POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)
USAHA KERAJINAN GERABAH
BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email :
[email protected]
DAFTAR ISI 1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 2 a. Latar Belakang ................................ ................................ ........... 2 b. Tujuan, Ruang Lingkup dan Metode Penelitian ................................ . 2 2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan ................................ ............... 4 a. Profil Usaha ................................ ................................ ............... 4 b. Pola Pembiayaan ................................ ................................ ........ 4 3. Aspek Pemasaran................................ ................................ ........ 7 a. Permintaan ................................ ................................ ................ 7 b. Penawaran................................ ................................ ................. 7 c. Harga................................ ................................ ........................ 8 d. Persaingan................................ ................................ ................. 8 e. Pemasaran Produk ................................ ................................ ...... 8 f. Kendala ................................ ................................ ..................... 9 4. Aspek Produksi ................................ ................................ .......... 10 a. Lokasi ................................ ................................ ..................... 10 b. Fasilitas Produksi ................................ ................................ ...... 10 c. Bahan Baku ................................ ................................ ............. 11 d. Tenaga Kerja ................................ ................................ ........... 12 e. Teknologi................................ ................................ ................. 12 f. Proses Produksi ................................ ................................ ......... 13 g. Mutu Produk ................................ ................................ ............ 17 h. Skala Usaha ................................ ................................ ............. 18 5. Aspek Keuangan ................................ ................................ ........ 19 a. Struktur Biaya ................................ ................................ .......... 19 b. Pendapatan................................ ................................ .............. 20 c. Kebutuhan Modal ................................ ................................ ...... 20 d. Analisis Profitabilitas................................ ................................ .. 20 e. Analisis Sensitivitas ................................ ................................ ... 21 6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan .......................... 22 a. Aspek Sosial Ekonomi ................................ ................................ 22 b. Dampak Lingkungan ................................ ................................ .. 22 7. Penutup ................................ ................................ ..................... 24 a. Kesimpulan ................................ ................................ .............. 24 b. Saran ................................ ................................ ..................... 25 LAMPIRAN ................................ ................................ ..................... 26
Bank Indonesia – Usaha Kerajinan Gerabah
1
1. Pendahuluan a. Latar Belakang Industri gerabah, yang sering disebut dengan tembikar atau keramik, merupakan salah satu jenis usaha yang mampu bertahan bahkan berkembang dalam kondisi krisis saat ini sementara sekian banyak jenis usaha lain mengalami kemacetan bahkan kehancuran. Dengan teknologi yang sederhana dan dikerjakan dengan tangan, kemudian dikeringkan, dibakar dengan tungku tradisional ternyata mampu mendatangkan keuntungan yang besar. Bagi Daerah Istimewa Yogyakarta, keberadaan industri gerabah di Kasongan telah menjadikan salah satu ciri khas wilayah ini dan salah satu komoditi unggulan Daerah Istimewa Yogyakarta yang dikenal tidak saja karena mutu yang tinggi, desain yang variatif dan kualitas yang bagus, tetapi juga dari nilai ekspornya yang tinggi. Krisis moneter yang terjadi tidak berpengaruh terhadap kegiatan industri ini, bahkan dengan menurunnya nilai rupiah justru memberikan nilai ekspor yang tinggi karena semakin tingginya pasaran gerabah ke manca negara, seperti Australia, Amerika, Jepang, Belanda dan Perancis. Perkembangan teknologi dan cita rasa seni dari para pengrajin gerabah memberikan sentuhan seni yang tinggi, baik dari sisi bentuk gerabah itu sendiri maupun pemberian warna dan penutup gerabah dari bahan baku pelepah pisang yang dikeringkan. Dalam rangka menunjang pengembangan usaha kerajinan gerabah perlu dilakukan studi kelayakan usaha yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bank dalam membiayai pengembangan usaha kerajinan gerabah. Hasil penelitian yang disusun dalam bentuk pola pembiayaan ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan informasi bagi pengembangan investasi atau usaha ini. b. Tujuan, Ruang Lingkup dan Metode Penelitian Tujuan Tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Menyediakan rujukan bagi perbankan dalam rangka meningkatkan realisasi Kredit Usaha Kecil, khususnya untuk usaha kerajinan gerabah. 2. Menyediakan informasi dan pengetahuan untuk mengembangkan usaha kecil kerajinan gerabah terutama tentang aspek keuangan, produksi, pemasaran, dll.
Bank Indonesia – Usaha Kerajinan Gerabah
2
Ruang Lingkup Melakukan penelitian pola pembiayaan usaha kerajinan gerabah, yang meliputi aspek-aspek : 1. Aspek pemasaran, meliputi antara lain kondisi permintaan (termasuk pasar ekspor), penawaran, persaingan, harga, proyeksi permintaan pasar dll; 2. Aspek Produksi, meliputi gambaran komoditi, persyaratan teknis produk, proses pengolahan dan penanganannya; 3. Aspek Keuangan, meliputi perhitungan kebutuhan biaya investasi, dan kelayakan keuangan. Perhitungan kelayakan keuangan menggunakan analisa yang disesuaikan dengan jenis usaha yang dapat meliputi rugi laba, cash flow, net present value (NPV), pay back ratio, benefit cost ratio dan internal rate of return (IRR), termasuk analisa sensitifitas; 4. Aspek Sosial Ekonomi, meliputi pengaruh pengembangan usaha komoditi yang diteliti terhadap perekonomian, penciptaan lapangan kerja dan pengaruh terhadap sektor lain; 5. Aspek Dampak Lingkungan, yang meliputi baik lingkungan fisik maupun non fisik. Metode Penelitian Kegiatan studi pola pembiayaan usaha kerajinan gerabah dilakukan dengan Metode Survey, untuk menghimpun data dan informasi (Primer dan Sekunder) dengan menggunakan alat bantu kuesioner. Responden terdiri dari (1) Pengrajin Gerabah di Kasongan Kabupaten Bantul DI Yogyakarta, (2) Pimpinan Dinas Perindustrian Kabupaten Bantul dan Kepala Unit Pelayanan Teknis (UPT) Perindustrian Kasongan, (3) Bank Pemberi Kredit, serta (4) Tokoh Masyarakat (tokoh formal dan tokoh informal). Data sekunder diperoleh dari dari UPT Perindustrian Kasongan dan BPS. Analisa data dilakukan untuk mendapatkan informasi kelayakan usaha dan kelayakan keuangan dari usaha kerajinan gerabah, meliputi : 1. Analisa data dilakukan dengan metode tabulasi dan perhitunganperhitungan sesuai dengan formulasi yang ditentukan; 2. Analisa usaha dilakukan untuk mengetahui prospek dan kendala serta permasalahan yang berkenaan dengan aspek pemasaran, produksi, sosial ekonomi dan dampak lingkungan; 3. Analisa pembiayaan dilakukan untuk mengetahui bagaimana pembiayaan proyek dan kelayakan usaha dilihat dari aspek keuangan.
