POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)
INDUSTRI KERAJINAN ROTAN
BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email :
[email protected]
DAFTAR ISI
1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 2 a. Latar Belakang ...................................................................................................... 2 b. Tujuan ..................................................................................................................... 2 2. Kemitraan Terpadu ................................ ................................ ..... 3 a. Organisasi .............................................................................................................. 3 b. Pola Kerjasama ..................................................................................................... 5 c. Penyiapan Proyek ................................................................................................. 6 d. Mekanisme Proyek ............................................................................................... 7 e. Perjanjian Kerjasama .......................................................................................... 8 3. Aspek Pemasaran................................ ................................ ....... 10 a. Peluang Pasar ...................................................................................................... 10 b. Persaingan ........................................................................................................... 11 c. Harga ..................................................................................................................... 12 d. Jaringan Distribusi ............................................................................................. 12 4. Aspek Produksi ................................ ................................ .......... 14 a. Bahan Baku dan Bahan Pembantu ................................................................. 14 b. Tenaga Kerja ....................................................................................................... 14 c. Proses Produksi ................................................................................................... 15 d. Sarana Produksi.................................................................................................. 15 e. Rencana Produksi ............................................................................................... 17 5. Aspek Keuangan ................................ ................................ ........ 18 a. Asumsi .................................................................................................................. 18 b. Kebutuhan Biaya Investasi dan Biaya Operasional.................................... 18 c. Neraca Laba Rugi dan Arus Kas ...................................................................... 19 d. Analisa Sensitivitas ............................................................................................ 20 6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan .......................... 21 a. Aspek Sosial Ekonomi ....................................................................................... 21 b. Dampak Lingkungan .......................................................................................... 21 LAMPIRAN ................................ ................................ ..................... 22
Bank Indonesia – Industri Kerajinan Rotan
1
1. Pendahuluan a. Latar Belakang Usaha kerajinan bagi masyarakat Indonesia umumnya merupakan usaha yang telah lama ditekuni dan merupakan usaha turun temurun dari generasi sebelumnya. Rotan banyak dimanfaatkan secara komersial karena mempunyai sifat yang lentur, kuat, serta relatif seragam bentuknya. Barang-barang kerajinan rotan yang umumnya banyak diperdagangkan di tingkat lokal adalah keranjang, meubel, tangkai sapu, kurungan burung, tirai, perangkap binatang, pemukul kasur/permadani, dan lain sebagainya. Sedangkan untuk keperluan ekspor umumnya adalah keranjang dan meubel dalam berbagai model/bentuk. Karena banyaknya jenis dan model produk kerajinan rotan yang ada, maka dalam Laporan MKPKT industri pengguna bahan baku rotan ini dibatasi model meubel (kursi, meja, kursi sofa) model Bahama yang mempunyai pasar kuat di luar negeri. Peluang usaha industri berbahan baku rotan dapat dilihat antara lain dari meningkatnya volume produksi dan ekspor (untuk pasar luar negeri). Dalam kondisi ekonomi di dalam negeri yang masih lesu dimana daya beli masyarakat turun, pasar ekspor merupakan pilihan penting. Disamping itu, industri berbahan baku rotan ini mempunyai kandungan lokal (local content) yang sangat tinggi sehingga tidak terlalu tergantung pada impor bahan baku. Bahan baku rotan banyak diperoleh dari hutan dan sebagian dari hasil budidaya. Industri ini banyak menyerap tenaga kerja. Dengan demikian secara nasional pengembangan usaha ini akan memberikan dampak positif terhadap pemanfaatan sumber daya alam Indonesia secara optimal dan menghasilkan devisa serta perluasan tenaga kerja. b. Tujuan Model kelayakan PKT industri kerajinan rotan ini dimaksudkan antara lain untuk :
Memberikan informasi bagi Perbankan mengenai model kemitraan yang layak untuk dibiayai, khususnya usaha kerajinan rota. Memberikan informasi dan acuan yang diharapkan dapat dimanfaatkan oleh usaha kecil maupun usaha besar yang berminat mengembangkan usaha kerajinan rotan.
