POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)
PENGGEMUKAN PEDET SAPI PERAH
BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax : (021) 3518951, Email :
[email protected]
DAFTAR ISI 1. Pendahuluan ............................................................................................ 2
a. Prospek Mendirikan Proyek Kemitraan Terpadu ................................... 2 b. Permasalahan ..................................................................................................... 3 c. Tujuan .................................................................................................................... 3 2. Kemitraan Terpadu................................................................................... 6
a. Organisasi ............................................................................................................ 6 b. Pola Kerjasama .................................................................................................. 8 c. Penyiapan Proyek .............................................................................................. 9 d. Mekanisme Proyek.......................................................................................... 10 e. Perjanjian Kerjasama .................................................................................... 11 3. Aspek Pemasaran ....................................................................................13
a. Karakteristik Produk ...................................................................................... 13 b. Perkembangan Harga Daging Sapi .......................................................... 13 c. Analisa Permintaan, Penawaran serta Peluang Pasar ....................... 14 d. Persaingan dan Strategi Pemasaran ....................................................... 17 4. Aspek Produksi .......................................................................................18
a. Gambaran Produk ........................................................................................... 18 b. Siklus Produksi dan Produktivitas ............................................................ 18 c. Sarana dan Prasarana ................................................................................... 20 d. Pendampingan.................................................................................................. 21 e. Titik Rawan dalam Tekonologi Produksi................................................. 21 f. Keterkaitan Proses Penyediaan Pasokan ................................................ 22 g. Keterkaitan Pelaksana Proyek ................................................................... 22 5. Aspek Keuangan......................................................................................24
a. Data dan Asumsi Dasar Perhitungan ...................................................... 24 b. Kebutuhan Biaya Proyek dan Sumber Dana ........................................ 24 c. Kelayakan Usaha ............................................................................................. 25 LAMPIRAN ...................................................................................................27
Bank Indonesia – Penggemukan Pedet Sapi Perah
1
1. Pendahuluan a. Prospek Mendirikan Proyek Kemitraan Terpadu Pemeliharan sapi perah beberapa tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan ini senantiasa didorong oleh pemerintah dalam upaya mengusahakan tercapainya swasembada susu. Jumlah populasi sapi perah produktif secara nasional sekitar 350.000 ekor sapi tahun 1998. Dari jumlah sapi perah untuk tahun 1996 sebagian besar tersebar di beberapa propinsi yaitu Jawa Timur 108.300 ekor, Jawa Tengah 93.600 ekor, Jawa Barat 118.700 ekor dan selebihnya 16.400 ekor di daerah lain. Berdasarkan data diatas maka setiap tahun akan dilahirkan sekitar 300.000 ekor pedet sapi perah, yaitu 86% dari populasi sapi perah produktif berhasil lahir dengan selamat satu anak sapi per tahun. Dari jumlah sapi pedet yang hidup dianggap sekitar 40% adalah pedet betina dan 60% sapi pedet jantan. Model Kelayakan Proyek Kemitraan Terpadu ini membahas rencana Proyek Penggemukan Pedet sapi perah, yang dilakukan oleh Koperasi sapi maupun anggotanya. Sebagai wadah dari para petani peternak sapi, Koperasi akan menjalankan fungsi sebagai koordinator petani untuk pengadaan pedet sapi, konsentrat, obat-obatan dan lain-lain, serta mencarikan pembeli sapi yang telah dibesarkan petani anggotanya. Dalam hal ini Koperasi bekerja sama dengan instansi misalnya pedagang sapi, Dinas Peternakan, GKSI serta perusahaan besar sapi potong yang akan menyalurkan sapi yang telah dibesarkan oleh para peternak peserta PKT ke rumah potong hewan (RPH) terdekat. Proyek ini akan melibatkan pelaku usaha pedet sapi, dalam suatu manajemen produksi yang terpadu. Ketiga pelaku ini adalah sebagai berikut:
Koperasi selaku wadah petani, bertanggung jawab dalam menyediakan sarana produksi berupa pedet jantan dan betina umur sekitar 6 bulan, konsentrat, obat-obatan dan bimbingan teknis (teknologi), kemudian bekerja sama dengan KOSBIT atau usaha besar lain untuk menyalurkan sapi yang telah dibesarkan ke RPH terdekat. Anggota Koperasi peserta proyek sebagai peternak mempunyai kewajiban memelihara (membesarkan) pedet jantan/dara sesuai dengan kebutuhan masing-masing peternak dan melaksanakan usaha penggemukan sapi sesuai dengan bimbingan dan pedoman teknis dari Koperasi di bawah pembinaan GKSI/KOSBIT dan Dinas Peternakan. Bank sebagai pemberi kredit (KKPA) diupayakan memberikan kredit tepat waktu dan tepat jumlah, karena usaha ini tergolong usaha pertanian yang memerlukan kelancaran pasokan impor produksi.
Bank Indonesia – Penggemukan Pedet Sapi Perah
2
b. Permasalahan Pedet betina merupakan sumber pengganti induk afkir maupun untuk menambah populasi induk, sedangkan pedet jantan terutama merupakan sumber bakalan sapi perah ini sangat penting baik bagi pengadaan induk baru untuk perkembangan produksi susu nasional maupun bagi pengadaan sapi bakalan untuk populasi daging pengganti sapi bakalan impor yang tidak mampu diimpor lagi. Berdasarkan pertimbangan diatas maka pengelolaan pedet sapi perah perlu mendapat perhatian khusus. Pengelolaan pedet ini tidak dapat sekedar diserahkan kepada peternak sapi perah karena akan berakibat terbaginya konsentrasi peternak terhadap pemeliharaan induk dan pemeliharaan pedet. Umumnya perhatiannya kepada induk sapi perah diutamakan secara penuh untuk memperoleh pendapatan segera dari penjualan susu. Hal ini mengakibatkan tingginya angka kematian pedet dan rendahnya kualitas induk baru serta sapi potong yang dihasilkan. Karena perusahaan besar dulu mengimpor sapi potong dari Australia mempunyai sarana dan prasarana di tempat "feedlot" berkapasitas tinggi, perusahaan tersebut berminat untuk melanjutkan usaha penggemukan sapi potong dengan sapi lokal. Sebagian dari perusahaan besar tersebut cukup kuat dari semua aspek bisnis peternakan, dan perusahaan besar tersebut akan mampu membeli sebagian besar dari pasokan nasional pedet sapi potong berumur antara 6 bulan sampai 18 bulan. Oleh karena itu maka para peternak lokal mungkin tidak akan mampu bersaing dengan perusahaan besar dan kelanjutan usaha penggemukan sapinya akan dihentikan atau tidak bisa dikembangkan. Ada juga kemungkinan usaha penggemukan sapi skala besar akan mengekspor sebagian dari hasil produksinya, karena harga produksi daging sapi dalam negeri cukup rendah. Instansi pemerintah yang berwenang harus mencegah para peternak lokal anggota koperasi dari persaingan yang kurang sehat dan memberikan peluang kepada para peternak lokal untuk menciptakan proyek kemitraan terpadu yang dapat mengembangkan usahanya maupun menciptakan peluang kerja di daerah serta memperoleh penghasilan yang menguntungkan. c. Tujuan Menyadari keadaan tersebut maka beberapa koperasi, mulai melaksanakan pengembangan usaha pemeliharaan pedet sapi perah terpusat (breeding center) yang menjadi salah satu unit usaha baru untuk koperasi. Unit usaha ini akan menjual pedet berumur sekitar enam bulan kepada anggota koperasi. Penggemukan pedet ini dilanjutkan oleh para peternak yang
Bank Indonesia – Penggemukan Pedet Sapi Perah
3
membesarkan sapi jantan maupun sapi dara dalam tiga model usaha penggemukan sapi. Dengan usaha pemeliharaan terpusat pedet sapi sampai umur enam bulan, diharapkan dapat dihasilkan induk sapi perah yang berkualitas dan sapi potong dengan produksi daging yang tinggi. Dengan mempertimbangkan berbagai kepentingan dari para pelaku usaha ini secara mikro ekonomi, maupun dampaknya bagi wawasan yang lebih luas, proyek ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
Mengurangi sapi potong impor dari luar negeri yang akan menghemat devisa negara. Meningkatkan peranan koperasi dalam pembangunan ekonomi untuk mencaapai pemerataan sosial dengan memanfaatkan peluang usaha yang akan bermanfaat bagi para anggotanya. Membantu meningkatkan pendapatan petani anggota koperasi peserta proyek. Membantu pemerintah dalam menambah perluasan kesempatan kerja di pedesaan. Menyukseskan Program Kembali Ke Desa (GKD) dan program pengentasan kemiskinan dengan mendorong pertumbuhan ekonomi di pedesaan.
