BAB II ASPEK MANAJEMEN USAHA SAPI PERAH Willyan Djaja', Rasali H . Matondang2, dan Haryono3 'Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung 22Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor 3 Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang
I.
PENDAHULUAN
Revitalisasi bidang pertanian bukan hanya mengacu pada penyediaan pangan yang mencukupi dan berkualitas, melainkan lebih penting pada peningkatan kesejahteraan hidup para petani . Agribisnis sapi perah sebagai salah satu usaha tani dengan produksi susu, selama ini berkembang dengan lamban . Hal ini disebabkan rendahnya keuntungan yang diperoleh para peternak . Oleh karena itu, untuk memacu perkembangan agribisnis sapi perah harus dapat meningkatkan keuntungan yang diterima peternak . Untuk itu diperlukan suatu tuntunan bagi setiap peternak sapi perah agar diperoleh usaha agribisnis sapi perah yang lebih efisien dan ekonomis sehingga dapat meningkatkan keuntungan . Bab ini akan membahas aspek manajemen usaha sapi perah dengan baik dan benar, meliputi : tujuan usaha, sistem pemeliharaan berdasarkan status fisiologis ternak, sistem perkandangan, dan pengelolaan kotoran ternak sebagai bahan dasar pembuatan kompos serta teknologi pembentukan gas bio .
27
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
11 .
PENYEBARAN USAHA SAPI PERAH
Perkembangan usaha peternakan sapi perah di Indonesia terns meningkat dari tahun ke tahun, salah satunya akibat peningkatan permintaan susu dan daging . Peningkatan permintaan ini sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat terhadap gizi seimbang akan sumber protein hewani . Di lain pihak harus diakui bahwa produksi susu dalam negeri masih rendah jika dibandingkan dengan permintaan nasional . Peternak umumnya memelihara sapi perah berdasarkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari lingkungan di sekitarnya seperti orang tua atau tetangga . Guna meningkatkan kesejahteraan peternak dan meningkatkan produksi susu telah dicanangkan berbagai program, di antaranya adalah penyuluhan . Penyuluhan diharapkan dapat mengubah peternak dalam memelihara sapi perah dengan menerapkan inovasi yang benar sehingga sapi perah dapat berproduksi dengan optimal . Lebih dari 95% susu yang diproduksi di Indonesia berasal dari sapi perah . Hanya sebagian kecil saja susu yang diproduksi oleh ternak lain, seperti kerbau dan kambing perah . Sapi perah yang mula-mula dikembangkan di Indonesia adalah sapi perah Fries Hollands atau FH, yakni sejak pemerintahan Hindia Belanda (Siregar et al ., 1996) . Hanya sebagian kecil jenis sapi perah lainnya yang dipelihara, yakni sapi Hissar yang hanya terdapat di Sumatra Utara . Sapi Hissar mulai didatangkan ke Sumatra Utara pada tahun 1885, dan dipelihara terutama oleh warga negara keturunan India sebagai sapi tipe perah . Hal ini terbukti dari kemampuan berproduksi susunya yang relatif rendah . Beberapa informasi menyatakan, bahwa kemampuan berproduksi susu sapi Hissar hanya sekitar 31/hari dengan masa laktasi 200 hari (Siregar et al ., 1996) . Sapi-sapi perah yang terdapat di Pulau Jawa, tersebar di daerah-daerah Jawa Barat 27,2%, Jawa Timur 36,8%, Jawa Tengah 30,5%, DKI Jakarta 0,9% dan DI Yogyakarta 1,9% 28
Prgfil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
(Direktorat Jenderal Peternakan, 2007) . Sapi perah yang terdapat di Jawa Barat terutama terkonsentrasi di Pangalengan, Lembang, Ujungberung, Garut, Bogor, dan Sukabumi . Di Jawa Tengah terutama terkonsentrasi di Boyolali, Ungaran, Salatiga, Solo, dan Ambarawa . Sedangkan di Jawa Timur terutama terkonsentrasi di daerah Pasuruan, Nongkojajar, Batu, Pujon, dan Malang . Di luar Pulau Jawa, jumlah populasi sapi perah yang terbanyak adalah di Sumatra Utara, yakni sebanyak 76,1% dari jumlah populasi sapi perah yang terdapat di luar Pulau Jawa . Populasi sapi perah tersebut terutama terkonsentrasi di daerah-daerah Kodya Medan, Deli Serdang, Langkat, Karo, dan Simalungun . Setiap peternak sapi perah menginginkan dan berupaya untuk memelihara sapi perah dengan produksi susu tinggi . Namun, terdapat beberapa faktor yang memengaruhi sapi-sapi perah dalam berproduksi susu . Faktor-faktor tersebut di antaranya adalah genetik, pakan (kuantitas • dan kualitas), tatalaksana pemeliharaan dan lingkungan . Faktor atau keadaan lingkungan balk secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap produksi susu, sedangkan komponen iklim berupa suhu udara dan kelembapan dapat memengaruhi secara langsung terhadap produksi susu (Atmadilaga, 1959) . Pengaruh langsung suhu udara dan kelembapan terhadap kemampuan sapi-sapi perah dalam berproduksi susu adalah pada penggunaan pakan dan status faali tubuh . Suhu tubuh normal sapi-sapi perah berkisar antara 38,0-39,3°C dengan rata-rata 38,6°C. Kenaikan suhu udara akan mengakibatkan peningkatan frekuensi denyut nadi dan pernapasan setiap menitnya . Meningkatnya frekuensi pemapasan adalah reaksi tubuh sapi perah itu sendiri untuk mengatasi kenaikan suhu tubuhnya . Sementara meningkatnya frekuensi denyut nadi adalah untuk mempercepat penyaluran darah sebagai transportasi oksigen dan panas . Penelitian yang telah dilakukan mengungkapkan bahwa suhu udara di kandang antara 10-13°C dapat dipandang sebagai tingkat yang tertinggi bagi sapi-sapi perah FH asal subtropik untuk dapat mempertahankan nafsu makan dan kesehatan . Suhu 29
Profl Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
udara yang tinggi akan menyebabkan turunnya produksi susu sebagai akibat dari turunnya nafsu makan, turunnya gerak laju pakan dalam ransum, dan turunnya efisiensi penggunaan energi untuk produksi susu . Phillips (1948) dalam Siregar et al. (1996) menyatakan bahwa di Sailand, kesesuaian iklim yang disebut dengan aklimatisasi sapi-sapi perah asal subtropik berada di bawah 18,3°C dengan kelembapan udara lebih dari 55% . Atmadilaga (1959) lebih lanjut menyatakan bahwa sapi-sapi perah asal daerah subtropik akan dapat berkembang biak, baik dengan produksi susu yang tinggi adalah pada daerah-daerah yang mempunyai ketinggian sekitar 750-1 .250 m di atas permukaan laut, dengan suhu udara berkisar antara 17-22°C dengan kelembapan di atas 55% . Di daerah-daerah tropis umumnya, suhu udara mempunyai hubungan yang erat dengan ketinggian suatu tempat dari permukaan laut . Penelitian yang telah dilakukan oleh Payne (1970) dalam Siregar et al . (1996) mengungkapkan bahwa suhu udara rata-rata akan menurun 1,7°C setiap ketinggian 305 m dari permukaan laut . Hal tersebut menunjukkan bahwa suhu udara akan semakin rendah atau semakin sejuk pada tempat-tempat yang semakin tinggi dari permukaan laut dan suhu udara akan semakin tinggi atau panas pada tempat-tempat yang semakin rendah dari permukaan laut. Sapi-sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah sapi perah FH yang pada mulanya berasal dari daerah subtropik . Walaupun sapi-sapi perah tersebut mampu beraklimatisasi dengan iklim Indonesia, namun pada kenyataannya sapi-sapi perah tersebut lebih berkembang dan berproduksi susu lebih tinggi pada daerah-daerah dataran tinggi . Daerah-daerah seperti Garut, Lembang, dan Pangalengan di Jawa Barat yang merupakan dataran tinggi adalah daerah-daerah pemeliharaan sapi perah terpadat dengar, produksi susu yang tinggi . Demikian pula halnya dengan Nongkojajar, Pujon, dan Batu adalah daerah-daerah dataran tinggi dengan pemeliharaan sapi perah terpadat di Jawa Timur .