Bank Indonesia – Industri Kerajinan Rotan
2
2. Kemitraan Terpadu a. Organisasi Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) adalah suatu program kemitraan terpadu yang melibatkan usaha besar (inti), usaha kecil (plasma) dengan melibatkan bank sebagai pemberi kredit dalam suatu ikatan kerja sama yang dituangkan dalam nota kesepakatan. Tujuan PKT antara lain adalah untuk meningkatkan kelayakan plasma, meningkatkan keterkaitan dan kerjasama yang saling menguntungkan antara inti dan plasma, serta membantu bank dalam meningkatkan kredit usaha kecil secara lebih aman dan efisien. Dalam melakukan kemitraan hubunga kemitraan, perusahaan inti (Industri Pengolahan atau Eksportir) dan petani plasma/usaha kecil mempunyai kedudukan hukum yang setara. Kemitraan dilaksanakan dengan disertai pembinaan oleh perusahaan inti, dimulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis dan pemasaran hasil produksi. Proyek Kemitraan Terpadu ini merupakan kerjasama kemitraan dalam bidang usaha melibatkan tiga unsur, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani atau usaha kecil, (2) Pengusaha Besar atau eksportir, dan (3) Bank pemberi KKPA. Masing-masing pihak memiliki peranan di dalam PKT yang sesuai dengan bidang usahanya. Hubungan kerjasama antara kelompok petani/usaha kecil dengan Pengusaha Pengolahan atau eksportir dalam PKT, dibuat seperti halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di dalam Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Petani/usaha kecil merupakan plasma dan Perusahaan Pengelolaan/Eksportir sebagai Inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan pinjaman bagi pembiayaan usaha petani plasma. Proyek ini kemudian dikenal sebagai PKT yang disiapkan dengan mendasarkan pada adanya saling berkepentingan diantara semua pihak yang bermitra. 1. Petani Plasma Sesuai keperluan, petani yang dapat ikut dalam proyek ini bisa terdiri atas (a) Petani yang akan menggunakan lahan usaha pertaniannya untuk penanaman dan perkebunan atau usaha kecil lain, (b) Petani /usaha kecil yang telah memiliki usaha tetapi dalam keadaan yang perlu ditingkatkan dalam untuk itu memerlukan bantuan modal. Untuk kelompok (a), kegiatan proyek dimulai dari penyiapan lahan dan penanaman atau penyiapan usaha, sedangkan untuk kelompok (b), kegiatan dimulai dari telah adanya kebun atau usaha yang berjalan, dalam batas masih bisa ditingkatkan produktivitasnya dengan perbaikan pada aspek usaha.
Bank Indonesia – Industri Kerajinan Rotan
3
Luas lahan atau skala usaha bisa bervariasi sesuai luasan atau skala yang dimiliki oleh masing-masing petani/usaha kecil. Pada setiap kelompok tani/kelompok usaha, ditunjuk seorang Ketua dan Sekretaris merangkap Bendahara. Tugas Ketua dan Sekretaris Kelompok adalah mengadakan koordinasi untuk pelaksanaan kegiatan yang harus dilakukan oleh para petani anggotanya, didalam mengadakan hubungan dengan pihak Koperasi dan instansi lainnya yang perlu, sesuai hasil kesepakatan anggota. Ketua kelompok wajib menyelenggarakan pertemuan kelompok secara rutin yang waktunya ditentukan berdasarkan kesepakatan kelompok. 2. Koperasi Parapetani/usaha kecil plasma sebagai peserta suatu PKT, sebaiknya menjadi anggota suata koperasi primer di tempatnya. Koperasi bisa melakukan kegiatan-kegiatan untuk membantu plasma di dalam pembangunan kebun/usaha sesuai keperluannya. Fasilitas KKPA hanya bisa diperoleh melalui keanggotaan koperasi. Koperasi yang mengusahakan KKPA harus sudah berbadan hukum dan memiliki kemampuan serta fasilitas yang cukup baik untuk keperluan pengelolaan administrasi pinjaman KKPA para anggotanya. Jika menggunakan skim Kredit Usaha Kecil (KUK), kehadiran koperasi primer tidak merupakan keharusan 3. Perusahaan Besar dan Pengelola/Eksportir Suatu Perusahaan dan Pengelola/Eksportir yang bersedia menjalin kerjasama sebagai inti dalam Proyek Kemitraan terpadu ini, harus memiliki kemampuan dan fasilitas pengolahan untuk bisa menlakukan ekspor, serta bersedia membeli seluruh produksi dari plasma untuk selanjutnya diolah di pabrik dan atau diekspor. Disamping ini, perusahaan inti perlu memberikan bimbingan teknis usaha dan membantu dalam pengadaan sarana produksi untuk keperluan petani plasma/usaha kecil. Apabila Perusahaan Mitra tidak memiliki kemampuan cukup untuk mengadakan pembinaan teknis usaha, PKT tetap akan bisa dikembangkan dengan sekurang-kurangnya pihak Inti memiliki fasilitas pengolahan untuk diekspor, hal ini penting untuk memastikan adanya pemasaran bagi produksi petani atau plasma. Meskipun demikian petani plasma/usaha kecil dimungkinkan untuk mengolah hasil panennya, yang kemudian harus dijual kepada Perusahaan Inti. Dalam hal perusahaan inti tidak bisa melakukan pembinaan teknis, kegiatan pembibingan harus dapat diadakan oleh Koperasi dengan memanfaatkan bantuan tenaga pihak Dinas Perkebunan atau lainnya yang dikoordinasikan oleh Koperasi. Apabila koperasi menggunakan tenaga Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), perlu mendapatkan persetujuan Dinas Perkebunan setempat dan koperasi memberikan bantuan biaya yang diperlukan.