Manfaat yang bisa dirasakan nantinya bukan hanya dinikmati oleh petani dari peningkatan pendapatannya, tetapi juga pada koperasi yang akan menambah unit usahanya dengan pemeliharaan terpusat. Manfaat lain adalah timbulnya interaksi yang lebih erat antara peternak anggota Koperasi dengan Koperasi lewat kredit yang diberikan dan tabungan yang dihasilkan oleh para peternak. Dengan adanya penambahan unit usaha Koperasi maka akan berdampak positif pada kelansungan dan kegairahan berusaha yang sekaligus meningkatkan kegiatan perekonomian di pedesaan khususnya wilayah kerja koperasi. Koperasi sekunder yang merupakan pendukung utama koperasi primer sapi perah disebut Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI). GKSI sebagai koordinator dan pengembang usaha peternakan sapi perah telah membuat standar pelayanan dan pengelolaan hasil produksi dari peternak serta koperasinya. Standar ini terdiri dari :
Menentukan harga susu< Mengadministrasikan dana tanggung renteng untuk mengatasi masah kredit bermasalah. Mengadministrasikan dana kematian anggota maupun dana kematian ternak. Mengadministrasikan dana inseminasi buatan serta kesehatan sapi.
Bank Indonesia – Penggemukan Pedet Sapi Perah
4
Mengadministrasikan kegiatan lainnya, seperti pembelian saham di perusahaan besar industri sapi perah/sapi potong serta membantu anggotanya, yaitu koperasi primer melaksanakan investasi.
Bank Indonesia – Penggemukan Pedet Sapi Perah
5
2. Kemitraan Terpadu a. Organisasi Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) adalah suatu program kemitraan terpadu yang melibatkan usaha besar (inti), usaha kecil (plasma) dengan melibatkan bank sebagai pemberi kredit dalam suatu ikatan kerja sama yang dituangkan dalam nota kesepakatan. Tujuan PKT antara lain adalah untuk meningkatkan kelayakan plasma, meningkatkan keterkaitan dan kerjasama yang saling menguntungkan antara inti dan plasma, serta membantu bank dalam meningkatkan kredit usaha kecil secara lebih aman dan efisien. Dalam melakukan kemitraan hubunga kemitraan, perusahaan inti (Industri Pengolahan atau Eksportir) dan petani plasma/usaha kecil mempunyai kedudukan hukum yang setara. Kemitraan dilaksanakan dengan disertai pembinaan oleh perusahaan inti, dimulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis dan pemasaran hasil produksi. Proyek Kemitraan Terpadu ini merupakan kerjasama kemitraan dalam bidang usaha melibatkan tiga unsur, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani atau usaha kecil, (2) Pengusaha Besar atau eksportir, dan (3) Bank pemberi KKPA. Masing-masing pihak memiliki peranan di dalam PKT yang sesuai dengan bidang usahanya. Hubungan kerjasama antara kelompok petani/usaha kecil dengan Pengusaha Pengolahan atau eksportir dalam PKT, dibuat seperti halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di dalam Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Petani/usaha kecil merupakan plasma dan Perusahaan Pengelolaan/Eksportir sebagai Inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan pinjaman bagi pembiayaan usaha petani plasma. Proyek ini kemudian dikenal sebagai PKT yang disiapkan dengan mendasarkan pada adanya saling berkepentingan diantara semua pihak yang bermitra. 1. Petani Plasma Sesuai keperluan, petani yang dapat ikut dalam proyek ini bisa terdiri atas (a) Petani yang akan menggunakan lahan usaha pertaniannya untuk penanaman dan perkebunan atau usaha kecil lain, (b) Petani /usaha kecil yang telah memiliki usaha tetapi dalam keadaan yang perlu ditingkatkan dalam untuk itu memerlukan bantuan modal. Untuk kelompok (a), kegiatan proyek dimulai dari penyiapan lahan dan penanaman atau penyiapan usaha, sedangkan untuk kelompok (b), kegiatan dimulai dari telah adanya kebun atau usaha yang berjalan, dalam batas masih bisa ditingkatkan produktivitasnya dengan perbaikan pada aspek usaha.
Bank Indonesia – Penggemukan Pedet Sapi Perah
6
Luas lahan atau skala usaha bisa bervariasi sesuai luasan atau skala yang dimiliki oleh masing-masing petani/usaha kecil. Pada setiap kelompok tani/kelompok usaha, ditunjuk seorang Ketua dan Sekretaris merangkap Bendahara. Tugas Ketua dan Sekretaris Kelompok adalah mengadakan koordinasi untuk pelaksanaan kegiatan yang harus dilakukan oleh para petani anggotanya, didalam mengadakan hubungan dengan pihak Koperasi dan instansi lainnya yang perlu, sesuai hasil kesepakatan anggota. Ketua kelompok wajib menyelenggarakan pertemuan kelompok secara rutin yang waktunya ditentukan berdasarkan kesepakatan kelompok. 2. Koperasi Parapetani/usaha kecil plasma sebagai peserta suatu PKT, sebaiknya menjadi anggota suata koperasi primer di tempatnya. Koperasi bisa melakukan kegiatan-kegiatan untuk membantu plasma di dalam pembangunan kebun/usaha sesuai keperluannya. Fasilitas KKPA hanya bisa diperoleh melalui keanggotaan koperasi. Koperasi yang mengusahakan KKPA harus sudah berbadan hukum dan memiliki kemampuan serta fasilitas yang cukup baik untuk keperluan pengelolaan administrasi pinjaman KKPA para anggotanya. Jika menggunakan skim Kredit Usaha Kecil (KUK), kehadiran koperasi primer tidak merupakan keharusan 3. Perusahaan Besar dan Pengelola/Eksportir Suatu Perusahaan dan Pengelola/Eksportir yang bersedia menjalin kerjasama sebagai inti dalam Proyek Kemitraan terpadu ini, harus memiliki kemampuan dan fasilitas pengolahan untuk bisa menlakukan ekspor, serta bersedia membeli seluruh produksi dari plasma untuk selanjutnya diolah di pabrik dan atau diekspor. Disamping ini, perusahaan inti perlu memberikan bimbingan teknis usaha dan membantu dalam pengadaan sarana produksi untuk keperluan petani plasma/usaha kecil. Apabila Perusahaan Mitra tidak memiliki kemampuan cukup untuk mengadakan pembinaan teknis usaha, PKT tetap akan bisa dikembangkan dengan sekurang-kurangnya pihak Inti memiliki fasilitas pengolahan untuk diekspor, hal ini penting untuk memastikan adanya pemasaran bagi produksi petani atau plasma. Meskipun demikian petani plasma/usaha kecil dimungkinkan untuk mengolah hasil panennya, yang kemudian harus dijual kepada Perusahaan Inti. Dalam hal perusahaan inti tidak bisa melakukan pembinaan teknis, kegiatan pembibingan harus dapat diadakan oleh Koperasi dengan memanfaatkan bantuan tenaga pihak Dinas Perkebunan atau lainnya yang dikoordinasikan oleh Koperasi. Apabila koperasi menggunakan tenaga Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), perlu mendapatkan persetujuan Dinas Perkebunan setempat dan koperasi memberikan bantuan biaya yang diperlukan.
