POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)
USAHA PENGASAPAN IKAN
BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax : (021) 3518951, Email :
[email protected]
DAFTAR ISI
1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 2 2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan................................ ............... 4 a. Profil Usaha Pengasapan Ikan ................................ ....................... 4 b. Pola Pembiayaan Usaha ................................ ............................... 4 3. Aspek Pemasaran................................ ................................ ........ 7 a. Permintaan ................................ ................................ ................ 7 b. Penawaran................................ ................................ ................. 7 c. Analisa Peluang Pasar dan Persaingan ................................ ............ 8 d. Produk ................................ ................................ ...................... 9 e. Harga ................................ ................................ ..................... 10 f. Distribusi ................................ ................................ ................. 10 g. Promosi ................................ ................................ ................... 10 h. Kendala Pemasaran ................................ ................................ ... 11 4. Aspek Produksi ................................ ................................ .......... 12 a. Lokasi Usaha ................................ ................................ ............ 12 b. Fasilitas Produksi dan Peralatan ................................ .................. 12 c. Bahan Baku ................................ ................................ ............. 13 d. Tenaga Kerja dan Upah................................ .............................. 17 e. Teknologi................................ ................................ ................. 18 f. Proses Produksi ................................ ................................ ......... 18 g. Jumlah, Jenis dan Kualitas Produksi ................................ ............. 24 h. Kendala Produksi ................................ ................................ ...... 25 5. Aspek Keuangan ................................ ................................ ........ 26 a. Pola Usaha ................................ ................................ ............... 26 b. Asumsi Parameter dan Perhitungan ................................ ............. 26 c. Biaya Investasi dan Biaya Operasional ................................ .......... 28 d. Kebutuhan Dana untuk Investasi, Modal Kerja dan Kredit ................ 30 e. Produksi dan Pendapatan ................................ ........................... 33 f. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point ................................ ...... 34 g. Analisis Sensitivitas ................................ ................................ ... 39 6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Sosial................................ ... 42 a. Aspek Ekonomi dan Sosial ................................ .......................... 42 b. Dampak Lingkungan ................................ ................................ .. 43 7. Penutup ................................ ................................ ..................... 45 a. Kesimpulan ................................ ................................ .............. 45 b. Saran ................................ ................................ ..................... 46
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
1
1. Pendahuluan Indonesia memiliki sumberdaya perikanan yang sangat besar dan diperkirakan potensi lestari perikanan Indonesia mencapai 6,7 juta ton/tahun. Potensi tersebut belum seluruhnya dapat dimanfaatkan secara optimal. Bahkan untuk sumber perikanan laut baru dimanfaatkan sekitar 59% dari total kekayaan yang ada dan ini membuktikan bahwa pengembangan perikanan ke arah industri memiliki peluang yang cukup menjanjikan. Pemanfaatan total produksi perikanan di Indonesia sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk segar (43,1%), beku (30,4%), pengalengan (13,7%) dan dalam bentuk olahan lain (12,8%). Pemanfaatan dalam bentuk olahan ini dapat berupa ikan asin, ikan asap, ikan pindang, produk fermentasi (petis, terasi, peda dll.). Pengasapan ikan sampai saat ini masih belum mendapatkan perhatian yang cukup dari industri perikanan padahal pengembangan produk ikan asap mempunyai prospek yang cukup bagus di masa mendatang. Mengingat bahwa di beberapa negara maju, tingkat konsumsi produk ikan asap cukup bagus. Oleh karena itu upaya meningkatkan produksi dan kualitas bagi ikan asap di Indonesia mendesak untuk dilakukan. Di Jawa Timur, khususnya di Kabupaten Sidoarjo, ikan asap yang diolah dari bahan baku ikan bandeng merupakan salah satu produk unggulan daerah yang sangat khas setelah produk olahan kerupuk udang dan petis yang sudah sangat popular. Ikan bandeng yang memiliki bentuk memanjang agak lonjong dengan panjang tubuh berkisar antara 30–50 cm serta warna sisik silver (perak) memiliki daya tarik sendiri. Ikan tersebut juga dikenal dengan istilah bahasa Inggris milkfish karena warna dagingnya yang putih dan rasa yang gurih. Penyebaran ikan bandeng hampir diseluruh perairan pantai di Indonesia (Kriswantoro dan Sunyoto,1986). Ikan bandeng memiliki keistimewaan yaitu memiliki toleransi terhadap kadar garam (salinitas) yang luas dengan rentang yang cukup jauh dalam waktu yang relatif singkat (eurythalien). Terutama pada tambak yang sering terjadi fluktuasi suhu yang relatif tajam masih bisa ditoleransi oleh ikan ini (Soeseno, 1981). Pemeliharaan ikan bandeng di kolam air tawar juga pernah dilakukan di Jawa Timur sejak tahun 1954 di sekitar Surabaya dan Lamongan dengan hasil yang tidak mengecewakan (Nontji, 1993). Ikan bandeng asap dari Sidoarjo memiliki kharakteristik karena di olah dalam bentuk utuh (whole fish) yang telah mengalami penyiangan terlebih dahulu (insang, isi perut dibuang) dan diproses dengan cara diasapi. Pengolahan ikan asap di Sidoarjo memang betul-betul hanya memanfaatkan asap dalam proses pengolahannya. Dengan bantuan pemanasan maka produk akhirnya dapat memiliki daya awet 2-3 hari dan bahkan bisa lebih yang sangat ditentukan oleh panjang pendeknya waktu pengasapan dan cara penyimpanan. Sementara itu, istilah ikan panggang lebih tepat digunakan untuk produk olahan ikan asap di Jawa Tengah, karena dalam prosesnya Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
2
dilakukan dengan memanggang ikan/daging ikan langsung diatas bara api meskipun ada efek pengawetan juga dari asapnya. Ikan asap dari Sidoarjo merupakan salah satu produk olahan yang digemari oleh masyarakat sekitar dan pemasarannya sebagian besar masih terbatas pada pasaran lokal meskipun ada yang sudah mencapai pasaran luar daerah dan bahkan luar pulau. Beberapa pengunjung yang datang dari daerah lain, seringkali sengaja membeli ikan bandeng asap sebagai buah tangannya. Kawasan khusus di sepanjang jalan Majapahit, kota Sidoarjo, merupakan pusat penjualan oleh-oleh khas daerah setempat. Kawasan tersebut sangat memudahkan bagi siapapun yang berkunjung ke daerah tersebut untuk memperoleh makanan khas ikan bandeng asap.
Gambar 1.1. Ikan Bandeng Segar dan Ikan Bandeng Asap Mengingat bahwa ketersediaan bahan baku bukanlah merupakan kendala untuk memproduksi ikan asap di Kabupaten Sidoarjo, maka perlu diupayakan untuk meningkatkan usaha bagi pebisnis ikan asap di daerah tersebut dengan melakukan sinergi antara pihak pengolah, pemerintah dan pihak perbankan.
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
3
2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan a. Profil Usaha Pengasapan Ikan Pengusaha yang bergerak dibidang pengolahan ikan bandeng asap di Kabupaten Sidoarjo dapat dikategorikan sebagai usaha perseorangan dengan skala kecil menengah (UKM). Mereka dapat dikategorikan menjadi 2 yakni: 1. Kelompok pengusaha 1: Pengolah ikan bandeng asap tetap yang melakukan seluruh aktifitas usaha, mencakup pembelian bahan baku, pengolahan dan pemasaran langsung produknya. Produksi dilakukan setiap hari. 2. Kelompok pengusaha 2: Pengolah ikan bandeng asap yang melakukan pengolahan hanya apabila ada pesanan dan biasanya mereka tidak menjual secara langsung produknya tetapi sebagai pemasok pada pengolah ikan bandeng asap tetap Mereka sebagian besar mendapatkan ketrampilan pengolahan secara turun temurun dari orang tua, teman tetapi ada juga yang belajar sendiri (otodidak). Bahan baku ikan bandeng diperoleh dari pemasok di daerah sekitar. Kapasitas produksi rata-rata berkisar antara 20 kg–40 kg per hari tergantung pada pemesanan. Pasokan bahan baku untuk ikan bandeng yang akan diolah menjadi produk ikan asap tidak mengalami masalah karena ketersediaan bahan baku dari tambak disekitar daerah masih sangat mencukupi. Pada saat musim ramai pesanan terutama terjadi pada saat menjelang lebaran, hari natal dan tahun baru dan juga saat liburan dimana produksinya dapat mencapai 50 kg/hari. b. Pola Pembiayaan Usaha Untuk penyusunan buku ini, dilakukan survey ke Sidoarjo, Jawa Timur. Di lokasi survey diperoleh informasi bank yang pernah membiayai usaha pengasapan ikan, antara lain BRI. Berdasarkan diskusi dengan bank, dapat disimpulkan bahwa bank-bank yang membiayai usaha pengasapan ikan bandeng memiliki skema pinjaman khusus untuk pembiayaan usaha pengasapan. Kredit yang disalurkan untuk usaha pengasapan ikan digolongkan sebagai kredit umum. Kriteria dan jenis pinjaman yang disalurkan Bank BRI pada usaha Pengasapan ikan adalah Kredit Usaha Kecil (KUK) Modal Kerja dan KUK Investasi. 1. Bank BRI Bank BRI Cabang Sidoarjo telah menyalurkan kredit untuk bidang perikanan, begitu pula kredit untuk pengolahan ikan melalui pengasapan ikan. Bank BRI Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
4
Cabang Sidoarjo menetapkan tingkat bunga pinjaman modal kerja untuk usaha pengasapan sebesar 1,25% hingga 2% menurun per bulan dengan jangka waktu pinjaman selama 1 tahun dan periode angsuran pokok dan bunga secara bulanan. Untuk mendapatkan kredit untuk usaha pengasapan ikan ini, pengusaha disyaratkan untuk menyediakan beberapa persyaratan, antara lain sertifikat tanah/bangunan tempat usaha, barang/aset bergerak, dll. Jangka waktu yang dibutuhkan pengusaha untuk memperoleh kredit dari Bank BRI Cabang Sidoarjo ini relatif singkat. Pengusaha sudah dapat mencairkan kredit dalam waktu 14 hari sejak masa pengajuan kredit. Besarnya kredit yang disalurkan untuk usaha pengasapan ikan di Sidoarjo oleh BRI Cabang Sidoarjo ada yang mencapai nilai Rp 250 juta. Kiat-kiat BRI Cabang Sidoarjo dalam menarik nasabah dilakukan dengan menawarkan kredit langsung ke nasabah dan promosi melalui media iklan spot di radio, pemasangan spanduk dan Umbul-umbul, penyebaran brosur dan lain-lain. Guna mengantisipasi terjadinya permasalahan, maka pihak BRI Cabang Sidoarjo menerapkan kebijakan kelengkapan permohonan kredit dengan mempertimbangkan beberapa hal, diantaranya: 1. 2. 3. 4.
