiko 3. informasi dan komunikasi 4. aktivitas pengendalian 5. pemonitoran.” 1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment) Linkungan pengendalian berkenaan dengan tindakan-tindakan, kebijakankebijakan, dan prosedur-prosedur yang mereflesikan keseluruhan sikap manajemen, dewan komisaris, pemilik, dan pihak lainnya terhadap pentingnya pengendalian intern bagi entitas. Lingkungan pengendalian juga merupakan landasan bagi semua komponen pengendalian lainnya, dengan menciptakan disiplin dan struktur. Lingkungan pengendalian terdiri dari berbagai faktor, factor-faktor ini oleh AICPA (American Institute of Certified Public Accountings) diuraikan menjadi 7 (tujuh) faktor, yaitu :
10
a. Integritas dan nilai-nilai etika Nilai etika dan integritas merupakan dasar pengendalian yang dilakukan manajemen dalam mengaruhi dan mencegah tindakan penyelewengan oleh individu-individu dalam perusahaan. Integritas dan nilai etika akan mempengaruhi
efektivitas pengendalian
intern,
karena
integritas
menunjukkan sikap yang dimiliki karyawan meliputi kejujuran dan pertanggungjawaban terhadap suatu pekerjaan. b. Komitmen terhadap kompetensi Kompetensi adalah pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas-tugas. Komitmen terhadap kompetensi meliputi pertimbangan manajemen terhadap tingkat kompetensi dari pekerjaan tertentu dan bagaimana tingkatan tersebut berubah menjadi keterampilan dan pengetahuan yang disyaratkan. c. Dewan komisaris dan komite audit Komposisi dewan komisaris dan komite audit memiliki dampak yang besar
terhadap
lingkungan
pengendalian.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi efektivitas mereka meliputi independensi mereka dari manajemen yang berkaitan dengan proporsi anggota dewan yang berasal dari luar, pengalaman serta kedudukan mereka, ketajaman pengamatan atas aktivitas manajemen, ketepatan tindakan yang diambil, dan seberapa sulit pertanyaan yang diajukan kepada manajemen. Komite audit yang hanya beranggotakan dari luar akan memebrikan sumbangan yang besar bagi
perusahaan
perusahaan.
dalam
memenuhi
tujuan
pelaporan
keuangan
11
d. Falsafah manajemen dan gaya operasi Karakteristik
yang
membentuk
falsafah
manajemen
meliputi
:
pendekatan untuk mengambil dan memonitor resiko bisnis, kebiasan dan tindakan terhadap pelaporan keuangan, pemilihan prinsip akuntansi alternatif yang tersedia secara konservatif atau agresif, kehati-hatian dalam mengembangkan taksiran-taksiran akuntansi, kebiasaan dalam mengolah informasi fungsi akuntansi dan personalia. e. Struktur organisasi Struktur organisasi berpengaruh terhadap kemampuan perusahaan dalam memenuhi tujuannya, karena struktur organisasi memberikan kerangka menyeluruh untuk perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan, serta pemonitoran aktivitas perusahaan. Pengembangan struktur organisasi perusahaan menyangkut perumusan kewenangan dan tanggung jawab serta alur pelaporan. f. Perumusan kewenangan dan tangung jawab Hal ini menyangkut tentang bagaimana dan kepada siapa wewenang dan tanggung jawab diberikan. Adanya perumusan kewenangan dan tanggung jawab akan membuat setiap individu mengetahui : i. Bagaimana tindakannya berkaitan dengan pihak lain dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan ? ii. Untuk hal apa masing-masing individu harus bertanggung jawab ? g. Kebijakan dan praktik tentang sumber daya manusia Efektif tidaknya struktur pengendalian intern akan sangat tergantung kepada kebijakan dan praktik sumber daya manusia yang dianut, yang akan menentukan apakah personel perusahaan memiliki tingkat integritas yang diharapkan, nilai-nilai etika dan kompetensi.