Bank Indonesia – Penggemukan Pedet Sapi Perah
7
Koperasi juga bisa memperkerjakan langsung tenaga-tenaga teknis yang memiliki keterampilan dibidang perkebunan/usaha untuk membimbing petani/usaha kecil dengan dibiayai sendiri oleh Koperasi. Tenaga-tenaga ini bisa diberi honorarium oleh Koperasi yang bisa kemudian dibebankan kepada petani, dari hasil penjualan secara proposional menurut besarnya produksi. Sehingga makin tinggi produksi kebun petani/usaha kecil, akan semakin besar pula honor yang diterimanya. 4. Bank Bank berdasarkan adanya kelayakan usaha dalam kemitraan antara pihak Petani Plasma dengan Perusahaan Perkebunan dan Pengolahan/Eksportir sebagai inti, dapat kemudian melibatkan diri untuk biaya investasi dan modal kerja pembangunan atau perbaikan kebun. Disamping mengadakan pengamatan terhadap kelayakan aspek-aspek budidaya/produksi yang diperlukan, termasuk kelayakan keuangan. Pihak bank di dalam mengadakan evaluasi, juga harus memastikan bagaimana pengelolaan kredit dan persyaratan lainnya yang diperlukan sehingga dapat menunjang keberhasilan proyek. Skim kredit yang akan digunakan untuk pembiayaan ini, bisa dipilih berdasarkan besarnya tingkat bunga yang sesuai dengan bentuk usaha tani ini, sehingga mengarah pada perolehannya pendapatan bersih petani yang paling besar. Dalam pelaksanaanya, Bank harus dapat mengatur cara petani plasma akan mencairkan kredit dan mempergunakannya untuk keperluan operasional lapangan, dan bagaimana petani akan membayar angsuran pengembalian pokok pinjaman beserta bunganya. Untuk ini, bank agar membuat perjanjian kerjasama dengan pihak perusahaan inti, berdasarkan kesepakatan pihak petani/kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada bank. Besarnya potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani/Kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada Bank. Besarnya potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani plasma dengan bank. b. Pola Kerjasama Kemitraan antara petani/kelompok tani/koperasi dengan perusahaan mitra, dapat dibuat menurut dua pola yaitu : a. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani mengadakan perjanjian kerjasama langsung kepada Perusahaan Perkebunan /Pengolahan Eksportir.
Bank Indonesia – Penggemukan Pedet Sapi Perah
8
Dengan bentuk kerja sama seperti ini, pemberian kredit yang berupa KKPA kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan Koperasi sebagai Channeling Agent, dan pengelolaannya langsung ditangani oleh Kelompok tani. Sedangkan masalah pembinaan harus bisa diberikan oleh Perusahaan Mitra. b. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani, melalui koperasinya mengadakan perjanjian yang dibuat antara Koperasi (mewakili anggotanya) dengan perusahaan perkebunan/ pengolahan/eksportir.
Dalam bentuk kerjasama seperti ini, pemberian KKPA kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan koperasi sebagai Executing Agent. Masalah pembinaan teknis budidaya tanaman/pengelolaan usaha, apabila tidak dapat dilaksanakan oleh pihak Perusahaan Mitra, akan menjadi tanggung jawab koperasi. c. Penyiapan Proyek Untuk melihat bahwa PKT ini dikembangkan dengan proses kegiatannya nanti memperoleh kelancaran dan dapat dilihat dari bagaimana PKT ini disiapkan. mempergunakan KKPA untuk modal usaha plasma, dari :
sebaiknya dan dalam keberhasilan, minimal Kalau PKT ini akan perintisannya dimulai
a. Adanya petani/pengusaha kecil yang telah menjadi anggota koperasi dan lahan pemilikannya akan dijadikan kebun/tempat usaha atau lahan kebun/usahanya sudah ada tetapi akan ditingkatkan produktivitasnya. Petani/usaha kecil tersebut harus menghimpun diri dalam kelompok dengan anggota sekitar 25 petani/kelompok usaha. Berdasarkan persetujuan bersama, yang didapatkan melalui
Bank Indonesia – Penggemukan Pedet Sapi Perah
9
pertemuan anggota kelompok, mereka bersedia atau berkeinginan untuk bekerja sama dengan perusahaan perkebunan/ pengolahan/eksportir dan bersedia mengajukan permohonan kredit (KKPA) untuk keperluan peningkatan usaha; b. Adanya perusahaan perkebunan/pengolahan dan eksportir, yang bersedia menjadi mitra petani/usaha kecil, dan dapat membantu memberikan pembinaan teknik budidaya/produksi serta proses pemasarannya; c. Dipertemukannya kelompok tani/usaha kecil dan pengusaha perkebunan/pengolahan dan eksportir tersebut, untuk memperoleh kesepakatan di antara keduanya untuk bermitra. Prakarsa bisa dimulai dari salah satu pihak untuk mengadakan pendekatan, atau ada pihak yang akan membantu sebagai mediator, peran konsultan bisa dimanfaatkan untuk mengadakan identifikasi dan menghubungkan pihak kelompok tani/usaha kecil yang potensial dengan perusahaan yang dipilih memiliki kemampuan tinggi memberikan fasilitas yang diperlukan oleh pihak petani/usaha kecil; d. Diperoleh dukungan untuk kemitraan yang melibatkan para anggotanya oleh pihak koperasi. Koperasi harus memiliki kemampuan di dalam mengorganisasikan dan mengelola administrasi yang berkaitan dengan PKT ini. Apabila keterampilan koperasi kurang, untuk peningkatannya dapat diharapkan nantinya mendapat pembinaan dari perusahaan mitra. Koperasi kemudian mengadakan langkah-langkah yang berkaitan dengan formalitas PKT sesuai fungsinya. Dalam kaitannya dengan penggunaan KKPA, Koperasi harus mendapatkan persetujuan dari para anggotanya, apakah akan beritndak sebagai badan pelaksana (executing agent) atau badan penyalur (channeling agent); e. Diperolehnya rekomendasi tentang pengembangan PKT ini oleh pihak instansi pemerintah setempat yang berkaitan (Dinas Perkebunan, Dinas Koperasi, Kantor Badan Pertanahan, dan Pemda); f. Lahan yang akan digunakan untuk perkebunan/usaha dalam PKT ini, harus jelas statusnya kepemilikannya bahwa sudah/atau akan bisa diberikan sertifikat dan buka merupakan lahan yang masih belum jelas statusnya yang benar ditanami/tempat usaha. Untuk itu perlu adanya kejelasan dari pihak Kantor Badan Pertanahan dan pihak Departemen Kehutanan dan Perkebunan. d. Mekanisme Proyek Mekanisme Proyek Kemitraan Terpadu dapat dilihat pada skema berikut ini :
Bank Indonesia – Penggemukan Pedet Sapi Perah
10
Bank pelaksana akan menilai kelayakan usaha sesuai dengan prinsip-prinsip bank teknis. Jika proyek layak untuk dikembangkan, perlu dibuat suatu nota kesepakatan (Memorandum of Understanding = MoU) yang mengikat hak dan kewajiban masing-masing pihak yang bermitra (inti, Plasma/Koperasi dan Bank). Sesuai dengan nota kesepakatan, atas kuasa koperasi atau plasma, kredit perbankan dapat dialihkan dari rekening koperasi/plasma ke rekening inti untuk selanjutnya disalurkan ke plasma dalam bentuk sarana produksi, dana pekerjaan fisik, dan lain-lain. Dengan demikian plasma tidak akan menerima uang tunai dari perbankan, tetapi yang diterima adalah sarana produksi pertanian yang penyalurannya dapat melalui inti atau koperasi. Petani plasma melaksanakan proses produksi. Hasil tanaman plasma dijual ke inti dengan harga yang telah disepakati dalam MoU. Perusahaan inti akan memotong sebagian hasil penjualan plasma untuk diserahkan kepada bank sebagai angsuran pinjaman dan sisanya dikembalikan ke petani sebagai pendapatan bersih. e. Perjanjian Kerjasama Untuk meresmikan kerja sama kemitraan ini, perlu dikukuhkan dalam suatu surat perjanjian kerjasama yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bekerjasama berdasarkan kesepakatan mereka. Dalam perjanjian kerjasama itu dicantumkan kesepakatan apa yang akan menjadi kewajiban dan hak dari masing-masing pihak yang menjalin kerja sama kemitraan itu.