Bank Indonesia – Usaha Kerajinan Gerabah
3
2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan a. Profil Usaha Berdasarkan studi kasus, usaha kerajinan gerabah yang terdapat di Kasongan, Kabupaten Bantul umumnya adalah pengrajin dengan skala usaha kecil atau bahkan usaha rumah tangga. Usaha ini berkembang secara turun temurun di lokasi tersebut dan mulai dikenal secara luas sejak tahun 1980an. Pada awalnya usaha ini hanya memproduksi peralatan rumah tangga seperti tempayan, kendi, pot bunga dan peralatan makan, namun saat ini pola produksi gerabah Kasongan telah mengalami perubahan yang sangat besar dari sekedar peralatan rumah tangga menjadi produk seni yang memiliki nilai seni yang tinggi, hal ini terjadi terutama setelah produk ini mampu memasuki pasar ekspor. Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan responden pengrajin, diketahui bahwa sebagian besar produk gerabah yang dihasilkan merupakan barang-barang yang mempunyai fungsi sebagai hiasan rumah dibandingkan barang keperluan rumah tangga sehari-hari. Kondisi tersebut telah menjadikan Kasongan sebagai sentra kerajinan gerabah. Sampai dengan tahun 2000, jumlah pengrajin yang terdata pada UPT Perindustrian Kasongan adalah 365 pengrajin dengan 1.627 tenaga kerja, dan hanya 18 pengrajin yang pengusaha formal. Berdasarkan wilayahnya, sentra industri kecil gerabah Kasongan meliputi beberapa pedukuhan, yaitu Gedongan, Goren, Jerontabak, Kajen, Kajen Bewok, Kalipucang, Karangpule, Ngledok, Sentanan, Tirto, Turen dan Kasongan. Studi kasus menunjukkan bahwa umur rata-rata pengrajin adalah 40 tahun dengan tingkat pendidikan responden pengusaha gerabah beragam dari SLTP sampai Perguruan Tinggi. Cukup tingginya tingkat pendidikan pengrajin didasarkan atas semakin meningkatnya kesejahteraan pengrajin hingga mampu memberikan pendidikan yang lebih baik kepada penerus usaha keluarga (responden pengrajin), meskipun semua responden telah menjalankan usaha sendiri dan terlepas dari kegiatan usaha keluarganya. Dengan cukup tingginya tingkat pendapatan pengrajin telah menjadikan usaha kerajinan ini sebagai sumber penghasilan utama. b. Pola Pembiayaan Hasil wawancara dengan responden pengrajin gerabah menunjukkan bahwa sebagian besar kebutuhan biaya untuk operasi usaha berasal dari dana sendiri. Sementara menurut pejabat bank yang disurvei diketahui bahwa keikut-sertaan pihak perbankan dalam pengembangan usaha kerajinan gerabah didasarkan atas beberapa alasan, yaitu :
Bank Indonesia – Usaha Kerajinan Gerabah
4
1. Bank melihat adanya potensi sumberdaya alam (SDA) dan sumberdaya manusia (SDM) yang besar bagi kelangsungan kegiatan usaha kerajinan gerabah, terutama dari kenyataan bahwa hampir seluruh masyarakat di wilayah ini merupakan pengrajin gerabah; 2. Harga gerabah yang tidak terpengaruh oleh gejolak krisis yang terjadi menyebabkan peluang keuntungan yang diperoleh semakin terbuka lebar; 3. Pemasaran gerabah telah menjangkau ekspor ke beberapa negara, sehingga membuka peluang bagi perbankan untuk semakin ikut berperan dalam dukungan modal usaha; 4. Perbankan berkeinginan untuk meningkatkan lapangan kerja yang diharapkan mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat dan pengembangan potensi ekonomi daerah. Peranan perbankan dalam membiayai usaha kerajinan gerabah dilakukan melalui penyediaan kredit investasi dan kredit modal kerja yang bersumberkan dari dana bank sendiri. Sampai saat ini plafond kredit yang telah disalurkan bagi pengrajin gerabah berkisar antara Rp. 10 juta hingga Rp 100 juta, dengan tingkat bunga kredit 24% pertahun, baik Kredit Investasi (KI) maupun Kredit Modal Kerja (KMK) tanpa menerapkan masa tenggang (grace period). Untuk kredit investasi masa pengembalian harus tidak lebih dari 3 (tiga) tahun dan untuk kredit modal kerja adalah 2 (dua) tahun. Apabila pengrajin mengalami kesulitan dalam pengembalian pinjaman, pihak bank memberikan kemungkinan untuk memperpanjang masa pengembalian kredit dengan berkonsultasi terlebih dahulu kepada bank. Menurut pejabat Bank, pengrajin gerabah di Kasongan memiliki kesadaran yang tinggi untuk mengembalikan kredit sesuai waktunya. Hal ini tercermin dari realisasi kredit pada salah satu bank umum di Kabupaten Bantul yang mampu menyalurkan kredit (per Juni 2001) sebesar Rp. 454.327.000 untuk 175 pengusaha dan tercatat hanya 18 pengrajin dengan nilai sebesar Rp. 8.952.000 (1,97%) yang mengalami masalah dalam pembayaran angsuran. Guna menjamin keamanan kredit disamping mendasarkan kepada kelayakan keuangan proyek yang bersangkutan, bank juga memberlakukan keharusan debitur untuk menyediakan jaminan kredit yang dianggap cukup aman untuk keselamatan banknya. Umumnya jaminan kredit tersebut berupa sertifikat tanah/bangunan tempat berusaha dan atau berupa barang yang relatif mudah untuk dijual dan jaminan lain yang dianggap aman untuk bank bilamana terjadi kredit macet serta dilengkapi surat keterangan usaha dari Kantor Desa setempat. Bilamana persyaratan teknis bank telah dilengkapi maka bank akan segera menindak lanjuti melalui tahapan peninjauan lapangan, analisa kredit dan dilanjutkan dengan pembahasan oleh pihak bank. Apabila disetujui, proses pemberian kredit dilanjutkan dengan proses keabsahan dan pengikatan jaminan kredit. Dalam studi kasus gerabah ini, apabila seluruh persyaratan dapat terpenuhi dengan baik, maka debitur akan mendapatkan keputusan
Bank Indonesia – Usaha Kerajinan Gerabah
5
terhadap permohonan kredit yang telah diajukan dalam waktu 1 (satu) minggu.
Bank Indonesia – Usaha Kerajinan Gerabah
6
3. Aspek Pemasaran a. Permintaan Berdasarkan hasil penelitian lapangan pada usaha kerajinan gerabah di Kasongan DIY, diketahui bahwa sebagian besar produk yang dihasilkan menggunakan sistem pemesanan atau make to order. Setiap calon pembeli atau pemesan datang secara langsung ke pengrajin dan menentukan bentuk serta model gerabah yang akan dibeli atau dipesan. Tidak seluruh pemesan merupakan pembeli gerabah, namun dapat hanya berperan sebagai pedagang perantara atau agen bagi pembeli (buyer) yang berasal dari Jakarta, Bali dan Surabaya, atau bahkan dari luar negeri. Penerapan sistem pesanan mengakibatkan tidak adanya standar kapasitas produksi, sehingga produk yang dihasilkan baik bentuk maupun ukuran sangat ditentukan berdasarkan pesanan. Berdasarkan analisa terhadap hasil wawancara dengan para pengrajin gerabah diperoleh satu asumsi dasar penerapan kapasitas produksi, yaitu dengan menggunakan standar bahan baku gerabah yang merupakan campuran antara tanah liat hitam, tanah liat kuning dan pasir halus dalam satu siklus produksi (gilingan) dengan produksi gerabah berukuran besar sebanyak 75 buah, 100 gerabah ukuran sedang dan 300 gerabah ukuran kecil. Berdasarkan data tahun 1998 - 2000, seperti terlihat pada Tabel 3.1, terlihat bahwa total nilai gerabah yang diproduksi mengalami peningkatan dari Rp 4,7 milliar pada tahun 1998 menjadi Rp. 6,9 milliar pada tahun 2000. Demikian pula dengan nilai penjualannya yang meningkat dari Rp. 6,46 milliar pada tahun 1998 menjadi Rp. 8,6 milliar pada tahun 2000. Kondisi ini memperlihatkan bahwa laju permintaan terhadap produk gerabah mengalami peningkatan setiap tahunnya. Kecenderungan ekspor gerabah, yang dalam pasar ekspor lebih dikenal sebagai keramik, mengalami peningkatan sejak 1996 hingga periode JanuariMaret 2001 (lihat Tabel 3.2). Penurunan ekspor pada tahun 1998 seiring dengan penurunan jumlah negara tujuan ekspor menjadi hanya 16 negara. Keadaan tersebut merupakan dampak terjadinya krisis moneter yang melanda Indonesia sehingga memberikan pengaruh sangat besar dalam kegiatan usaha. b. Penawaran Konsep pemasaran yang diterapkan oleh pengrajin gerabah di Kasongan dilakukan berdasarkan order/pesanan yang masuk, sementara pemasaran gerabah secara bebas dilakukan melalui ruang pamer (show room) yang umumnya dimiliki oleh setiap pengrajin. Oleh karena itu, apabila dilihat dari harga per satuan gerabah, maka terdapat perbedaan harga antara pesanan dengan penjualan secara langsung.