12
2. Perhitungan Resiko (Risk Assessment) Penaksiran resiko untuk tujuan pelaporan keuangan adalah identifikasi, analisis, dan pengolahan risiko antitas yang berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan, sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima umum di Indonesia. Penaksiran risiko manajemen untuk tujuan pelaporan keuangan adalah penaksiran resiko yang terkandung dalam asersi tertentu dalam laporan keuangan dan desain serta implementasi aktivitas pengendalian yang ditujukan untuk mengurangi risiko tersebut pada tingkat minimum, dengan mempertimbangkan biaya dan manfaat. 3. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication) Sistem informasi yang berhubungan dengan tujuan pelaporan keuangan, yang mencakup akuntansi meliputi metode dan catatan yang digunakan untuk mengidentifikasi, menggabungkan, menganalisis, mencatat, dan melaporkan
transaksi
perusahaan
dan
menyelenggarakan
pertanggungjawaban atas laporan keuangan. Fokus utama sistem akuntansi adalah pada transaksi dan harus menghasilkan alur transaksi yang lengkap untuk setiap transaksi. Komunikasi menyangkut pemberian pemahaman yang jelas tentang peran dan tanggung jawab individu berkenaan dengan struktur pengendalian intern atas pelaporan keuangan. 4. Aktivitas pengendalian (Control Activities) Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang membantu meyakinkan bahwa perintah manajemen telah dijalankan. Kebijakan dan prosedur tersebut membantu meyakinkan bahwa tindakan yang diperlukan telah dijalankan untuk mencapai tujuan perusahaan.
13
5. Pemonitoran (monitoring) Pemonitoran adalah proses penilaian kualitas kinerja struktur pengendalian intern. Hal ini menyangkut penilaian tentang rancangan dan pelaksanaan operasi pengendalian oleh orang yang tepat untuk setiap periode waktu tertentu. Pemonitoran bisa terjadi atas aktivitas yang sedang berlangsung, dan bisa juga dilakukan dengan evaluasi akhir periode.
2.1.4 Keterbatasan Pengendalian Intern Pengendalian intern hanya dapat memberikan keyakinan memadai bagi manajemen dan dewan komisaris sehubungan dengan pencapaian tujuan perusahaan. Alasannya adalah karena keterbatasan bawahan pada setiap pengendalian intern, diantaranya : •
Kesalahan dalam pertimbangan Seringkali terjadi, manajemen melakukan pertimbangan yang kurang matang dalam mengambil keputusan bisnis, atau dalam melakukan tugas-tugas rutin karena kekurangan informasi, keterbatasan waktu atau penyebab lainnya.
•
Kemacetan Kemacetan pada pengendalian yang telah berjalan bisa terjadi karena petugas salah mengerti dengan instruksi atau melakukan kesalahan karena kecerobohan, kebingungan atau kelelahan.
•
Kolusi Kolusi yang dilakukan oleh seorang pegawai dengan pegawai lainnya, atau dengan pelanggan atau pemasok, bisa tidak terdeteksi oleh struktur pengendalian intern.
•
Pelanggaran oleh manajemen Manajemen bisa melakukan pelanggaran atas kebijakan atau prosedurprosedur untuk tujuan-tujuan tidak sah, seperti keuntungan pribadi, atau membuat laporan keuangan tampak baik.
14
•
Biaya dan Manfaat Biaya penyelenggaraan suatu struktur pengendalian intern seyogyanya tidak melebihi manfaat yang akan diperoleh dari penerapan pengendalian intrn tersebut.
2.2 Persediaan Klasifikasi dan pengukuran yang terpisah atas persediaan diperlukan karena peranannya sebagai salah satu harta yang paling penting bagi banyak perusahaan. Dan juga karena dasar penilaian persediaan secara material, dapat mempengaruhi baik perhitungan laba maupun neraca.
2.2.1 Pengertian Persediaan Persediaan menurut IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) (2007;PSAK.14) didefinisikan sebagai berikut: “Persediaan adalah asset: a. tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal; b. dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan;atau c. dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.” Menurut Stice, Stice, Skousen (2004;653), definisi persediaan adalah sebagai berikut : “Persediaan merupakan bagian yang paling aktif dalam operasi perusahaan, yang secara terus-menerus dibeli atau diproduksi dan dijual.” Sedangkan menurut Wareen Reeve Fees (2005;440) definisi persediaan adalah sebagai berikut : “Persediaan (Inventory) digunakan untuk mengindikasikan : 1. barang dagang yang disimpan untuk kemudian dijual dalam operasi bisnis perusahaan, dan 2. bahan yang digunakan dalam proses produksi atau yang disimpan untuk tujuan itu.”