Surat AKTE/SIUP Laporan keuangan Surat bukti kepemilikan jaminan Teknik Analisis Investasi/Keuangan
Namun, ada kalanya meskipun pemohon sudah mampu melengkapi persyaratan permohonan kredit, ada kemungkinan kredit tersebut ditolak. Alasan penolakan dapat disebabkan : 1. 2. 3. 4. 5.
Prospek pasar yang tidak jelas Syarat jaminan kurang/tidak jelas Syarat administrasi tidak lengkap Syarat ijin usaha tidak jelas/tidak sesuai Bidang usaha sudah jenuh
Bentuk Kredit yang diberikan oleh BRI Cabang Sidoarjo maupun di Kantor BRI Unit diantaranya : 1. Kupedes (Kredit Umum Pedesaan) yaitu: suatu fasilitas kredit yang disediakan oleh BRI Unit (bukan oleh Kantor Cabang BRI atau Bank lain), untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha kecil yang layak. Keistimewaan Kupedes diantaranya diberikan IPTW (Insentif Pembayaran Tepat Waktu) bagi nasabah yang tertib mengangsur pinjamannya secara tepat waktu selama periode tertentu yaitu sebesar 1/4 bagian dari suku bunga. Agunan yang harus disediakan oleh calon nasabah nilainya harus cukup mengcover jumlah Kupedes yang diterimanya beserta kewajiban-kewajibannya (pinjaman pokok + bunga).
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
5
2. Kredit Modal Kerja: Fasilitas kredit yang digunakan untuk operasional perusahaan yang berhubungan dengan maupun proses produksi sampai dengan barang tersebut sejumlah dana yang tertanam dalam aktiva lancar yang untuk menjalankan aktivitas perusahaan.
membiayai pengadaan dijual atau diperlukan
3. Kredit Investasi: Fasilitas kredit yang diberikan untuk membantu pembiayaan pemohon dalam memperoleh barang modal/aktiva tetap perusahaan seperti untuk pengadaan mesin-mesin/peralatan, pendirian bangunan untuk proyek baru atau rehabilitasi, dan modernisasi proyek yang sudah ada. Secara sistematis proses persetujuan kredit yang dilakukan di BRI Cabang Sidoarjo diawali dari adanya rencana pengembangan usaha dari pengusaha, kemudian mengisi formulir aplikasi kredit dan dilengkapi dengan persyataran pengajkuan kredit (seperti : data histori perusahaan, data proyeksi, data jaminan, dll). Bila formulir sudah diisi dan persyaratan administrasi sudah dilengkapi, maka dokumen dapat diserahkan ke BRI Cabang Sidoarjo. Selanjutnya bank akan melakukan konfirmasi data/dokumen kepada calon nasabah guna memastikan bahwa dokumen adminstrasi yang diserahkan sesuai dengan keadaan sebenarnya. Apabila persyaratan sudah lengkap dan sesuai dengan keadaan sebenarnya, maka bank akan melakukan analisa kredit kelayakan dengan 5C Character, Condition, Collateral, Capacity, Capital) dan melakukan Analisa Keuangan. Bila dari hasil analisa yang dilakukan oleh pihak bank, calon nasabah dianggap layak, maka persetujuan kredit dapat diterima dan kredit dapat dicairkan
Gambar 2.1. Prosedur Permohonan Kredit Keterangan: Bagan ini digambar berdasarkan informasi yang diperoleh saat survey lapangan dan diskusi mengenai kredit yang disalurkan untuk pembiayaan usaha pengasapan ikan dengan pihak BRI Cabang Sidoarjo
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
6
3. Aspek Pemasaran a. Permintaan Ikan bandeng asap sudah dikenal oleh masyarakat di sekitar Sidoarjo sejak lama dan bahkan saat ini sudah dapat mencapai pemasaran ke luar daerah. Permintaan terhadap ikan bandeng asap di dalam negeri cukup prospektif. Ikan bandeng asap banyak dipasarkan ke Sidoarjo, Surabaya, Malang, Lamongan, dan Banyuwangi. Pemasaran produk bandeng asap keluar daerah sebagian besar disebabkan karena adanya kunjungan wisata ke daerah tersebut terutama pada saat liburan. Mereka dapat berasal dari daerah di luar kota, luar propinsi bahkan dari luar pulau. Hal ini dikarenakan produk ikan bandeng asap sudah demikian popular sebagai makanan khas Sidoarjo dan layak untuk dijadikan sebagai oleh-oleh bagi orang yang berkunjung ke Sidoarjo. b. Penawaran Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur sebagai lokasi penelitian usaha pengolahan ikan asap memiliki potensi yang cukup bagus untuk dikembangkan. Hasil perikanan yang berasal dari tambak di Kabupaten Sidoarjo tersaji pada Tabel 3.1. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa untuk produksi ikan bandeng menempati urutan tertinggi dengan total produksi sebesar 15.853.900 kg pada tahun 2005. Tabel 3.1. Produksi Ikan menurut jenis per Kecamatan di Kabupaten Sidoarjo (2005 – dalam kg) Jenis Ikan Kecamatan
Bandeng
Udang
Udang
windu
campur
Tawes
Sidoarjo
3.082.300
728.700
361.500
29.900
Buduran
1.767.500
409.400
204.000
17.200
Candi
1.093.600
230.900
130.800
10.800
Porong
560.100
120.700
64.600
5.700
Tanggulangin
567.100
121.300
67.100
6.100
Jabon
4.123.500
976.200
469.800
40.200
Waru
415.800
95.200
58.100
5.500
Sedati
4.244.000
959.400
494.100
39.600
Jumlah
15.853.900
3.641.800
1.850.000
155.000
Sumber: Dinas Perikanan Kabupaten Sidoarjo (2005)
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
7
Hasil tersebut jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya mengalami peningkatan dimana untuk tahun 2004 sebesar 15.244.100 kg; tahun 2003 sebesar 14.464.000 kg; tahun 2002 sebesar 14.229.800 kg; tahun 2001 sebesar 13.552.200 kg; tahun 2000 sebesar 11.663.400 kg. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan bahan baku ikan bandeng tidak mengalami permasalahan karena ada dalam jumlah yang cukup.
Gambar 3.1. Jenis Ikan Bandeng Asap yang siap dijual c. Analisa Peluang Pasar dan Persaingan Dalam era perdagangan bebas, perdagangan produk perikanan dapat membuka peluang peningkatan usaha bidang perikanan, baik dalam skala kecil, menengah, maupun besar. Namun di sisi lain, persaingan yang dihadapi juga akan semakin berat. Oleh karena itu, dalam upaya memenangkan persaingan perlu adanya peningkatan daya saing melalui peningkatan mutu, produktivitas, dan efisiensi usaha dengan memperhatikan aspek keamanan pangan dan pelestarian lingkungan hidup. Berdasarkan hasil survey lapangan, keberhasilan usaha dibidang pengasapan ikan sangat dipengaruhi oleh pengalaman usaha yang dimiliki pengusaha/pengolah dalam menjalankan usahanya. Pengasapan ikan yang bahan bakunya sangat tergantung pada pemberian alam memerlukan pengetahuan yang baik mengenai perkembangan cuaca dan musim pemanenan. Ikan bandeng dominan diperoleh dari nelayan petambak, akan tetapi ada juga yang diperoleh dari hasil tangkapan di laut. Pengetahuan yang baik mengenai musim panen ikan ini akan membantu pengusaha dalam menentukan kapasitas produksi dan menyesuaikan dengan perkembangan permintaan pasar. Dari survey lapangan juga terlihat indikasi bahwa pengusaha pengasapan ikan yang mendapatkan pinjaman relatif besar dari bank umumnya memiliki usaha yang berkembang dan berjalan lancar, sementara pengusaha yang mendapatkan pinjaman lebih sedikit biasanya usaha yang dikelolanya kurang berkembang pesat.