Bank Indonesia – Penggemukan Pedet Sapi Perah
11
Perjanjian tersebut memuat ketentuan yang menyangkut kewajiban pihak Mitra Perusahaan (Inti) dan petani/usaha kecil (plasma) antara lain sebagai berikut : 1. Kewajiban Perusahaan Perkebunan/Pengolahan/Eksportir sebagai mitra (inti) a. Memberikan bantuan pembinaan budidaya/produksi dan penaganan hasil; b. Membantu petani di dalam menyiapkan kebun, pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk dan obat-obatan), penanaman serta pemeliharaan kebun/usaha; c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca panen untuk mencapai mutu yang tinggi; d. Melakukan pembelian produksi petani plasma; dan e. Membantu petani plasma dan bank di dalam masalah pelunasan kredit bank (KKPA) dan bunganya, serta bertindak sebagai avalis dalam rangka pemberian kredit bank untuk petani plasma. 2. Kewajiban petani peserta sebagai plasma a. Menyediakan lahan pemilikannya untuk budidaya;; b. Menghimpun diri secara berkelompok dengan petani tetangganya yang lahan usahanya berdekatan dan sama-sama ditanami; c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pascapanen untuk mencapai mutu hasil yang diharapkan; d. Menggunakan sarana produksi dengan sepenuhnya seperti yang disediakan dalam rencana pada waktu mengajukan permintaan kredit; e. Menyediakan sarana produksi lainnya, sesuai rekomendasi budidaya oleh pihak Dinas Perkebunan/instansi terkait setempat yang tidak termasuk di dalam rencana waktu mengajukan permintaan kredit; f. Melaksanakan pemungutan hasil (panen) dan mengadakan perawatan sesuai petunjuk Perusahaan Mitra untuk kemudian seluruh hasil panen dijual kepada Perusahaan Mitra ; dan g. Pada saat pernjualan hasil petani akan menerima pembayaran harga produk sesuai kesepakatan dalam perjanjian dengan terlebih dahulu dipotong sejumlah kewajiban petani melunasi angsuran kredit bank dan pembayaran bunganya.
Bank Indonesia – Penggemukan Pedet Sapi Perah
12
3. Aspek Pemasaran a. Karakteristik Produk Proyek kemitraan terpadu ini dimaksudkan untuk mendapatkan sapi potong serta sapi dara dengan kualitas serta produktivitas pertumbuhan berat badan yang tinggi. Asumsi tentang berat badan hidup pada saat dijual rata-rata serta harga jual beli sapi yang diuraikan dalam empat model usaha peternak sapi dalam laporan ini adalah sbb : Tabel 1. Model Usaha Pemeliharaan Jenis Model Berat badan 1. Pedet umur 0 - 6 bln 150 kg 2. Sapi jantan/dara umur 6 270 kg -12 bln 3. Sapi dara umur 12 - 22 350 kg bln 4. Sapi potong umur 12 -18 400 kg bln
Pedet Sapi Perah Harga beli
Harga jual
Rp. 450.000 Rp. 1.050.000 Rp. 1.050.000 Rp. 1.750.000 Rp. 1.750.000 Rp. 3.050.000 Rp. 1.750.000 Rp. 2.750.000
Adapun produk sampingan dari masing-masing model jenis usaha ini adalah kotoran sapi yang dapat dijual sebagai pupuk kandang. Produk sampingan ini dipasarkan sendiri oleh peternak dan atau digunakan untuk penyuburan tanah miliknya. Tetapi, hasil sampingan tersebut tidak ikut diperhitungkan dalam analisa keuangan. b. Perkembangan Harga Daging Sapi Perkembangan harga rata-rata daging sapi dari tahun-ke tahun cenderung meningkat. Sejak krisis ekonomi yang dimulai pada semester kedua tahun 1997 harga daging di pasar eceran melonjak dan berada pada tingkat antara Rp. 17.000 - 18.000 per kilo. Harga rata-rata daging sapi di pulau Jawa pada tahun 1983 adalah Rp. 2.500/kg, dan meningkat menjadi sekitar Rp. 11.000/kg pada tahun 1996. Berikut tabel harga daging sapi rata-rata di Jawa.
Bank Indonesia – Penggemukan Pedet Sapi Perah
13
Tabel 2. Harga rata-rata Eceran Daging Sapi di Pedesaan Jawa, 1983 - 1996 (Rp/Kg) Tahun Jawa Timur Jawa DI Yogya Jawa Barat Tengah 1987 3.754,09 4.038,18 3.987,12 4.219,25 1988 4.061,27 4.215,58 4.347,73 4.495,47 1989 4.275,08 4.472,65 4.503,71 4.859,65 1990 4.912,76 5.261,08 5.378,87 5.648,65 1991 6.083,75 6.546,68 6.698,11 6.895,94 1992 6.482,09 6.708,13 7.035,44 7.343,58 1993 6.822,66 6.905,70 7.402,29 7.506,33 1994 7.810,97 7.867,34 8.623,17 8.810,85 1995 9.613,80 9.733,63 10.553,75 10.831,44 1996 10.088,64 10.518,53 11.166,06 11.622,01 Sumber : BPS 1997, Statistik Harga Konsumen Pedesaan di Jawa 1983-1996
Penjualan sapi potong/sapi dara dalam proyek ini dilakukan dalam bentuk hidup. Dalam proyek ini harga standar rata-rata sapi pedet hidup yang telah dibesarkan dengan insentif dapat dilihat pada Tabel 2 atas.
c. Analisa Permintaan, Penawaran serta Peluang Pasar Permintaan Daging Sapi Dilihat dari proyeksi tingkat konsumsi dan potensi permintaan sapi pedaging di Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan. Pada tahun 1997 konsumsi per kapita 3,156 kg. Tingkat konsumsi perkapita tersebut kemudian dipakai pada periode proyeksi, yaitu pada periode 1998/2000. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3. Proyeksi usaha sapi potong juga dapat dilihat dari perkembangan harganya. Khusus untuk Jawa, terjadi peningkatan harga yang konsisten setiap tahun, seperti tampak pada tabel rata-rata perkembangan harga cacing sapi di Jawa (Tabel 2).