Bank Indonesia – Industri Kerajinan Rotan
4
Koperasi juga bisa memperkerjakan langsung tenaga-tenaga teknis yang memiliki keterampilan dibidang perkebunan/usaha untuk membimbing petani/usaha kecil dengan dibiayai sendiri oleh Koperasi. Tenaga-tenaga ini bisa diberi honorarium oleh Koperasi yang bisa kemudian dibebankan kepada petani, dari hasil penjualan secara proposional menurut besarnya produksi. Sehingga makin tinggi produksi kebun petani/usaha kecil, akan semakin besar pula honor yang diterimanya. 4. Bank Bank berdasarkan adanya kelayakan usaha dalam kemitraan antara pihak Petani Plasma dengan Perusahaan Perkebunan dan Pengolahan/Eksportir sebagai inti, dapat kemudian melibatkan diri untuk biaya investasi dan modal kerja pembangunan atau perbaikan kebun. Disamping mengadakan pengamatan terhadap kelayakan aspek-aspek budidaya/produksi yang diperlukan, termasuk kelayakan keuangan. Pihak bank di dalam mengadakan evaluasi, juga harus memastikan bagaimana pengelolaan kredit dan persyaratan lainnya yang diperlukan sehingga dapat menunjang keberhasilan proyek. Skim kredit yang akan digunakan untuk pembiayaan ini, bisa dipilih berdasarkan besarnya tingkat bunga yang sesuai dengan bentuk usaha tani ini, sehingga mengarah pada perolehannya pendapatan bersih petani yang paling besar. Dalam pelaksanaanya, Bank harus dapat mengatur cara petani plasma akan mencairkan kredit dan mempergunakannya untuk keperluan operasional lapangan, dan bagaimana petani akan membayar angsuran pengembalian pokok pinjaman beserta bunganya. Untuk ini, bank agar membuat perjanjian kerjasama dengan pihak perusahaan inti, berdasarkan kesepakatan pihak petani/kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada bank. Besarnya potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani/Kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada Bank. Besarnya potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani plasma dengan bank. b. Pola Kerjasama Kemitraan antara petani/kelompok tani/koperasi dengan perusahaan mitra, dapat dibuat menurut dua pola yaitu : a. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani mengadakan perjanjian kerjasama langsung kepada Perusahaan Perkebunan/ Pengolahan Eksportir.
Bank Indonesia – Industri Kerajinan Rotan
5
Dengan bentuk kerja sama seperti ini, pemberian kredit yang berupa KKPA kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan Koperasi sebagai Channeling Agent, dan pengelolaannya langsung ditangani oleh Kelompok tani. Sedangkan masalah pembinaan harus bisa diberikan oleh Perusahaan Mitra. b. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani, melalui koperasinya mengadakan perjanjian yang dibuat antara Koperasi (mewakili anggotanya) dengan perusahaan perkebunan/ pengolahan/eksportir.
Dalam bentuk kerjasama seperti ini, pemberian KKPA kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan koperasi sebagai Executing Agent. Masalah pembinaan teknis budidaya tanaman/pengelolaan usaha, apabila tidak dapat dilaksanakan oleh pihak Perusahaan Mitra, akan menjadi tanggung jawab koperasi. c. Penyiapan Proyek Untuk melihat bahwa PKT ini dikembangkan dengan proses kegiatannya nanti memperoleh kelancaran dan dapat dilihat dari bagaimana PKT ini disiapkan. mempergunakan KKPA untuk modal usaha plasma, dari :
sebaiknya dan dalam keberhasilan, minimal Kalau PKT ini akan perintisannya dimulai
a. Adanya petani/pengusaha kecil yang telah menjadi anggota koperasi dan lahan pemilikannya akan dijadikan kebun/tempat usaha atau lahan kebun/usahanya sudah ada tetapi akan ditingkatkan produktivitasnya. Petani/usaha kecil tersebut harus menghimpun diri dalam kelompok dengan anggota sekitar 25 petani/kelompok usaha. Berdasarkan persetujuan bersama, yang didapatkan melalui
Bank Indonesia – Industri Kerajinan Rotan
6
pertemuan anggota kelompok, mereka bersedia atau berkeinginan untuk bekerja sama dengan perusahaan perkebunan/ pengolahan/eksportir dan bersedia mengajukan permohonan kredit (KKPA) untuk keperluan peningkatan usaha; b. Adanya perusahaan perkebunan/pengolahan dan eksportir, yang bersedia menjadi mitra petani/usaha kecil, dan dapat membantu memberikan pembinaan teknik budidaya/produksi serta proses pemasarannya; c. Dipertemukannya kelompok tani/usaha kecil dan pengusaha perkebunan/pengolahan dan eksportir tersebut, untuk memperoleh kesepakatan di antara keduanya untuk bermitra. Prakarsa bisa dimulai dari salah satu pihak untuk mengadakan pendekatan, atau ada pihak yang akan membantu sebagai mediator, peran konsultan bisa dimanfaatkan untuk mengadakan identifikasi dan menghubungkan pihak kelompok tani/usaha kecil yang potensial dengan perusahaan yang dipilih memiliki kemampuan tinggi