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
8
Penyebab hal seperti ini adalah minimnya modal menyebabkan pengusaha tidak mampu membeli bahan baku ikan yang tergolong mahal dalam jumlah besar terutama pada saat sulit mendapatkan ikan (paceklik dan musim barat). Selain itu, pengusaha yang memiliki modal dalam jumlah besar umumnya mampu terlebih dahulu membeli hasil panen dan tangkapan dengan cara pembayaran di muka. Hal tersebut dilakukan sebelum para petambak memanen hasil ataupun sebelum nelayan-nelayan tersebut berangkat ke laut. Dengan cara seperti ini, hasil panenan atau tangkapan ikan akan diserahkan ke pengusaha yang sudah membayar hasil tangkapan terlebih dahulu. Peluang pasar pengasapan ikan masih terbuka lebar, baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun untuk menembus pasar global. Ikan sebagai bagian dari makanan pokok dalam kehidupan sehari-hari tentunya akan memiliki kesinambungan permintaan. Selain itu selera masyarakat dan kesadaran pentingnya mengkonsumsi ikan juga menjadi faktor penting terhadap permintaan ikan, termasuk ikan bandeng asap sebagai salah satu jenis ikan yang tahan lama karena telah diawetkan melalui pengasapan. Hasil pengasapan ikan tidak hanya dijual di pedagang perantara. Berdasarkan informasi yang diperoleh, pengasapan ikan juga sudah dipasarkan ke pasar swalayan yang berarti konsumennya adalah golongan masyarakat berpendapatan rendah sampai tinggi (semua golongan). Hal ini juga terkait dengan produksi ikan asap yang kualitasnya terdiri dari beberapa tingkatan, mulai dari kualitas rendah sampai tinggi. d. Produk Semua kegiatan pengasapan yang kebanyakan terpusat di sepanjang jalan Mojopahit dan Kartini - Sidoarjo, tiap hari selalu berproduksi. Produk olahan ikan bandeng asap Sidoarjo dengan kekhasannya banyak diminati oleh masyarakat. Kendala yang kadang-kadang muncul adalah keterbatasan daya awet produk sehingga kurang memungkinkan untuk disimpan dan didistribusikan dalam jangka waktu lama. Biasanya ikan bandeng asap harus dikonsumsi dalam jangka waktu maksimal 3 hari, karena selebihnya akan menimbulkan perubahan pada mutu produk. Berkaitan dengan ketersediaan bahan baku terutama untuk ikan bandeng yang ditangkap dari laut, juga dipengaruhi oleh cuaca. Pada saat musim barat, cenderung ikan bandeng akan berharga mahal, sehingga pengusaha biasanya membatasi produksinya. Demikian juga saat musim sepi pembelian (biasanya pada bulan Juli saat orang sibuk mencari sekolah bagi anak mereka) atau pada saat menjelang bulan Ramadhan, maka pengusaha juga akan mengurangi produksinya. Mengingat bahwa ikan bandeng asap tidak dapat disimpan lama maka kapasitas produksi harus disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Menurut responden, bila terjadi masa puncak, maka langkah yang dilakukan adalah dengan menambah jumlah tenaga kerja. Mereka bertugas mempersiapkan ikan yang akan diasap. Dalam prose Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
9
spengolahan bandeng asap, bahan baku biasanya diperoleh langsung dari petambak/nelayan dalam kondisi segar. Penggunaan bahan pengawet ikan seperti formalin tidak dijumpai di daerah Sidoarjo. e. Harga Harga ikan bandeng asap dipengaruhi oleh biaya bahan baku (Ikan bandeng segar). Pada bulan antara Agustus hingga November pada umumnya merupakan musim ramai, karena persediaan ikan melimpah. Pada bulanbulan tersebut harga ikan bandeng segar mencapai Rp 22.000,- per ekor. Sedangkan pada bulan April hingga Juli, jumlah ikan yang tersedia relatif stabil sehingga harga umumnya berkisar antara Rp 25.000,- per ekor. Bulan Desember hingga Maret merupakan musim sepi (paceklik) ikan, sehingga pada bulan tersebut harga ikan bisa mencapai Rp 29.000,- per ekor. Ratarata produk ikan bandeng asap memiliki harga sekitar Rp. 20.000,- s/d Rp. 30.000,- per ekor tergantung besar kecilnya produk dan juga tergantung lama proses pengasapannya. Untuk ikan bandeng asap yang tanpa duri memiliki harga lebih mahal sekitar Rp. 5.000,- s/d Rp. 10.000,- lebih mahal untuk berat yang sama. f. Distribusi Jalur distribusi produk memiliki peran penting, dengan demikian tata niaga dan efektifitas sistem pemasaran berperan penting dalam menentukan keberhasilan usaha. Tidak seperti beberapa produk pangan lain, tata niaga ikan asap di Sidoarjo tidak diatur oleh pemerintah. Pemasaran dan perdagangan ikan asap selama ini berjalan sesuai dengan mekanisme pasar. Kekuatan permintaan dan penawaran yang menentukan harga produk, sementara harga bahan-bahan untuk proses pengasapan ikan dipengaruhi oleh ketersediaan bahan baku dari tambak dan hasil tangkapan di laut.
Gambar 3.2. Jalur Pemasaran Ikan Asap g. Promosi Berdasarkan informasi yang diperoleh pada saat survey, pengusaha pengasapan ikan memasarkan produknya dengan beberapa cara, yakni : Memasarkan ikan asap secara langsung ke konsumen dengan membuka toko atau outlet masing-masing. Cara lain yang pernah dilakukan dalam meningkatkan omset penjualan adalah melalui: Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
10
1. Koperasi Penjualan bandeng asap juga dilakukan melalui Koperasi milik Institusi dan pasar tradisional. Dengan model penjualan melalui koperasi ini diharapkan dalam waktu relatif singkat sekitar 3 bulan telah memiliki 19 tempat penitipan penjualan. Bila ke 19 tempat tersebut dapat menampung sekitar 5 kg saja berarti kami harus menyediakan ikan asap sebanyak 95 kg, atau hampir satu kwintal sedangkan perbandingan ikan basah dengan ikan kering asap yang kami lakukan adalah 1kg ikan asap dihasilkan dari 4 kg sampai 5 kg ikan basah, jadi total ikan basah siap diasap haruslah 5 kwintal. Tetapi kadang-kadang, karena umur ikan asap yang terlalu lama, sehingga tingkat resiko sangat tinggi bila memproduksi dalam jumlah banyak. Kecuali ada pesanan khusus. 2. Mengikuti Bazar dan Pameran Pemasaran melalui bazar dan pameran yang dilakukan oleh “Event Organizer (EO)” ditempat-tempat yang kami anggap memberikan atau menjanjikan kemungkinan lebih dikenal orang produk kami ini, event tersebut di ikuti, ternyata upaya seperti ini lebih “kencang” lagi dari menyalurkan melalui koperasi, karena pernah suatu saat mengalami kehabisan stock, serta dapat menjangkau konsumen yang lebih luas lagi. 3. Melalui Departement Store/Swalayan Pemasaran pun juga dilakukan melalui departemen store/swalayan yang terdapat di Sidoarjo dan sekitaranya. 4. Pemasaran Lainnya Cara lain untuk pemasaran yang cukup ampuh ialah melalui pertemuan keluarga atau arisan maupun pengajian karena kita dapat memperkenalkan produk secara langsung terutama kepada ibu-ibu yang menghadiri pertemuan tersebut sehingga percepatan pengenalan produk lebih baik lagi. h. Kendala Pemasaran Kendala pemasaran ikan bandeng asap yang signifikan pada dasarnya adalah ketidakmampuna disimpan dalam waktu lama (kurang dari 3 hari). Untuk pemasaran lebih banyak ditujukan untuk pasar dalam negeri, umumnya pengemasan dan aspek keamanan pengiriman ikan asap masih menjadi kendala. Selain itu, mutu dan persyaratan peralatan pengolahan pengasapan ikan masih rendah menjadi salah satu masalah bagi sebagian pengusaha.
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
11
4. Aspek Produksi a. Lokasi Usaha Pada dasarnya tidak terdapat persyaratan khusus dalam menentukan letak lokasi usaha pengolahan ikan bandeng asap. Lokasi pengolahan ikan bandeng asap yang baik tentunya adalah lokasi usaha yang dekat dengan sumber bahan baku utama, yakni ikan bandeng segar, dan memiliki ketersediaan air yang cukup, serta akses yang luas terhadap pemasaran. Berdasarkan hal di atas maka lokasi pengolahan ikan bandeng asap sebaiknya tidak jauh dari pantai/tambak, karena ikan bandeng yang berasal dari tambak harus sedapat mungkin segera sampai di tempat pengolahan agar tingkat kesegaran ikan dapat tetap terjaga. Jika lokasi pengolahan ikan berada jauh dari tambak/pantai maka konsekuensi harus melakukan penanganan ikan dengan baik. Misalnya dengan cara pengangkutan dingin untuk menjaga kesegaran ikan bandeng. Tingkat kesegaran ikan bandeng sangat mempengaruhi mutu ikan bandeng asap yang dihasilkan. b. Fasilitas Produksi dan Peralatan Peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam pengolahan ikan bandeng asap masih tergolong tradisional. Tabel 4.1. Peralatan Utama yang Digunakan untuk Pengolahan Bandeng Asap Tahap
Alat/bahan
Fungsi Mencuci ikan setelah disiangi/dibersihkan
Air PAM/sumur isi perutnya juga untuk merendam ikan dalam air garam Persiapan
Timbangan
Menimbang ikan dan garam
Blong
Wadah ikan sebelum diolah/dari pemasok
Ember
Wadah pencucian ikan sebelum diolah
Keranjang plastik Alat pengasapan Pengasapan
Wadah untuk penirisan ikan setelah dicuci Mengasapi ikan
Tungku
Memanaskan bahan bakar sekam
Pengait
Menggantung ikan saat diasapi
Blong
Merendam
perendaman
sebelum
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
ikan
ikan
dalam
larutan
dimasukkan
garam
dalam
alat
12
pengasapan Keranjang
Menirisan ikan setelah perendaman dalam
plastik
larutan garam
Kayu bakar/sekam padi
Bahan bakar berupa sekam padi kering atau kayu bakar Merendam dan memberikan rasa gurih
Garam
serta kondisi fisik ikan yang lebih baik (daging menjadi kenyal) Mendinginkan ikan asap yang baru saja
Kayu / bambu diasap,
dengan
cara
digantungkan
sebelum dijual Pendinginan Blower/kipas angin
Menutupi ikan asap agar tidak dihinggapi kotoran dan serangga saat pendinginan Pengemasan primer ikan bandeng asap
Plastik
yang terjual
Kemasan karton
dikeluarkan dari alat pengasapan (tidak semuanya menggunakan alat tersebut)
Kertas koran
Pengemasan
Mendinginkan ikan pindang yang baru
Pengemas sekunder
Sumber: Data primer, diolah Peralatan tersebut mencakup beberapa tahapan proses termasuk persiapan/penyiangan, pengolahan dan pengemasan. Yang perlu diperhatikan disini, semua peralatan yang berkontak langsung dengan produk harus tidak bersifat korosif, mudah dibersihkan, dan terbebas dari kontaminasi mikroba dan bahan kimia berbahaya. c. Bahan Baku Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu dipahami dan diketahui semua lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakuan yang baik selama proses pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan baku dan alat yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar serta garam yang bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara: penggaraman, pengeringan, pemindangan, pengasapan, peragian, dan pendinginan ikan. Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
13
Di beberapa negara maju, ikan telah dikenal sebagai suatu komoditi yang populer karena eksotik, memiliki rasa yang enak, ringan dan bagus untuk kesehatan. Ikan merupakan sumber asam lemak tak jenuh, taurin dan asam lemak omega –3, terutama untuk jenis ikan seperti tuna, tongkol, kembung dan lemuru dimana komponen tersebut telah terbukti efektif untuk mencegah penyumbatan pembuluh darah (arteriosclerosis). Oleh karena itu banyak orang berpendapat untuk meningkatkan konsumsi protein harian (daily protein intake) terutama yang berasal dari ikan dan konsumsi ikan yang paling bagus adalah ikan yang memiliki mutu kesegaran terbaik, dimana hal tersebut sangat terkait dengan teknik penanganan ikan setelah ditangkap. Manfaat makan ikan sudah banyak diketahui orang, seperti di negara Jepang dan Taiwan, ikan merupakan makanan utama dalam lauk sehari-hari yang memberikan efek awet muda dan harapan hidup lebih tinggi bagi masyarakatnya dibandingkan dengan negara lain. Pengolahan ikan dengan berbagai cara yang menghasilkan rasa yang bervariasi menyebabkan orang memiliki kesempatan untuk mengkonsumsi ikan lebih banyak. 1. Bahan Baku Utama Bahan baku utama untuk pengolahan ikan bandeng asap adalah ikan bandeng segar (pada saat tertentu ada juga bahan baku ikan tongkol, nila, tergantung pemesanan). Kesegaran ikan memegang peranan penting dalam menentukan mutu produk ikan asap yang dihasilkan. Ada persyaratan khusus untuk bahan baku ikan yang akan diolah sebagai bahan pangan. Persyaratan mutu ikan segar menurut Dewan Standarisasi Nasional (1992) secara organoleptik dan mikrobiologi adalah sebagai berikut : Tabel. 4.2. Persyaratan mutu ikan segar. Karakteristik
Persyaratan mutu
a. Organoleptik
7
b.