Bank Indonesia – Penggemukan Pedet Sapi Perah
14
Tabel 3. Konsumsi Sapi Pedaging di Indonesia, Tahun 1996 � 2000 Uraian Jml Penduduk (juta jiwa)
1996 203.041
3.028 Konsumsi per kapita (kg) 614.808 Konsumsi daging total (ton)
1997 206.500
1998 210.106
1999 213.782
2000 217.500
3.156
3.156
3.156
3.156
651.714
663.095
674.696
686.430
2.927.657 3.103.400 3.157.595 3.212.838 3.286.714 11.595.750 11.827.665 12.064.218 12.305.502 12.551.612
Konversi dalam ekor (ekor) Jml populasi sapi di Indo Keterangan 1. Menurut Widya Karya Pangan dan Gizi LIPI ; 3.156 kg/kapita/tahun 1997 2. Konversi; total konsumsi ke jumlah ekor sapi dihitung sbb ; Konsumsi daging total (ton) di bagi rendemen daging per ekor sapi, yaitu 60% dikali berat badan satu ekor sapi potong ratarata 350 kg per ekor. 3. Berdasarkan perhitungan tersebut dapat dilihat bahwa sekitar 25 s.d. 27 persen dari jumlah populasi sapi dipotong pada periode tahun Sebagian besar penduduk menyukai cacing sapi untuk dikonsumsi dalam bentuk rawon, empal dan soto sebagai menu sehari-hari. Menu ini hampir terdapat pada berbagai restoran dan depot yang tersebar di seluruh wilayah Jawa serta di sajikan dalam acara rapat, pertemuan dan pestapesta. Di Indonesia daging sapi digunakan untuk berbagai keperluan seperti : lauk pauk rumah tangga, sajian di hotel dan restoran, perusahaan catering, tempat hiburan, kapal laut, industri bumbu masak, industri mie instan, industri pengalengan daging serta industri abon dan dendeng. Dengan melihat kondisi tersebut, peluang dan pemasaran usaha sapi potong masih terbuka. Pasar dari proyek ini cukup terjamin mengingat koperasi telah bekerjasama dengan RPH (rumah potong hewan), para pedagang sapi maupun dengan perusahaan besar untuk jual/beli dan menghimpun sapi yang dibesarkan oleh peternak anggota sesuai dengan permintaan para pembeli koperasi. Beberapa Koperasi peternak maupun
Bank Indonesia – Penggemukan Pedet Sapi Perah
15
peternak anggota koperasi telah bekerja sama dengan beberapa instansi tersebut untuk membeli sapi potong yang dibesarkan peternak tersebut. Dalam jangka panjang koperasi bekerja sama dengan GKSI/KOSBIT dapat membuka sendiri usaha RPH Penawaran Pedet Sapi Perah Dalam beberapa tahun terakhir hasil-hasil pembangunan usaha tani peternak perah secara nasional menunjukkan perkembangan yang berarti. Populasi sapi perah meningkat antara 1,5 s/d 2% per tahun menjadi 350.000 ekor sapi perah pada awal tahun 1998. Produksi susu meningkat antara 4 s/d 6% per tahun menjadi sekitar 500.000 ton pada tahun 1998. Sementara konsumsi susu masyarakat naik antara 10 s/d 15% setahun, menjadi sekitar 1.300 ton tahun 1998. Sapi perah di perkenankan pertama kali di pada tahun 1891 di daerah Grati. Perkembangan populasi sapi perah di Indonesia pada periode 1993 - 1996 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Populasi Sapi Perah di Indonesia (000 ekor) Uraian Jawa Timur
1993 100,5
1994 102,2
1995 107,2
1996 108,3
Jawa Tengah
78,9
82,6
94,6
93,6
Jawa Barat
107,1
108,2
114,7
118,7
Prop. Lainnya TOTAL
19,8 306,3
19,9 311,9
17,6 334,0
16,4 337,0
Secara nasional saat ini Indonesia perlu meningkatkan populasi sapi perah untuk mengurangi ketergantungan pada impor susu bubuk yang makin mahal dan memerlukan devisa dengan jumlah yang besar. Dengan usulan mendirikan pemeliharaan terpusat pedet sapi perah jumlah pedet betina yang dibesarkan akan bertambah, kualitasnya akan lebih tinggi dan dengan pola usaha peternak ini pertumbuhan populasi sapi perah akan naik dari sekitar 15% per tahun, bilamana para peternak sapi perah diberikan dana KKPA untuk mengembangkan usahanya. Jumlah penawaran pedet jantan yang saat ini sekitar 170.000 ekor pedet sapi perah per tahun dapat naik antara 10 s/d 15% per tahun kalau para peternak sapi perah dapat meningkatkan jumlah sapi perahnya seperti diusulkan diatas.
Bank Indonesia – Penggemukan Pedet Sapi Perah
16
d. Persaingan dan Strategi Pemasaran Pesaing dari rencana proyek ini adalah sapi potong import. Pemanfaatan sapi impor dalam usaha intensifikasi budidaya sapi potong sampai bulan Oktober 1997 secara finansial memberikan tingkat kelayakan yang cukup baik dibanding sapi lokal, antara lain karena pertambahan berat badan hariannya lebih tinggi, dengan jangka waktu pembesaran relatif lebih pendek. Namun, pengadaan sapi impor telah dihentikan oleh karena harga beli sapi di Australia terlalu mahal. Dari segi teknis, sapi impor memerlukan adaptasi dengan iklim setempat, serta tingkat kematian cukup tinggi. Dari segi ekonomis, harganya relatif mahal dan memerlukan devisa. Sedangkan dari segi kemandirian, seperti yang terjadi selama ini, kita akan selalu tergantung kepada pihak luar. Hal ini akan sangat menganggu usaha kecil penggemukan sapi lokal. Dalam era perdagangan bebas tahun 2003 ketergantungan pada impor sapi akan dimanfaatkan oleh para pemasok luar negeri. Karena itu, dalam kerangka pengembangan populasi sapi nasional, maka upaya-upaya untuk melakukan intensifikasi budidaya sapi di dalam negeri perlu mendapat dukungan semua pihak terkait, termasuk perbankan. Tingkat konsumsi masyarakat Indonesia telah menurun saat ini sebagai dampak krisis moneter. Meskipun begitu, permintaan daging sapi mantap dengan harga yang cukup tinggi dan menguntungkan untuk para peternak. Menurut informasi dari para pedagang sapi, maupun dari usaha besar seperti PT. Kariyana Gita Utama, PT Comfeed Indonesia perusahaan tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan daging sapi dari nasabahnya. Perusahaan tersebut saat ini menciptakan pola kemitraan dengan peternak sapi lokal.