memberikan fasilitas yang diperlukan oleh pihak petani/usaha kecil; d. Diperoleh dukungan untuk kemitraan yang melibatkan para anggotanya oleh pihak koperasi. Koperasi harus memiliki kemampuan di dalam mengorganisasikan dan mengelola administrasi yang berkaitan dengan PKT ini. Apabila keterampilan koperasi kurang, untuk peningkatannya dapat diharapkan nantinya mendapat pembinaan dari perusahaan mitra. Koperasi kemudian mengadakan langkah-langkah yang berkaitan dengan formalitas PKT sesuai fungsinya. Dalam kaitannya dengan penggunaan KKPA, Koperasi harus mendapatkan persetujuan dari para anggotanya, apakah akan beritndak sebagai badan pelaksana (executing agent) atau badan penyalur (channeling agent); e. Diperolehnya rekomendasi tentang pengembangan PKT ini oleh pihak instansi pemerintah setempat yang berkaitan (Dinas Perkebunan, Dinas Koperasi, Kantor Badan Pertanahan, dan Pemda); f. Lahan yang akan digunakan untuk perkebunan/usaha dalam PKT ini, harus jelas statusnya kepemilikannya bahwa sudah/atau akan bisa diberikan sertifikat dan buka merupakan lahan yang masih belum jelas statusnya yang benar ditanami/tempat usaha. Untuk itu perlu adanya kejelasan dari pihak Kantor Badan Pertanahan dan pihak Departemen Kehutanan dan Perkebunan. d. Mekanisme Proyek Mekanisme Proyek Kemitraan Terpadu dapat dilihat pada skema berikut ini :
Bank Indonesia – Industri Kerajinan Rotan
7
Bank pelaksana akan menilai kelayakan usaha sesuai dengan prinsip-prinsip bank teknis. Jika proyek layak untuk dikembangkan, perlu dibuat suatu nota kesepakatan (Memorandum of Understanding = MoU) yang mengikat hak dan kewajiban masing-masing pihak yang bermitra (inti, Plasma/Koperasi dan Bank). Sesuai dengan nota kesepakatan, atas kuasa koperasi atau plasma, kredit perbankan dapat dialihkan dari rekening koperasi/plasma ke rekening inti untuk selanjutnya disalurkan ke plasma dalam bentuk sarana produksi, dana pekerjaan fisik, dan lain-lain. Dengan demikian plasma tidak akan menerima uang tunai dari perbankan, tetapi yang diterima adalah sarana produksi pertanian yang penyalurannya dapat melalui inti atau koperasi. Petani plasma melaksanakan proses produksi. Hasil tanaman plasma dijual ke inti dengan harga yang telah disepakati dalam MoU. Perusahaan inti akan memotong sebagian hasil penjualan plasma untuk diserahkan kepada bank sebagai angsuran pinjaman dan sisanya dikembalikan ke petani sebagai pendapatan bersih. e. Perjanjian Kerjasama Untuk meresmikan kerja sama kemitraan ini, perlu dikukuhkan dalam suatu surat perjanjian kerjasama yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bekerjasama berdasarkan kesepakatan mereka. Dalam perjanjian kerjasama itu dicantumkan kesepakatan apa yang akan menjadi kewajiban
Bank Indonesia – Industri Kerajinan Rotan
8
dan hak dari masing-masing pihak yang menjalin kerja sama kemitraan itu. Perjanjian tersebut memuat ketentuan yang menyangkut kewajiban pihak Mitra Perusahaan (Inti) dan petani/usaha kecil (plasma) antara lain sebagai berikut : 1. Kewajiban Perusahaan Perkebunan/Pengolahan/Eksportir sebagai mitra (inti) a. Memberikan bantuan pembinaan budidaya/produksi dan penaganan hasil; b. Membantu petani di dalam menyiapkan kebun, pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk dan obat-obatan), penanaman serta pemeliharaan kebun/usaha; c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca panen untuk mencapai mutu yang tinggi; d. Melakukan pembelian produksi petani plasma; dan e. Membantu petani plasma dan bank di dalam masalah pelunasan kredit bank (KKPA) dan bunganya, serta bertindak sebagai avalis dalam rangka pemberian kredit bank untuk petani plasma. 2. Kewajiban petani peserta sebagai plasma a. Menyediakan lahan pemilikannya untuk budidaya;; b. Menghimpun diri secara berkelompok dengan petani tetangganya yang lahan usahanya berdekatan dan sama-sama ditanami; c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pascapanen untuk mencapai mutu hasil yang diharapkan; d. Menggunakan sarana produksi dengan sepenuhnya seperti yang disediakan dalam rencana pada waktu mengajukan permintaan kredit; e. Menyediakan sarana produksi lainnya, sesuai rekomendasi budidaya oleh pihak Dinas Perkebunan/instansi terkait setempat yang tidak termasuk di dalam rencana waktu mengajukan permintaan kredit; f. Melaksanakan pemungutan hasil (panen) dan mengadakan perawatan sesuai petunjuk Perusahaan Mitra untuk kemudian seluruh hasil panen dijual kepada Perusahaan Mitra ; dan Pada saat pernjualan hasil petani akan menerima pembayaran harga produk sesuai kesepakatan dalam perjanjian dengan terlebih dahulu dipotong sejumlah kewajiban petani melunasi angsuran kredit bank dan pembayaran bunganya.