Bank Indonesia – Usaha Kerajinan Gerabah
7
c. Harga Bagi sebagian besar orang, gerabah saat ini telah dianggap sebagai suatu barang seni yang memiliki nilai tersendiri, sehingga tidak terdapat standar harga untuk setiap gerabah yang dihasilkan. Tingkat harga akan ditentukan berdasarkan model, ukuran dan kedalaman seni yang ada seperti penambahan motif daun, bunga atau bahkan naga yang menjadikan harga gerabah menjadi semakin tinggi. Harga yang ditetapkan untuk gerabah standar dengan ukuran besar bervariasi antara Rp. 60.000 - Rp. 100.000, gerabah ukuran sedang berkisar antara Rp. 20.000 - Rp. 60.000 dan gerabah dengan ukuran kecil antara Rp. 1.500 - Rp. 6.000. Berdasarkan kisaran harga tersebut, maka dalam analisa keuangan digunakan harga rata-rata untuk setiap ukuran gerabah, yaitu Rp. 80.000 (besar), Rp. 40.000 (sedang) dan Rp. 3.000 (kecil). d. Persaingan Wilayah Desa Bangunjiwo, dimana dukuh Kasongan berada, merupakan sentra industri kerajinan gerabah di DI Yogyakarta. Sebagian besar penduduk menggantungkan hidupnya dan berpenghasilan utama sebagai pengrajin gerabah atau sebagai tenaga kerja. Berdasarkan informasi dari Dinas Perindustrian Kabupaten Bantul, khususnya Unit Pelayanan Teknis (UPT) Perindustrian - Kasongan pada tahun 1998 jumlah usaha kerajinan gerabah di Kasongan sebanyak 338 unit usaha dengan jumlah tenaga kerja 1.549 orang dan mengalami peningkatan menjadi 365 unit usaha dengan jumlah tenaga kerja 1.627 orang pada tahun 2000 (lihat Tabel 3.1). Seiring dengan perubahan pola produksi gerabah dari barang-barang keperluan rumah tangga menjadi barang seni telah membuka persaingan usaha di dalam negeri dan persaingan pasar ekspor dengan produk porcelin dari China. Dengan model yang hampir sama dan harga yang lebih murah dibandingkan produk porcelin membuat gerabah mampu memberikan alternatif pilihan bagi setiap konsumen domestik maupun luar negeri. Bagi pengrajin gerabah di Kasongan, tidak terlihat persaingan yang mencolok diantara para pengrajin gerabah. Hal ini lebih disebabkan karena pada umumnya pengrajin telah memiliki langganan tetap dan hargapun relatif sama pada semua pengrajin untuk suatu jenis gerabah. e. Pemasaran Produk Salah satu kunci keberhasilan usaha kerajinan gerabah di Kasongan adalah pasar bagi produk gerabah yang dihasilkan. Pasar yang berhasil dimasuki tidak saja terbatas pada pasar lokal seperti Jakarta, Surabaya dan Bali tetapi juga pasar ekspor Australia, Kanada, Jepang, Belanda, Amerika Serikat. Produk-produk yang dihasilkan memang diorientasikan untuk mengisi pasar ekspor dan domestik.
Bank Indonesia – Usaha Kerajinan Gerabah
8
Selain mendasarkan diri kepada pesanan dari pelanggan domestik maupun ekspor, pengrajin umumnya memiliki ruang pameran (show room) yang sekaligus berfungsi sebagai kantor pemasaran. Keuntungan yang diperoleh pengrajin dengan datangnya pembeli langsung ke Kasongan adalah kesempatan bagi pengusaha atau pengrajin untuk menawarkan langsung produk-produknya dengan memperlihatkan model dan kualitas gerabah yang diproduksi, serta terbukanya peluang inovasi model gerabah apabila terjadi permintaan khusus dari pembeli. Kesempatan ini besar sekali manfaatnya terutama untuk pengusaha atau pengrajin skala kecil yang bisa menawarkan produknya secara langsung tanpa harus melakukan kegiatan promosi khusus. Secara keseluruhan total penjualan gerabah mengalami peningkatan ratarata pertahun yang cukup signifikan (23,1%), namun terdapat penurunan dari total pendapatan berdasarkan selisih nilai produksi dan penjualan dari 36,7% pada tahun 1998 menjadi 23,6% pada tahun 2000. Seperti terlihat pada Tabel 3.1, nilai penjualan gerabah tahun 2000 mencapai Rp. 8,6 milliar, dimana sebagian besar mampu dipasarkan ke luar negeri (ekspor) dengan rincian 157 kontainer besar dan 125 kontainer kecil. Apabila total harga gerabah per kontainer adalah Rp. 12 juta (kontainer kecil) dan Rp. 24 juta (kontainer besar), maka total nilai ekspor mencapai Rp. 5,27 milliar atau 60,94% dari total penjualan gerabah. Dalam hal pembayaran gerabah yang akan dikirim, baik untuk pasar domestik maupun ekspor, proses pembayarannya dilakukan menjelang keberangkatan produk tersebut, sehingga setiap pengrajin dapat secara langsung merasakan hasil yang diperoleh. Bahkan dalam proses pengepakan setiap gerabah dan pengiriman barang seluruh biaya ditanggung oleh pembeli. f. Kendala Berdasarkan hasil wawancara dengan para pengrajin gerabah di Kasongan, masalah yang dihadapi adalah ketergantungan pemasaran produk kepada order/pesanan. Hal ini pula yang seringkali menjadi kendala bagi sebagian pengrajin mengenai kelanjutan usaha di masa-masa yang akan datang apabila terjadi penurunan jumlah pesanan. Seperti diketahui bahwa produk gerabah yang dijual secara langsung kepada pengunjung di showroom hanya berkisar 15%.