15
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas maka dapat kesimpulan bahwa persediaan adalah aktiva atau barang-barang yang akan dibeli untuk kemudian dijual atau diproduksi kembali untuk dijadikan barang baru. Bagi perusahaan persediaan merupakan harta yang sangat penting, jika pos-pos yang tidak terjual atau terkumpul didalam persediaan, maka ada kemungkinan perusahaan akan mengalami kerugian. Selain itu persediaan merupakan unsur yang paling aktif dalam operasi perusahaan yang secara kontinyu diperoleh, diolah, dan kemudian dijual kembali, maka dapat dikatakan persediaan sangat penting artinya bagi perusahaan karena berfungsi menghubungkan antara operasi yang berurutan dengan pembuatan suatu barang.
2.2.2
Klasifikasi Persediaan Persediaan pada umumnya dapat dibagi atas beberapa jenis atau klasifikasi,
seperti yang diuraikan oleh R. Eko Indrajit dan R. Djokopanoto (2003;8), sekurang-kurangnya ada 6 (enam) klasifikasi utama, yaitu : 1. Bahan baku (raw materials) Bahan mentah yang belum diolah, yang akan diolah menjadi barang jadi, sebagai hasil utama dari perusahaan yang bersangkutan. 2. Barang setengah jadi (semi finished product) Hasil olahan bahan mentah sebelum menjadi barang jadi, yang sebagian akan diolah lebih lanjut menjadi barang jadi, dan sebagian kadang-kadang dijual seperti apa adanya untuk menjadi bahan baku perusahaan lain. 3. Barang jadi (Finished product) Barang yang sudah selesai diproduksi atau diolah, yang merupakan hasil utama perusahaan yang bersangkutan dan siap dipasarkan atau dijual. 4. Barang umum dan suku cadang (general materials and spare parts) Segala jenis barang atau suku cadang yang digunakan untuk operasi menjalankan perusahaan atau pabrik dan untuk memelihara peralatan yang digunakan. Sering kali barang persediaan jenis ini disebut juga barang
16
pemeliharaan, perbaikan, dan operasi, atau (MRO) materials (maintenance, repair, operation). 5. Barang untuk proyek (work in progress) Barang-barang yang ditumpuk menunggu pemasangan dalam suatu proyek baru. 6. Barang Dagangan (commodities) Barang yang dibeli, sudah merupakan barang jadi dan disimpan di gudang menunggu penjualan kembali dengan keuntungan tertentu.
2.2.3
Jenis-jenis persediaan Persediaan memiliki beberapa macam jenis dan menurut R. Eko Indrajit
dan R. Djokopranoto (2003;12) barang-barang dapat dibagi menurut beberapa sudut pandang atau pendekatan, yang antara lain dapat disampaikan sebagai berikut: 1. Menurut jenis a. Barang umum (general materals) Barang jenis ini biasanya macamnya cukup banyak, pemakaiannya tidak terganung dari peralatan, harganya relatif lebih kecil dan penentuan kebutuhannya relaif lebih gampang. b. Suku cadang (spare parts) Barang jenis ini macamnya sangat banyak, harganya biasanya lebih mahal,
pemakaiannya
tergantung
peralatan,
dan
penentuan
kebutuhannya lebih sulit. 2. Menurut frekuensi penggunaan a. Barang yang cepat pergerakannya (fast moving items) Barang jenis ini memerlukan frekuensi perhitungan pemesanan kembali yang lebih sering. b. Barang yang lamban pergerakannya (slow moving items) Barang jenis ini memerlukan frekuensi perhitungan pemesanan kembali yang tidak sering.
17
3. Menurut tujuan penggunaan a. Barang pemeliharaan, perbaikan, dan operasi (MRO Materials) Barang ini sifatnya habis pakai, digunakan untuk keperluan pemeliharaan, perbaikan, dan operasi, dan kalau pada suatu saat persediaan habis, operasi masih dapat berjalan sementara. b. Barang program (program materials) barang yang sifatnya juga habis pakai, jumlah kebutuhannya sesuai dengan tingkat produksi atau kegiatan perusahaan yang bersangkutan, dan kalau pada suatu saat persediaan habis, kegiatan perusahaan akan langsung terhenti. 4. Menurut jenis anggaran a. Barang operasi (operating materials) Barang yang digunakan untuk keperluan operasi biasa, yang dianggarkan dalam anggaran operasi, dan apabila digunakan akan dibukukan sebagai biaya. b. Barang Investasi (capital materials) Barang yang biasanya berbentuk peralatan dan digunakan untuk penambahan, perluasan, atau pembangunan proyek, atau sebagai asset perusahaan, dianggarkan dalam anggaran investasi, bukan dalam anggaran operasi. 5. Menurut hubungannya dengan produksi a. Barang langsung (direct materials) Jenis barang yang langsung digunakan dalam produksi, yang akan menjadi bagian dari produk akhir. Jadi, bahan mentah, bahan penolong, barang setengah jadi, barang jadi, dan barang komoditas termasuk dalam kategori ini. b. Barang tidak langsung (indirect materials) Jenis barang yang tidak ada hubungannya dengan proses produksi, namun diperlukan untuk memelihara mesin dan fasilitas yang
18
digunakan untuk proses produksi. Yang masuk dalam kategori ini adalah barang MRO (suku cadang dan barang umum) dan barang proyek.