Bank Indonesia – Industri Kerajinan Rotan
9
3. Aspek Pemasaran a. Peluang Pasar Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai wilayah hutan penghasilan rotan yang cukup luas. Hasil produksi hutan Indonesia merupakan produk unggulan komparatif dimana hasil produksi rotan dalam segala bentuknya diekspor ke mancanegara, serta merupakan penghasilan devisa yang penting dari sektor non migas. Disamping itu, rotan juga telah dibudidayakan di Kalimantan Timur, Sumatera, Jawa dan daerah lain. Perkembangan volume dan nilai ekspor barang-barang dari rotan seperti terlihat pada tabel 1 Tabel 1 Perkembangan Volume Dan Nilai Ekspor Barang Jadi Dari Rotan Indonesia Tahun
Nilai (US $ 000)
Volume (000 Ton)
1994
354.364
115
1995
374.5303
110
1996
323.937
92
1997
204.447
53
1998
11.391
3
7.174
5
1999 (s/d Juni)
Sumber : Bank Indonesia Kecenderungan ekspor barang rotan yang menurun tersebut tercermin dari utilisasi kapasitas produksi yang relatif rendah seperti Tabel 2 berikut : Uraian
1996
1997
1998
Kapasitas (000 ton 528 )
535.7
538.4
Produksi (000 ton ) 213
184.4
187.7
Utilisasi (%)
34.42
34.86
40.38
Sumber : Departemen Perdagangan dan Perindustrian Penurunan yang terjadi sejak pertengahan 1997 bersamaan dengan adanya krisis moneter yang berdampak pada naiknya biaya-biaya bahan utamanya yang berasal dari impor dan sulitnya melakukan ekspor dengan membukakan L/C. Dengan makin membaiknya keadaan ekonomi, diharapkan peluang pasar juga membaik. Negara tujuan ekspor barang jadi rotan dari Indonesia ternyata cukup besar, berdasarkan data dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan, negara tujuan tersebut adalah sebagai berikut :
Bank Indonesia – Industri Kerajinan Rotan
10
Kawasan
Negara
Australia
Australia, dan Zelandia Baru
Asia
Jepang, India, Saudi Arabia, Korea dan Taiwan
Eropa
Belanda, Belgia, Spanyol, Italia, Jerman, Denmark, Inggris, Slovenia, Hongaria, Yunani, Perancis, Finlandia
Amerika
USA, Puerto Rico, Chili
Afrika
Afrika Selatan , Mesir
b. Persaingan Pada dasarnya kerajinan rotan Indonesia tidak bersifat spesifik sehingga umumnya pesaing datang dari luar negeri. Desain dan model biasanya ditentukan oleh pembeli di negara importir melalui kontrak. Pesaing Indonesia adalah negara-negara penghasil rotan seperti India, Cina, Malaysia, Philipina, Thailand dan kepulauan Pasifik termasuk Hawaii. Namun demikian Indonesia juga mempunyai desain dan model spesifik yang diminati pembeli. Pesaing dalam negeri ini umumnya usaha kecil dan perusahaan besar. Masalah yang dihadapi usaha kecil rotan antara lain adalah sebagai berikut : 1. Mitra UK tidak mempunyai kemampuan ekspor langsung, tetapi melalui eksportir. 2. Dalam hal desain yang sama, baku mutu produk agak sulit untuk diterapkan sehingga pesanan dalam jumlah besar agak sulit untuk dipenuhi. 3. Barang yang dihasilkan umumnya adalah pesanan dari pihak pembeli luar negeri dengan desain sendiri sesuai minat konsumen luar negeri, sehingga produk yang dihasilkan menjadi tidak spesifik lagi dan kehilangan sebagian keunggulan kompetitifnya, dalam jangka panjang kondisi ini secara nasional tidak menguntungkan. 4. Permintaan pembeli luar negeri umumnya mengikuti musim-musim tertentu yang berbeda diantara satu negara dengan negara lain sehingga jadwal produksi perlu disesuaikan, produksi di luar jadwal sulit untuk dipasarkan. Pemasaran pada priode musim berikutnya mungkin tidak diterima karena model berubah. Faktor karakteristik usaha kerajinan tersebut diatas perlu dikaji lebih mendalam apabila Perbankan ingin membiayai sektor usaha di maksud.