Bank Indonesia – Penggemukan Pedet Sapi Perah
17
4. Aspek Produksi a. Gambaran Produk Produk sapi kemitraan ini merupakan komoditi yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan nasional, yaitu sapi potong "finisher" untuk menanggulangi kekurangan daging sapi dari sapi dari bunting untuk menanggulangi kekurangan susu. Sapi potong finisher ini adalah pedet jantan yang 6 bulan terakhir di pelihara secara khusus untuk menghasilkan daging dengan cara di gemukkan. Oleh karena itu produksi daging yang dihasilkan bisa optimum untuk menghasilkan keuntungan terbaik bagi peternak. Kualitas daging dari usaha penggemukkan itu relatif lebih baik dari pada daging sapi tanpa penggemukan. Sapi dara bunting adalah pedet betina yang mulai umur 12 bulan di pelihara dengan memperhatikan kepentingan potensi reproduksinya. Sebagai akibatnya sapi itu tidak boleh menjadi terlalu gemuk, tetapi harus sehat dan tumbuh secara baik. Pada umur 15 - 18 bulan sapi dara di kawinkan atau diinseminasi. Sapi di jual kepada peternak sapi perah pada usia 22 bulan dan dalam keadaan bunting 4 atau 5 bulan. b. Siklus Produksi dan Produktivitas Dalam satu siklus produksi dari usaha pemeliharaan pedet ini terdapat beberapa tahapan atau segmen pemeliharaan. Dalam model kelayakan ini tiap tahapan pemeliharaan menjadi satu model proyek. Oleh karena itu terdapat model-model proyek sebagai berikut : Model 1 : Tahap Pemeliharan Pedet Umur 7 hari sampai dengan 6 bulan Pedet umur tujuh hari yaitu pedet yang lepas kolostrum di beli oleh perusahaan inti untuk dpelihara selama 6 bulan sehingga menjadi pedet muda. Umur 1 sampai dengan 3 atau 7 hari pedet sama sekali tidak bisa di pisahkan dari induknya karena pedet kecil mutlak membutuhkan kolostrum untuk kesehatannya mengingat susu ini banyak mengandung vitamin, antibodi dan sebagai pencahar. Pemeliharaan pada umur 7 hari sampai dengan 6 bulan merupakan periode yang kritis karena pedet kecil ini relatif peka terhadap penyakit dan lingkungan yang kurang menguntungkan. Oleh karena itu pemeliharaan pada tahap ini membutuhkan teknologi, perhatian dan peralatan yang relatif lebih besar dari pada tahapan selanjutnya. Kekhususan dalam pemeliharaan ini terutama menyangkut : 1. Perkandangan yang khusus, yaitu kandang boks untuk pedet umur 7 hari sampai 3 bulan dan kandang terbuka untuk tempat pedet berkeliaran. Kandang boks harus dapat melindungi pedet dari terpaan
Bank Indonesia – Penggemukan Pedet Sapi Perah
18
hujan dan angin keras dengan feeder khusus, Dimana perlu jika temperatur terlalu dingin, kandang dapat di beri jejabah. 2. Pengawasan dan pencegahan terhadap penyakit, menyangkut : o Sanitasi kandang mencegah berbagai infeksi penyakit dan bahan-bahan yang dapat termakan oleh pedet o Keberhasilan pedet, kebersihan tubuh pedet perlu diperhatikan untuk perlindungan terhadap penyakit. o Vaksinasi, untuk pencegahan penyakit infeksi o Pencegahan cacing, mencegah terhadap penyakit cacing. 3. Pemberian pakan secara khusus, menyangkut o Susu segar, mutlak di butuhkan untuk pertumbuhan pedet, susu segar ini secara bertahap dapat diganti dengan CMR (Calf Milk Replacer) yang harga nya relatif lebih murah dari susu segar o Konsentrat khusus yang memiliki kandungan protein lebih tinggi o Hijauan yang khusus untuk pedet muda (semi hay) Tahap pemeliharaan ini menghasilkan pedet muda umur 6 bulan dengan berat 150 kg. Pedet ini sudah cukup kuat terhadap lingkungan dan lebih mudah pengelolaan oleh karena pembesaran lebih lanjut dapat dilaksanakan oleh peternak pada umumnya. Model 2 : Pembesaran Pedet Umur 6 Bulan sampai dengan 1 Tahun Tahap pemeliharaan ini relatif lebih sederhana daripada pemeliharaan tahun sebelumnya karena tekanan utama pada pembesaran sapi. Oleh karena itu tekanan utama dari pemeliharaan ini yaitu mengupayakan pertumbuhan pedet secara baik. Sebagai akibatnya perhatian pokok pemeliharaan di tekankan pada pemberian pakan yang cukup dan pengawasan kesehatan. Untuk kedua hal ini pelaksanaannya relatif lebih mudah dari pada tahap sebelumnya . Model 3 : Pembesaran Pedet Jantan bakalan Umur 12 Bulan sampai menjadi Sapi Potong "finisher" Umur 18 Bulan Tahap pemeliharaan ini merupakan tahap terakhir dari pemeliharaan pedet jantan dengan hasil akhir sapi potong finisher. Tekanan- utama pada tahap pemeliharaan ini adalah meningkatkan berat badan secara optimal untuk menghasilkan daging. Pedet bakalan umur 12 bulan sudah cukup kuat terhadap keadaan lingkungan normal, sebagai akibatnya perhatian terhadap kemungkinan serangan penyakit bisa minimal sebaliknya perhatian terhadap kebutuhan ransum yang meningkatkan produksi daging lebih di utamakan. Model 4 : Pembesaran Pedet Betina umur 12 Bulan sampai menjadi Sapi Dara bunting umur 22 Bulan
Bank Indonesia – Penggemukan Pedet Sapi Perah
19
Tahap pemeliharaan ini di arahkan pada penciptaan induk sapi perah yang berkualitas. Induk berkualitas yang diharapkan yaitu mampu berproduksi susu tinggi dan menghasilkan pedet-pedet sapi yang sehat serta jangka waktu produksi cukup panjang yaitu sekurang-kurangnya 7,tahun. Oleh karena itu tahap pemeliharaan ini sangat penting karena sapi yang akan dihasilkan merupakan " mesin " produksi susu dan penghasil pedet dalam jangka waktu panjang. Oleh karena itu dibutuhkan perhatian yang lebih dari pada pemeliharaan sapi potong yang hasil akhirnya akan dipotong. Perhatian lebih tersebut menyangkut : 1. Pemeliharaan kesehatan mencegah serangan penyakit menimbulkan penyakit kronis terutama yang menimbulkan Penyakit Kronis. 2. Pengaturan ransum pakan, yang diarahkan pada pertumbuhan berat badan sedemikian rupa sehingga alat-alat reproduksi tetap dapat berfungsi baik. 3. Pengaturan pertumbuhan badan dan fungsi-fungsi tubuh dengan sedikit 'olah raga' secara teratur.
c. Sarana dan Prasarana Teknologi yang diterapkan pada dasarnya menyangkut teknologi pemeliharaan sapi perah yang secara konvensional sudah dikenal para peternak. Tetapi tekanan penerapan teknologi akan ditentukan oleh model yang diambil oleh peternak. Penerapan teknologi pada model 1 relatif lebih berat dan rumit sehingga usaha ini sebaiknya dilaksanakan oleh Koperasi sebagai perusahaan inti. Lahan yang dibutuhkan relatif sempit karena kebutuhan lahan terutama untuk kandang, mengingat bahwa asumsi dalam model kelayakan ini rumput tidak diusahakan sendiri oleh peternak, tetapi dibeli dari petani atau pengumpul rumput lain.