2.2.4
Sistem Pencatatan Persediaan Dalam menjaga kebutuhan suatu persediaan perusahaan harus dapat
menghitung jumlah persediaan yang dimiliki oleh perusahaan, agar dapat meminimalisasi pengurangan jumlah persediaan yang terjadi baik yang bersifat wajar, yaitu karena rusak atau susut, maupun yang tidak wajar atau diselewengkan. Ada 2 (dua) sistem pencatatan persediaan yaitu : 1. Sistem Persediaan Perpetual (Perpetual Inventory System) Menurut Soemarso (2004;406) pengertian sistem perpetual adalah sebagai berikut : “Sistem pencatatan persediaan dimana harga pokok penjualan dan persediaan ditetapkan setiap kali terjadi transaksi dalam persediaan. Pada sistem ini, baik pemasukan atau pengurangan dicatat dalam perkiraan yang sama, berdasarkan harga belinya yaitu perkiraan persediaan. Inti dari prosedur akuntansi ini yaitu menyelenggarakan catatan persediaan secara terus menerus atau perpetual, artinya menyimpan catatan yang menunjukkan kuantitas dan harga bahan yang diterima, yang dikeluarkan, dan yang masih tersimpan di gudang bagi setiap jenis bahan. Sistem persediaan perpetual memasukkan setiap penambahan atau pengurangan persediaan untuk mempertahankan agar catatan buku besar persediaan tetap mutakhir (up to date). Karakteristik akuntansi dari sistem perpetual menurut Donald E. Keiso, Jery J. Weygandt, dan Terry D. Warfield (2002;446) adalah: “1. pembelian barang dagang untuk dijual atau pembelian bahan baku untuk produksi didebet ke persediaan dan bukan ke pembelian.
19
2. biaya transportasi masuk, retur pembelian dan pengurangan harga, serta diskon pembelian dicatat dalam persediaan bukan dalam akun terpisah. 3. harga pokok penjualan diakui untuk setiap penjualan dengan mendebet akun harga pokok penjualan, dan mengkredit persediaan. 4. persediaan merupakan akun pengendali yang didukung oleh buku besar pembantu yang berisi catatan persediaan individual. Buku besar pembantu memperlihatkan kuantitas dan biaya dari setiap jenis persediaan yang ada di tangan.”
No. 1.
Tabel 2.1 Pencatatan jurnal dengan menggunakan sistem pencatatan perpetual Transaksi Jurnal Pembelian
Dr. Inventory Cr.
2.
Retur Pembelian
3.
Penjualan
Acc. Payable (cash)
Dr. Acc. Payable Cr.
xxx xxx xxx
Sales
Dr. Cost of good sold Cr.
xxx
Inventory
Dr. Acc. Receivable (cash) Cr.
xxx
Inventory
xxx xxx xxx
Menurut sistem pencatatan yang terkomputerisasi, penambahan atau pengurangan dapat dicatat hampir secara langsung. Naiknya popularitas dan kemampuan perangkat lunak (software) akuntansi yang terkomputerisasi telah membuat sistem perpetual menjadi hemat biaya bagi banyak jenis perusahaan. Kebaikan sistem persediaan perpetual Jumlah atau nilai persediaan akan dapat diketahui setiap saat atau kapan pun hal tersebut diperlukan dengan melihat dari catatan setiap mutasi atau transaksi persediaan yang ada.
20
Kelemahan sistem persediaan perpetual Diperlukan biaya tambahan guna melaksanakan pencatatan transaksi persediaan, karena pencatatan atas transaksi-transaksi harus dilaksanakan secara terus menerus atau kontinyu oleh setiap jenis persediaan.