Bank Indonesia – Industri Kerajinan Rotan
11
c. Harga Harga jual berbagai produk kerajinan rotan dengan tujuan ekspor biasanya menggunakan rate US dollar dengan sistem FOB sedangkan nilai penjualan mitra UK kepada mitra UB dalam rupiah. Tinggi rendahnya nilai jual produkproduk tersebut secara umum sangat ditentukan oleh jenis bahan baku dan bahan pembantu, desain produk, tingkat kesulitan pengerjaan produk, kandungan senilai art produk. Cara pembayaran dari importir kepada eksportir biasanya menggunakan fasilitas L/C atau transfer antar bank. Biasanya persentase pembayaran uang muka ini tergantung tingkat kepercayaan antara eksportir dan importir. Pembayaran eksportir (mitra UB) kepada mitra UK kerajinan rotan dilakukan dengan cash, yaitu dibayar saat pengiriman/pengambilan barang. Sebagai asumsi dalam model kemitraan PKT ini harga jual produk setengah jadi (unifished product) untuk kursi Bahama Single, kursi Bahama Double, dan meja Bahama dari mitra UK kepada mitra UB masing-masing adalah Rp 100.800/buah, Rp 163.200/ buah dan Rp 67.200 /buah. Total harga satu set (terdiri dari : 2 unit kursi Bahama Single, 1 unit kursi Baham Double dan 1 unit meja Bahama) adalah Rp 432.000,Rencana Penjualan dalam model PKT adalah 125 set furnitur perbulan. Jumlah ini cukup untuk satu container ukuran 40 feet. Dalam rencana penjualan tersebut diasumsikan 10 bulan produksi dan penjualan dalam satu tahun. Rencana penjualan ini dapat dilihat pada Tabel berikut : Uraian
Volume Penjualan
Harga Jual
Total Penjualan
Kursi Bahama Single
2.500
100.800 252.000.000
Kursi Bahama Double
1.250
163.200 204,000,000
Meja Bahama
1.250
67.200
TOTAL
5.000
331.200 540.000.000
Volume (set)
1.250
84.000.000
d. Jaringan Distribusi Rantai pemasaran yang ada pada saat sekarang dapat digambarkan sabagai berikut : 1. Untuk pasar di dalam negeri : Mitra UK-->Konsumen Mitra UK -->pedagang perantara/retailer --> konsumen 2. Untuk pasar ekspor Mitra UK -->eksportir --> konsumen di luar negeri
Bank Indonesia – Industri Kerajinan Rotan
12
Mitra UK -->eksportir --> importir -->pedagang perantara di luar negeri --> konsumen. Dalam model kemitraan PKT ini penjualan produk kerajinan rotan dari mitra UK langsung kepada Eksportir (mitra UB)
Bank Indonesia – Industri Kerajinan Rotan
13
4. Aspek Produksi a. Bahan Baku dan Bahan Pembantu Bahan baku rotan banyak terdapat di pulau Sumatera, Kalimantan dan pulau-pulau lain. Rotan diperoleh dari hasil hutan dan sebagian berasal dari tanaman budidaya sepertia antara lain di desa Alahan, Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara, Sulawesi dan di Kalimantan ada di sekitar Barito, Kapuas dan Kahayan. Bahan baku mentah ini diterima usaha besar dari pengumpul rotan yang kemudian diolah menjadi bahan baku setengah jadi yang dimasak dan dikuliti. Bahan baku yang sudah diolah juga dapat diterima oleh perusahaan besar. Bahan baku rotan diterima oleh pengusah kecil dari pengusaha besar/eksportir dalam bentuk rotan yang telah diolah dengan ukuran tertentu sesuai jenis dan desain yang akan dikerjakan oleh usaha kecil. Tersedianya bahan baku (rotan mentah) menurut data dari Departemen Kehutanan dan Perkebunan untuk seluruh Indonesia sebagai berikut : Tahun Produksi
(Ton)
1990/1991
52.171
1991/1992
64.020
1992/1993
69.384
1993/1994
88.149
1994/1995
78.340
1995/1996
36.256
Bahan Pembantu yang digunakan dalam pembuatan berbagai macam jenis paku, sekrup, kertas ampelas, dan lain-lain. Cat, pernis dan sejenisnya tidak diperlukan karena finishing dkerjakan oleh Perusahaan produsen/eksportir. b. Tenaga Kerja Tenaga kerja yang diperlukan dalam rangka pengembangan usaha kerajinan rotan ini terdiri dari Manajemen Koperasi/kelompok pengrajin : 1. 2. 3. 4. 5.
Pemilik/Pengelola : 1 orang Administrasi & Keuangan : 1 orang Pengawas Produksi : 1 orang Bagian Pemasaran : 1 orang Pengrajin rotan : 10 orang
Bank Indonesia – Industri Kerajinan Rotan
14