Dengan demikian kebutuhan lahan relatif kecil yaitu sekitar 5 m2 bangunan kandang per ekor dan sekitar 10 m2 halaman 'olah raga' per ekor. Biaya pembelian lahan ini bervariasi tergantung lokasi usahanya. Prasarana dan sarana yang diperlukan :
Bangunan kandang ini tergantung model kelayakan yang diambil. Model 1 membutuhkan kandang boks dengan tempat pakan dan tempat minum susu serta halaman kandang untuk 'olah raga'. Model 2 membutuhkan kandang kereman serta halaman 'olah raga' tidak mutlak.
Bank Indonesia – Penggemukan Pedet Sapi Perah
20
Model 3 membutuhkan kandang kereman. Model 4 membutuhkan kandang kereman dan halaman 'olah raga' yang cukup Sumber air , mutlak dibutuhkan dalam jumlah cukup untuk minum sapi dan sanitasi kandang. Sumber listrik, untuk penerangan dan energi pompa air Jalan penghubung, setidaknya untuk menuntun sapi
d. Pendampingan Program pendampingan yang dibutuhkan berupa bantuan berupa teknis pemeliharaan dan pengawasan kesehatan. Perusahaan inti selain wajib menyediakan sendiri tenaga kesehatan hewan (dokter hewan) juga wajib menyediakan tenaga pendamping untuk plasma. Peternak plasma umumnya tidaka memiliki pengetahuan tentang pengenalan gejala pengobatan penyakit, sementara adanya sapi sakit merupakan kerugian disisi produk dan potensi kerugian pada hasil akhirnya. Oleh karena itu dalam menghadapi potensi serangan penyakit tekanan utama pada pencegahan dan penanggulangan gejala awal. Untuk menolong peternak plasma melaksanakan pencegahan penyakit dan penanggulangan gejala awal maka program pelatihan dan bimbingan dari pihak inti sangat dibutuhkan. e. Titik Rawan dalam Tekonologi Produksi Titik rawan dalam teknologi produksi terutama terletak pada potensi kematian pedet dan pertumbuhan yang terhambat. Kematian pedet paling besar terjadi pada umur 7 hari sampai dengan 3 bulan. Penyebab kematian umumnya terjadi karena dua sebab yaitu :
Serangan penyakit. Penyakit-penyakit infeksi jika tidak dicegah dengan vaksinasi dapat cepat menyebabkan kematian. Oleh karena itu vaksinasi mutlak dibutuhkan. Kesalahan tatalaksana pemeliharaan sapi pedet seperti lingkungan kandang yang kotor, cara pemberian makanan yang salah dan pengawasan lingkungan yang lemah dapat menyebabkan kematian pedet. Kandang yang kotor dapat menyebabkan pedet makan bahan asing seperti plastik, rumput basah dapat menyebabkan pedet kembung dan lingkungan kurang diperhatikan dapat menyebabkan pedet basah dan kedinginan semua hal tersebut dapat menyebabkan kematian.
Pertumbuhan yang terhambat dapat terjadi karena kesalahan pemberian pakan baik karena rendahnya jumlah pakan yang diberikan maupun karena cara pemberian yang kurang tepat. Hal-hal tersebut dapat mengakibatkan pertambahan berat badan pedet terhambat atau produktivitas sapi dara rendah karena terlalu kurus atau terlalu gemuk.
Bank Indonesia – Penggemukan Pedet Sapi Perah
21
f. Keterkaitan Proses Penyediaan Pasokan Pasokan pedet kecil
Jumlah pedet. Jumlah pasokan pedet kecil (umur 7 hari) selalu tersedia meskipun terbatas. Selalu tersedia mengingat setiap hari sapi perah produktif harus selalu beranak setiap tahun. Terbatas mengingat pedet hanya berasal dari sapi perah dalam negeri. Oleh karena itu pasokan untuk usaha ini selalu tersedia dan tekanan pengembangan usaha ini adalah menghasilkan sapi potong dan sapi perah yang berkualitas. Harga pedet kecil. Harga pedet kecil relatif stabil dan umumnya seragam di berbagai tempat dengan variasi ongkos angkut. Saat ini harga pedet kecil ini berkisar Rp. 300.000,- sampai dengan Rp. 350.000. Mutu pedet kecil. Mutu pedet kecil umur tujuh hari umumnya dapat diketahui langsung pada waktu membeli dengan mengamati langsung pedet tersebut dan induknya. Oleh karena itu sebaiknya pembelian dan seleksi dilakukan langsung di kandang peternak. Waktu penyediaan. Waktu penyediaan tersebar sepanjang tahun sesuai dengan kelahiran pedet. Lokasi penyediaan. Lokasi penyediaan tersebar di seluruh daerah produksi sapi perah.
Pasokan konsentrasi Pasokan bahan-bahan konsentrat tergantung daerah tempat usaha peternakan itu dilaksanakan. Sebaiknya dihindari ketergantungan pada bahan konsentrat yang bersumber dari bahan baku impor seperti dedak gandum (polard) karena harganya berfluktuasi. Ketergantungan ini bisa menyulitkan jika harga naik sehingga tidak ekonomis lagi untuk digunakan, sementara sapi sudah terbiasa dengan bahan konsentrat tersebut dan susah beralih ke bahan lain. Sebaliknya pemanfaatan konsentrat lokal seperti ampas tahu, dedak padi dan bungkil kelapa sawit lebih dianjurkan karena umumnya harga relatif murah dan ketersediaan lebih pasti. g. Keterkaitan Pelaksana Proyek Persiapan proyek Persiapan proyek menyangkut kesiapan Koperasi sebagai perusahaan inti untuk mengembangkan usaha model 1. Perusahaan inti yang sudah bergerak dalam bidang pemeliharaan sapi perah atau pedet umumnya relatif lebih siap. Pengembangan model 2, model 3 dan model 4 lebih banyak tergantung pada keberhasilan model 1. Survai keterkaitan pasokan konsentrat dan hijauan setempat perlu dilakukan dalam persiapan proyek. Dimana perlu hijauan harus ditanam terlebih dahulu.
Bank Indonesia – Penggemukan Pedet Sapi Perah
22
Pelaksanaan proyek Pelaksanaan royek di suatu tempat ditentukan hasil persiapan. Jika pedet kecil, pakan dan hijauan cukup tersedia maka proyek dapat dilaksanakan. Proses Produksi Proses produksi oleh peternak plasma dibantu pengawasan dan pengelolaannya oleh perusahaan inti. Besarnya bantuan pengawasan dan pengelolaan oleh perusahaan inti ditentukan oleh besarnya kebutuhan tersebut oleh plasma, dan secara bertahap akan berkurang sesuai peningkatan kemampuan plasma. Teknis produksi Teknis produksi yang diterapkan oleh plasma sebaiknya mengikuti teknis produksi yang ditetapkan oleh Inti.
sepenuhnya
Penanganan hasil produksi Mengingat produksi dari usaha ini adalah sapi hidup maka penanganan hasil produksi lebih ditekankan pada pencegahan stress. Stress dapat mengakibatkan pengurangan berat badan, penurunan nafsu makan dan bahkan keguguran pada sapi bunting. Untuk menghindari atau mengurangi stress maka cara pengangkutan dan penampung di lokasi baru perlu mendapat perhatian khusus. Kesinambungan keseluruhan produktifitas proyek Kesinambungan keseluruhan produktifitas proyek tergantung pada pasokan terutama pasokan pedet sapi perah. Mengingat pedet sapi perah selalu tersedia maka usaha ini selalu dapat dilaksanakan.