30
Profit Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
Namun, tidak berarti bahwa di daerah-daerah dataran rendah sapi-sapi perah tidak dapat berkembang baik dengan produksi susu yang metnuaskan . Hanya saja diperlukan berbagai upaya agar suhu panas terhadap sapi-sapi perah itu dapat diatasi seminimal mungkin . Upaya yang dapat dilakukan antara lain adalah menyesuaikan bentuk kandang untuk dataran rendah, pernasangan alat-alat pendingin dalam kandang, pemberian pakan yang padat energi, dan meningkatkan frekuensi pemberian pakan . Di daerah dataran tinggi dengan populasi penduduk yang cukup padat, usaha ternak sapi perah menjadi usaha pokok untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga . Hasil utamanya adalah susu dengan basil sampingan berupa pedet jantan sebagai penghasil daging, kulit, dan kotoran sapi . Di Sumedang, kotoran sapi perah dimanfaatkan untuk menghasilkan gas bio. Ada juga peternak yang menghasilkan pupuk kandang untuk memupuk rumput atau dijual sebagai pupuk sayuran : Harga pupuk kandang basah saat ini Rp100,00/kg . III . SISTEM PEMELIHARAAN
111 .1 Sapi Perah Bunting Sapi perah bunting harus dijaga kesehatannya agar bukan saja anak yang dikandungnya sehat dan lahir dengan balk, melainkan juga harus dapat berproduksi susu dengan balk. Ransum yang diberikan harus cukup balk kuantitas dan kualitas terutama setelah mencapai umur kebuntingan lebih dari 2 bulan . Hal in] disebabkan sapi perah bunting harus mempersiapkan perkembangan foetus yang dikandungnya dan memperbaiki kondisi tubuh untuk laktasi berikutnya . Energi yang diberikan dalam ransurn harus cukup dan jangan berlebihan . Pemberian energi yang berlebihan pada sapi perah bunting akan berakibat pada kegemukan dan hal ini biasanya akan menimbulkan kesulitan dalam melahirkan . Protein tidak dapat disimpan dalam tubuh sebagaimana energi sehingga kekurangan protein dalam ransum yang diberikan 31
Profl Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
dapat berakibat terhadap penurunan ketahanan tubuh, serangan penyakit, dan kesehatan pedet yang dilahirkan . Beberapa jenis penyakit yang dapat mengganggu kesehatan sapi perah bunting dan foetus yang dikandungnya harus dapat dicegah dan diawasi secara terus-menerus . Penularan beberapa jenis penyakit melalui alat kelamin akan dapat menimbulkan infeksi pada plasenta dan foetus, akibatnya pedet yang dilahirkan akan mati atau lahir dalam keadaan lemah dan pada akhirnya akan mati . Infeksi dapat pula terjadi pada uterus dan kemudian akan menimbulkan infeksi pada plasenta dan foetus . Tindakan yang paling baik dilakukan dalam menjaga kesehatan sapi perah bunting adalah dengan menjaga kebersihan sapi itu setiap harinya dan pencegahan terhadap berbagai penyakit . Pencegahan penyakit pada sapi perah bunting dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan sapi, menjaga kebersihan kandang, menjaga kesehatan pekerja kandang, dan menjaga kebersihan peralatan kandang . Sapi perah bunting sebaiknya dimandikan setiap hari terutama pada pagi hari . Pada malam hari biasanya kandang tidak dibersihkan sehingga banyak kotoran sapi, dan kotoran ini menempel dibadan sapi pada saat sapi sedang tidur atau berbaring . Memandikan sapi dengan sikat yang bersih pada pagi hari bertujuan untuk membersihkan badan sapi dari kotoran yang menempel pada badan sapi. Kandang yang selalu terjaga kebersihannya akan membuat sapi-sapi perah yang ada di dalamnya selalu bersih dan merasa nyaman . Akan lebih baik apabila pada waktu-waktu tertentu terutama lantai kandang dibersihkan dengan pembersih kuman, namun dijaga agar tidak membahayakan sapi-sapi di dalam kandang . Pembuangan air di dalam kandang harus tersalur dengan baik dan tidak boleh ada genangan air di dalam maupun di luar kandang . Hasil penelitian Ma'sum dan Wijono (1990) menyatakan bahwa penggunaan karpet karet sebagai lantai kandang sapi perah tidak berpengaruh buruk terhadap konsumsi pakan, berat badan, produksi susu, status, dan lama membersih lantai kandang sapi perah laktasi . Penggunaan karpet ini dapat 32
Profit Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
memperkecil kejadian luka kaki dan bahkan meningkat ke arah gejala penyembuhannya . Atap jangan sampai ada yang bocor dan apabila ada yang bocor segera diperbaiki . Penggunaan atap genting, seng, dan daun rumbia sebagai bahan atap untuk perkandangan sapi perah dalam periode pertumbuhan di daerah dataran rendah tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi pakan dan air serta pertumbuhannya . Walaupun atap seng menyebabkan frekuensi respirasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan atap genting dan daun rumbia, namun denyut nadi dan suhu rektal tidak berbeda nyata (Ma'sum et al., 1992a) . Kesehatan pekerja kandang harus selalu terjaga baik dan jangan sampai ada yang mengidap penyakit menular . Kesehatan pekerja kandang sebaiknya secara teratur diperiksakan dan apabila ternyata mengidap penyakit, sebaiknya diistirahatkan dahulu sampai penyakitnya sembuh . Pekerja sebaiknya menggunakan pakaian khusus kerja lengan parijang, topi, dan sepatu tinggi lapangan dari karet setiap bekerja di kandang . Setiap menggunakan peralatan kandang harus dibersihkan dan kemudian disimpan pada tempat yang bersih dan aman . Sekali-kali pembersihan alat-alat kandang seperti cangkul, garu, arit, dan sekop dapat dilakukan dengan ditambah cairan pembunuh kuman terutama pada waktu ada wabah penyakit . Meminjam ataupun memasukkan peralatan kandang dari peternak lain seyogianya dihindari. Lama kebuntingan pada sapi perah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah bangsa, umur, frekuensi beranak, dan jenis kelamin anak yang dikandung . Beberapa di antara bangsa sapi perah menunjukkan lama kebuntingan sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 1 . Anak jantan dalam kandungan lebih lama sekitar 1-3 hari dibandingkan dengan anak betina. Sapi perah yang baru pertama kali bunting, lama kebuntingan lebih singkat sekitar 2 hari dibandingkan dengan sapi perah yang sudah sering bunting .
33
P rofl Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
Tabel 1 . Lama kebuntin an rata-rata dari bebera a enis sa i erah Bangsa Lama bunting (hari ) Friesian-Holstein 279 Brown Swiss 288 Guernsey 283 Ayrshire 278 Jersey 278 Sumber : Reaves dan Henderson (1963) dalam Siregar et al . (1996)
Pada umumnya, para peternak tidak mempunyai kandang khusus untuk beranak . Oleh karena itu, beberapa hari sebelum beranak, kandang tempat sapi bunting yang akan beranak harus diberi alas seperti jerami kering atau rumput kering sebagai alas lantai kandang. Kandang tempat sapi bunting yang akan beranak harus bebas dari segala gangguan . Agar pada hari melahirkan dapat diperkirakan, tanggal kawinnya harus dicatat pada kartu reproduksi yang sudah harus dipersiapkan . Pada saat-saat menjelang kelahiran, puting susu kelihatan merah dan membengkak . Dalam keadaan yang demikian, pengawasan harus terus-menerus dilakukan sampai terjadi kelahiran . Sering terjadi kematian anak sap] yang dilahirkan tengah malam karena tidak ada yang menunggui . 1II .2Induk Laktasi Sapi perah yang melahirkan akan segera berproduksi susu dan disebut dengan induk laktasi . Selesai melahirkan, induk segera diberi minum air hangat-hangat kuku yang telah diberi gula sedikit . Kira-kira 1/2 jam setelah melahirkan, susu induk mulai keluar . Apabila diperah ternyata susu tidak keluar, dapat disuntikkan hormon oksitosin atau segera mintakan pertolongan paramedis maupun dokter hewan . Susu yang baru keluar disebut dengan kolostrum dan minimal selama 4 hari harus diberikan kepada pedet yang dilahirkan . Kolostrum mengandung antibodi yang kaya akan vitamin A maupun mineral Ca dan P yang sangat berguna untuk pertumbuhan dan kesehatan pedet yang baru dilahirkan . Ransum yang diberikan selama 3 hari pertama setelah melahirkan adalah sama dengan ransum yang diberikan pada minggu terakhir 34
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
sebelum melahirkan . Konsentrat yang diberikan dapat dibasahi dengan sedikit air hangat-hangat kuku yang telah diberi sedikit garam dapur . Pemberian konsentrat untuk sapi perah laktasi secara reguler dilakukan mulai hari ke empat setelah melahirkan . Beberapa hari setelah melahirkan, sapi perah induk mengalami penurunan bobot badan karena sebagian dari zat-zat gizi yang dibutuhkan untuk memproduksi susu, diambil dari tubuh sapi . Pada saat itu pula, sapi induk laktasi mengalami kesulitan untuk memenuhi zat-zat gizi yang dibutuhkan karena nafsu makannya juga masih rendah . Oleh karena itu, pemberian ransum terutama konsentrat harus segera ditingkatkan begitu nafsu makannya membaik . Sejak hari melahirkan sampai dengan 35-50 hari setelah melahirkan, produksi susu akan terus-menerus meningkat . Setelah itu, produksi susu akan menurun dengan rata-rata 2,5 %/minggu . Lama diperah atau lama laktasi yang paling balk adalah 305 hari atau sekitar 10 bulan . Sapi perah yang lama laktasinya lebih singkat atau lebih lama dari 10 bulan akan berakibat jelek terhadap laktasi-laktasi berikutnya (Siregar et al., 1996) . Produksi susu sapi perah laktasi diukur dalam harian berupa produksi susu rata-rata/hari atau dalam satu masa laktasi berupa produksi susu rata-rata/laktasi . Produksi susu rata-rata/laktasi akan terus menerus meningkat sampai dengan laktasi yang ke4-6 atau pada umur 6-8 tahun apabila sapi perah itu melahirkan atau beranak pertama pada umur 2 tahun . Setelah induk sapi perah mencapai laktasi yang ke-6 atau berumur 8 tahun, produksi susu/laktasi sudah mulai menurun . Apabila dibuat suatu indeks persentase, maka produksi susu/laktasi yang tertinggi dicapai pada laktasi ke-6 (umur 8 tahun) dengan indeks 100% . Pada laktasi ke I (umur 2 tahun), laktasi ke-2 (umur 3 tahun), laktasi ke-4 (umur 5 tahun), dan laktasi ke-5 (umur 6 tahun), jumlah indeks persentase produksi susu/laktasi yang dicapai berturut-turut adalah 77% ; 87% ; 94%, dan 98% . Produksi susu/laktasi akan menurun menjadi 99% 35
Profil Usaha Peternalcan Sapi Perah di Indonesia
pada laktasi ke-8 (umur 9 tahun), 96% pada laktasi ke-9 (umur 10 tahun), 94% pada laktasi ke-10 (umur 11 tahun), dan 91 pada laktasi ke-10 (umur 12 tahun). Selama diperah atau laktasi, kesehatan dan kebersihan sapi perah harus selalu terjaga dengan balk . Pencegahan terhadap penyakit terutama mastitis harus mendapat perhatian khusus . Diduga 70% dari sapi perah induk yang dipelihara di Indonesia menderita mastitis subklinis yang dapat menurunkan produksi susu sekitar 15-20% (Subronto, 1989) .
III.4 Peralatan Memerah Pemerahan sapi-sapi perah laktasi di Indonesia pada umumnya masih dilakukan secara manual, yakni dengan tangan dan jari tangan . Pemerahan secara mekanik masih jarang dilakukan disebabkan sebagian besar dari para peternak sapi perah di Indonesia adalah peternak kecil yang,memelihara sapi perah induk sekitar 2-5 ekor. Akan tidak ekonomis menggunakan mesin pemerah dengan jumlah sapi perah induk tidak lebih dari 10 ekor . Peralatan yang dipergunakan untuk memerah dan penampungan susu harus terbuat dari bahan-bahan yang tidak mudah bereaksi, kuat, tahan lama, dan mudah dibersihkan . Peralatan tersebut terbuat dari bahan antikarat atau stainless, aluminium maupun bahan lainnya, dan jangan sekalikali menggunakan bahan terbuat dari tembaga atau besi . Peralatan-peralatan yang diperlukan dalam pemerahan sapi-sapi perah laktasi adalah ember untuk tempat pemerahan susu, bangku kecil yang rendah, tambang untuk pengikat kaki sapi perah yang diperah bila sapinya suka menendang dan ekor, bahan pelicin puting susu (vaselin), kain bersih dan lembut untuk mengelap ambing, milk can untuk tempat penampungan susu hasil pemerahan, saringan susu untuk menyaring susu yang dituangkan dari ember pemerahan, dan tester untuk mengecek penyakit mastitis . Peralatan memerah harus terlebih dahulu diperiksa kebersihannya. Setiap selesai digunakan harus dibersihkan 36
Profit Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
kembali dengan menggunakan air bersih dan kemudian disimpan pada tempat yang bersih dan aman . Apabila ada di antara sapi-sapi perah yang dipelihara terserang penyakit menular, maka peralatan yang digunakan untuk sapi perah tersebut harus dipisahkan dan dibebas-hamakan . Pembebas hama ini dapat dilakukan dengan merendam peralatan yang bersangkutan dalam disinfektan yang bercampur air selama kirakira 10 menit dan kemudian dicuci lagi dengan air, lalu dibilas dengan air panas . III .5Teknik Memerah Bersihkan dahulu sapi perah yang akan diperah dari segala macam dan bentuk kotoran terutama pada ambing . Kandang tempat sapi akan diperah juga sudah harus dibersihkan dari segala macam kotoran maupun bau-bau yang tidak sedap . Baju dan terutama tangan si pemerah harus bersih dari segala kotoran dan kuku tangan pemerah tidak boleh panjang karena dapat menimbulkan luka-luka pada puting susu ketika pemerahan . Gambar 1 menunjukkan cara memerah susu yang balk .