Tenaga kerja ini diperlukan untuk dapat menghasilkan 125 set furniture atau 1 container 40 feet per bulan. c. Proses Produksi Proses pembuatan kerajinan rotan merupakan gabungan proses mekanik (pemotongan dan pemolaan rotan) dan pengerjaan seni tradisional (pembentukan produk jadi secara manual). Dalam proses pembuatannya dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu : pemotongan rotan sesuai dengan ukuran model produk, pembentukan model-model produk dengan alat cetak, pengikatan, memaku/sekrup, pengamplasan dan pengeringan. d. Sarana Produksi Mesin dan peralatan yang digunakan untuk dalam pembuatan kerajinan rotan dalam setiap tahapan sebagai berikut : 1. Tahap penyiapan bahan baku rotan olahan umumnya menggunakan mesin potong rotan (band saw) sesuai ukuran yang dikehendaki. 2. Tahap pembentukan dibantu oleh mal (cetak bentuk) buatan sendiri dan mesin potong handy seperti gergaji dan mesin bor. 3. Tahap penghalusan biasanya menggunakan amplas dan banyak menggunakan tenaga manusia. Bangunan produksi bentuk dan ukuran bervariasi tergantung pada jenis produk yang dibuat, ada yang memanfaatkan ruang di rumah, tetapi ada juga yang membuat bangunan khusus berbentuk gudang. Ketersediaan listrik bagi peralatan dan penerangan merupakan sarana yang sangat menunjang proses produksi kerajinan rotan. Dalam hal finishing menggunakan cat/plitur, umumnya proses produksi memerlukan rak-rak tempat pengeringan. Jenis dan jumlah mesin/peralatan yang diperlukan tentu saja tergantung pada jenis produk dan skala produksinya, dan umumnya peralatan tersebut di atas dapat diperoleh di dalam negeri. Pada model kelayakan PKT ini Tanah, bangunan, peralatan produksi, peralatan kantor dan kendaraan yang digunakan dalam pengembangan usaha kerajinan rotan ini dapat diihat pada tabel berikut:
No
Uraian
Unit
Jumlah Unit
Biaya per Unit
Total Biaya
1
Bangunan produksi
m2
200
200,000
2
Kompressor Listrik, 4 PK
unit
3
2,500,000 7,500,000
3
Bor Listrik
unit
4
280,000
1,120,000
4
Bor Duduk, Sedang
unit
1
850,000
850,000
5
Gergaji Listrik Lengkap
set
1
1,000,000 1,000,000
Bank Indonesia – Industri Kerajinan Rotan
40,000,000
15
6
Tembak Paku
UNIT
9
450,000
4,050,000
7
Gergaji Triplek Listrik
UNIT
1
450,000
450,000
8
Gerinda Listrik
UNIT
1
280,000
280,000
9
Selang Kompressor
m2
80
12,500
1,000,000
10 Lepel Kompressor
pasang 9
25,000
225,000
11 Palu
unit
20
3,500
70,000
12 Gunting
UNIT
20
8,500
170,000
13 Kakaktua
UNIT
20
3,500
70,000
1
2,000,000 2,000,000
14 Instalasi Listrik, 4000 watt UNIT Jumlah
58,785,000
Gambar 2. Aliran Proses Produksi Pembuatan Kerajinan Rotan
Bank Indonesia – Industri Kerajinan Rotan
16
e. Rencana Produksi Rencana kapasitas produksi kerajinan rotan model PKT ini selama periode investasi tahun ke -1 sampai dengan tahun ke-5 dapat dilihat pada tabel berikut : Uraian
Volume Penjualan Harga Jual Total Penjualan
Kursi Bahama Single
2,500
100,800
252,000,000
Kursi Bahama Double
1,250
163,200
204,000,000
Meja Bahama
1,250
67,200
84,000,000
TOTAL
5,000
331,200
540,000,000
Volume (set)
1,250
Bank Indonesia – Industri Kerajinan Rotan
17
5. Aspek Keuangan a. Asumsi Analisa ini diharapkan akan dapat menjawab apakah para produsen kerajinan rotan (mitra usaha kecil) akan mendapatkan nilai tambah dari proyek ini, serta mampu mengembalikan kredit yang diberikan oleh bank dalam jangkan waktu yang wajar. Perhitungan analisa kelayakan ini didasarkan pada kelayakan usaha produksi kerajinan rotan dengan mengambil jenis produk kursi, meja dan keranjang. Model kelayakan usaha ini merupakan pengembangan usaha kerajinan rotan yang telah berjalan dan untuk menumbuhkan kemandirian usaha dan peningkatan nilai penjualan bagi mitra usaha kecil yang selama ini telah bermitra dengan usaha menengah/besar. Skim kredit yang digunakan dalam analisa keuangan ini adalah skim Kredit Usaha Kecil (KUK) dengan tingkat suku bunga 24% per tahun. Selama masa pengembangan dengan penambahan investasi baru, mitra usaha kecil (produsen kerajinan rotan) diberikan masa tenggang (grace period) selama 12 bulan. Pembayaran angsuran kredit pokok untuk proyek ini mulai dilakukan pada tahun ke 2 dan berakhir pada akhir tahun ke 5. Parameter teknis dan finansial untuk perhitungan analisa keuangan dapat dilihat pada Tabel 1. Selanjutnya, dengan mempertimbangkan kemungkinan penurunan harga jual atau kenaikan biaya produksi, maka dilakukan analisa sensitifitas. Kebutuhan pembiayaan investasi, biaya produksi dan modal kerja untuk pengembangan usaha kerajinan rotan dapat dilihat pada Tabel 2, Tabel 3, Tabel 4, Tabel 5, Tabel 6, Tabel 7
b. Kebutuhan Biaya Investasi dan Biaya Operasional Kebutuhan Biaya Investasi Biaya investasi pada tahun ke 0 pengembangan usaha kerajinan rotan ini sebesar Rp. 58.785.000 yang terdiri dari pembiayaan dana sendiri sebesar Rp. 43.005.000 dan kredit investasi sebesar Rp.15.780.000. Biaya Produksi Biaya produksi pengembangan usaha kerajinan rotan terdiri dari Biaya Tetap dan Biaya Variabel. Jumlah biaya variabel per tahun sebesar Rp.449.091.250 dan biaya tetap per tahun sebesar Rp.24.476.667.