Bank Indonesia – Penggemukan Pedet Sapi Perah
23
5. Aspek Keuangan a. Data dan Asumsi Dasar Perhitungan Data dan asumsi perhitungan yang dipakai dalam studi usaha penggemukan pedet sapi perah ini tercantum dalam Lampiran Model A (0-6 bulan), Model B (6-12 bulan), Model C (12-22 bulan) dan Model D (12-18 bulan), yang secara keseluruhan didasarkan atas perkembangan harga-harga pada pertengahan 1998. Dalam pelaksanaannya, asumsi dasar tersebut perlu dikaji-ulang menjelang penyaluran kredit. Dengan mengingat karakteristik serta kebiasaan yang dilakukan oleh para peternak selama ini, maka studi ini menyajikan empat model usaha pemeliharaan pedet yakni : 1. Pemeliharaan pedet umur 7 hari (lepas kolosterum) hingga menjadi sapi muda umur 6 bulan (selanjutnya, lihat lampiran A-01 s.d. A-07); 2. Pemeliharaan sapi muda umur 6 bulan hingga menjadi sapi muda umur 12 bulan (selanjutnya, lihat Lampiran B-01 s.d. B-07); 3. Pemeliharaan sapi muda betina umur 12 bulan hingga menjadi sapi dara umur 22 bulan untuk dijadikan bibit sapi perah (selanjutnya, lihat Lampiran C-01 s.d. C-07); serta 4. Pemeliharaan sapi muda jantan umur 12 bulan hingga menjadi sapi potong umur 18 bulan (selanjutnya, lihat Lampiran D-01 s.d. D-07) Mengingat sangat strategisnya model usaha pertama (pemeliharaan pedet hingga umur 6 bulan) dan usaha ini memerlukan manajemen produksi yang profesional untuk menghasilkan sapi muda yang berkualitas tinggi, maka dalam analisa perhitungan keuangan selanjutnya model usaha ini dilakukan secara terpusat (breeding center) yang dilaksanakan oleh Koperasi Primer karena itu dimungkinkan dibiayai dengan Kredit Koperasi (K-Kop). Sebagai contoh model, analisa usaha ini mengasumsikan pemeliharaan sebanyak 450 ekor per siklus, dengan prinsip First In First Out (FIFO). Sedangkan model analisa lainnya (Model B, C dan D) dapat dilakukan oleh para peternak anggota Koperasi. Ketiga model usaha ini dapat dilakukan oleh peternak yang berbeda, ataupun berkelanjutan dilakukan oleh peternak yang sama. Dengan mempertimbangkan kemampuan teknis para peternak, masing-masing model diasumsikan memelihara sepuluh ekor pedet sapi muda. Ketiganya dimungkinkan dibiayai dengan Kredit koperasi Primer untuk Anggotanya (KKPA). b. Kebutuhan Biaya Proyek dan Sumber Dana Berdasarkan asumsi yang dikemukakan di atas, maka biaya investasi dan sumber dana untuk setiap model usaha disajikan dalam Tabel 5.
Bank Indonesia – Penggemukan Pedet Sapi Perah
24
Tabel 5. Biaya Proyek dan Sumber Dananya Uraian Model A Model B Model C Biaya Proyek (Rp). 455.660.000 16.545.000 49.720.000 Modal tetap 85.850.000 1.250.000 2.150.000 Modal kerja permanen 369.810.000 15.295.000 51.870.000 Sumber Dana (Rp) Modal Sendiri 148.388.750 3.390.000 Kebutuhan kredit 307.271.250 13.155.000
8.720.000 43.150.000
Model D 23.385.000 1.250.000 22.635.000
3.795.000 19.840.000
Dari tabel diatas terlihat bahwa kebutuhan kredit terutama digunakan untuk modal kerja. Dalam analisa lanjutan, kebutuhan modal kerja ini sebagian besar digunakan untuk pembelian sapi pedet ataupun sapi muda. Seperti tampak pada lampiran analisa keuangan untuk setiap model, dengan mempertimbangkan penyertaan modal dari peternak koperasi, umumnya kebutuhan kredit digunakan untuk :
Pembelian pedet sapi muda; Pembiayaan untuk membangun kandang dan kandang box; dan Pembelian pakan konsentrat selama masa pemeliharaan.
Dengan kenyataan ini, maka untuk menjaga kelangsungan usaha dan memberikan ruang gerak bagi pelaku usaha untuk mencapai kemandirian, maka modal kerja tersebut seyogyanya merupakan modal kerja permanen. Dengan kata lain, kredit modal kerja dimaksud dibatasi selama satu tahun, melainkan diperpanjang hingga 4 - 5 tahun. Hal ini dimungkinkan, baik melalui skema kredit koperasi (K-Kop) maupun Kredit Koperasi Primer untuk Anggotanya (KKPA). Karena itu pelunasan kredit (berupa pokok dan bungan diangsur sesuai keragaan proyeknya. c. Kelayakan Usaha Untuk keempat model usaha dilakukan pengkajian kelayakan usaha lazimnya analisa kelayakan proyek (Tabel 6), meliputi : (1) Laba bersih (unit usaha; bulanan); (2) Net Present Value (NPV); (3) Internal Rate of Return (IRR); (4) Payback Period (PP) dan (5) Break Even Poin (Rupiah; ekor).
Bank Indonesia – Penggemukan Pedet Sapi Perah
25
Tabel 6. Kelayakan Usaha Proyek Model A Model B
Uraian Laba Bersih Rp/unit usaha siklus 44.081.220 Rp/unit usaha/bulan 7.346.870 Kriteria Investasi Net Present Value (NPV) 49.560.588 (Rp) Internal Rate of Return 20% (IRR) Payback Period (PBP) 40 bulan Break Even Poin (Rp. 385.381.357 Juta) Break Even Poin (Ekor) 367 ekor
Model C
Model D
930.465 155.078
4.780.250 478.025
3.068.145 511.358
561.170
3.572.384
2.633.612
17,1%
18,11%
21,5%
48,4 bulan
59 bulan
30 bulan
9.424.821
19.748.480
22.009.194
10 ekor
6 ekor
8 ekor
Dilihat dari analisa kelayakan di atas, tampaklah bahwa Model A, B dan D cukup layak dari berbagai kriteria yang diajukan disini; sedangkan Model C (Pimbibitan Sapi Perah umur 12 -22 bulan) merupakan usaha yang marginal. Hal yang sama juga terjadi dalam mencapai tujuan kemandirian, seperti yang ditampilkan dalam arus kas setiap model. Model A, B, dan D dapat melunasi kredit dalam 6 - 8 siklus produksi; sedangkan Model C lambat mencapai kemandirian, dengan arus kas yang cenderung negatif, sehingga kas akhirnya terus berkurang. Namun demikian, perlu dicatat, analisa usaha ini telah memperhitungkan berbagai biaya, termasuk tenaga kerja dan pembelian rumput yang dalam kenyataan dilakukan oleh para peternak, dan karenanya akan merupakan sumber penghasilan bagi peternak. Mengingat sangat pentingnya unit usaha Model C sebagai penyedia bakalan (untuk Sapi Potong) dan Bibit Sapi (Untuk Sapi Perah), maka perlu dilakukan upaya untuk mendukung usaha ini antara lain penggabungan Model C dengan Model D.
Bank Indonesia – Penggemukan Pedet Sapi Perah
26
LAMPIRAN
Bank Indonesia – Penggemukan Pedet Sapi Perah
27