Bank Indonesia – Usaha Kerajinan Gerabah
9
4. Aspek Produksi a. Lokasi Keberadaan usaha kerajinan gerabah sangat dipengaruhi oleh ketersediaan bahan baku tanah liat di wilayah tersebut. Dengan potensi bahan baku utama berupa tanah liat dan pasir yang melimpah di wilayah Kasongan telah membuka peluang usaha yang lebih baik bagi pengrajin gerabah dan menjadikan Kasongan sebagai sentra kerajinan gerabah yang berkembang pesat serta menjadi salah satu aset yang berharga bagi DI Yogyakarta. b. Fasilitas Produksi Dalam proses prorses produksi gerabah, peralatan yang digunakan adalah : 1. Molen, yaitu mesin penggiling atau pencampur bahan baku utama berupa tanah liat hitam, tanah liat kuning dan pasir halus; 2. Perbot atau alat putar, merupakan alat yang berbentuk lempengan bulat untuk membantu pengrajin dalam proses pembentukan/pemodelan gerabah yang digerakkan dengan kaki. Dalam menggunakan alat ini pengrajin dituntut mempunyai keahlian dan ketekunan dalam pengoperasiannya; 3. Mal atau alat cetak, digunakan untuk mencetak model tambahan untuk gerabah, seperti model daun dan bunga; 4. Tungku pembakaran. Alat ini berfungsi untuk melakukan pembakaran gerabah yang telah dikeringkan melalui proses penjemuran. Tungku ini berbentuk bangunan dengan ukuran 2 x 3 meter dengan tinggi 2,5 meter dan dibawahnya terdapat rongga-rongga untuk pembakaran, sehingga dalam proses ini gerabah dibakar dengan hawa panas yang terjadi dan bukan oleh api secara langsung; 5. Alat pewarnaan (finishing), sebelum dilakukan pengecatan terlebih dahulu dilakukan proses finishing dengan menggunakan alat penghalus seperti pisau dan ampelas; 6. Alat pengepakan, berupa kayu yang berfungsi untuk mengemas produk gerabah sebelum dilakukan pengangkutan.
Bank Indonesia – Usaha Kerajinan Gerabah
10
Gambar 4.1. Mesin Penggiling / Pencampur Bahan Baku Gerabah
Gambar 4.2. Tungku Pembakaran Gerabah
c. Bahan Baku Bahan baku utama dalam proses produksi gerabah adalah tanah liat. Tanah liat merupakan produk alam yang terjadi akibat pengaruh cuaca (hujan, aliran air, panas, angin). Selama ribuan tahun batu-batuan terangkut, terkikis dan tercampur dengan berbagai mineral lainnya termasuk bahan bahan organik hingga kemudian membentuk endapan. Tanah liat pada umumnya mudah didapat di hampir segala tempat di muka bumi ini, namun dalam proses pembentukan gerabah komposisi tanah akan sangat menentukan. Sangat beruntung bagi para pengrajin di Kasongan karena memiliki deposit tanah liat dengan komposisi sangat baik untuk pembuatan gerabah, yang dapat diperoleh di desa setempat (Bangunjiwo). Untuk menghasilkan produk yang bermutu tinggi, tanah liat tersebut harus dicampur dengan tanah kuning yang diambil dari daerah Godean, sekitar 15 km dari Kasongan. Adapun rincian bahan baku utama dan bahan penolong dalam proses pembuatan gerabah di Kasongan adalah :
Bank Indonesia – Usaha Kerajinan Gerabah
11
1. Tanah liat hitam (Bangunjiwo) dan tanah kuning (Godean) sebagai bahan baku utama. Untuk menghasilkan produk berupa barang-barang keperluan rumah tangga dan peralatan dapur diperlukan tanah liat hitam, sedangkan untuk menghasilkan produk kerajinan yang berkualitas, seperti patung, guci dipergunakan campuran tanah liat kuning dengan perbandingan tertentu; 2. Pasir halus, sebagai bahan pencampur agar tanah liat dapat merekat erat. Bahan baku ini diperoleh dari penambangan pasir di sungaisungai di wilayah Kasongan sendiri; 3. Air, berfungsi untuk melunakkan campuran tanah liat dan pasir sehingga memudahkan dalam membentuk suatu model gerabah; 4. Kayu bakar dan jerami, sebagai bahan penolong dalam proses pembakaran gerabah; 5. Cat, sebagai bahan pelengkap agar gerabah mempunyai cita rasa seni sehingga memberikan daya tarik dan keindahan. Ketersediaan sumber bahan baku utama (tanah liat dan pasir) dan pendukung yang masih relatif melimpah menyebabkan seluruh pengrajin gerabah tidak terlalu khawatir terhadap ketersediaan bahan baku utama untuk kelangsungan usahanya. Selama ini peningkatan harga bahan baku utama hanya berkisar 10%, namun bahan penolong seperti cat dalam proses finishing dapat mengalami peningkatan hingga 200%. d. Tenaga Kerja Seiring dengan semakin meningkatnya permintaan akan produk gerabah, yang ditunjukkan dengan meningkatnya nilai produksi maupun penjualan gerabah, menjadi alasan semakin tingginya jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Guna memenuhi permintaan pasar, sanggar-sanggar gerabah/keramik melakukan perekrutan tenaga kerja dari Brebes, yang menurut para pengrajin lebih dapat diandalkan dan cekatan dalam proses awal pembentukan gerabah. Kendati begitu, tidak semua pekerjaan bisa dibebankan kepada tenaga kerja "impor" tersebut, karena untuk keahlian khusus seperti pengecatan dan penambahan ornamen untuk setiap produk yang dihasilkan, kemampuan tenaga kerja setempat belum dapat tergantikan. e. Teknologi Proses produksi gerabah sebenarnya cukup sederhana, asalkan tersedia bahan baku utama berupa tanah liat, pasir dan alat putar (perbot). Bahkan teknologi pembuatannya juga sangat sederhana karena hanya memerlukan keterampilan tangan dan ketekunan, tanpa membutuhkan teknologi modern. Namun demikian kebutuhan akan inovasi dan kreativitas desain produk yang dinamis mutlak diperlukan sesuai dengan perkembangan zaman yang seringkali mengutamakan aspek seni dan artistik produk.
Bank Indonesia – Usaha Kerajinan Gerabah
12
Teknik pembuatan gerabah yang umum dilakukan pengrajin di Kasongan adalah teknik pijat dan gelungan. Teknik pijat merupakan teknik dasar pembentukan gerabah tanpa menggunakan alat apapun karena hanya dengan mengenali sifat-sifat dan kelenturan tanah liat dalam proses pembentukan. Dasar kerja teknik ini adalah dengan memijat-mijat gumpalan tanah liat hingga membentuk rongga atau dinding dengan ketebalan ± 7 mm. Pijatan dilakukan sambil membentuk sesuai model yang diharapkan. Teknik gelungan adalah membentuk benda dengan cara menumpuk gelungan demi gelungan. Teknik ini merupakan teknik tradisional namun tetap digunakan sampai saat ini sebagai metode paling umum. Paduan antara teknik pijat dan teknik gelungan dapat menghasilkan karya serumit apapun. Teknik tersebut dijalankan oleh seluruh pengrajin gerabah di Kasongan, dan ini menjadi salah satu kelemahan pengrajin karena menyebabkan kurangnya inovasi di bidang desain, sehingga diantara pengrajin sendiri sering terjadi jiplak-menjiplak desain dan tidak ada satupun sanggar yang memiliki desain khas. Pada umumnya pengrajin lebih menyukai untuk menunggu desain pesanan dari pembeli, terutama pembeli dari luar negeri yang seringkali telah memiliki hak paten atas suatu model. Pemanfaatan peralatan dan teknologi bagi pengrajin tidak menumbuhkan keinginan menambah peralatan kerjanya dalam waktu dekat. Beberapa pengrajin yang semula berencana menambah jumlah peralatan yang dimilikinya terpaksa menunda rencananya tersebut karena kenaikan harga peralatan, khususnya mesin molen cukup tinggi, yaitu dari Rp 4 juta hingga Rp. 5 juta sebelum krisis menjadi Rp 8 juta hingga Rp. 10 juta. Meskipun untuk sementara mereka harus menunda rencana pembelian peralatan baru, namun demikian para pengrajin tidak merasakan adanya kendala untuk meningkatkan kapasitas produksinya karena jasa penyewaan molen cukup banyak dan relatif murah. f. Proses Produksi Proses produksi pada dasarnya merupakan suatu kegiatan konversi bahan baku (input produksi) menjadi produk (output produksi). Untuk melaksanakan proses atau kegiatan tersebut diperlukan satu rangkaian proses pengerjaan yang bertahap. Perancangan proses produksi dalam hal ini akan tergantung pada karakteristik produk yang dihasilkan dan pola kebutuhan yang harus dipenuhi dalam proyek pembuatan produk. Proses produksi yang dilakukan dalam kegiatan usaha kerajinan gerabah hanya memerlukan peralatan yang relatif sederhana karena lebih banyak memanfaatkan keahlian tangan manusia untuk menciptakan hasil yang memiliki nilai seni tinggi. Tahapan yang dilalui dalam proses produksi gerabah, seperti terlihat pada Grafik 4.1.