Bank Indonesia – Industri Kerajinan Rotan
18
Perincian mengenai biaya tetap di atas dapat dilihat pada Tabel 7 . Biaya Variabel terdiri dari : 1. Bahan Baku 2. Bahan penolong (paku, sekrup, kertas, pasir dll) 3. Transport 4. Tenaga Kerja. Biaya variabel tersebut dirinci sesuai dengan jenis furniture per unit. Rincian perhitungan kebutuhan biaya variabel tersebut dapat dilihat pada Tabel 3, Tabel 4, Tabel 5, Tabel 6, Tabel 7 Kebutuhan Modal Kerja Kebutuhan biaya produksi kerajinan rotan sebesar Rp.449.091.250,- / tahun dengan kebutuhan kredit modal kerja untuk 1 bulan operasi sebesar Rp.37.424.271,- . Total modal kerja minimum perperiode Rp.38.824.271. Rencana Pelunasan Kredit Pelunasan kredit investasi direncanakan selama lima tahun dan pelunasan kredit modal kerja direncanakan selama tiga tahun. Dalam pelunasan kredit ini diperlukan grace period selama 12 bulan dengan tingkat suku bunga sebesar 24% per tahun. Rencana pelunasan kredit investasi dan modal kerrja dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10. c. Neraca Laba Rugi dan Arus Kas Proyeksi Laba/Rugi Laba bersih yang didapatkan pada tahun ke -1 yaitu sebesar Rp. 59.161.082. (profit margin 10,96%) dan pada tahun ke - 5 yaitu sebesar Rp. 65.781.666 (profit margin 12, 18%). Rincian Laba Rugi dapat dilihat pada Tabel 11 Proyeksi Aliran Kas Proyeksi aliran kas periode investasi tahun ke -1 sampai tahun ke -5 dapat dilihat pada Tabel 12. Posisi kas akhir pada tahun ke -1 sebesar Rp.92.500.106 dan pada akhir tahun ke - 5 sebesar Rp. 338.745.613 Kriteria Kelayakan Proyek Untuk menilai kelayakan proyek ini digunakan kriteria Net Present Value (NPV) Internal rate of Return (IRR), dan BEP seperti tampak pada Tabel 13 Untuk melihat perhitungan analisa kelayakan tersebut selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 14.
Bank Indonesia – Industri Kerajinan Rotan
19
d. Analisa Sensitivitas Dengan pertimbangan bahwa harga jual produk kerajinan rotan cenderung fluktuatif serta harga komponen biaya produksi sering berubah seperti car rotan pada saat ini lebih banyak dipengaruhi depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika, maka studi ini mencoba mengkaji sejauh mana penurunan harga jual produk dan kenaikan biaya variabel produksi dari asumsi yang dikemukan berpengaruh terhapap kelayakan proyek yang diukur dengan perubahan NPV, Internal rate of Return (IRR). Hasil nya untuk analisa sensitivitas ini dapat dilihat pada Tabel 8 dibawah ini Tabel 8 Analisa Sensitivitas Usaha IRR Rincian (%) Harga jual turun 7 % 37,00 Biaya produksi naik 7 34,54 %
Kerajinan Rotan BEP NPV (Rp) (Set) 8.413.988 79 21.111.136 75
Dari tabel 8 tersebut di atas terlihat bahwa jenis usaha ini lebih sensitive terhadap perubahan harga jual produk dari pada perubahan kompromi biaya produksi.
Bank Indonesia – Industri Kerajinan Rotan
20
6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan a. Aspek Sosial Ekonomi Manfaat Bagi Daerah Manfaat industri kerajinan rotan bagi daerah setempat umumnya berupa : 1. Peningkatan pendapatan daerah/restribusi. 2. Penyediaan lapangan pekerjaan bagi penduduk setempat. 3. Peningkatan pengembangan usaha di bagian hulu dan hilir sebagai multiplier effect yang positif seperti terhadap pengembangan industri pariwisata dan pemanfaatan limbah rotan . 4. Peningkatan pendapatan para pengusaha kerajinan rotan, 5. Peningkatan pembangunan daerah. Manfaat Secara Nasional Secara nasional industri kerajinan rotan yang bersifat padat karya dan banyak memanfaatkan limbah ini akan membantu usaha pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan serta meningkatkan efisiensi pemanfaatan hasil hutan berupa rotan. Dalam hal produk kerajinan rotan tersebut diekspor, maka secara nasional industri dimaksud akan menambah devisa nasional dan membantu mempromosikan pariwisata. b. Dampak Lingkungan Dampak Negatif Terhadap Lingkungan Sepertidimaklumi, industri kerajinan rotan umumnya memanfaatkan bahan baku rotan dari segala jenis dan ukuran, disamping itu sisa bahan baku masih bisa dimanfaatkan sehingga secara teoritis limbahnya tidak mencemari lingkungan. Dampak negatif akan timbul apabila pasokan bahan baku rotan dari berbagai jenis dan ukuran tersebut didapat dari menebangi segala macam jenis rotan yang ada dengan merusak hutan. Dalam hal terjadi demikian maka kelestarian lingkungan akan terganggu dan terkena ancaman pengenaan "green label" dari dunia international. Upaya Penanggulangan Antisipasi terhadap dampak negatif kelestarian lingkungan dan ancaman pengenaan "green label" dapat dikurangi apabila pengusaha kecil kerajinan bersama-sama dengan instansi terkait dan pemerintah daerah berusaha agar pasokan bahan baku rotan betul-betul tidak merusak hutan dan sedapat mungkin diperoleh dari perkebunan rotan (hutan tanaman industri).
Bank Indonesia – Industri Kerajinan Rotan
21
LAMPIRAN
Bank Indonesia – Industri Kerajinan Rotan
22