2. Sistem Persediaan Periodik (Periodic Inventory System) Pada sistem ini, pembelian yang terjadi di debit ke perkiraan pembelian, jadi dengan menggunakan sistem ini perkiraan persediaan tidak akan terpengaruh atau tetap sampai akhir periode akuntansi, karena tidak ada jurnal yang berhubungan dengan perkiraan persediaan pada saat terjadi pembelian, penjualan atau pemakaian. Pada akhir periode akuntansi, seluruh persediaan yang ada dihitung dan nilainya ditetapkan sebesar cost, dimana nilai ini akan dimasukkan sebagai jumlah persediaan akhir yang ada. Harga pokok barang yang dijual pada akhir periode ditentukan dengan cara : HPP = Persediaan awal + pembelian – persediaan akhir
Jika perusahaan menggunakan sistem ini maka salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengetahui besarnya persediaan akhir yaitu dengan cara menghitung fisik setahun sekali. Tabel 2.2 Pencatatan jurnal dengan menggunakan sistem pencatatan periodik No. 1.
Transaksi Pembelian
Jurnal Dr. Purchase Cr.
2.
Retur pembelian
Acc. Payable (cash)
Dr. Acc. Payable Cr.
xxx
Purchase Return
xxx xxx xxx
21
3.
Penjualan
Dr. Acc. Receivable Cr.
4.
Akhir Perode
xxx
Sales
xxx
Dr. Inventory (ending)
xxx
Dr. Cogs
xxx
Cr.
Purchase
xxx
Cr.
Inventory (begin)
xxx
Kebaikan sistem persediaan periodik Tidak perlu melakukan pencatatan disetiap transaksi yang terjadi, sehingga tidak memerlukan tambahan biaya. Kelemahan sistem persediaan periodik Hambatan timbul apabila menginginkan penyusunan laporan rugi laba jangka pendek, karena hal ini memerlukan inventarisasi fisik untuk menentukan jumlah persediaan akhir yang ada.
2.2.5
Metode Penilaian Persediaan. Ada beberapa metode penilaian persediaan yang digunakan, Indrajit dan
Djokopranoto (2003;194) dalam bukunya “Manajemen Persediaan“ menjelaskan ada 3 (tiga), yaitu : 1. Metode FIFO (First In First Out) Adalah suatu metode pemberian harga barang persediaan sedemikian rupa sehingga barang yang dikeluarkan terlebih dahulu diberi harga dengan harga perolehan yang paling lama. Metode ini berkembang dari anggapan bahwa barang yang paling dulu datang atau paling dulu diterima oleh gudang akan paling dulu pula dikeluarkan dari gudang. Metode ini lebih banyak digunakan oleh perusahaan daripada metode LIFO.
22
Tabel 2.3 Perhitungan penilaian persediaan dengan menggunakan metode FIFO Tgl
Pembelian
Pemakaian
Saldo
2/03
(2000 @ $4,0)$8000
2000 @ $4,0 = $8000
15/03
(6000 @ $4,4)$26400
2000 @ $4,0 = $8000 6000 @ $4,4 = $26400
19/03
2000 @ $4,0 = 8000 2000 @ $4,4 = 8800
4000 @ 4,4 = $17600
$16800 30/03
(2000 @ $4,75)$9500
4000 @ $4,4 = $17600 2000 @ $4.75 =$9500 $27100
2. Metode LIFO (Last In First Out) Adalah suatu metode yang merupakan kebalikan dari yang di atas. Barang yang dikeluarkan terlebih dahulu akan diberi harga dengan harga barang yang diterima terakhir. Metode ini berkembang dari anggapan bahwa barang yang paling akhir diterima di gudang, akan lebih dahulu dikeluarkan dari gudang. Tabel 2.4 Perhitungan penilaian persediaan dengan menggunakan metode LIFO Tgl 2/03
Pembelian
Pemakaian
Saldo
(2000 @ $4,0) $8000
2000 @ $4,0 = 8000
15/03 (6000 @ $4,4)$26400
2000 @ $4,0 = 8000 6000 @ $4,4 = $26400
19/03
(4000 @ $4,4) = $17600
2000 @ $4,0 = $8000 2000 @ $4,4 = $8800
23
30/03 (2000 @ $4,75)$9500
2000 @ $4,0 = $8000 2000 @ $4,4 = $8800 2000 @ $4,75 = $9500 $26300