Mikrobiologi TPC
per
gram,
maksimal* 5
x
105
CFU/gr
E.coli MPN per gram maksimal* 0 Vibrio Cholerae
Negatif
Keterangan : * apabila diperlukan Sumber : Dewan Standarisasi Nasional, 1992 Bentuk ikan yang akan diasap dapat berupa ikan utuh, fillet, pembelahan ataupun dalam bentuk potongan/irisan tergantung pada ukuran ikan dan selera konsumen. Khusus untuk ikan bandeng asap memang dilakukan dalam bentuk utuh yang telah disiangi/dibuang isi perut dan insangnya untuk mengurangi kontaminasi mikroba dalam bahan baku.
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
14
Tabel 4.3. Komposisi Kimia Ikan Bandeng Segar (per 100 gram) Komponen
Kadar
Kalori
129 kkal
Protein
20 gram
Lemak
4,8 gram
Fosfor
150 mg
Kalsium
20 mg
Zat besi
2 mg
Vitamin A
150 SI
Vitamin B1
0,05 mg
Sumber : Purnomowati (2006) Dari Tabel 3.3, dapat dilihat bahwa ikan mempunyai kandungan protein tinggi dan kandungan lemaknya rendah sehingga banyak memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh manusia. 2. Bahan Tambahan a. Garam Proses pengasapan merupakan penggabungan antara proses penggaraman, pengasapan dan pengeringan. Menurut Afriyanto dan Liviawati (1993) sebelum ikan diawetkan dengan proses pengasapan, biasanya didahului dengan proses penggaraman dan pengeringan. Pada proses pengasapan ikan, perlakuan penggaraman diterapkan sebelum ikan diasap dengan cara merendam ikan dalam larutan garam (brine) yang kekentalannya serta lama perendamannya disesuaikan dengan selera konsumen atau permintaan pasar. Perendaman ikan dalam larutan garam dilakukan dengan konsentrasi 10%-15% dari berat ikan selama 30-40 menit (Irawan, 1995). Moeljanto (1968) mengatakan bahwa tujuan penggaraman adalah agar daging ikan menjadi kompak (firm) karena penghisapan air oleh garam dan penggumpalan protein dalam daging ikan. Penggaraman juga bertujuan agar rasa daging ikan menjadi lebih enak (5-15%) dan menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Ikan yang telah mengalami proses penggaraman akan mempunyai daya simpan dan daya awet yang tinggi karena garam dapat menghambat atau menghentikan sama sekali reaksi autolisis dan membunuh bakteri yang terdapat di dalam tubuh ikan. Dimana garam menyerap cairan tubuh ikan sehingga proses metabolisme bakteri terganggu karena kekurangan cairan, bahkan akhirnya mematikan bakteri. Selain menyerap cairan tubuh ikan,
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
15
garam juga menyerap cairan tubuh bakteri sehingga bakteri akan mengalami kekeringan dan akhirnya mati. b. Bawang putih Penggunaan bawang putih bertujuan untuk menambah citarasa ikan asap juga dapat berperan sebagai bahan pengawet. Bawang putih selain mengandung aroma khas juga mengandung senyawa allisin yang berfungsi sebagai antibakteri. 3. Bahan Bakar (Sekam padi, kayu bakar) Dalam proses pengasapan ikan, unsur yang paling berperan adalah unsurunsur kimia yang terkandung di dalam asap. Kuantitas dan kualitas unsurunsur kimia tersebut tergantung pada bahan bakar dalam hal ini jenis kayu yang digunakan (Afriyanto dan Liviawati, 1993). Untuk menghasilkan ikan asap bermutu tinggi sebaiknya digunakan jenis kayu keras yang mampu menghasilkan asap dengan kandungan unsur fenol dan asam organik cukup tinggi, karena unsur ini lebih banyak melekat pada tubuh ikan dan dapat menghasilkan rasa maupun warna daging ikan asap yang khas. Jenis kayu lunak tidak baik digunakan sebagai bahan pengasap. Hal ini disebabkan karena kayu lunak banyak mengandung resin atau damar yang dapat menimbulkan rasa pahit pada ikan (Wibowo, 2002). Kanoni (1991) menambahkan kayu keras pada umumnya mempunyai komposisi yang berbeda dengan kayu lunak yang banyak pori-porinya (coniferous wood). Asap dari hasil pembakaran serbuk kayu mengandung formaldehid, aldehid tinggi, keton, dan asam formiat yang rendah jumlahnya daripada dalam asap yang diperoleh dari hasil pembakaran kayu, tetapi kandungan asam asetat, metilalkohol, dan tarnya menunjukkan jumlah yang lebih tinggi. Tabel 4.4. Kandungan bahan organik pada kayu keras dan kayu lunak (%) Kandungan
Kayu
Kayu
bahan organik
keras
lunak
Sellulosa
43-53
54-58
Lignin
18-24
26-29
- Pentosan
22-25
10-11
- Heksosa
3-6
12-14
Resin
3-1,2
2-3,5
Protein
0,6-1,9 0,7-0,8
Hemisellulosa :
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
16
Kadar abu
3-1,2
0,4-0,8
Sumber : Zeitsev et al (1969) Kanoni (1991) mengatakan beberapa bahan bakar yang baik sebagai sumber asap yaitu potongan-potongan kayu dan serbuk kayu. Kayu keras (hard wood) banyak mengandung sellulosa, lignin, dan hemisellulosa, contohnya tempurung kelapa, kayu turi, kayu mahoni, jati, bengkirai, dan lain sebagainya. Jenis kayu tersebut sebagian memang cukup mahal dan banyak digunakan untuk pembuatan industri mebelair, tetapi dalam pengolahan ikan asap dapat digunakan limbah dari jenis kayu tersebut sehingga bisa menekan harganya. Jenis kayu yang banyak mengandung selulosa adalah yang terbaik karena menghasilkan mutu asap yang baik dan akan mempengaruhi mutu produk 4. Peralatan yang Dibutuhkan
Alat pengasap: berupa lemari asap yang terbuat dari bahan logam yang dilapisi galvanis. Berukuran sekitar 150x80x100 cm dengan kapasitas sekitar 40-50 ekor ikan bandeng. Ada juga pengolah yang memanfaatkan tong/drum minyak tanah yang diberi lubang pada bagian atas dan bawah. Ukuran alat pengasap sangat bervariasi demikian juga bentuknya. Sebagian ada yang menggunakan lemari asap terbuat dari logam yang dilapisi galvanis kemudian dibuat permanent dengan semen dan batu bata.
Alat peniris: terbuat dari rentangan kayu/bamboo yang berfungsi untuk meletakkan dan menggantungkan ikan supaya dingin setelah dikeluarkan dari lemari asap. Alat peniris dapat dikatakan juga sebagai alat pendingin. Dapat dilakukan dengan menggantungkan ikan pada sepotong kayu atau dapat dilakukan dengan meletakkan ikan pada tempat/nampan terbuka.
Alat display: terbuat dari kaca dan aluminium sebagai tempat display sehingga pembeli dapat dengan mudah melihat dan memilih produk bandeng asap sesuai dengan keinginan/ukuran yang dikehendaki. Beberapa pengolah ada yang tidak melakukan display produk karena mereka hanya melakukan produksi ikan asap kalau ada pesanan sehingga produk langsung dikemas dan dikirim ke pemesan.