Bank Indonesia – Usaha Kerajinan Gerabah
13
Grafik 4.1. Diagram Alir Proses Produksi Gerabah A. Persiapan Bahan Bak Bahan baku berupa tanah liat (hitam dan kuning), pasir halus dan air terlebih dahulu disiapkan sebelum masuk dalam proses pencampuran. Proses pencampuran dilakukan dengan menggunakan mesin pencampur atau penggiling (molen). Bahan baku tanah liat hitam, tanah liat kuning dan pasir halus dicampur dengan perbandingan yang sudah ditentukan yaitu 0,5 : 1 : 0,5, hal ini bertujuan agar diperoleh campuran yang baik dan kuat. Satuan yang digunakan oleh setiap pengrajin gerabah di Kasongan adalah satuan bak mobil colt atau setara dengan 1 m3. Perbandingannya adalah 1 m3 tanah liat kuning di campur dengan tanah liat hitam dan pasir halus masingmasing 0,5 m3. Kedua bahan ini dicampur secara merata dengan menggunakan alat pelumat tanah (molen), kemudian diberi air sedikit demi
Bank Indonesia – Usaha Kerajinan Gerabah
14
sedikit sehingga dicapai tekstur seperti wax (jenang). Selanjutnya bahan (adonan) sudah siap dipergunakan. B. Proses Produks Dalam menjalankan proses produksi, para pengrajin gerabah di Kasongan melakukan teknik dan perlakuan yang sama. Tahap awal dalam proses produksi adalah dengan mempersiapkan terlebih dahulu bahan baku utama yaitu berupa adonan campuran tanah liat dan pasir. Tahapan selanjutnya dapat dibagi menjadi beberapa tahap yaitu: 1. Tahap Pembentukan Adonan campuran bahan baku yang telah dipersiapkan dibentuk dengan menggunakan tangan dan alat bantu putar (perbot). Alat putar ini digunakan untuk membuat barang-barang yang berbentuk silinder atau simetris, misalnya guci, tungku, tempayan, pot bunga dan lain-lain. Sedangkan untuk bentuk patung dan aneka hiasan kontemporer, alat putar tidak mutlak digunakan. Dalam proses pemodelan yang sangat diperlukan adalah keterampilan, kreativitas dan kemampuan seni bagi pekerjanya. Untuk gerabah Kasongan, penambahan motif yang paling banyak dilakukan adalah bentuk bunga, daun dan ukiran naga. 2. Tahap Pengeringan Setelah gerabah terbentuk sesuai dengan yang diinginkan, selanjutnya disusun pada tempat penjemuran untuk dikeringkan terlebih dahulu sebelum dilakukan pembakaran. Proses penjemuran dilakukan di tempat terbuka yang terkena sinar matahari secara langsung. Peletakan gerabah harus diatur sedemikian rupa sehingga gerabah dapat kering dengan merata, sedangkan pada malam hari gerabah ini ditutup dengan deklit atau terpal. Maksud dari tahap pengeringan ini adalah untuk mengurangi kadar air yang terdapat dalam gerabah terutama di daerah permukaan gerabah, sehingga gerabah dapat mengeras dan tidak terjadi pecah atau retak dalam proses pembakaran. Lamanya proses pengeringan berkisar antara 2 sampai 5 hari, tergantung tebal tipisnya bahan yang dikeringkan serta kondisi cuaca. Proses pengeringan tersebut akan memakan waktu yang lebih lama lagi pada saat musim hujan, karena proses pengeringan hanya dilakukan secara dianginanginkan. 3. Tahap Pembakaran Barang-barang yang telah kering secara alami (dengan bantuan angin dan sinar matahari) selanjutnya disusun dalam ruangan atau tungku pembakaran. Lama proses pembakaran dilakukan lebih
Bank Indonesia – Usaha Kerajinan Gerabah
15
kurang 6 jam disesuaikan dengan besar kecilnya gerabah. Proses ini berguna untuk menghilangkan kadar air bagian dalam dari gerabah. Gerabah yang sudah masak biasanya berwarna jingga seperti batu bata. Proses pembakaran yang berlebihan akan mengakibatkan gerabah berwarna hitam atau hangus dan mudah sekali retak atau bahkan pecah. Suhu yang diperlukan dalam proses pembakaran ini berkisar antara 800 - 1000oC. 4. Tahap Pembersihan dan Penghalusan Setelah dilakukan proses pembakaran, gerabah dibersihkan dari abu sisa pembakaran, sekaligus dilakukan proses penghalusan permukaan gerabah dengan menggunakan ampelas halus. Dalam proses ini dilakukan pemeriksaan barang, jika terdapat cacat ringan (retak) maka gerabah tersebut dapat diperbaiki melalui penambalan dengan menggunakan campuran semen dan pecahan gerabah yang telah dihaluskan, kemudian melalui tahap-tahap selanjutnya. Untuk gerabah yang cacat berat (pecah) dan tidak dapat dipakai lagi, maka akan dihancurkan atau dapat dipergunakan sebagai campuran untuk memperbaiki gerabah yang retak. 5. Tahap Pewarnaan dan Finishing Setelah melalui tahap pembersihan dan penghalusan pasca pembakaran, gerabah memasuki tahapan akhir proses produksi dengan cara memberikan motif tertentu pada badan gerabah seperti pemberian hiasan warna, aksesoris atau ornamen lainnya. Untuk pekerjaan ini diperlukan keterampilan dan karya seni bagi pekerjanya karena semakin baik pewarnaannya maka semakin tinggi nilai produk yang dihasilkan.