2. Metode Rata-Rata (Average) Metode ini antara kedua metode di atas. Dalam metode ini, perhitungan harga barang tidak didasarkan mana yang masuk dulu dan mana yang keluar, tetapi atas dasar harga rata-rata. Dalam metode ini ada 3 (tiga) jeni rata-rata, yaitu : 1. Rata-rata Sederhana (simple average) Adalah rata-rata dari berbagai harga beli barang yang masih ada di persediaan, cara perhitungannya yaitu harga beli dari setiap kali melakukan pembelian dibagi dengan jumlah melakukan pembelian, dilakukan di akhir periode. Ilustrasi simple average dengan menggunakan contoh data pada table di atas: $4,0 + $4,4 + $4,75
= $4.38
3 Nilai persediaan akhir = 6000 x $4.38 = $26.280
2. Rata-rata Tertimbang (Weight Average) Adalah rata-rata harga satuan dari tiap-tiap barang sesuai dengan jumlah dan harga satuan masing-masing, perhitungannya yaitu harga beli dari setiap kali melakukan pembelian dikalikan dengan unit yang dibeli dibagi dengan jumlah unit pembelian, dilakukan pada akhir periode. Ilustrasi Weight Average : $8000 + $26.400 + $9.500 = $4,39 2000 + 6000 + 2000 Nilai persediaan akhir = 6000 x $4,39 = $26.340
24
3. Rata-rata Bergerak (Moving Average) Dalam metode ini, setiap ada barang yang baru harga satuan dihitung secara rata-rata tertimbang, demikian seterusnya. Untuk pemberian harga pada barang MRO, banyak perusahaan menggunakan metode ini. Tabel 2.5 Perhitungan penilaian persediaan dengan metode Moving Average Tgl 2/03
Transaksi Pembelian
Qty
Rata-rata bergerak
2000 @ $4,0 = $8000
$4,0
15/03 Pembelian
6000 @ $4.4 = $26.400
$4,3*
30/03 Pembelian
2000 @ $4.75 = $9.500
$4,39
Berdasarkan data ilustrasi diatas *) $8000 + $26.400
= $4,3
8000 Nilai persediaan akhir = 6000 x $4,39 = $26.340
2.2.6
Hubungan Sistem Pencatatan dan Metode Penilaian Persediaan Persediaan merupakan komponen yang sangat penting dalam suatu
perusahaan baik itu perusahaan dagang, jasa, maupun industri, persediaan dalam perusahaan mempengaruhi perhitungan rugi laba maupun neraca. Agar dapat memperoleh hasil maksimum atau keuntungan yang besar maka perlu diadakan pengawasan atas persediaan yang ada, disamping itu kegiatan ini dapat membantu tercapainya tingkat efisiensi biaya dalam persediaan. Agar efisiensi biaya dalam persediaan dapat tercapai maka diperlukan suatu sistem pencatatan dan metode penilaian persediaan yang memadai. Adapun hubungan metode penilaian persediaan dengan sistem pecatatan persediaan yaitu apabila terjadi suatu transaksi dan dilakukan pencatatan baik secara sistem perpetual atau periodik maka akan berpengaruh terhadap kartu persediaan
25
pada suatu perusahaan baik yang menggunakan metode penilaian FIFO, LIFO, atau Average.
2.3 Persediaan Material Persediaan
material
adalah
semua
material
yang
diadakan
untuk
melaksanakan program investasi maupun pemeliharaan, yang pengadaannya dilakukan melalui Anggaran Investasi (AI) maupun Anggaran Operasi (AO). Persediaan material dapat dikategorikan berdasarkan kondisi sebagai berikut a. Persediaan material normal Adalah persediaan material yang masih dalam kondisi baik. b. Persediaan material retrovit Adalah apabila persediaan material berasal dari perbaikan atau rekondisi (retrovit) maka nilai yang diakui adalah sebesar nilai material sebelum perbaikan ditambah dengan nilai perbaikannya. c. Persediaan material rusak Adalah persediaan material yang telah menurun kondisinya. d. Persediaan material hapus Adalah persediaan material yang ada di gudang yang direncanakan atau diusulkan akan dihapus e. Persediaan material Bursa Adalah persediaan material yang akan dibursakan ke unit lain karena kelebihan atau tidak digunakan lagi di unit yang bersangkutan. f. Persediaan material pre memory Adalah persediaan material yang berasal dari kegiatan pemeliharaan maupun investasi dan tidak mempunyai nilai lagi.