Bahan pengemas: digunakan pada saat ikan bandeng asap siap dipasarkan/ dibeli dan dikemas dengan plastik Poliethylen (PE) sebagai bahan pengemas primer dan selanjutnya dimasukkan kedalam kotak karton (sebagai pengemas sekunder).
d. Tenaga Kerja dan Upah Tenaga kerja yang terlibat dalam proses pengolahan ikan bandeng asap bervariasi antara 2–8 orang (sebagian dari anggota keluarga sendiri) dan Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
17
biasanya mereka tidak perlu memiliki keterampilan khusus. Keterampilan diperoleh dari pengalaman selama mereka menjalani usahanya. Pada umumnya pemilik berusaha untuk belajar terlebih dahulu sehingga mendapatkan produk ikan asap yang sesuai dengan keinginannya. Tenaga kerja laki-laki maupun perempuan umumnya mampu mengerjakan tahaptahap pengolahan ikan bandeng asap. Upah tenaga kerja pada usaha pengasapan ikan bandeng ini bervariasi antar pengolah. Upah ditentukan berdasarkan pengalaman dan jenis pekerjaan yang dilakukan. Untuk tenaga kerja biasanya hanya melibatkan 2-4 orang mengingat kapasitas produksi untuk setiap pengolah tidak begitu besar (sekitar 15–30 ekor per hari). Tenaga kerja biasanya laki-laki dengan upah antara Rp 30.000,- hingga Rp 40.000,- per hari. e. Teknologi Usaha pengolahan ikan bandeng asap ini menggunakan teknologi sederhana karena dalam proses pengolahannya belum menggunakan mesin-mesin dan peralatan berat. Proses pengasapan ikan dilakukan dengan peralatan yang dapat dibuat sendiri atau dipesankan secara mudah dan tersedia di dalam negeri. Seperti bahan logam galvanis untuk pembuatan alat pengasap dapat dibeli di toko-toko sekitar daerah tersebut. Bahkan ada beberapa pengolah yang menggunakan modifikasi dari bahan tong logam bekas yang dilubangi bagian atas dan bawahnya sehingga dapat berfungsi sebagai alat pengasap. f. Proses Produksi Pembuatan ikan asap dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Penyiangan dan pencucian ikan; Proses penyiangan dilakukan terhadap ikan bandeng segar untuk mengurangi kontaminasi bakteri terutama yang ada di insang dan bagian alat pencernaan. Setelah penyiangan, ikan selanjutnya dicuci sampai bersih dari kotoran dan sisa darah dengan air yang mengalir. 2. Perendaman ikan dalam air garam Ikan yang telah dibersihkan direndam dalam larutan garam dengan konsentrasi 15-20% selama ±2 jam. Beberapa pengolah juga ada yang menambahkan bumbu (bawang putih) dalam proses perendaman tersebut.
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
18
3. Penirisan Penirisan ikan dilakukan setelah perendaman dalam larutan garam, bertujuan untuk mengurangi jumlah air yang menempel pada ikan dengan cara menggantung ikan dengan seutas tali 4. Penyiapan bahan bakar kayu/sekam padi; Bahan bakar sekam padi/kayu disiapkan didalam alat pengasapan ikan dan dinyalakan sampai terbentuk bara 5. Pengasapan; Ikan yang sudah tiris dimasukkan kedalam alat pengasap selama 2– 10 jam tergantung dari keinginan pengolah dan berapa daya awet produk yang dikehendaki. Selama proses pengasapan, diupayakan jangan sampai terbentuk api karena hal tersebut akan mempengaruhi mutu produk ikan asap yang dihasilkan. Penempelan partikel asap ini yang akan sangat mempengeruhi daya awet produk karena dalam partikel asap terdapat senyawa-senyawa phenol, asam organik yang dapat berfungsi sebagai anti bakteri dan juga anti oksidan. Semakin banyak penempelan partikel asap maka semakin awet produk yang dihasilkan. Dengan kata lain, lama waktu pengasapan yang panjang akan memberikan produk ikan asap yang memiliki daya awet lebih baik. Hal tersebut berimplikasi pada semakin banyaknya bahan bakar yang digunakan sehingga akan menaikkan harga jual produk.
Gambar 4.1. Posisi ikan bandeng asap pada saat proses pengasapan 6. Pendinginan ikan Ikan yang sudah selesai diasapi harus dikeluarkan dari alat pengasap untuk selanjutnya didinginkan. Beberapa cara pendinginan yang sering dilakukan adalah dengan menggantungkan ikan pada sepotong kayu dan ditutup dengan kertas untuk menghindari menempelnya kotoran/debu dan serangga pada produk.
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
19
Gambar 4.2. Pendinginan ikan bandeng asap dengan cara digantung 7. Penjualan/pemasaran ikan asap Untuk lebih memudahkan pembeli dalam memilih produk ikan bandeng asap maka cara display dengan menggunakan aluminium dan kaca sangat membantu. Pembeli dapat dengan leluasa memilih ikan sesuai dengan ukuran dan penampilan produk yang dikehendaki. Dalam mendisplay produk, sebagian pengolah ada yang hanya membuat khusus bandeng asap saja dengan tambahan produk seperti ikan bandeng presto sebagai upaya diversifikasinya. Sementara untuk pengolah yang sekaligus memiliki toko, mereka akan mendisplay produk bandeng asap bersamaan dengan produk olahan lain yang sangat banyak macamnya. Namun demikian untuk ikan bandeng asap biasanya ditempatkan pada lemari kaca tersendiri untuk lebih menarik konsumen. Pada kenyataannya ada ikan bandeng asap yang sudah cabut duri (istilahnya lokalnya “tandu”: tanpa duri). Untuk produk tandu bandeng asap harganya lebih mahal, dan konsumen lebih banyak yang menyukai bandeng asap dengan duri karena bentuknya yang lebih menarik.
Gambar 4.3. Tempat display produk ikan bandeng asap Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
20
Diagram alir pembuatan ikan asap adalah sebagai berikut:
Gambar 4.4. Alur proses pengasapan ikan bandeng Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengasapan, antara lain : 1. Jenis bahan bakar. Jenis kayu yang baik untuk digunakan sebagai bahan bakar adalah kayu keras seperti kayu turi (Afriyanto dan Liviawaty, 1989), serbuk gergaji, kayu jati, sabut dan tempurung kelapa (Wibowo, 1996). Jenis kayu keras mengandung senyawa phenol dan asam organik yang cukup tinggi yang sangat dibutuhkan untuk proses pengasapan. (Kanoni, 1991).
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
21
2. Kepekatan asap. Asap mempunyai efek antibakteri atau bakterisidal sehingga dapat mengawetkan ikan. Menurut Hudaya et al., (1980) apabila mengandung kadar air tinggi maka asap akan pekat sedangkan bila berkadar air rendah maka asap akan tipis. 3. Suhu. Sebaiknya asap tidak dihasilkan dari pembakaran di atas 175-205°C, karena pada suhu tinggi akan menimbulkan rasa pahit dan zat karsinogenik pada produk. Pada pengasapan yang dilakukan dengan suhu tinggi juga dapat menyebabkan hasil produk yang kurang baik, karena permukaan daging akan mengeras sehingga cairan pada bagian dalam tubuh ikan menjadi terhalang penguapannya. Hal ini akan menyebabkan terjadinya peristiwa “case hardening”. (bagian luar daging ikan mengering tetapi bagian dalamnya masih basah). 4. Kelembaban udara. (RH) Proses penyerapan asap sangat mempengaruhi kelembaban udara, sehingga pengontrolan sangat penting. Kelembaban yang tinggi menambah waktu pengasapan dan memperbanyak konsentrasi asap yang terserap dalam daging ikan sehingga rasa asap menjadi sangat kuat, tetapi produk tidak kering. Sebaliknya RH yang terlalu rendah dapat menghambat penyerapan asap. Menurut Chan et al., (1975) RH 60% menyerap lebih banyak asap dan lebih cepat daripada tingkat RH yang lain. 5. Sirkulasi udara. Sirkulasi udara yang baik dalam ruang pengasapan menjamin mutu ikan asap yang lebih sempurna, karena suhu dan kelembaban ruang tetap konstan selama proses pengasapan berlangsung. Aliran asap berjalan dengan lancar dan kontinyu sehingga partikel asap yang melekat menjadi terarah dan merata (Afrianto dan Liviawaty, 1989). 6. Lama Pengasapan. Hasil penelitian Swastawati (2004) membuktikan bahwa lama pengasapan dapat mempengaruhi komposisi nutrisi ikan terutama kadar lemaknya. Suhu yang tinggi selama proses pengasapan ikan dapat menurunkan kadar asam lemak omega-3 (DHA) ikan. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan lama waktu pengasapan ikan yang benar-benar efektif untuk mempertahankan nilai gizi sekaligus mengawetkan dan aman bagi konsumen.
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
22
Tabel 4.4. Kriteria Mutu Sensoris Ikan Asap Parameter
Deskripsi Mutu Ikan Asap
Kenampakan
Ikan asap berwarna coklat keemasan, coklat kekuningan, atau cokelat agak gelap. Warna ikan asap tersebar merata. Adanya warna kemerahan disekitar tulang atau warna gelap di bagian perut menunjukkan bahwa ikan yang diasap sudah bermutu rendah.
Bau asap lembut sampai cukup tajam atau tajam, tidak tengik, tanpa bau busuk, tanpa bau asing, tanpa bau asam, tanpa bau apak.
Rasa lezat, enak, rasa asap terasa lembut sampai tajam, tanpa rasa getir atau pahit, tidak terasa tengik.
Tekstur kompak, cukup elastis, tidak terlalu keras (kecuali produk tertentu seperti ikan kayu), tidak lembek, tidak rapuh, dan tidak lengket. Hendaknya kulit ikan tidak mudah dikelupas dari dagingnya.
Warna
Bau
Rasa
Tekstur
Permukaan ikan asap cerah, cemerlang dan mengkilap. Kalau kusam dan suram menunjukkan bahwa ikan yang diasap sudah kurang bagus mutunya atau karena perlakuan dan proses pengasapan tidak dilakukan dengan baik dan benar. Tidak tampak adanya kotoran berupa darah yang mengering, sisa isi perut, abu, atau kotoran lain. Adanya kotoran semacam ini menjadi indikasi kalau pengolahan dan pengasapannya tidak baik. Kalau pada permukaan ikan terdapat deposit kristal garam maka hal ini menunjukkan bahwa penggaraman terlalu berat dan tentunya rasanya sangat asin. Pada ikan asap tidak tampak tanda-tanda adanya jamur atau lendir.