6. Tahap Pengepakan Jika ada pesanan dari luar kota maupun dari luar negeri, maka barang tersebut harus dikemas sedemikian rupa untuk menjaga keamanan barang agar tidak pecah atau rusak pada saat sampai tujuan. Proses pengepakan ini menggunakan alat-alat atau bahanbahan yang sederhana seperti kayu papan, martil, paku dan lainnya. Untuk menjaga agar barang tidak mudah bergerak di dalam kemasan digunakan gabus atau jerami yang berguna untuk memadatkan gerabah dalam kemasan. Gabus atau jerami dipadatpadatkan disela-sela ruang kosong dalam kemasan. Dalam hal ini harga pengepakan sepenuhnya dibebankan kepada pembeli. 7. Tahap Penggudangan/Pengiriman Barang
Bank Indonesia – Usaha Kerajinan Gerabah
16
Gerabah yang telah jadi atau yang sudah dikemas kemudian dimasukkan ke dalam gudang barang jadi dan siap untuk dipasarkan atau dikirimkan kepada pemesan. Seperti halnya dalam pengepakan, seluruh biaya pengiriman barang ditanggung pembeli, sementara pengrajin hanya memberikan kemudahan melalui kerjasama dengan pihak kargo. Dalam proses pemindahan barang dari satu tempat ke tempat lain dilakukan dengan menggunakan tenaga manusia, sehingga dalam proses pemindahan barang dapat dilakukan dengan hati-hati karena produk yang dihasilkan merupakan barang yang mudah pecah. g. Mutu Produk Bentuk dan kegunaan gerabah sangat beraneka ragam, mulai sekedar barang hiasan ruangan, peralatan rumah tangga hingga souvenir dengan ukuran yang sangat beragam. Menurut bentuk dan kegunaannya, gerabah dapat dipilah menjadi 2 jenis, yaitu : 1. Fungsi Gerabah Berdasarkan fungsinya, gerabah dapat digolongan menjadi : a. Fungsional : gerabah yang dapat memberikan manfaat secara langsung kepada penggunanya. Bentuk gerabah fungsional antara lain : pot bunga, tempat payung, tempayan, kendi, asbak, tempat lilin dan peralatan dapur; b. Non Fungsional : gerabah dengan golongan ini lebih diutamakan sebagai barang-barang hiasan ruang, seperti guci. 2. Ukuran gerabah Berdasarkan ukurannya, gerabah dapat digolongkan menjadi : a. Gerabah Besar : gerabah jenis ini berukuran antara 60 - 150 cm, seperti guci, patung; b. Gerabah Sedang : gerabah dengan ukuran < 60 cm, seperti tempayan, kuali, peralatan dapur, guci, tempat payung, pot bunga; c. Gerabah Kecil : gerabah jenis ini diutamakan sebagai barangbarang hiasan dan souvenir, seperti asbak, tempat lilin, patung kecil. Pengendalian mutu dilakukan sejak penyiapan bahan baku hingga pengiriman barang (pesanan), tanpa dilakukan pengujian kualitas atau mutu secara khusus. Pengawasan dilakukan langsung oleh pemilik usaha, dengan tujuan untuk menjaga kualitas atau mutu produk serta sarana dalam upaya membimbing pekerja untuk meningkatkan dan memotivasi kreativitas serta semangat kerja. Selain pemilik usaha, peninjauan secara berkala juga Bank Indonesia – Usaha Kerajinan Gerabah
17
dilakukan oleh Departemen Perindustrian melalui petugas UPT Perindustrian Kasongan yang diberi wewenang sebagai lembaga bantuan teknis instansi dalam kegiatan proses produksi gerabah di Kasongan. Kualitas produk sangat tergantung kepada perbandingan campuran bahan baku utama, proses penjemuran dan pembakaran. Pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja tersebut yang harus diperhatikan dari pengrajin karena akan menentukan kualitas gerabah yang dihasilkan. Apabila pengawasan kurang dilakukan pada proses ini maka keramik yang dihasilkan akan bermutu rendah dan mudah rusak. Pengendalian mutu lainnya adalah pemeliharaan campuran bahan baku utama yang harus dalam keadaan lembab. Dalam kegiatan proses produksi jika terdapat kerusakan atau cacat maka semaksimal mungkin dilakukan perbaikan terhadap produk tersebut selama kondisi memungkinkan untuk diperbaiki. Tetapi jika kerusakan atau cacat produk dianggap berat, maka produk tersebut tidak akan dipasarkan. h. Skala Usaha Dengan mendasarkan diri pada pesanan, pengrajin gerabah di Kasongan umumnya tidak memiliki standar produksi optimum maupun kapasitas produksi per bulan. Dalam menarik customer/pelangganpun pihak pengrajin tidak melakukan promosi kecuali selain menempatkan berbagai model gerabah pada show room yang dimiliki, yang sekaligus berfungsi sebagai tempat pemasaran/penjualan gerabah. Berdasarkan parameter teknis dalam perhitungan analisa kelayakan usaha pada aspek keuangan, produk optimum normal per bulan adalah 150 gerabah besar, 200 gerabah sedang dan 600 gerabah kecil dengan bahan baku utama (tanah liat dan pasir) sebanyak 2 m3. Pada kondisi tersebut usaha sudah mampu memberikan keuntungan dengan parameter teknis dan parameter biaya adalah tetap. Hasil pengujian terhadap analisa keuangan menunjukkan bahwa semakin besar produk yang dihasilkan akan memberikan pengaruh yang sangat positif bagi peningkatan pendapatan usaha. Penambahan kapasitas produksi, sesuai dengan pesanan, tidak menjadi masalah bagi pengrajin gerabah karena mudahnya memperoleh bahan baku maupun tenaga kerja, meskipun dalam pelaksanaannya kegiatan produksi disub-kontrakkan kepada pengrajin lain. Namun demikian dalam tahap akhir proses produksi (pewarnaan dan pengepakan) tetap dilakukan pengrajin penerima pesanan.
Bank Indonesia – Usaha Kerajinan Gerabah
18
5. Aspek Keuangan a. Struktur Biaya Analisa keuangan ini diharapkan dapat menjawab apakah para pengrajin gerabah akan mendapatkan nilai tambah dari proyek ini, serta mampu mengembalikan kredit yang diberikan oleh bank dalam jangka waktu yang wajar. Perhitungan analisa kelayakan ini didasarkan pada kelayakan usaha kerajinan gerabah. Model kelayakan usaha ini merupakan pengembangan usaha kerajinan gerabah yang telah berjalan dan untuk menumbuhkan kemandirian usaha. Skim kredit yang digunakan dalam analisa keuangan ini adalah skim Kredit Usaha Kecil (KUK) dengan tingkat suku bunga 24% per tahun tanpa menerapkan masa tenggang (grace period). Pembayaran angsuran kredit pokok untuk proyek ini mulai dilakukan pada bulan pertama setelah kredit dicairkan. Parameter teknis dan keuangan untuk perhitungan analisa keuangan dapat dilihat pada Tabel 5.1. Selanjutnya dengan mempertimbangkan kemungkinan penurunan harga jual atau kenaikan biaya produksi, maka dilakukan analisa sensitivitas. Untuk penyusunan proyek kelayakan usaha kerajinan gerabah diperlukan adanya beberapa asumsi mengenai parameter biaya peralatan dan proses produksi. Asumsi ini diperoleh berdasarkan kajian terhadap usaha kerajinan gerabah di daerah penelitian serta informasi yang diperoleh dari pengrajin dan pustaka. Asumsi tersebut disajikan pada Tabel 5.1. 1. Kebutuhan Biaya Investasi Biaya investasi proyek kerajinan gerabah digunakan untuk bangunan produksi, pengeringan, show room dan alat-alat produksi. Kebutuhan investasi usaha ini pada tahun ke-0 sebesar Rp. 133.000.000. Perincian biaya investasi yang diperlukanbagi usaha kerajinan gerabah seperti terlihat pada Tabel 5.2. 2. Kebutuhan Biaya Produksi Biaya produksi pengembangan usaha kerajinan gerabah terdiri dari Biaya Tetap (fixed cost) dan Biaya Variabel (variable cost). Jumlah biaya variabel per tahun sebesar Rp.156.060.000 (untuk produksi optimum) dan biaya tetap per tahun dibutuhkan sebesar Rp. 24.900.000. (Tabel 5.3.) Sedangkan rincian kebutuhan biaya variabel bahan baku/penolong (tanah liat, pasir, kayu, jerami dll), tenaga kerja dapat dilihat pada Lampiran 2, Lampiran 3 dan Lampiran 4.