Gambar 1 . Teknik memerah sapi yang baik
Sapi yang mempunyai kebiasaan menendang-nendang pada waktu diperah, diikat dahulu kaki belakangnya sebelum diperah dengan menggunakan tambang yang kuat namun lembut, demikian pula ekornya. Biasakan arah pemerahan dari arah yang 37
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
tetap dan disarankan dari arah sebelah kiri sapi yang akan diperah . Hal ini dianjurkan agar tangan kanan dapat menahan tendangan kaki sapi apabila terjadi tendangan yang tiba-tiba . Sediakan air hangat-hangat kuku dan kain lap, mulailah mengelap ambing dan puting-puting susu dengan tenang . Mengelap ambing dan puting-puting susu dilakukan berulang secara pelan-pelan agar sapi perah itu terangsang untuk mengeluarkan susu . Setelah cukup untuk merangsang, dioleskan bahan pelicin ambing ataupun vaselin pada setiap puting susu dan dimulailah pemerahan . Pemerahan dilakukan dengan menggunakan kelima jari tangan, yakni puting susu dipegang antara jempol dengan empat jari tangan lainnya, lalu ke lima jari tangan meremas-remas sampai susu keluar. Ada pula yang melakukan pemerahan dengan cara memegang pangkal puting susu antara ibu jari dengan jari tengah, lalu kedua jari tersebut menekan dan menarik ke bawah sampai susu mengalir ke luar. Pemerahan cara ini umumnya dilakukan pada sapi-sapi perah yang mempunyai puting susu panjang . Namun, sebaiknya hindari cara pemerahan dengan menarik-narik puting susu dari atas ke bawah karena hal ini dapat membuat puting susu melar dan menjadi panjang ke bawah . Setiap puting susu yang akan diperah diperiksa dengan tester untuk mastitis . Hal ini dapat dilakukan dengan menampung susu pancaran pertama dari setiap puting susu pada tester . Apabila salah satu puting ternyata pecah, maka pisahkan susu hasil pemerahan yang pecah tadi ke dalam wadah tersendiri dan jangan campurkan dengan susu yang lain . Pemerahan setiap puting susu harus habis karena pemerahan yang kurang bersih pada setiap puting susu dapat menimbulkan penyakit mastitis . Sapi-sapi yang sedang diperah diperlakuan dengan lembut dan jangan sekali-kali berlaku kasar apalagi sampai memukul . Sapi perah yang baru pertama kali diperah umumnya mengalami sedikit kesukaran . Oleh karena itu, sebaiknya orang yang akan melakukan pemerahan tersebut, melakukan perkenalan terlebih dahulu dengan sapi yang akan diperah . Perkenalan ini dapat dilakukan dengan menepuk-nepuk 38
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
badan sapi maupun mengelus-elus beberapa hari sebelum melahirkan . 111 .6Frekuensi Pemerahan Pada umumnya, sapi-sapi perah yang dipelihara di Indonesia, diperah dua kali dalam sehari semalam . Pemerahan di negara-negara maju, frekuensi pemerahan sapi-sapi perah dilakukan lebih dari 3 kali dalam sehari semalam . Di Denmark, misalnya frekuensi pemerahan dilakukan 4 kali dalam sehari semalam, yaitu pada pukul 04.00 pagi, pukul 10 .00, pukul 16.00 sore dan pukul 22 .00 malam. Frekuensi pemerahan yang lebih sering akan dapat meningkatkan produksi susu . Oleh karena itu, sapi-sapi perah yang berproduksi susu lebih dari 20 liter/hari, sebaiknya dilakukan pemerahan 3 kali dalam sehari semalam . Jadwal dan frekuensi pemerahan agar ditetapkan dengan baik dan dilaksanakan secara konsekuen . Jartgan mengubah jadwal dan frekuensi pemerahan dalam waktu yang relatif singkat dan tanpa tujuan yang jelas karena hal ini akan memengaruhi produksi susu . 111.7 Pencatatan Produksi Susu Masih jarang ditemui peternak yang melakukan pencatatan produksi pada sapi-sapi perah induk laktasi yang dipeliharanya, padahal pencatatan in] sangat diperlukan untuk mengetahui kemampuan berproduksi susu dari setiap ekor sapi perah induk yang dipelihara . Dari kemampuan berproduksi susu tersebut akan dapat ditentukan apakah sapi-sapi perah yang dipelihara ekonomis untuk dipelihara terus, dan apakah sapi perah induk dapat dijadikan bibit atau tidak . Pada umumnya, peternak sapi perah tidak hanya memelihara sapi perah induk, tetapi sapi perah lainnya yang belum atau tidak produktif . Sapi-sapi perah yang tidak atau belum produktif yang disebut dengan nonproduktif, terdiri dari anak, dara, jantan, dan induk yang berada dalam keadaan kering . Biaya pemeliharaan sapi perah nonproduktif tersebut 39
Profil Usahu Peternakan Sapi Perah di Indonesia
sepenuhnya dibebankan pada sapi-sapi perah induk yang produktif atau yang sedang berproduksi susu . Dengan demikian, setiap ekor sapi perah induk produktif di samping membiayai dirinya sendiri harus mampu pula membiayai sapi perah lainnya yang non produktif. Oleh karena itu, harus ada batas kemampuan berproduksi susu dari setiap ekor sapi perah induk yang ekonomis untuk dipelihara terns . Misalnya, di daerah Bogor pada tahun 1996 adalah tidak ekonomis memelihara sapi perah induk laktasi yang berproduksi susu rata-rata 8,3 liter/hari (Siregar et al., 1996) . Namun, hendaknya dipahami, bahwa batas produksi susu rata-rata sapi perah induk laktasi yang ekonomis untuk dipelihara terus adalah berbeda dari waktu ke waktu atau antara satu daerah dan daerah lainnya serta sangat bergantung pada harga penjualan susu peternak dan harga sarana produksi . Tanpa pencatatan produksi susu yang teratur dan berkelanjutan adalah mustahil untuk menentukan seekor sapi perah induk layak dijadikan bibit atau tidak . Untuk menentukan bibit pada sapi perah diperlukan uji progeny untuk sapi jantan dan the most probable breeding value pada sapi perah betina . Uji tersebut baru akan dapat dilakukan apabila pencatatan produksi dilakukan secara baik, lengkap, dan berkelanjutan . Tanpa pencatatan produksi susu tidak dapat dilakukan penilaian bibit pada sapi perah . Pencatatan produksi susu yang paling baik dilakukan adalah setiap hari . Oleh karena itu, pencatatan produksi susu yang disarankan adalah sekali dalam sebulan atau sekali dalam 30 ± 2 hari . Artinya, kalau pencatatan produksi susu pada bulan pertama misalnya dilakukan pada tanggal 20, maka pencatatan pada bulan berikutnya dapat dilakukan pada tanggal 18, 20, 21 atau 22. Pencatatan produksi susu yang pertama dilakukan adalah pada hari ke-5 setelah melahirkan . Pencatatan produksi susu dituangkan ke dalam suatu kartu yang disebut dengan kartu produksi susu sebagaimana dalam Tabel 2.
40
Profii Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
12 . Contoh kartu roduksi susu Nama sapi _ Nomor telinga Tanggal lahir Bangsa Asal sapi Nama peternak Alamat
Nama bapak No . Kode bapak Bangsa bapak Nama induk No Kode induk Bangsa induk
Laktasi ke : Mula dicatat~ct I . : Tgl . Melahirkan: 4 Bulan ke : _ 2 3 Pagi (kg) Sore (kg) Jumlah (kg) Jumlah hari Berat Jenis Lemak (%) Protein (%)_ Jumlah produksi susu (kg). Lama laktasi (hari): Produksi susu 305,2 ME (kg) : C
Kering tgl . : 12 8 9 10 11
Sebagai contoh, sapi perah induk yang akan dicatat produksi susunya adalah sapi perah induk yang diberi nama Rosi dengan nomor telinga 022 . Sapi ini baru pertama kali beranak pada tanggal 15 Juli 2007. Dengan dernikian, pencatatan produksi susu mulai dilakukan pada tanggal 20 Juli 2007 pada sore hari . Misalkan hasil pemerahan sore hari sebanyak 5,5 liter dan hasil pemerahan pagi hari (tanggal 21 Juli 2007) sebanyak 8,5 liter. Hasil pemerahan tanggal 20 Juli 2007 sebanyak 8,5 liter + 5,5 liter = 14,0 liter / hari . Pencatatan produksi susu pada bulan berikutnya (Agustus 2007) antara tanggal 17-20 Agustus 2007 . Pada bulan Juli 2007, sapi perah diperah selama 12 hari . Jurnlah produksi susu pada bulan Juli 2007 sebanyak 12 x 14,0 L = 168,0 liter (produksi susu bulanan) . Misalnya sapi perah itu diperah selama 10 bulan atau dikeringkan pada tanggal 21 Mei 2007 . Dengan demikian, contoh pencatatan produksi susu bulanan, tertera pada Tabel 3 .
41
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
Tabel 3 .
Produksi susu bulanan dalam satu masa laktasi Bu1an11996/1997 Lama Pengukuran pemerahan (hari) produksi susu (I/hari) Juli 12 14,0 Agustus 31 15,3 September 30 12,6 Oktober 31 12,2 Nopember 30 10,8 Desember 31 9,2 Januari 31 8,6 Pebruari 28 7,7 Maret 31 6,2 April 30 4,5 Mei 20 3,0 Jumlah produksi susu (1/laktasi)
Jumlah produksi susu (I/bulan) 168,0 474,3 378,0 378,2 324,0 285,2 266,6 215,6 192,2 135,0 60,0 1 .877,1
111 .8Mengawinkan Induk Laktasi Sapi perah betina barn akan memproduksi susu apabila telah beranak . Untuk beranak perlu dibuntingkan terlebih dahulu . Sehubungan dengan ini harus dilakukan pengawinan atau dengan inseminasi buatan sapi-sapi perah induk laktasi beberapa hari setelah beranak . Sesudah beranak, sapi-sapi perah induk laktasi memerlukan waktu untuk memulai lagi satu siklus normal untuk kebuntingan baru . Uterus harus kembali kepada ukuran dan posisi semula yang dikenal dengan istilah involusi . Waktu yang diperlukan untuk involusi pada sapi perah berkisar antara 30-50 hari . Namun, sebaiknya sapi perah induk laktasi mulai dikawinkan lagi sekitar 50-60 hari setelah beranak dan 85 hari setelah beranak, sapi perah induk laktasi itu sudah harus bunting. Pada umumnya, perkawinan sapi perah induk dilakukan secara inseminasi buatan dan hanya sebagian kecil peternak yang masih menggunakan pejantan . Rata-rata inseminasi supaya bunting yang disebut dengan service per conception (S/C) pada sapi perah di Indonesia adalah 2 kali, sedangkan siklus berahi sapi-sapi perah induk rata-rata 21 hari . Apabila sapi perah induk laktasi dikawinkan 50 hari untuk beranak dan S/C = 2, maka sapi perah itu barn akan bunting 50 + (2 x 21) hari = 92 hari setelah beranak . Sementara apabila sapi perah induk laktasi dikawinkan 60 hari setelah beranak dengan S/C = 2, maka sapi 42
Protil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
perah itu baru akan bunting 60 + (2 x 21) hari = 102 hari setelah beranak . Oleh karena diharapkan agar 85 hari setelah beranak, sapi perah induk laktasi sudah barns bunting, maka sebaiknya perkawinan sapi perah induk laktasi dilakukan sekitar 50 hari setelah melahirkan . Sapi perah induk laktasi yang baru bisa bunting lebih dari 85 hari setelah beranak akan berakibat pada jarak beranak yang lebih dari setahun atau 365 hari . Padahal jarak beranak yang diharapkan dari sapi-sapi perah induk. adalah sekitar 365 hari . Jumlah beranak lebih dari 365 bari akan menurunkan pendapatan peternak sapi perah . Agar beranak sekitar 365 hari dapat dicapai maka kepada setiap peternak maupun inseminator dituntut mempunyai pengetahuan tentang tanda-tanda berahi dan kapan saatnya yang tepat untuk mengawinkan atau inseminasi dilakukan . Tanpa memiliki pengetahuan tanda-tanda berahi dan saat yang tepat untuk mengawinkan atau inseminasi, tidak akan diperoleh S/C yang optimal . Selama kira-kira 12-24 jam sebelum berahi akan terlihat tanda-tanda seperti : (a) Sapi perah menunjukkan ketenangan dan (b) Vagina menjadi lembap dan mengeluarkan lendir berupa cairan yang kering . Berahi yang sebenarnya baru terjadi apabila sapi perah itu sudah memperlihatkan tanda-tanda seperti : (a) Sapi perah menjadi sangat peka terhadap sekelilingnya, (b) Tidak tenang dan gelisah terus, (c) Produksi susu dan nafsu makan berkurang, (d) Mencoba menaik-naiki sapi lainnya, dan (e) Vulva kelihatan memerah dan mengeluarkan lendir yang bening dan pekat . Berahi akan berlangsung kira-kira 14 jam, sedangkan menjelang berakhirnya berahi, lendir dari vulva akan mengental serta keruh dan akhirnya terhenti sama sekali . Perkawinan atau inseminasi yang paling tepat dilakukan adalah sekitar 9-24 jam setelah tanda-tanda berahi pertama terlihat . Waktu mengawinkan atau inseminasi dapat pula dilakukan pedoman sebagaimana tercantum dalam Tabel 4.