26
2.4 Pengendalian Intern Persediaan Material Pengendalian intern persediaan merupakan hal yang sangat penting dilakukan oleh perusahaan karena persediaan memiliki peluang besar mengalami pemborosan, keusangan, kekeliruan dan pencurian baik dari segi fisik maupun pencatatannya. La Midjan dan Azhar Susanto (2001;155) memberikan pendapat mengenai pengendalian intern sebagai berikut : “Suatu metode, tindakan, dan pencatatannya yang dilaksanakan untuk mengamankan persediaan sejak proses mendatangkannya, menerimanya, menyimpannya, dan mengeluarkannya baik secara fisik maupun kualitasnya. Termasuk didalamnya penentuan pengaturan jumlah persediaan.” Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk digunakan dalam proses produksi atau pemeliharaan. Bahkan bisa dikatakan tidak ada perusahaan yang beroperasi tanpa adanya persediaan, meskipun sebenarnya persediaan hanyalah suatu sumber dana yang menganggur, karena sebelum persediaan digunakan berarti dana yang terkait didalamnya tidak dapat digunakan untuk keperluan lainnya. Persediaan yang dibeli harus dikendalikan jumlahnya jangan sampai berlebihan karena persediaan yang berlebihan akan mengundang biaya penyimpanan yang seharusnya dapat dihindari, risikonya menjadi rusak atau usang. Persediaan juga tidak boleh terlalu sedikit karena bila hal ini terjadi maka kelancaran operasi perusahaan akan terganggu. Jadi persediaan sebaiknya berada pada batas-batas persediaan minimal dan maksimal. Menurut Assauri (2004;176) pengertian pengendalian persediaan adalah sebagai berikut : “Pengawasan persediaan merupakan salah satu kegiatan dari urutan kegiatankegiatan yang bertautan erat satu sama lain dalam seluruh operasi produksi perusahaan tersebut sesuai dengan apa yang telah direncanakan lebih dahulu baik waktu, jumlah, kualitas maupun biayanya.”
27
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengendalian intern persediaan material adalah suatu rangkaian aktivitas atau kegiatan yang saling berhubungan untuk menentukan besarnya persediaan sesuai dengan rencana perusahaan dengan memperhatikan keseimbangan kebutuhan dengan biaya yang ditimbulkan. Karena berbagai alasan, manajemen sangat berkepentingan dengan perencanaan dan pengendalian persediaan. Sistem akuntansi yang akurat dan catatan yang up to date merupakan hal yang sangat penting. Jika pos-pos yang belum terjual telah
bertumpuk
dalam
persediaan,
maka
perusahaan
akan
menghadapi
kemungkinan kerugian. Sehingga perusahaan harus selalu memonitor tingkat persediaan secara seksama untuk membatasi biaya pembiayaan akibat banyaknya timbunan persediaan.
2.5 Tujuan Pengendalian Intern Persediaan Material Tujuan dari diadakannya pengendalian persediaan menurut Assauri (2004;177) secara rinci dapat dinyatakan sebagai usaha untuk : 1. Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi. 2. Menjaga agar pembentukan persediaan untuk perusahaan tidak terlalu besar atau berlebihan, sehingga biaya-biaya yang timbul dari persediaan tidak terlalu besar. 3. Menjaga agar pembelian kecil-kecilan dapat dihindari karena ini akan berakibat biaya pemesanan menjadi besar. Sedangkan tujuan pengendalian intern adalah : 1. Keandalan laporan keuangan Dengan adanya pengendalian intern manajemen dapat
memperoleh
informasi yang dibutuhkan untuk menyusun laporan keuangan yang dapat diandalkan.
28
2. Efektivitas dan efisiensi operasi Pengendalian
intern
membantu
agar
manajemen
dapat
mencegah
penggunaan sumber daya yang tidak efisien. 3. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku Karyawan perusahaan mentaati peraturan yang telah ditetapkan oleh manajemen tentunya dengan adanya pengendalian intern yang dilakukan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pengendalian intern persediaan material adalah untuk menjaga ketersediaannya persediaan dalam suatu perusahaan agar efektif dan efisien dengan jumlah yang optimal sehingga dapat menekan biaya yang timbul karena penyimpangan persediaan dengan tetap memperhatikan keseimbangan antara jumlah persediaan dengan kebutuhan produksi sehingga produksi perusahaan tetap dapat berjalan lancar, karyawan pun mematuhi peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan bekerja dengan efektif dan efisien sehingga perusahaan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.