Bank Indonesia – Usaha Kerajinan Gerabah
19
b. Pendapatan Produk utama usaha kerajinan gerabah adalah model guci dengan berbagai macam ukuran dan motif. Produksi dan pemasaran gerabah Kasongan sebagian besar didasarkan pada pemesanan dari pembeli yang datang sendiri atau mereka yang berperan sebagai perantara bagi pembeli domestik maupun eksportir. Pendapatan usaha diproyeksikan dengan asumsi bahwa pada tahun pertama usaha ini mampu memproduksi dan memasarkan gerabah dengan kapasitas 80%, meningkat menjadi 90% pada pada tahun kedua dan mulai tahun ke tiga mampu mencapai 100%. Berdasarkan asumsi tersebut, maka selama 5 tahun proyek berjalan dapat dianalisa proyeksi pendapatan pertahun, seperti terlihat pada Tabel 5.4. Seperti terlihat pada Tabel 5.4, keuntungan usaha kerajinan gerabah sangat ditentukan oleh jumlah pesanan, karena bila pengrajin mampu memasarkan seluruh produk yang dihasilkan berdasarkan parameter finansial yang ada, maka akan dapat diambil keuntungan bersih sebesar Rp. 55.567.333 setiap tahun atau mampu mencapai profit of sale sebesar 21,24%. Data perhitungan laba/rugi usaha kerajinan gerabah dapat dilihat pada Lampiran 8. c. Kebutuhan Modal Pola pembiayaan usaha yang dilakukan pengrajin gerabah di Kasongan didasarkan atas kemampuan setiap pengrajin memanfaatkan modal yang mereka miliki, sehingga keterlibatan kredit dari bank dalam penambahan modal investasi dan modal kerja relatif kecil. Hal ini terlihat dari hasil penelitian ini, dimana jumlah kredit yang diperoleh hanya sekitar 8% dari total kebutuhan modal investasi maupun modal kerja. Namun demikian, dalam analisa keuangan untuk usaha kerajinan gerabah, kebutuhan kredit (investasi dan modal kerja) ditetapkan sebesar 65% dari total kebutuhan modal (Tabel 5.5). Berdasarkan asumsi tersebut, maka satu usaha kerajinan gerabah dengan kebutuhan modal investasi sebesar Rp. 133.000.000 memerlukan kredit investasi sebesar Rp. 86.450.000 serta Rp. 9.802.000 untuk kredit modal kerja dari kebutuhan modal pada bulan pertama sebesar Rp. 15.080.000. Baik kredit investasi maupun kredit modal kerja digunakan skim Kredit Usaha Kecil dengan tingkat suku bunga sebesar 24% per tahun untuk jangka waktu 3 tahun (KI) dan 2 tahun (KMK) tanpa menerapkan masa tenggang (grace period) (lihat Lampiran 6 dan Lampiran 7). d. Analisis Profitabilitas Proyeksi Arus Kas Proyeksi arus kas dengan pengelolaan dana pembiayaan dari Bank maupun Dana Milik Sendiri menunjukkan bahwa usaha kerajinan gerabah dapat
Bank Indonesia – Usaha Kerajinan Gerabah
20
melakukan kewajiban untuk membayar angsuran pokok dan bunga kepada Bank. Dengan kemampuan pengrajin untuk membayar seluruh angsuran pokok dan bunga pinjaman pada tahun ke-3 dari umur proyek selama 5 (lima) tahun, diperoleh sisa kas akhir tahun sebesar Rp. 4.766.727 pada akhir tahun ke-1 dan secara kumulatif mencapai Rp. 260.475.517 pada akhir tahun ke-5. Secara rinci, proyeksi aliran kas dapat dilihat pada Lampiran 9. Evaluasi Profitabilitas Berdasarkan asumsi paramater teknis dan finansial serta proyeksi aliran kas, maka usaha kerajinan gerabah layak untuk dilaksanakan. Dengan peningkatan kemampuan manajemen dan keahlian tenaga kerja yang diimbangi dengan perbaikan kualitas dan peningkatan kapasitas produksi akan memberikan kelayakan yang lebih baik. Adapun indikator-indikator profitabilitas serta kondisi Break Even Point (BEP) usaha kerajinan gerabah dapat dilihat pada Tabel 5.6 dan Tabel 5.7. e. Analisis Sensitivitas Dengan mempertimbangkan harga jual produk kerajinan gerabah yang cenderung fluktuatif serta harga komponen biaya produksi yang sering berubah seperti tanah dan pasir, maka studi ini mencoba untuk mengkaji sejauh mana pengaruh penurunan harga jual produk dan kenaikan biaya variabel produksi dari asumsi yang dikemukan berpengaruh terhadap kelayakan proyek yang diukur dengan perubahan indikator-indikator profitabilitas. Hasil analisa sensitivitas ini dapat dilihat pada Tabel 5.8 dibawah ini. Dari Tabel 5.8 terlihat bahwa usaha ini lebih sensitif terhadap perubahan harga jual produk dibandingkan perubahan komponen biaya produksi.
Bank Indonesia – Usaha Kerajinan Gerabah
21
6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan a. Aspek Sosial Ekonomi Manfaat Sosial Ekonomi Dalam pelaksanaan studi lapangan diketahui bahwa sebagian besar pengrajin gerabah di Kasongan tidak memiliki manajemen keuangan yang baik, karena tercampur antara keuangan keluarga dan keuangan usaha. Untuk pengusaha industri skala besar, relatif sudah memiliki pembukuan yang terpisah. Walaupun demikian, karena volume permintaan yang cenderung meningkat, maka untuk beberapa pengusaha menengah, yang kemampuan modalnya terbatas, telah terjadi penggunaan tabungan keluarga yang digunakan untuk mengembangkan usaha. Peningkatan permintaan/pesanan akan menyebabkan peningkatan kapasitas produksi dan penambahan tenaga kerja, sehingga secara langsung berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan pengrajin maupun para tenaga kerja yang ada maupun penduduk setempat. Manfaat Regional Komoditi gerabah didukung dengan potensi bahan baku yang melimpah ternyata mampu menahan badai krisis yang melanda sampai saat ini dan menjadi komoditi andalan DI Yogyakarta. Berdasarkan pemantauan yang dilakukan UPT Kasongan pada tahun 1998 - 2000 kegiatan usaha kerajinan gerabah di Kasongan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat serta nilai tambah bagi daerah sebesar Rp. 4,4 milliar tahun 1998 dan meningkat menjadi Rp. 5,5 milliar pada tahun 2000. Secara umum keberadaan dan pengembangan usaha kerajinan gerabah memberikan dampak yang positif bagi wilayah Kabupaten Bantul, khususnya Kasongan. Terbukanya peluang kerja sekaligus peningkatan pendapatan masyarakat merupakan alasan utama bagi upaya pengembangan usaha kerajinan gerabah. Dalam kurun waktu satu dasawarsa terakhir gerabah Kasongan telah menjadi komoditi unggulan ekspor untuk DI Yogyakarta sehingga mampu memberikan kontribusi bagi pendapatan devisa negara. b. Dampak Lingkungan Kegiatan usaha kerajinan gerabah menghasilkan limbah dalam bentuk fisik, yaitu asap pembakaran, abu sisa pembakaran dan pecahan gerabah. Ketiga jenis limbah tersebut terlihat secara nyata dan timbul sebagai akibat proses pembakaran gerabah. Sedangkan dalam proses produksi lainnya tidak menimbulkan limbah apapun.