Sumber : Wibowo (2002)
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
23
Nilai organoleptik ikan asap menurut SNI No. 01-2725-1992 adalah > 7 dengan kriteria kenampakan menarik dan bersih, bau asap cukup tanpa ada tambahan mengganggu, rasa enak, konsistensi padat, kompak serta kering antar jaringan. Persyaratan mutu ikan asap menurut SNI No. 01-2725-1992 tercantum dalam Tabel 4.5. Tabel 4.5. Nilai Organoleptik Ikan Asap Menurut SNI No. 01-2725-1992 Jenis Uji
Satuan
a. Organoleptik - nilai minimum - kapang b. Cemaran mikroba - ALT, maksimum - Eschericia coli - Salmonella sp* - Staphilococcus aureus *
Persyaratan Mutu
7 Tidak tampak
CFU / gram APM / gram Per 25 gram Per 25 gram
5 x 105 <3 Negatif Negatif
Cemaran kimia
- air, maksimum %b/b 60 - garam, maksimum %b/b 4 - abu tidak larut dalam asam, %b/b 1,5 maksimum (*) bila diperlukan Sumber : Direktorat Jenderal Perikanan (1994) g. Jumlah, Jenis dan Kualitas Produksi Jumlah produksi ikan bandeng asap sangat ditentukan oleh jumlah permintaan atau pesanan. Untuk musim-musim tertentu seperti mendekati hari liburan, hari raya lebaran dan ramadhan, serta hari besar lainnya maka pesanan dapat melebihi kapasitas (sekitar 60-80 ekor per hari). Sementara pada musim sedang seperti pada bulan Juli saat awal masuk sekolah dan musim sepi saat menjelang Ramadhan, jumlah produksi berkurang mencapai 25–40 ekor per hari. Jenis produk bandeng asap biasanya hanya dua yaitu bandeng asap yang biasa (dengan duri) dan bandeng asap tanpa duri (tandu). Untuk bandeng asap tandu lebih mahal harganya dan memiliki prospek yang cukup baik. Kualitas produk ikan bandeng asap cukup baik Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
24
karena disini pengawetan produk dilakukan dengan baik terutama untuk proses pengasapan lama (sampai 10 jam) maka daya awet ikan asap semakin baik. Hal tersebut selain karena adanya pengurangan kadar air bahan yang signifikan juga karena penempelan partikel asap yang dapat mempengaruhi mutu dan daya awet produk. h. Kendala Produksi Kendala yang dihadapi oleh industri pengasapan ikan bandeng adalah alat pengasapan yang masih sangat sederhana terbuat dari drum dan ada juga dari bahan logam, sehingga energi asap banyak terbuang serta terjadi pencemaran udara di lingkungan sekitar. Berhubung usaha produksi ikan bandeng asap sebagian besar dilakukan dengan skala kecil menengah maka sentuhan teknologi masih terbatas dengan adanya keterbatasan daya awet produk maka jangkauan pemasaran juga belum optimal. Kendala lain yang mungkin timbul dalam usaha pengasapan ikan adalah ketersediaan bahan baku ikan terutama yang berasal dari laut karena sangat dipengaruhi oleh cuaca/alam. Pada bulan-bulan tertentu seperti bulan Desember sampai Maret, kondisi hasil tangkapan ikan bandeng dari laut sangat sedikit. Untuk itu pasokan ikan bandeng hanya mengandalkan dari budidaya di tambak. Pada saat pasang mati di laut dan musim penghujan tangkapan ikan bandeng dari tambak juga menurun, bahkan sangat sedikit. Kondisi seperti ini menyebabkan kontinuitas produksi tidak bisa berlangsung dengan baik sepanjang tahun. Dari sisi produsen, produksi ikan asap pada usaha skala kecil yang masih banyak dilakukan di Indonesia sebagian besar masih bersifat tradisional dengan mutu produk yang masih rendah. Melihat kendala-kendala yang umumnya ditemui pada usaha pengasapan ikan ini, maka sebaiknya pengusaha perlu memperbaiki pola produksi baik dengan mempergunakan alat produksi atau teknologi yang lebih maju untuk menghasilkan produk dengan mutu dan daya awet lebih baik; maupun dengan mengikuti pelatihan-pelatihan terkait. Sedangkan dari sisi pemerintah, instansi terkait di setiap daerah, terutama Dinas Perikanan dan Kelautan perlu memberikan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan perbaikan kualitas produksi ikan asap.
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
25
5. Aspek Keuangan a. Pola Usaha Dalam analisis keuangan dipilih pola pengasapan ikan yang menggunakan teknologi sederhana. Kapasitas produksi yang dipilih merupakan kapasitas produksi rata-rata yang disesuaikan dengan musim tangkapan ikan yang akan diasap. Jangka waktu analisis keuangan didasarkan pada umur proyek yakni 5 tahun. b. Asumsi Parameter dan Perhitungan Periode proyek diasumsikan selama 5 tahun, periode proyek ini ditentukan dari umur ekonomis peralatan utama yang digunakan dalam usaha pengasapan ikan. Penghitungan proyeksi pendapatan dan komponen biaya dilakukan untuk periode usaha selama 5 tahun, dengan memperhitungkan nilai sisa dari seluruh peralatan yang memiliki umur ekonomis lebih dari 5 tahun. Dalam usaha ini, seluruh lahan yang digunakan untuk kegiatan usaha, baik berupa tanah dan bangunan diasumsikan menyewa milik orang lain. Mesin dan peralatan yang diperhitungkan dalam komponen biaya adalah seluruh mesin dan peralatan, baik yang dibeli maupun peralatan yang dibuat sendiri oleh pengusaha yang dapat dinilai dengan sejumlah uang. Gambaran kondisi dan perkembangan keuangan usaha pengasapan ikan ini dihitung dengan menggunakan asumsi-asumsi dan parameter yang ditetapkan berdasarkan hasil penelitian terkait dan pengamatan lapangan. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan aspek keuangan disajikan pada Tabel 5.1. Luas tanah dan bangunan untuk usaha pengasapan ikan ini adalah 350 m² dan 120 m² berupa bangunan. Produksi dilakukan setiap hari (selain libur nasional dan Minggu), sehingga jumlah hari kerja dalam setahun adalah 300 hari. Kapasitas produksi yang digunakan adalah 85 ekor input ikan (yang diasap/hari) yang menghasilkan 85 ekor ikan. Harga beli ikan yang akan di asap sebesar Rp 8.000/kg, sedangkan harga jual ikan asap adalah Rp 25.000/kg. Jenis ikan yang diasap adalah ikan bandeng.
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
26
Tabel 5.1. Asumsi dan Parameter Analisis Keuangan Asumsi Periode proyek
Satuan tahun
Jumlah/Nilai
Keterangan
5 Umur ekonomis
Luas tanah:
m2
350 Sewa
Luas bangunan
m2
120
Luas tanah penjemuran
m2
Sewa lahan dan bangunan
Rp/thn
3.500.000
Mesin dan peralatan: Pompa air
unit
1
Blower
unit
-
Dapur/tungku
unit
2
Tong
unit
5
Keranjang plastik
unit
15
Centong
unit
-
Seser
unit
-
Kompor
unit
2
Basket
unit
15
Timbangan
unit
1
Produksi dan harga: Produksi per tahun ikan asap
kg
8.925
Produksi per hari ikan asap
kg
29,75
Harga jual ikan ikan asap
Rp/kg
25.000
Tenaga kerja tetap
orang
1
Tenaga kerja borongan
orang
2
Tenaga manajemen
orang
1
Penyerapan tenaga kerja:
Upah tenaga kerja tetap
Rp/orang/Hari
40.000
Upah tenaga kerja tidak tetap Rp/orang/Hari
30.000
Upah tenaga manajemen
60.000
Rp/orang/Hari
Penggunaan bahan baku: Harga ikan
Rp/kg
8.000
Penggunaan ikan 1 tahun
Kg
8.925
Penggunaan ikan 1 hari
Kg
30
Garam
Rp/kg
1.000
Bawang Putih
Rp/kg
15.000
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
27
Ketumbar
Rp/kg
30.000
Asam jawa
Rp/kg
75.000
Kalium Sorbat
Rp/kg
10.000
Kayu
Rp/kg
400.000
Botol Sambal kecap
biji
353
Kemasan
biji
176
Minyak Tanah
Rp/liter
2.500
Biaya Listrik
Rp/bln
75.000
Biaya Telepon
Rp/bln
150.000
Jumlah hari kerja dalam 1 thn Biaya pemeliharaan mesin & alat utama
Hari Rp/bln
Discount rate
300 100.000 17,50%
Sumber: Data Primer, diolah c. Biaya Investasi dan Biaya Operasional 1. Biaya Investasi Biaya investasi atau disebut juga sebagai biaya tetap adalah biaya dalam pengertian short run, yaitu biaya yang tidak berubah (selalu sama), atau tidak terpengaruh terhadap besar kecilnya produksi. Biaya investasi dalam usaha pengasapan ikan ini dialokasikan untuk memulai usaha atau biayabiaya yang diperlukan pada tahun 0 proyek yang meliputi biaya perijinan, sewa tanah dan bangunan, serta pembelian peralatan. Jumlah biaya investasi usaha pengasapan ikan pada tahun 0 proyek adalah Rp 10.000.000,- di mana seluruh biaya investasi yang dikeluarkan untuk usaha pengasapan ikan ini 75% menggunakan dana sendiri (Rp 7.500.000,-) dan kekurangannya sebesar Rp 2.500.000,- (25%) menggunakan dana pinjaman dari bank melalui kredit investasi.. Berdasarkan penghitungan besarnya biaya investasi yang diperlukan untuk usaha pengasapan ikan ini, maka disimpulkan bahwa usaha ini merupakan usaha mikro kecil yang dinilai dari besarnya aset investasi usaha yang nilainya di bawah Rp 200.000.000,tidak termasuk nilai aset tanah dan bangunan. Komponen biaya investasi pengasapan ikan yang di asap disajikan pada Tabel 5.2.