43
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
Tabel 4 . Waktu mengawinkan atau inserninasi dapat pula dilakukan sebagai pedoman berikut ini . Pagi hari Siang hari Sorehari
Kejadian berahi Saat mengawinkan Sore ha i Malam han Keesokan harinya
Sapi perah yang sudah dikawinkan atau diinseminasi perlu diketahui bunting atau tidak melalui dua metode, yaitu : (a) Melakukan palpasi per rektal atau perogohan . Palpasi rektal baru akan dapat dilakukan paling cepat 2 bulan setelah perkawinan /inseminasi, dan (b) Menggunakan metode non return rate (NRR) . Apabila 60-90 hari setelah sapi perah dikawinkan/ diinseminasi tidak berahi lagi, maka sapi perah itu dianggap sudah bunting . 111 .9 Pedet Pedet adalah anak sapi baru lahir sampai berumur lepas sapih sekitar 3-4 bulan . Pedet yang akan lahir harus ditunggui dan perlu ditolong kelahirannya dengan cara menarik bagian kepala atau bagian kaki dari alat kelamin induknya . Sesuaikan irama penarikan dengan irama gerakan perut induknya . Begitu keluar, pedet penuh dengan lendir pada seluruh badannya termasuk pada mulut dan lubang hidungnya . Oleh karena itu, yang diutamakan adalah membersihkan mulut dan lubang hidung pedet dengan menggunakan kain bersih dan lembut . Apabila pedet yang baru lahir itu belurn mulai bernapas, barns segera diberi pertolongan dengan menelantangkan pedet sehingga ke empat kakinya menghadap ke atas . Kemudian kedua kaki depannya dipegang dan digerak-gerakan secara serentak ke atas dan ke bawah berulang-ulang sampai terlihat adanya tanda-tanda bernapas . Setelah pedet dapat bernapas dengan sempurna, bersihkan seluruh tubuhnya . Kemudian tall pusar diikat dengan benang sekitar 2,5 cm dari perut, lalu dipotong sekitar 1 cln di bawah ikatan tadi . Dioleskan iodin atau biocid pada bekas pemotongan tadi untuk mencegah terjadinya infeksi . 44
Prgfrl Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
Pedet yang lahir dalam keadaan normal akan terus berdiri beberapa saat setelah lahir dan sekitar 30 menit setelah lahir, sudah bisa berjalan dan menyusu pada induknya . Peternak umumnya tidak menyusukannya pada induknya, tetapi memerah susu induknya dan memberikannya pada pedet dalam suatu wadah yang bersih dan antikarat. Agar pedet itu mau minum dari wadah susu, maka gunakanlah ibu jari tangan ke mulut pedet itu pada waktu menyusukannya atau menggunakan dot. Pedet harus diberi tanda, baik secara permanen maupun temporer dan biasanya yang digunakan adalah nomor telinga atau eartag . Tanpa pemberian tanda pada pedet yang baru lahir, di kemudian hari akan sukar mengetahui asal usul induknya, bapaknya dan informasi lain . Pemasangan nomor telinga diikuti pula dengan pengisian kartu kelahiran dan silsilah sebagaimana dalam Tabel 5 . Tabel 5 . Kartu kelahiran dan silsilah Nama perusahaan Nama pemilik No . Perusahaan Alamat Nama anak sapi Tanggallahir Kelamin ---Lama dikanda n_g_. Kelahiran Tanda pengenal anak Anak hasil IB gl IB/konsepsi
....... . . . . . . ..... ..... .. . . .. ......... . . . . . .. ............ . . . . ........... . . ........ ... . . . . ... ....... ... . . ...... .... . . . . .. .......... .. . . . . ... .......
. . . . . ......... .. . . . . . . . ...... ... . . . . . . ...... ..... . . . . . . . .......... .. . . . . . . ...... Jan an/betina
_
No. Kel . Banqsa Warna Berat badan
Normal/abnormal .... . . . . . ... ........... . .. . ...... .... . . . . . .............. . . . . ........... . Pejantan .. . . . Inseminator
_
Sampai dengan hari ke-4, pedet harus mendapat kolostrum ; kemudian pada hari ke-5 dan hari-hari berikutnya, pedet memperoleh susu dari hasil pemerahan induknya . Pemberian susu ini berlangsung sampai saatnya disapih, yaitu pada umur sekitar 11 minggu . Jumlah susu yang diberikan sebanyak 1/8 dari bobot badan untuk pedet jantan dan sekitar 1/10 dari bobot badan untuk pedet betina . Jumlah peinberian susu dengan ketentuan tersebut berlaku sejak umur 5 hari sampai dengan umur 4 ininggu. Setelah berumur 4 minggu, pemberian susu terus-menerus dikurangi sampai pada umur 11 minggu tidak mendapat susu lagi . Susu jangan diberikan dalam keadaan 45
Pro 11 Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
dingin, tetapi dalam keadaan hangat-hangat kuku dengan suhu sekitar 32,3-37,8 C . Frekuensi pemberian susu dapat diatur dua atau tiga kali dalam sehari semalam . Jumlah pemberian susu pada pedet dapat pula dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut pada Tabel 6. Pada umumnya, pada umur 2 minggu, pedet mulai diberi hijauan muda segar secara bertahap sesuai dengan pertambahan umur pedet . Pemberian konsentrat dimulai pada umur 4 minggu . Kesehatan pedet sampai dengan umur 4 bulan harus bertar-benar dijaga dan diawasi, sebab sekitar 25-33% akan mengalami kematian dari lahir sampai umur 4 bulan . Kematian yang sering terjadi adalah disebabkan kurang makan/susu, penyakit penumonia yang sering berkomplikasi dengan gangguan pencernaan dan infeksi pada pusar . Tabel 6 . Jumlah emberian susu ada edet Umur pedet 1 -4 han 5-7 han Minggu ke-2 _ Minggu ke-3 Minggu ke-4 Minggu ke-5 Minggu ke-6 Minggu ke-7 Minggu ke-8 Minggu ke-9 M_ inggu ke-10 Minggu ke-1 1
Pemberian susu ft/hari) olostrum 30-4,0 4,5-50 5 0-6 0 4,5-50 30-4,0 2 5 3 0 2 0 1 5 1 5 1 0 disapih
_
111.10 Pemotongan Tanduk Selama ini masih jarang peternak melakukan pemotongan tanduk pada sapi-sapi perahnya . Pemotongan tanduk perlu dilakukan sebagai tindakan penanganan pada umur 3-10 hari agar lebih mudah dikerjakan . Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam pemotongan tanduk ini, cara yang paling praktis tergantung pada umur pedet dan peralatan ataupun fasilitas yang tersedia . Hal ini meliputi menggunakan bahan kimia, menggunakan alat pemotong listrik, dan menggunakan gergaj i .
46
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
Pedet yang telah berumur 10 hari apabila hendak dipotong tanduknya, lebih baik menggunakan bahan kimia . Bahan kimia yang sudah umum digunakan adalah caustic soda dalam bentuk pasta. Penggunaan bahan kimia tersebut harus dilakukan hatihati agar terhindar dari luka bakar . Caranya adalah dengan menggunting dan membersihkan bulu sekitar pangkal tanduk . Lalu dioleskan bahan kimia pada bagian tanduk yang mencuat ke luar dan juga jangan sampai bahan kimia itu merusak kulit pedet . Pedet yang telah diolesi bahan kimia segera dipisahkan dari pedet-pedet lainnya, agar bahan kimia yang melekat tidak terkena pada pedet lainnya . Pemotongan tanduk dengan menggunakan alat potong listrik dapat dilakukan pada pedet yang telah berumur 1-5 minggu . Pada umur tersebut, pangkal tanduknya belum begitu kuat bertaut dengan batok kepala . Alat pemotong tanduk listrik mempunyai kontrol otomatis terhadap suhu yang diperlukan, yakni 53,7°C. Alat tersebut dipasang pada pangkal tanduk selama 10 detik . Waktu tersebut sudah cukup untuk merusak sel-sel tanduk dan mencegah pertumbuhan tanduk selanjutnya . Pemotongan tanduk dengan menggunakan gergaji dilakukan pada pedet yang sudah lebih tua dan bahkan sudah usia bukan pedet lagi . Caranya adalah dengan mengikat pembuluh darah utama terlebih dahulu . Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan jarum mesin jahit yang telah diberi benang yang kuat dan memasukkannya dari bawah pembuluh darah utama tanduk, lalu diikat . Pemotongan dengan menggunakan gergaji yang kecil dan tajam dilakukan pada sekitar 1 cm dari kulit kepala agar urat-urat tanduk ikut pula terpotong (Gambar 2) . Hasil pemotongan akan meninggalkan luka yang kemungkinan akan dikerumuni lalat . Oleh karena itu, pemotongan tanduk dengan gergaji sebaiknya dilakukan pada musim-musim tidak banyak lalat.
47
Profl Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
Gambar 2 .