Bank Indonesia – Usaha Kerajinan Gerabah
22
Asap Asap hasil pembakaran merupakan dampak yang dirasakan secara langsung oleh masyarakat sekitar dan pengunjung sentra. Hal ini akan semakin terasa apabila proses pembakaran tersebut dilakukan di sekitar pemukiman maupun lokasi sentra kerajinan gerabah. Namun demikian mengingat hampir sebagian besar masyarakat melakukan proses tersebut, maka hal tersebut tidak dirasakan sebagai hal yang mengganggu. Untuk mengantisipasi dampak asap pembakaran terhadap kegiatan pemasaran gerabah di showroom-showroom, maka telah diupayakan sosialisasi kepada seluruh pengrajin gerabah untuk melakukan proses pembakaran gerabah dengan jarak yang cukup jauh dari sentra kegiatan pemasaran gerabah di Kasongan, namun sampai saat penelitian lapangan dilaksanakan, himbauan ini belum terealisir dengan baik karena ada kekhawatiran dari para pengrajin terhadap kondisi gerabah yang mudah pecah pada saat pengangkutan, terutama gerabah yang masih dalam proses pengeringan (sebelum dibakar). Abu Abu sisa pembakaran akan dapat menimbulkan dampak yang negatif apabila tidak dimanfaatkan dengan baik. Kegiatan pembakaran gerabah di Kasongan telah menghasilkan abu sisa pembakaran yang cukup besar, meskipun belum ada data volume abu tersebut. Abu sisa pembakaran tersebut dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan pupuk untuk tanaman tembakau di daerah Wonosobo Jawa Tengah Pecahan Gerabah (Samot) Samot atau pecahan gerabah terjadi pada saat proses pembakaran gerabah. Pecahan tersebut akan dimanfaatkan dengan cara menghancurkan hingga menjadi tepung dan dijadikan bahan tambahan/campuran dalam keartistikan gerabah. Secara keseluruhan dampak yang terjadi sebagai akibat proses produksi gerabah tidak mengakibatkan terjadinya dampak negatif terhadap masyarakat maupun lingkungan sekitar.
Bank Indonesia – Usaha Kerajinan Gerabah
23
7. Penutup a. Kesimpulan 1. Hasil kajian memperlihatkan bahwa pasar terhadap produk gerabah masih sangat terbuka. Dengan model yang sama dan harga yang lebih murah dibandingkan produk porcelin China membuat gerabah mampu memberikan alternatif pilihan bagi setiap konsumen, baik domestik maupun luar negeri, 2. Kajian terhadap aspek teknologi dan produksinya menunjukkan bahwa secara teknis bahan baku dan bahan-bahan pembantu serta sarana dan prasarana yang diperlukan cukup tersedia di lokasi pengembangan, teknis produksinya telah dikuasai oleh masyarakat setempat karena hanya memerlukan keahlian tangan dan ketekunan pengrajin, 3. Analisa aspek keuangan memperlihatkan bahwa modal yang cukup besar hanya dibutuhkan untuk modal investasi pada saat masa persiapan produksi, sementara kebutuhan modal kerja relatif kecil. Dengan kemampuan mendatangkan hasil penjualan yang tinggi, para pengrajin mampu mengembalikan modal dalam waktu 2 tahun 3 bulan, sehingga kegiatan usaha kerajinan gerabah telah mendatangkan keuntungan yang berlipat bagi para pengrajin. Dengan IRR sebesar 42,66% dan NPV (df=24%) mencapai Rp. 63.833.611 memberikan indikasi bahwa usaha kerajinan gerabah ini layak untuk dijalankan dan dikembangkan, 4. Dilihat dari proyeksi arus kas, usaha kerajinan gerabah lebih sensitif terhadap perubahan harga jual gerabah, dimana dengan penurunan harga jual sebesar 10% menyebabkan penurunan NPV menjadi Rp. 7.819.845 dan penurunan IRR dari 42,66% menjadi 26,37%. Terhadap kenaikan biaya produksi, sensitifitas usaha kerajinan gerabah masih relatif rendah karena mampu bertahan hingga kenaikan mencapai 25%, dengan NPV Rp. 1.690.054 dan IRR 24,56%, 5. Tinjauan dari aspek sosial ekonomi, usaha kerajinan gerabah menunjukkan dampak yang positif bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat dan wilayah setempat termasuk bagi kemungkinan peningkatan Pendapatan Asli Daerah melalui penciptaan sumber sumber retribusi dari berbagai usaha yang terkait, 6. Dalam proses produksinya usaha kerajinan gerabah menghasilkan limbah padat berupa pecahan gerabah dan abu sisa pembakaran, namun keduanya dapat dimanfaatkan kembali untuk keartistikan gerabah dan bahan tambahan pembuatan pupuk untuk tanaman tembakau. Sedangkan limbah asap pembakaran menimbulkan dampak yang dirasakan langsung terutama bagi pengunjung sentra kerajinan industri, sementara bagi masyarakat setempat dianggap sebagai hal yang biasa.
Bank Indonesia – Usaha Kerajinan Gerabah
24
b. Saran 1. Untuk lebih memperkuat sektor usaha kerajinan gerabah hendaknya pengrajin dapat mengoptimalkan koperasi pengrajin gerabah. Upaya ini dikaitkan dengan pandangan terhadap perlu terpeliharanya potensi pasar produk gerabah, baik dalam pemasaran langsung maupun proses produksi dengan sistem pesanan, 2. Produk gerabah Indonesia saat ini masih kalah bersaing dengan produk porcelin dari China. Untuk itu perlu dilakukan pembinaan dan bantuan teknologi dari instansi terkait, khususnya Balai Besar Industri Keramik (BBIK) dan Departemen Perindustrian, untuk mengembangkan dan memperkenalkan produk gerabah berglazur yang memiliki kualitas hampir setara dengan porcelin. Pada saat penelitian lapangan, tercatat baru 1 (satu) usaha yang memproduksi gerabah berglazur, hal ini karena proses pembakarannya yang menggunakan oven dengan bahan bakar gas memerlukan modal usaha yang besar. Oleh karena itu perlu keterlibatan pihak perbankan untuk mendukung pengrajin yang ingin meningkatan kualitas produknya, 3. Berdasarkan hasil analisa keuangan yang menunjukkan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan dan dikembangkan, maka pihak-pihak yang terkait perlu menerapkan kebijakan yang berkait langsung, yaitu : a. Dinas Perindustrian Kabupaten Bantul c.q. UPT Perindustrian Kasongan perlu mengambil inisiatif (proaktif) bagi peningkatan kualitas produk gerabah serta pemecahan masalah dampak asap pembakaran gerabah, b. Kebutuhan akan modal usaha yang semakin besar seiring dengan upaya peningkatan skala usaha perlu mendapat dukungan dari pihak perbankan melalui bantuan kredit modal investasi maupun kredit modal kerja.
Bank Indonesia – Usaha Kerajinan Gerabah
25
LAMPIRAN
Bank Indonesia – Usaha Kerajinan Gerabah
26