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
28
Tabel 5.2. Biaya Investasi Pengasapan Ikan No
Jenis Biaya
Satuan Jml
Harga/ satuan
Nilai (Rp) UE
1
Perijinan (HO & IMB)
paket
1
750.000
2
Sewa tanah dan gedung/th paket
1
4.500.000 4.500.000
3
Mesin dan peralatan utama:
750.000
Penyusutan Nilai Sisa (Rp)
5
150.000
Pompa air
unit
1
500.000
500.000
5
100.000
Blower
unit
1
150.000
150.000
5
30.000
Dapur/tungku
unit
2
1.000.000 2.000.000
7
285.714
Tong
unit
5
200.000
1.000.000
5
200.000
Keranjang plastik
unit
10 15.000
150.000
3
50.000
Centong
unit
3
5.000
15.000
1
15.000
Seser
unit
4
2.500
10.000
1
10.000
Kompor
unit
2
125.000
250.000
3
83.333
Basket
unit
15 15.000
225.000
5
45.000
Timbangan
unit
1
450.000
5
90.000
450.000
Jml Biaya Investasi (Rp)
10.000.000
71.429 12.500
20.833
104.762
UE- Umur Ekonomis Sumber : Data Primer, diolaH 2. Biaya Operasional Biaya operasional atau biaya variabel selalu tergantung pada besar kecilnya produksi per periode waktu. Biaya operasional ini meliputi biaya pembelian bahan baku utama dan pembantu, peralatan, biaya pemeliharaan mesin dan peralatan habis utama, dan upah tenaga kerja. Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dalam 1 tahun diperlukan biaya operasional sebesar Rp 198.225.000,-. Dari seluruh komponen biaya operasional, biaya terbesar adalah untuk pembelian bahan baku ikan yang akan di asap, yakni sebesar Rp 71.400.000,- selama 1 tahun produksi, dengan harga 1 Kg ikan sebesar Rp 8.000/kg. Untuk menghasilkan 85 ekor ikan yang di asap diperlukan 29,75 kg ikan bandeng yang akan di asap dan asumsi hari kerja sebanyak 300 hari selama setahun.
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
29
Tabel 5. 3. Biaya Operasional Pengasapan Ikan (Rp/Tahun) Satuan
Jumlah 1 Thn
Harga Nilai (Rp) (Rp)
kg
8.925
8.000
71.400.000
Garam
Rp/kg
1.063
1.000
1.062.500
Bawang Putih
Rp/kg
213
15.000 3.187.500
Ketumbar
Rp/kg
43
30.000 1.275.000
Asam jawa
Rp/kg
17
75.000 1.275.000
Kalium Sorbat
Rp/kg
213
10.000 2.125.000
Kayu
Rp/kg
128
400.000 51.000.000
Botol Sambal kecap
biji
25.500
353
9.000.000
Kemasan
biji
25.500
176
4.500.000
Minyak Tanah
Rp/liter 600
2.500
1.500.000
No Jenis Biaya 1
Bahan Baku Utama Ikan Basah (Kg)
2
3
Bahan Pembantu
Peralatan Keranjang (Besek)
Paket
6.260
-
Biaya listrik
Rp/bulan 12
75.000 900.000
Biaya Telepon
Rp/bulan 12
150.000 1.800.000
4
Biaya Pemeliharaan Mesin & Peralatan Rp/bulan 12
100.000 1.200.000
5
Tenaga Kerja Tenaga Kerja Tetap
Rp/hari
1
40.000 12.000.000
Tenaga Kerja Tidak Tetap
Rp/hari
2
30.000 18.000.000
Tenaga Manajemen
Rp/hari
1
60.000 18.000.000
Jumlah Biaya Operasional
198.225.000
Sumber : Data Primer, diolah d. Kebutuhan Dana untuk Investasi, Modal Kerja dan Kredit Sementara itu, modal kerja awal yang dibutuhkan sebesar Rp 19.756.645,Modal kerja awal ini merupakan kebutuhan dana yang diperlukan untuk membiayai produksi awal yang dihitung berdasarkan pola produksi pengasapan ikan, yakni selama 30 hari. Dari total modal kerja awal yang dibutuhkan Rp 19.756.645,- sebanyak 51% (Rp 10.000.000) merupakan kredit modal kerja dari bank, sedangkan sisanya sebesar Rp 9.756.645,merupakan dana dari milik pengusaha.
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
30
Tabel 5.4. Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja Pengasapan Ikan (1 Tahun) No 1
2
3
Rincian Biaya Proyek
Total Biaya (Rp)
Dana investasi yang bersumber dari a. Kredit
2.500.000
b. Dana sendiri
7.500.000
Jumlah dana investasi
10.000.000
Dana modal kerja yang bersumber dari a. Kredit
10.000.000
b. Dana sendiri
9.756.645
Jumlah dana modal kerja
19.756.645
Total dana proyek yang bersumber dari a. Kredit
12.500.000
b. Dana sendiri
17.256.645
Jumlah dana proyek 29.756.645 Sumber : Data Primer, diolah Kebutuhan dana untuk usaha pengasapan ikan terdiri dari kebutuhan investasi dan modal kerja, dana investasi dan modal kerja tersebut ada yang bersumber dari kredit bank dan dana milik sendiri. Dana yang dibutuhkan untuk investasi awal sebesar Rp 10.000.000. Sedangkan kebutuhan modal kerja untuk 1 kali siklus produksi sebesar Rp 19.756.645,Dari survey lapangan diperoleh informasi bahwa jangka waktu kredit investasi dan kredit modal kerja yang disalurkan untuk pembiayaan usaha pengasapan ikan ini adalah 1 tahun, tingkat bunga sebesar 17,50% per tahun dengan sistem perhitungan bunga efektif menurun. Perhitungan pengembalian pinjaman kredit investasi ditunjukkan pada Tabel 5.5. Untuk memulai usaha pengasapan ikan, pengusaha membutuhkan dana untuk investasi sebesar Rp 10.000.000,- Dana yang dimiliki sebesar Rp 7.500.000 sehingga sisanya kredit dari bank. Setiap bulan pengusaha membayar angsuran pokok sebesar Rp 208.333,- dan pinjaman pokok tersebut akan lunas pada akhir bulan ke-12, sedangkan bunga yang dibayarkan setiap bulan jumlahnya akan menurun karena sistem pembayaran bunga yang efektif menurun, misalnya pembayaran bunga pada bulan 1 adalah Rp 36.458,- bulan ke-2 Rp 33.420,-, dst.
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
31
Tabel 5.5. Angsuran Pokok dan Bunga Kredit Investasi Bulan
Angsuran Pokok
Bunga
Jumlah
Saldo Akhir 2.500.000
Bulan 1
208.333
36.458
244.792
2.291.667
Bulan 2
208.333
33.420
241.753
2.083.333
Bulan 3
208.333
30.382
238.715
1.875.000
Bulan 4
208.333
27.344
235.677
1.666.667
Bulan 5
208.333
24.306
232.639
1.458.333
Bulan 6
208.333
21.267
229.601
1.250.000
Bulan 7
208.333
18.229
226.563
1.041.667
Bulan 8
208.333
15.191
223.524
833.333
Bulan 9
208.333
12.153
220.486
625.000
Bulan 10
208.333
9.115
217.448
416.667
Bulan 11
208.333
6.076
214.410
208.333
Bulan 12
208.333
3.038
211.372
0
Tahun 1
2.500.000 236.979 2.736.979 Sumber : Data Primer, diolah
Sedangkan untuk membiayai operasional usaha pengasapan ikan, pengusaha membutuhkan dana sebesar Rp 19.756.645,-. Untuk melaksanakan kegiatan operasional usaha Pengasapan Ikan ini, pengusaha meminjam kredit modal kerja sebesar Rp 10.000.000 dari bank dengan jangka waktu kredit selama 1 tahun. Setiap bulan pengusaha membayar angsuran pokok sebesar Rp 833.333,- dan pinjaman pokok tersebut akan lunas pada akhir bulan ke-12, sedangkan bunga yang dibayarkan setiap bulan jumlahnya akan menurun karena sistem pembayaran bunga yang efektif menurun, misalnya pembayaran bunga pada bulan 1 adalah Rp 145.833,- bulan ke-2 Rp 133.681,-, dst. Perhitungan pengembalian pinjaman kredit modal kerja ditunjukkan pada Tabel 5.6.
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
32
Tabel 5.6. Angsuran Pokok dan Bunga Kredit Modal Kerja Bulan
Angsuran Pokok
Bunga
Jumlah
Saldo Akhir 10.000.000
Bulan 1
833.333
145.833
979.167
9.166.667
Bulan 2
833.333
133.681
967.014
8.333.333
Bulan 3
833.333
121.528
954.861
7.500.000
Bulan 4
833.333
109.375
942.708
6.666.667
Bulan 5
833.333
97.222
930.556
5.833.333
Bulan 6
833.333
85.069
918.403
5.000.000
Bulan 7
833.333
72.917
906.250
4.166.667
Bulan 8
833.333
60.764
894.097
3.333.333
Bulan 9
833.333
48.611
881.944
2.500.000
Bulan 10
833.333
36.458
869.792
1.666.667
Bulan 11
833.333
24.306
857.639
833.333
Bulan 12
833.333
12.153
845.486
0
Tahun 1
10.000.000 947.917 10.947.917 Sumber : Data Primer, diolah
e. Produksi dan Pendapatan Output dari usaha pengolahan ikan dengan pengasapan ikan adalah ikan asap . Ikan asap yang diproduksi setiap tahun dengan asumsi sebanyak 300 hari kerja adalah 8.955 Kg (85 ekor per hari) dengan harga jual Rp 25.000/ekor sehingga menghasilkan aliran pendapatan sebesar Rp 223.125.000,- per tahun seperti disajikan pada Tabel 5.7.