Sapi dipotong tanduk menggunakan membahayakan dan merusak.
gergaji
agar
tidak
111 .11 Sapi Dara Anak sapi perah betina yang sudah disapih sampai dengan umur melahirkan pertama kali, disebut dengan sapi perah dara . Pedet yang dipelihara dengan baik dan pemberian ransum yang berkualitas dan mencukupi sudah mulai disapih pada umur 11 minggu . Tidak perlu semua dara yang ada dibesarkan (:an dijadikan induk, akan tetapi sesuaikan jumlah dara yang harus dipelihara dengan kebutuhan . Pemilihan terhadap sapi perah dara yang hendak dipelihara terus dan untuk dijadikan induk harus mengikuti ketentuan-ketentuan seperti berasal dari induk yang berproduksi tinggi, mempunyai bentuk tubuh yang bagus dan tidak ada cacat, sehat dan tidak mengidap penyakit apa pun, serta mempunyai pertumbuhan yang cepat. Ransum yang diberikan pada sapi perah dara harus diperhatikan kualitas maupun kuantitasnya, yakni yang dapat memberikan pertumbuhan cepat namun bukan untuk penggemukan. Jumlah ransum yang diberikan harus selalu disesuaikan dengan umur serta pertumbuhan fisiknya . Sering dijumpai sapi perah dara yang lebih dari 4 puting susu. Puting susu yang lebih dari 4, harus dihilangkan . Caranya adalah 48
Profit Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
dengan menggunting susu yang lebih tadi . Sebelum dilakukan pengguntingan, terlebih dahulu dioleskan iodin atau antiseptik lainnya pada pangkal relatif susu yang akan digunting kemudian ikat dengan benang yang kuat . Kemudian barulah dilakukan pengguntingan persis di bawah ikatan tadi . Setelah dilakukan pengguntingan dioleskan lagi iodin pada bekas pengguntingan untuk mencegah terjadinya infeksi . Sapi perah dara mulai dikawinkan tergantung pada umur dan besar tubuhnya . Beberapa peternak sudah mulai mengawinkan sapi perah dara pada umur 15 bulan, yakni sapi perah yang mempunyai pertumbuhan yang cepat . Diharapkan pada umur 2 tahun sapi perah itu sudah berproduksi susu . Bagi peternak-peternak yang masih kurang pengetahuan dan pengalaman dalam membesarkan sapi perah dara sebaiknya mengawinkan sapi-sapi perah dara pada umur sekitar 17-18 bulan . Perkawinan sapi perah dara yang terlalu cepat dalam keadaan tubuh yang masih relatif kecil akan berakibat pada perkembangan tubuh dan kesulitan dalam melahirkan . Produksi susu yang dicapai juga tidak akan memuaskan . Apabila memungkinkan, sapi perah dara sebaiknya dilepas selama sekitar 1-2 jam setiap hari di luar kandang. Hal ini diperlukan agar kesehatan sapi perah dara itu terpelihara dengan baik dan akan lebih kuat terhadap serangan penyakit . 111 .12 Sapi Kering Pada umur kebuntingan 7 bulan sapi perah dikeringkan . Sapi kering hanya diberi rumput dan dari satu bulan menjelang beranak sampai produksi puncak sapi perah tidak mendapat konsentrat yang setara untuk produksi puncak (challenge feeding) . Sapi perah induk laktasi yang telah bunting, produksi susunya akan semakin menurun sesuai dengan umur kebuntingan . Sapi perah induk laktasi sudah harus dikeringkan pada hari ke-309 setelah beranak dan lama kering kandang yang paling baik adalah sekitar 56-60 hari . Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengeringkan sapi perah induk laktasi, 49
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
antara lain pemerahan berselang, pemerahan tidak lengkap, dan penghentian pemerahan secara tiba-tiba . Pemerahan berselang, mula-mula diperah sekali saja dalam sehari semalam selama 3-4 hari dan kemudian diperah sekali dalam 2 hari selama 3-4 hari . Selanjutnya 3 hari tidak diperah, 4 hari tidak diperah . Demikian selanjutnya sampai batas waktu pengeringan . Pada pernerahan tidak lengkap, selama beberapa hari sebelum batas waktu pengeringan, sapi perah tetap diperah tetapi susu yang ada dalam tiap putingnya tidak sampai habis diperah . Kemudian dilanjutkan dengan pemerahan berselang, tetapi tetap dengan cara pemerahan tak lengkap . Untuk sapi perah induk laktasi yang berproduksi susu rendah dan bebas dari infeksi mastitis, cara pengeringan sapi perah induk laktasi dengan penghentian pemerahan secara tiba-tiba adalah paling sesuai . Tiga hari sebelum batas waktu pengeringan, pemberian konsentrat dalam ransum ditiadakan dan pemberian hijauan dikurangi sekitar 1/2-2/3 dari jumlah yang biassanya diberikan. Pada pemerahan yang terakhir kali, disarankan agar ambing dan puting susu dicuci bersih dan diberi disinfektan untuk mencegah puting susu terinfeksi kuman . 111.13 Pejantan Sangat jarang ada peternak kecil yang memelihara pejantan sapi perah karena pada umumnya perkembangbiakan melalui inseminasi buatan . Peternak cukup melaporkan sapi perahnya berahi dan inseminator datang dan melakukan inseminasi serta mencatat kejadian tersebut . Di daerah-daerah dengan pelaksanaan inseminasi buatan yang telah intensif, jarang peternak memelihara jantan maupun pejantan sapi perah . Pedet jantan yang baru lahir atau setelah umur sapih, biasanya dijual . Namun, ada juga yang memelihara pejantan, khususnya peternak yang berskala usaha besar. Tatalaksana pemeliharaan jantan muda sampai dengan umur 6 bulan adalah sama dengan tatalaksana pemeliharaan sapi perah dara . Jantan muda yang
50
Profit Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
sudah berumur 6 bulan tidak boleh disatukan dengan sapi perah dara dan dilakukan pemasangan cincin hidung . Pemasangan cincin hidung dapat dilakukan dengan mengikat sapi perah jantan tersebut pada tiang kandang, kemudian tegakkan kepalanya ke atas . Setelah itu selaput tengah hidung diamati dan dicari bagian yang lunak pada sebelah dalam ; selaput ditusuk dan kemudian cincin hidung dipasang dengan cepat . Suatu alat runcing yang bersih dapat digunakan untuk melubangi selaput tengah hidung itu agar pemasangan cincin hidung dapat lebih mudah dilakukan . Cincin hidung yang pertama dipasang adalah berdiameter 4 cm dan antikarat. Setelah jantan muda berumur 1 tahun, cincin hidung pertama diganti dengan cincin hidung yang lebih besar, kuat dan berdiameter 7 cm . Cincin hidung akan membuat sapi jantan lebih jinak sehingga lebih mudah dibawa ke mana diperlukan . Sapi perah jantan yang dipelihara dengan baik, setelah berumur sekitar 13-15 bulan sudah dapat digunakan sebagai pejantan untuk kawin, namun harus dibatasi . Setelah mencapai umur dewasa (2,5-3 tahun), pejantan sudah dapat dipakai untuk kawin atau diambil semennya 4 kali dalam seminggu dalam periode 2 minggu, lalu diistirahatkan satu minggu . Walaupun sudah dewasa sebaiknya jangan dikawinkan atau diambil semennya lebih dari dua kali dalam seminggu . DI beberapa daerah peternak biasanya setelah mengawinkan sapi pejantan tersebut diberi jamu kuat dan telur ayam 2-3 butir untuk mempertahankan stamina pejantan tersebut . Tindakan ini belum dibuktikan secara ilmiah dan pemberian protein hewani kepada ruminansia tidak dianjurkan . Pejantan terawat dengan baik dan pemberian ransum yang mencukupi kuantitas dan kualitasnya, dapat dikawinkan atau diambil semennya secara teratur sampai berumur 14-15 tahun . Agar pejantan selalu berada dalam kondisi baik untuk dikawinkan atau diambil semennya, diperlukan sejumlah pergerakan . Hal ini dapat dilakukan dengan membangun kandang yang cukup luas ataupun membangun pelataran di samping kandang agar supaya pejantan itu dapat bergerak bebas . 51
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
Peternak-peternak yang mempunyai sapi-sapi betina sampai dengan 30-35 ekor cukup memelihara 2 pejantan yang besar . Dalam hal in] sapi jantan yang dijadikan pejantan harus diseleksi, antara lain dilahirkan dari induk yang mempunyai produksi susu tinggi, mempunyai bentuk tubuh tegap, kuku kuat, dan tidak cacat, bebas dari penyakit, pertumbuhan cepat namun tidak terlalu gemuk . Pejantan yang balk sebenarnya baru dapat diketahui setelah melalui suatu uji yang disebut dengan progeny testing . Untuk pengujian seekor pejantan diperlukan waktu sekitar 5--6 tahun dan baru diketahui hasilnya . Mengingat lamanya waktu tersebut, pejantan yang akan diuji sebaiknya sudah mulai dikawinkan pada umur 13 bulan . Di samping waktunya relatif lama, pengujian pejantan juga rnembutuhkan biaya yang cukup mahal. IV . SISTEM PERKANDANGAN
Tatalaksana perkandangan merupakan salah satu faktor produksi yang belum mendapat perhatian dalarn usaha peternakan sapi perah rakyat . Konstruksi kandang yang belum sesuai dengan persyaratan teknis akan mengganggu produktivitas ternak, kurang efisien dalam penggunaan tenaga kerja dan berdampak terhadap lingkungan di sekitarnya . Kondisi kandang belum memberikan keleluasaan, kenyamanan, dan kesehatan bagi ternak . Beberapa persyaratan yang diperlukan dalam mendirikan kandang antara lain memenuhi persyaratan kesehatan ternak, mempunyai ventilasi yang balk, efisiensi dalam pengelolaan, melindungi ternak dari pengaruh iklim dan keamanan kecurian, serta tidak berdampak terhadap lingkungan disekitarnya . Konstruksi kandang harus kuat dan tahan lama, penataan dan perlengkapan kandang hendaknya dapat memberikan kenyamaman kerja bagi petugas dalam proses produksi seperti member] pakan, pembersihan, pemeriksaan berahi, dan penanganan kesehatan . Bentuk dan tipe kandang hendaknya disesuaikan dengan lokasi berdasarkan agroekosistemnya, pola atau tujuan pemeliharaan, dan kondisi fisiologis ternak . 52
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
Kandang sapi perah sering kali dibangun di dekat rumah peternak sehingga posisinya tidak memanjang dari utara ke selatan, tetapi tergantung pada keadaan tanah . Kandang terdiri dari I atau 2 jalur . Sebagian besar peternak meletakkan sapi perahnya di dalam kandang dengan posisi saling bertolak belakang, tetapi ada juga yang saling berhadapan walaupun jarang. Kandang dilengkapi dengan bak pakan dan saluran pembuangan . Tiang kandang biasanya menggunakan bahan kayu, tetapi ada juga yang memakai bambu dan besi, baik besi galvanis maupun besi persegi . Atap kandang umumnya menggunakan genting dan di bawah atap tidak diberi langitlangit . Air dibawa ke dalam kandang, baik menggunakan ember maupun pipa saluran. Saluran pembuangan mengikuti ukuran alat yang digunakan seperti cangkul atau sekop dan berukuran 20 cm dengan kedalaman 5 cm . Lantai kandang dibuat dari semen . Kemiringan lantai tidak mengikuti patokan 2-5%, tetapi dibuat asal tidak terlalu miring bahkan ada lantai yang rata . Kekasaran lantai dibuat tidak beraturan bukan mengikuti arah bak pakan . Lantai dibersihkan jika dianggap kotor . Ada peternak yang sudah memakai alas lantai (bedding) matras karet, namun ada juga yang menggunakan alas lantai jerami padi dan serbuk gergaji . Umumnya lantai tidak diberi alas seperti Gambar 3.
Gambar 3 . Kandang sapi perah satu baris
53
Profit Usaha Peternakan Supi Perah di Indonesia
Bak pakan dan minum juga dibuat dari semen yang berfungsi sebagai dinding menutup setengah bagian . Beberapa peternak menggunakan bak pakan dari kayu sehingga konsentrat dan air minum diberikan menggunakan ember. Bak pakan dibuat memanjang sesuai dengan tempat sapi diikat . Tinggi bagian luar bak pakan 60 cm sedangkan bagian dalam 40 cm dan lebarnya 30-40 cm . Ketinggian bak dari permukaan tanah 60 cm. Bak pakan kadang bersekat kadang tidak bersekat . Bak pakan bersekat dimodifikasi menjadi bak minum dan dimaksudkan untuk memisahkan sapi memakai bak minum . Beberapa peternak menggunakan cekungan tempat pakan di permukaan lantai . Tiap ekor sapi perah mendapat tempat berdiri dan berbaring berukuran 1,5 x 2 m 2. Antara satu sapi dan sapi lainnya tidak disekat . Ukuran tiap petak kandang termasuk bak pakan dan got, yaitu 1,5 x 2,8 m-. Kandang untuk induk beranak umumnya tidak ada. Beberapa peternak menyediakan kandang atau boks untuk pedet . Gudang konsentrat, rumput, dan alat-alat sering kali tidak ada . Konsentrat, rumput, dan alat-alat diletakkan di dekat kandang asal tempat tersebut kering dan tidak mengganggu kerja . Keadaan ini terjadi karena keterbatasan lahan yang dimiliki peternak sapi perah . Sapi perah diikat ke bagian depan kandang mengikuti sistem tambat (tie stall) atau secara stanchion . Aplikasi alas lantai matras karet, mangkuk air otomatis, dan metode pengikatan halang leher terjadi akibat adanya penyuluhan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dan JICA yang dilaksanakan mulai tahun 1999 . Lokasi yang ideal untuk membangun kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk, tetapi mudah dicapai oleh kendaraan . Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang serta dekat dengan lahan pertanian . Pembuatannya dapat dilakukan secara berkelompok di tengah sawah atau ladang . Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki . Pada kandang tipe 54
Profit Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang sating berhadapan atau sating bertolak belakang . DI antara kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk jalan . Pembuatan kandang berjalur tunggal biasanya digunakan apabila jumlah ternak yang dipelihara hanya sedikit. Namun, apabila jumlah sapi perah yang dipelihara banyak, ukuran kandang harus lebih luas dan lebih besar sehingga dapat menampung jumlah sapi yang lebih banyak . Iklim tropis melalui unsur-unsurnya dapat berperan sebagai stresor pada sistem atau faali ternak, dapat menghambat reproduksi, pertumbuhan dan produksi (Keman, 1986) . Demikian pula tingkat indeks kelembapan udara yang tinggi dapat menghambat produktivitas (Yousef, 1982) . Atap pada prinsipnya berfungsi sebagai alat untuk mendapatkan keteduhan, mencegah menetesnya air dan sengatan panas sinar matahari langsung masuk ke dalam kandang . Kemampuan atap untuk menyerap panas tergantung dari jenis bahannya. Jenis logam dapat memancarkan panas lebih besar dibandingkan dengan bahan dari tanah atau daun . Hasil penelitian Ma'sum et al. (1992a) menunjukkan bahwa penggunaan macam bahan atap di dataran rendah meliputi genting, daun rumbia, seng, kombinasi genting-daun rumbia dan sengdaun rumbia . Sebagian besar menggunakan atap genting, yaitu 65%, selebihnya 24% ; 8% ; 2% dan 1% masingmasing atap daun rumbia, seng, kombinasi genting daun rumbia dan seng daun rumbia . Atap kandang di daerah tinggi terdiri dari genting, seng, asbes, daun rumbia, bambu dan kombinasi genting-seng masing-masing sebesar 75,6% ; 21,4% ; 0,8% ; 0,8% ; 0,8% dan 0,8% . Hasil-hasil penelitian pada penggunaan macam bahan atap kandang ini masih sangat terbatas, terutama macam atap yang lebih cocok dengan keadaan setempat (iklim, panas, dan sebagainya), karena sapi perah memerlukan suhu udara yang nyaman di dalam kandangnya, untuk mencapai produksi yang optimal . Atap genting, seng, dan daun rumbia dapat digunakan 55
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia sebagai bahan atap untuk perkandangan sapi perah dalam periode pertumbuhan di daerah dataran rendah tanpa menimbulkan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi pakan dan air serta pertumbuhannya . Walaupun atap seng menyebabkan frekuensi respirasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan atap genting dan daun rumbia, namun denyut nadi dan suhu rektal tidak berbeda nyata (Ma'sum et al ., 1992b) . Hampir selama hidupnya sapi perah berada dalam kandang . Hanya terkadang sapi perah dibawa ke luar kandang . 3ahkan sapi perah di Indonesia pada umumnya jarang dikeluarkan dari dalam kandang . Jadi, kandang bagi sapi perah bukan hanya berfungsi sebagai tempat tinggal saja, akan tetapi juga harus dapat memberi perlindungan dari segala aspek yang mengganggu . Oleh karena itu, kandang harus dapat meminimalkan segala faktor luar yang dapat menimbulkan gangguan pada sapi perah yang berada di dalamnya . Di samping faktor luar tadi, hal-hal lain yang menyangkut pembuatan kandang perlu pula diperhatikan, dan diperlukan beberapa persyaratan meliputi memberi kenyamanan sapi perah dan bagi pemelihara atau pekerja kandang, memenuhi persyaratan bagi kesehatan sapi perah, memiliki ventilasi atau perputaran udara sempurna, mudah dibersihkan dan selalu terjaga kebersihannya, memberi kemudahan bagi pekerja kandang dalam melakukan kerjanya sehingga efisiensi dapat terlaksana, dan bahan-bahan yang digunakan dapat tahan lama dan sedapat mungkin dengan biaya yang terjangkau oleh peternak . Pembuatan kandang pada suatu lokasi tidak terlepas dari pertimbangan lingkungan . Penentuan atau pemilihan lokasi kandang hendaknya memenuhi ketentuan-ketentuan seperti tidak berdekatan dengan pemukiman penduduk atau bangunanbangunan umum, seperti sekolah, rumah sakit, puskesmas, masjid, dan sebagainya, tidak ada rasa keberatan dari pihak tetangga, pembuangan air limbah dan kotoran terlaksana dengan balk dengan persediaan air cukup, letak areal kandang lebih tinggi sekitar 20-30 cm dari lahan sekitarnya, serta masih memungkinkan untuk perluasan kandang . 56
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
IV .1 Bentuk dan Tipe Kandang Sulit untuk menetapkan bentuk dan tipe kandang sapi perah yang sesuai untuk semua daerah . Walaupun demikian, dapat diutarakan bahwa bentuk dan tipe kandang sapi perah pada dasarnya tergantung pada jumlah sapi perah yang dipelihara, keadaan iklim, dan luas lahan yang tersedia, serta selera dari peternak itu sendiri . Dewasa ini ada dua bentuk kandang sapi perah yang satu dengan yang lainnya mempunyai kelebihan dan kelemahan . Bentuk kandang tersebut adalah kandang konvensional dan kandang bebas . Pada kandang konvensional, sapi perah ditempatkan dalam satu jajaran yang masing-masing dibatasi oleh suatu penyekat . Penyekat ini dapat dibuat dart' tembok beton ataupun dari besi bulat . Sekat ini dimulai dari tempat ransum, sepanjang tempat sapi perah berdiri . Tinggi penyekat pada tempat ransum sekitar 1 meter dan pada bagian belakang sapi perah sekitar 60 cm . Masing-masing sapi yang dibatasi oleh penyekat tadi diikat dengan rantai atau tambang . Belakangan ini banyak kandang yang tidak menggunakan penyekat lag] . Pada bagian ujung lantai sebelah tempat ransum dibuat bulatan kecil dari besi yang dibengkokkan dan ditanam di lantai sebagai tempat mengikat rantai atau tambang . Berdasarkan konstruksinya, kandang konvensional dibatasi atas dua tipe, yaitu tipe satu baris, sapi perah ditempatkan pada satu baris ; dan tipe dua baris, sapi perah ditempatkan dalam dua baris dengan saling berhadapan atau saling bertolak belakang . Antara kedua baris sapi-sapi perah tersebut dibuat jalur untuk jalan . Apabila jumlah sapi perah yang dipelihara sampai dengan 10 ekor, lebih baik menggunakan kandang konvensional dengan tipe satu baris . Akan tetapi, apabila jumlah sapi perah yang dipelihara sudah lebih dari 10 ekor, disarankan menggunakan tipe kandang konvensional dengan dua baris seperti disajikan pada Gambar 4.
57
Prgfi Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
(,amlnu 4 . k alI I1L
saps perah dua baris
Siregar et al. (1996) menyatakan bahwa waktu yang dibutuhkan dalam pemeliharaan sapi perah sekitar 60% berada di belakang sapi perah, 15% berada di bagian depan sapi perah, dan 25% lagi berada di bagian lain dan kamar susu . Hal ini menunjukkan bahwa waktu paling lama dalam pemeliharaan sapi perah adalah di bagian belakang sapi perah . Oleh karena itu, kandang konvensional dengan tipe dua baris dan saling bertolak belakang merupakan kandang yang paling efisien dalam penggunaan tenaga kerja . Kandang bebas berupa ruangan yang luas tanpa ada penyekat di antara sapi perah . Dalam kandang ini, sapi perah bebas bergerak dalam kandang . Dibandingkan dengan kandang konvensional, kandang bebas membutuhkan lahan yang lebih luas, tetapi tenaga kerja yang dibutuhkan lebih sedikit dan biaya pembuatannya lebih murah . Pemberian ransum, air minum, dan pemerahan sapi laktasi tidak dilakukan dalam ruangan ini, akan tetapi pada suatu ruangan khusus . Kandang bebas jarang dijumpai di peternakan sapi perah Indonesia, karena membutuhkan lahan yang lebih luas . Namun, ada juga peternak sapi perah yang menggunakan kandang bebas khususnya untuk pedet dan dara yang belum cukup umur untuk dikawinkan .
58
Profit Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
IV.2 Kandang Sapi Perah Induk Kandang yang dimaksud adalah kandang konvensional dengan tipe satu baris . Sapi perah dara yang telah berumur lebih dari satu tahun, mempunyai bentuk dan ukuran kandang yang sama dengan kandang sapi perah induk . Ketentuan dan ukuran kandang sapi perah induk adalah panjang dan lebar untuk satu tempat sapi perah induk, masing-masing adalah 1,8 m dan 1,50 m; panjang tempat ransum dan air minum selebar tempat sapi perah induk (1,50 m) . Antara tempat ransum dengan air ininum, dibuat satu penyekat setebal kira-kira 10 cm; panjang tempat ransum 100 cm dan lebar 50 cm dengan kedalaman 40; panjang tempat air minum 150-100 cm = 50 cm, lebar 50 ctn, dan kedalaman 40 cm ; selokan dengan lebar 30-40 cm dan kedalaman 20-25 cm ; lebar minimal jalan I m, dan kemiringan lantai kandang 1 cm per 2 m (0,5%) . Penampang melintang kandang untuk tempat satu ekor sapi perah induk dengan bak pakan di atas permukaan tanah disajikan pada Gambar 5, sedangkan dengan bak pakan di bawah permukaan tanah pada Gambar 6 .
I b a f e f c a b c Gambar 5 . Irisan melintang kandang sapi laktasi bak pakan di atas permukaan tanah Keterangan gambar : a = Jalan samping, b = Selokan, c = Tempat sapi berdiri, d = Bak pakan, e = Jalan tengah, f = Dinding bagian depan, g = Bak air minurn
d c b a a b c J e Gambar 6 . Irisan melintang kandang sapi laktasi bak pakan di bawah
59
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
Ukuran bak pakan dan air minum untuk sapi laktasi ditampilkan pada Tabel 7 berikut ini . Tabel7 .Ukuran bak akan dan air minum sa i laktasi Uraian Bak pakan Bak air minum
Panjang 1 0,5
Lebar 0,5 0,5
Kedalaman
m 0,5 0,5
IV.3 Kandang Pedet Sebelum Sapih Kandang individual dan tak perlu diikat . Panjang dan lebar kandang masing-masing 2 m dan 1,2 m . Tinggi dinding dari samping kiri, depan, dan belakang adalah I m . Kandang pedet ini dibuat berdampingan dengan kandang sapi perah induk . Setiap empat ekor sapi perah induk harus ada satu kandang pedet. IV.4 Kandang Pedet Setelah Sapih Atap dapat digunakan genting, daun tebu, daun kelapa, alang-alang, rumbia, atau injuk . Pada daerah yang banyak angin tidak dianjurkan memakai bahan atap dari genting . Pada daerahdaerah yag berhawa dingin, bahan atap dapat dari asbes ataupun seng . Kerangka atap dengan kuda-kuda dan bentuk atap jurai atau simetris . Kemiringan atap jika dari genting adalah 30-45 C : dari asbes adalah 15-20 C dan dari walet (daun tebu) dan sebagainya adalah 25-30 C . Tinggi atap jika dari genting tingginya 4,5 m untuk daerah rendah dan menengah, dan 4 m untuk dataran tinggi ; jika dari asbes, tingginya 5 m untuk daerah dataran rendah dan 4,5 m untuk daerah dataran tinggi, dan tinggi plafon emperan berkisar antara 1,75-2,20 m dengan lebar emperan sekitar 1 m . IV.5 Tempat Ransum dan Air Minum Tempat ransum maupun tempat air minum dapat dibuat dari tembok beton dengan lubang pembuangan air pada bagian sebelah bawah . Bentuk tempat ransum dan tempat air minum 60
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
sebaiknya dibuat cekung . Tempat ransum dapat pula terbuat dari papan atau kayu dan tempat air minum menggunakan ember . Ada peternak yang menggunakan bak pakan juga sebagai bak air minum, tetapi peternak lain memisahkan keduanya dengan menggunakan sekat atau menggunakan bak air minum terpisah yang berupa bak bundar dari semen . Penyuluhan JICA dan Dinas Peternakan Jawa Barat mengakibatkan beberapa peternak menggunakan mangkuk air minum otomatis . Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit . Lantai terbuat dari tanah padat atau semen, dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi . Lantai tanah dialasi dengan jerami kering sebagai alas kandang yang hangat . Seluruh bagian kandang dan peralatan yang pernah dipakai harus disucihamakan terlebih dahulu dengan disinfektan, seperti kreolin, lisol, dan bahan-bahan lainnya . Ukuran kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 2,5 x 2 m, sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8 x 2 m dan untuk anak sapi cukup 1,5 x I m per ekor, dengan tinggi atas 2-2,5 m dari tanah . Suhu di sekitar kandang 25-40°C (rata-rata 33°C) dan kelembapan 75% . Lokasi pemeliharaan dapat dilakukan pada dataran rendah (100-500 m) hingga dataran tinggi (>500 m). Di berbagai negara Eropa, Amerika Utara, dan Australia kandang sapi perah sudah semakin banyak menggunakan alas karet yang memberikan keuntungan-keuntungan berupa, kebersihan kandang dan kesehatan ternak terjamin, mencegah luka kulit, mencegah sapi terpeleset karena lantai licin dengan akibat patah tulang, mencegah infeksi puting susu yang dapat mengurangi produksi susu sampai 25%, mudah dilakukan pembersihan dan disinfeksi isolasi terhadap kelembapan, memberikan keempukan dan rasa nyaman pada ternak dan tahan lama . Di Indonesia pada umumnya kandang sapi masih beralaskan lantai semen . Meskipun dibuat kasar namun apabila basah, lantai menjadi licin sehingga membahayakan bagi sapi (jatuh terpeleset dengan akibat patah tulang atau luka pada kulit) 61
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
(Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, 1984 ; Foley et al ., 1973) . Salah satu penelitian yang telah dilakukan (Ma'sum et al ., 1988), yaitu pengaruh macam bahan lantai kandang terhadap terjadinya luka pada sapi perah rakyat di daerah Grati-Pasuruan ; didapatkan hasil bahwa sebagai bahan lantai kandang adalah banyak digunakan semen, batu paras, kayu, tanah dan kombinasinya . Macam bahan lantai kandang dapat menentukan timbulnya sapi yang luka badan dan daerah lukanya umumnya dibagian lutut, paha, dan pinggul . Persentase kejadian luka terbanyak adalah akibat lantai semen, kemudian secara berurutan diakibatkan oleh lantai kayu, batu paras, atau kombinasinya dan lantai tanah . Berdasarkan hal-hal di atas kiranya perlu terus diupayakan dan diujicobakan penggunaan lantai kandang yang dapat mengurangi kerugian, di antaranya karpet karet ini yang diharapkan cocok dengan kondisi lingkungan dan perkandangan sapi perah rakyat . V.
PEMANFAATAN DAN PENGOLAHAN SAM SEBAGAI KoMPOs
KOTORAN
Kompos merupakan pupuk organik yang berasal dari sisa tanaman dan kotoran hewan yang telah mengalami proses dekomposisi atau pelapukan . Selama ini, sisa tanaman dan kotoran ternak belum sepenuhnya dimanfaatkan sebagai pengganti pupuk buatan . Kompos yang baik adalah yang sudah cukup mengalami pelapukan dan dicirikan oleh warna yang sudah berbeda dengan warna bahan pembentuknya, tidak berbau, kadar air rendah dan sesuai suhu ruang . Proses pengomposan adalah proses menurunkan C/N bahan organik hingga sama dengan C/N tanah (<20) . Selama proses pengomposan, terjadi perubahan-perubahan unsur kimia, yaitu : (a) Karbohidrat, selulosa, hemiselulosa, lemak dan lilin menjadi CO2 dan H,O, dan (b) Penguraian senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap tanaman . Kompos merupakan salah satu komponen untuk meningkatkan kesuburan tanah dengan memperbaiki kerusakan fisik tanah akibat pemakaian pupuk 62
Profit Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
anorganik (kimia) pada tanah secara berlebihan yang berakibat rusaknya struktur tanah dalam jangka waktu lama . Manfaat kompos di antaranya adalah memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga menjadi ringan ; memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak berderai ; menambah daya ikat tanah terhadap air dan unsur-unsur hara tanah ; memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah ; mengandung unsur hara yang lengkap, walaupun jumlahnya sedikit (jumlah ini tergantung dari bahan pembuat pupuk organik) ; menibantu proses pelapukan bahan mineral; memberi ketersediaan bahan makanan bag] mikroorganisme, serta menurunkan aktivitas mikroorganisme yang merugikan (Yovita, 2001) . Pengolahan kotoran sapi yang mempunyai kandungan N, P, dan K yang tinggi sebagai pupuk kompos dapat mensuplai unsur hara yang dibutuhkan tanah dan memperbaiki struktur tanah menjadi lebih baik (Setiawan, 2002 dalam Prihandini dan Purwanto, 2007) . Pada tanah yang baik/sehat, kelarutan unsurunsur anorganik akan meningkat, serta ketersediaan asam amino, zat gula, vitamin dan zat-zat bioaktif hasil dari aktivitas mikroorganisme efektif dalam tanah akan bertambah sehingga pertumbuhan tanaman menjadi semakin optimal (Poerbo, 2006) . Seekor sapi mampu menghasilkan kotoran padat dan cair 23,6 kg/hari dan 9,1 kg/hari (Kardin, 2007) . Untung (2002) melaporkan bahwa seekor sapi muda kebiri akan memproduksi 15-30 kg kotoran per hari . Kotoran yang baru dihasilkan sapi tidak dapat langsung diberikan sebagai pupuk tanaman, tetapi harus mengalami proses pengomposan terlebih dahulu . Beberapa alasan mengapa bahan organik seperti kotoran sapi perlu dikomposkan sebelum dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman adalah bila tanah mengandung cukup udara dan air, penguraian bahan organik berlangsung cepat sehingga dapat mengganggu pertumbuhan tanaman ; penguraian bahan segar hanya sedikit sekali memasok humus dan unsur hara ke dalam tanah ; struktur bahan organik segar sangat kasar dan daya serapnya terhadap air kecil sehingga bila langsung dibenamkan akan mengakibatkan tanah menjadi sangat remah, serta kotoran 63
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
sapi tidak selalu tersedia pada saat diperlukan sehingga pembuatan kompos merupakan cara penyimpanan bahan organik sebelum digunakan sebagai pupuk . Kandungan nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) dalam kotoran sapi potong serta analisis laboratorium kompos organik tertera pada Tabel 8 dan 9. Tabel 8 . Kandun an N, P dan K dalam kotoran sa i oton Bobot Badan (kg)
N (%)
P (%)
K (%)
277
28,1
9,1
20,0 30,0
340
42,2
13,6
454
56,2
18,2
39,9
567
70,3
22,7
49,9
Sumber : Vanderholm (1979) dalam Untung (2002) Tabel 9 . Hasil analisis kom os or anik Parameter
Nilai
pH
7,3
Kadar Air (%) Nitrogen (%) C . Organik (%) C/N ratio (%) Fosfor (%) Kalium (%)
24,21 1,11 18,76 16,9 1,62 7,26
Pembuatan kompos organik dapat berasal dari campuran kotoran sapi dan urine yang diaduk secara merata oleh ternak sendiri dengan cara diinjak-injak sehingga telah mengalami proses pengomposan dengan baik . Bahan dan peralatan yang diperlukan adalah kotoran sapi yang bercampur dengan urine (berasal dari kandang kelompok), sekam atau gergajen (limbah gergajian kayu), kapur bubuk, skop dan saringan, karung plastik, dan timbangan . Pembuatan kompos diawali dengan pengumpulan kotoran sapi dengan cara pemanenan dari kandang sistem kelompok, dilanjutkan dengan proses pengolahan menjadi kompos curah, blok, granula, dan bokhasi . Pemanenan kompos dilakukan setelah ketebalan kotoran sapi dan urine di dalam kandang kelompok mencapai 25-30 cm (1,5-2 bulan). Pemanenan dilaksanakan sesuai dengan tujuan jenis kompos organik, yaitu kompos curah, kompos blok, kompos granula, dan bokhasi 64
Prgfi! Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
(Prihandini dan Purwanto, 2007) . Pembuatan kompos dapat dikerjakan dengan hanya mencampur kotoran sapi perah dan serbuk gergaji kayu Albizia . Hasil penelitian menunjukkan bahwa campuran bahan baku kompos kotoran sapi perah dan serbuk gergaji kayu Albizia dengan perbandingan volume 1 :1 menghasilkan kompos yang mempunyai kandungan N, P, dan K terbaik (Djaja et al ., 2003) . Proses pembuatan kompos curah dilakukan dengan kotoran yang dipanen dari kandang diangin-anginkan di tempat teduh selama 2 bulan di musim hujan atau 1 bulan di musim kemarau, kotoran dihancurkan dan diayak dengan ukuran lubang 0,5 x 0,5 cm, kemudian dikemas dalam karung . Sedangkan proses pembuatan kompos blok adalah kotoran yang baru dipanen (kondisi masih basah), dicetak menggunakan alai pres manual sederhana atau dengan menggunakan mesin pres batako. Cetakan kompos blok berukuran p = 20 x I = 12 atau 6 x t = 5 cm. Kompos sebagai pupuk organik yang berbahan kotoran sapi mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan pupuk anorganik . Selain itu, kompos juga mempunyai prospek dan peluang yang besar untuk dipasarkan secara lebih meluas untuk mengurangi ketergantungan petani terhadap pupuk kimia . Penyediaan kompos organik yang berkelanjutan dan praktis dapat mempermudah petani untuk memanfaatkannya sebagai penyubur tanah dan tanaman pertaniannya . VI . GAS Bio
Teknologi pembentukan gas bio selain menghasilkan gas metan (CH4) sebagai sumber energi juga menghasilkan lumpur (sludge) yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik . Kualitas lumpur sebagai pupuk organik tidak terlepas dari proses degradasi bahan organik yang digunakan untuk membentuk gas bio. Faktor-faktor yang memengaruhi proses pembentukan gas bio di antaranya nisbah C/N substrat antara 20-30, bahan kering 5-10%, kadar air 90-95%, aktivitas 65
Profil Usahu Peternakan Sapi Perah di Indonesia
mikroorganisme dalam pencerna, ketiga faktor ini merupakan faktor utama, sedangkan faktor pendukungnya antara lain derajat keasaman (pH) senilai 6,0-8,0 ; pengadukan, waktu fermentasi, dan suhu sebesar 32-36 C (Hermawan, 2007) . Proses pembentukan gas bio merupakan proses biologis yang melibatkan bakteri, yang secara garis besar dapat dibagi dalam tiga tahap (Bryant, 1976 ; Hermawan et al ., 2007 ; Pambudi, 2008) . Tahap pertama adalah hidrolisis subsrat oleh bakteri nonmetanogenik . Senyawa-senyawa komplek seperti selulosa, lemak, dan protein dalam feses menjadi senyawasenyawa sederhana seperti asam asetat, alkohol, C02, NH3, dan sulfida serta bahan organik lainnya . Senyawa-senyawa tersebut akan dipergunakan untuk pembentukan sel bakteri . Tahap kedua adalah asidogenesis, yaitu penguraian senyawa terlarut menjadi asam-asam organik, bakteri mengoksidasi asam berantai karbon panjang seperti asetat dan alkohol . Tahap ketiga adalah metanogenesis, yaitu penguraian asam-asam organik rantai pendek menjadi H2, CO, dan asetat yang akan dimanfaatkan oleh bakteri metanogenik untuk pertumbuhan dan produksi CH 4 dan CO2. Demikian juga urea yang berasal dari protein dihidrolisis oleh bakteri menjadi CH 4 dan NH4+. Selain itu, asam asetat serta asam propionat dari lemak difermentasi menjadi CH4 dan CO2 . Dan CO2 yang dihasilkan direduksi menjadi CH 4 dan H20 . Nisbah C/N substrat tergantung dari campuran bahan yang digunakan untuk pembentukan gas bio . Pemasangan instalasi gas bio ada yang menggunakan feses saja sebagai substrat, dan ada juga yang menggunakan campuran feses dan serbuk gergaji sebagai substrat . Hal ini akan memengaruhi nisbah C/N substrat yang digunakan dan pada akhirnya akan memengaruhi proses pembentukan gas bio maupun kualitas lumpur yang dihasilkan . VII . PENUTUP
Kegiatan manajemen usaha peternakan sapi perah harus memerhatikan beberapa faktor yang memengaruhi sapi-sapi 66
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
perah dalam berproduksi susu, antara lain faktor tersebut adalah tatalaksana pemeliharaan . Faktor atau tatalaksana pemeliharaan dapat secara langsung maupun secara tidak langsung memengaruhi kemampuan sapi-sapi perah dalam berproduksi susu. Kontruksi kandang yang belum sesuai dengan persyaratan teknis akan mengganggu produktivitas ternak, kurang efisien dalam penggunaan tenaga kerja, dan berdampak terhadap lingkungan sekitarnya . Selain itu, kondisi kandang juga belum memberikan keleluasaan, kenyamanan, dan kesehatan bagi ternak. Beberapa persyaratan yang diperlukan dalam mendirikan kandang antara lain memenuhi persyaratan kesehatan ternaknya, mempunyai ventilasi yang baik, efisiensi dalam pengelolaan, melindungi ternak dari pengaruh iklim dan keamanan kecurian, serta tidak berdampak terhadap lingkungan di sekitarnya . Faktor terpenting adalah sistem pemeliharaan sapi perah harus disesuaikan dengan status fisiologisnya, yaitu sapi perah bunting, induk laktasi, pedet, sapi dara, sapi kering, dan pejantan . Pemisahan ini selain menjadi lebih efisien dalam pengelolaan, sapi lebih produktif sehingga produksi susu dapat terjamin kontinuitas maupun kualitasnya . Menjaga manajemen sebaik mungkin berperan erat dengan tingkat tinggi produksi susu dan kesehatan sapi perah . Tatalaksana pemeliharaan sapi perah dengan baik sangat diperlukan, yang pada akhirnya memberi keuntungan sepadan atas usaha yang telah dilakukan .
67
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA Atmadilaga, D . 1959 . Cattle Breeding in Indonesia with Special Reference to Heat Tolerance . Disertasi, Universitas Indonesia, Bogor . Bryant, W .C . 1976 . The Microbiology of Anaerobic Degradation and Metan Genesis with Special Reference to Sewage . Departement of Dairy Science and Microbiology. University of Illinois . Urban Illinois . 107 . Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan . 2005 . Kumpulan Standar Mutu . Produksi Susu dan Olahannya . Berdasarkan Standar Nasional Indonesia . Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian . Direktorat Jenderal Peternakan . 2007 . Buku Statistik Peternakan . Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian RI . Djaja, W ., N .K . Suwardi dan L .B . Salman . 2003 . Pengaruh Imbangan
Kotoran Sapi Perah dan Serbuk Gergaji Terhadap Kualitas Kompos . Laporan Penelitian . Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, Bandung . Foley, R.C ., D .L . Bath, F .N . Dickinson dan H.A . Tucker . 1973 . Dairy Cattle : Principles, Practices, Problems, Profits . Lea & Fabiger . Philadelphia. Hermawan, B . 2007 . Sampah Organik sebagai Bahan Bakar Biogas . http :l/w ww .chetn-istry .org (24 Mei 2009) . Hermawan, B ., Lailatul Q, P . Candrarini, dan Sinly Evan P . 2007 . Pemanfaatan Sampah Organik Sebagai Sumber Biogas Untuk Mengatasi Krisis Energi Dalam Negeri . http :/f'www .cheniistrv.org (7 Mei 2008) . Kardin, D. 2007 . Teknologi blogsome .co m (24 Mei 2009 .
Kompos .
http ://www .manglayang.
Keman, S . 1986 . Keterkaitan Produktivitas Ternak dengan Iklim di Daerah Tropis, Masalah dan Tantangan . Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta . Ma'sum K dan D . B . Wijono. 1990 . Penggunoan Karpet Karet sebagai Alas Lantai Kandang Sapi Perah . Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak Grati Vol . 1(1) .
68
Profit Usaha Peternakan .Sapi Perah di Indonesia
Ma'sum K ., Mariyono, Uum Umiyasih, Lukman A . dan Aryogi . 1992a. Evaluasi Perkandangan Sapi Perah : Perkandangan Sapi Perah Rakyat pada Beberapa Daerah Dataran Rendah dan Tinggi di Jawa Timur . Prosiding Pertemuan Pengolahan dan Komunikasi Hasil Penelitian Peternakan di Sulawesi Selatan . Sub Balitnak Gowa, Ujung Pandang . Ma'sum K ., Mariyono dan Lukrnan Affandliy . 1992b. Pengaruh Penggunaan beberapa Macam Atap Kandang terhadap Status Faali dan Pertumbuhan Sapi Perah Dara (The Effect of Utilization of Some Kinds of Stable Roofs on Physiological Status and Growth Rate of Dairy Heifers) Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak, Grati Vol . 3(1) .
Ma'sum K ., M.A . Yusran dan . D .E . Wahyono . 1988 . Evaluasi Perkandangan Sapi Perah : Pengaruh Jenis Bahan Lantai Kandang Terhadap Terjadinya Luka pada Sapi Perah . Prosiding Pertemuan Ilmiah Ruminansia . Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Peternakan, Bogor . Pambudi, N .A . 2008 . Pemanfaatan Biogas sebagai Energi Alternatif . htt _d kti_org (24 Mei 2009) . //NN
Poerbo, H . 2006 . Mari Membuat Kompos Skala ' Rumah Tangga . ht q :/uww_.has mpoer_bo_blogspot .coiml (2 Mei 2009) . Prihandini P .W . dan T . Purwanto . 2007 Petunjuk Teknis Pembuatan Kompos Berbahan Kotoran Sapi . Loka Penelitian Sapi Potong, Grati Pasuruan . Siregar, S .B ., M . Rangkuti, Yanto T . Rahardja, dan H . Budiman . 1996 . lnformasi Teknologi Budidaya, Pascapanen, dan Analisis Usaha Ternak Sapi Perah . Kerja sama antara Studi Informasi Teknologi Pedesaan, Proyek Pengembangan Sistem lnformasi, Kebijakan IPTEK dan Teknologi Industri . Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor . Subronto . 1989 . Ilmu Penvakit Ternak 1 . Gadjah Mada University Press . Yogyakarta . Untung . 2002 . Prospek Agribisnis Swadaya . Jakarta .
Penggemukan
Yousef, M .K . 1982 . Animal Production Publishers, New York .
Pedet.
in The Tropics .
Penebar Preager
Yovita . 2001 . Membuat Kompos Secara Kilat . Penebar Swadaya, Jakarta .
69