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
33
Tabel 5.7. Produksi dan Pendapatan Pengasapan Ikan (Rp/Tahun) Hasil Produksi
Tahun
Kg
Harga
Rupiah
1
8.955
25.000
223.125.000
2
8.955
25.000
223.125.000
3
8.955
25.000
223.125.000
4
8.955
25.000
223.125.000
5
8.955
25.000
223.125.000
Jumlah 44.774 1.115.625.000 Sumber : Data Primer, diolah f. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point Hasil proyeksi rugi laba menunjukkan bahwa pada tahun pertama, usaha pengasapan ikan mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp 19.551.771 dengan profit margin sebesar 8,76% setiap tahun. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa BEP rata-rata berdasarkan nilai penjualan sebesar Rp 17.006.934,-; BEP rata-rata produksi 576 kg; BEP harga rata-rata ikan asap sebesar Rp 22.210/kg dan Total Biaya Rp 22.423/kg seperti ditunjukkan pada Tabel 5.8.
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
34
Tabel 5.8. Proyeksi Laba Rugi Usaha Pengasapan Ikan (Rp) No
Uraian
1
Pendapatan
2
Pengeluaran
3
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
Tahun 4
Tahun 5
223.125.000 223.125.000 223.125.000 223.125.000 223.125.000
a. Biaya Operasional
198.225.000 198.225.000 198.225.000 198.225.000 198.225.000
b. Penyusutan
950.000
950.000
950.000
950.000
950.000
c. Bunga bank
947.917
947.917
947.917
947.917
947.917
Jumlah
200.122.917 200.122.917 200.122.917 200.122.917 200.122.917
Laba sebelum pajak 23.002.083 23.002.083 23.002.083 23.002.083 23.002.083 - Pajak 15%
3.450.312
3.450.312
3.450.312
3.450.312
3.450.312
Laba rugi
19.551.771 19.551.771 19.551.771 19.551.771 19.551.771
4
Profit margin %
8,76%
5
BEP rata-rata =
8,76%
8,76%
8,76%
8,76%
a. Nilai penjualan (Rp) 17.006.934
17.006.934
17.006.934
17.006.934
16.943.632
b. Produksi (kg)
567
567
567
567
565
Biaya operasional
22.210
22.210
22.210
22.210
22.210
Total biaya
22.423
22.423
22.423
22.423
22.423
c. Biaya/Kg =
Sumber : Data Primer, diolah Apabila proyeksi Laba Rugi Usaha Pengasapan Ikan di lihat proyeksi setiap bulan-nya maka dapat ditunjukkan bahwa pada bulan Desember hingga Maret dalam biasanya terjadi musim sepi (paceklik). Sehingga harga jual ikan asap untuk ukuran sama dijual sampai harga Rp 29.000,- per ekor. Namun pada bulan Agustus hingga bulan November karena jumlah ikan yang tersedia relatif banyak (melimpah) maka harga ikan bandeng justru menurun menjadi Rp 22.000,- per ekor. Sedangkan pada bulan April hingga Juni dan bulan Desember biasanya harga jual relatif stabil, yaitu dijual pada harga Rp 25.000,- per ekor bandeng asap.
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
35
Tabel 5.9. Proyeksi Laba Rugi Usaha Pengasapan Ikan (Rp) pada kondisi Normal NORMAL No
Uraian
April
Mei
Juni
Juli
25.000
25.000
25.000
25.000
18.593.750
18.593.750
18.593.750
18.593.750
15.826.500
15.826.500
15.826.500
15.826.500
b. Penyusutan
121.133
121.133
121.133
121.133
c. Bunga bank
273.438
243.056
212.674
182.292
16.221.071
16.190.689
16.160.307
16.129.925
2.372.679
2.403.061
2.433.443
2.463.825
355.902
360.459
365.016
369.574
2.016.777
2.042.602
2.068.427
2.094.251
1
Pendapatan
2
Pengeluaran a. Biaya Operasional
Jumlah Laba sebelum pajak - Pajak 15% 3 Laba rugi 4
Profit margin %
5
BEP rata-rata = a. Nilai penjualan (Rp) b. Produksi (kg)
10,85%
10,99%
2.651.207
11,12%
2.447.064
11,26%
2.242.921
2.038.778
106
98
90
82
Biaya operasional
53
53
53
53
Total biaya
54
54
54
54
c. Rp/Kg =
Sumber : Data Primer, diolah
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
36
Tabel 5.10 Proyeksi Laba Rugi Usaha Pengasapan Ikan (Rp) pada kondisi Sepi SEPI (Paceklik) No
Uraian
1
Pendapatan
2
Pengeluaran
Desember
Januari
Februari
Maret
29.000
29.000
29.000
29.000
21.568.750
21.568.750
21.568.750
21.568.750
18.358.740
18.358.740
18.358.740
18.358.740
b. Penyusutan
121.133
121.133
121.133
121.133
c. Bunga bank
30.382
364.583
334.201
303.819
18.510.255
18.844.457
18.814.075
18.783.693
3.058.495
2.724.293
2.754.675
2.785.057
413.201
417.759
2.341.474
2.367.299
a. Biaya Operasional
Jumlah Laba sebelum pajak - Pajak 15% 3 Laba rugi 4
Profit margin %
5
BEP rata-rata = a. Nilai penjualan (Rp) b. Produksi (kg)
458.774
408.644
2.599.721 12,05%
2.315.649 10,74%
1.018.064
10,86%
10,98%
3.263.635
3.059.492
2.855.349
35
113
105
98
61
61
61
61
61
63
63
62
c. Rp/Kg = Biaya operasional Total biaya
Sumber : Data Primer, diolah
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
37
Tabel 5.11 Proyeksi Laba Rugi Usaha Pengasapan Ikan (Rp) pada kondisi Ramai RAMAI No
Uraian
Agustus September Oktober November 22.000
1
Pendapatan
2
Pengeluaran
22.000
22.000
22.000
16.362.500 16.362.500 16.362.500 16.362.500
a. Biaya Operasional
13.668.341 13.668.341 13.668.341 13.668.341
b. Penyusutan
121.133
121.133
121.133
121.133
c. Bunga bank
151.910
121.528
91.146
60.764
Jumlah
13.941.384 13.911.002 13.880.620 13.850.238
Laba sebelum pajak 2.421.116 2.451.498 2.481.880 2.512.262 - Pajak 15%
363.167
367.725
372.282
376.839
3 Laba rugi
2.057.949 2.083.773 2.109.598 2.135.423
4
Profit margin %
12,58%
5
BEP rata-rata =
12,74%
12,89%
13,05%
a. Nilai penjualan (Rp) 1.658.279 1.473.759
1.289.240 1.104.721
b. Produksi (kg)
; 75
67
59
50
Biaya operasional
; 45
45
45
45
Total biaya
46
46
46
46
c. Rp/Kg =
Sumber : Data Primer, diolah Dari Tabel 5.9 hingga Tabel 5.11. menunjukkan bahwa usaha pengasapan ikan mengalami perubahan harga jual ikan dalam satu tahun. Perubahan harga jual ini disebabkan karena adanya perubahan tersedianya bahan baku utama (ikan). Pada kondisi sepi/paceklik (biasanya terjadi pada bulan Desember hingga Maret) pengusaha masih mendapatkan laba sebesar Rp 2.300.000,- hingga Rp 2.500.000,- sehingga tetap mampu memenuhi kewajiban keuangan. Begitu pula pada kondisi normal maupun rami, pengusaha tetap mampu mendapatkan laba dan memenuhi kewajiban keuangannya. Bahkan pada kedua kondisi tersebut ada kecenderungan peningkatan profit margin yang bisa dinikmati oleh pengusaha pengasapan ikan. Di bawah ini ditunjukkan proyeksi biaya dan pendapatan yang akan diperoleh dari usaha pengasapan ikan. Biaya pada tahun ke-0 sebesar Rp Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
38
10.000.000,- dan pendapatan = 0 karena pada tahap ini produksi belum dilaksanakan. Pada tahun ke-1 sampai dengan ke-4, besarnya pendapatan setiap tahun sebesar Rp 223.125.000,- dan pada tahun ke-5 sebesar Rp 223.229.762,- Pengeluaran pada tahun 1-3 sebesar Rp 202.750.000,- dan pada tahun ke-4 jumlah pengeluaran menjadi sebesar Rp 203.150.000, karena ada re-investasi. Sedangkan pada tahun ke-5 sebesar Rp 202.750.000,Dengan tingkat pendapatan yang stabil pada tahun 1-4, maka terjadi surplus pendapatan usaha pengasapan ikan pada tahun 1-3 sebesar Rp 20.375.000,dan pada tahun ke 4 karena ada reinvestasi, surplus pendapatan menjadi Rp 19.975.000,-. Sedangkan pada tahun ke-5 surplus pendapatan meningkat menjadi Rp 20.479.762,Tabel 5.12. Proyeksi Biaya dan Pendapatan Usaha Pengasapan Ikan (Rp) No Uraian
Tahun 0
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
Tahun 4
Tahun 5
1
Pendapatan 0
223.125.000 223.125.000 223.125.000 223.125.000 223.229.762
2
Pengeluaran 10.000.000
202.750.000 202.750.000 202.750.000 203.150.000 202.750.000
3
Laba/Rugi
(10.000.000) 20.375.000 20.375.000 20.375.000 19.975.000 20.479.762
Sumber : Data Primer, diolah g. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan dengan menetapkan suatu prediksi perubahan pada komponen harga, baik pada harga beli input (bahan baku terutama ikan dan kayu yang mencapai 61,72% dari biaya operasional, dan perubahan musim yang terjadi) maupun harga jual output, dan yang akan mengakibatkan adanya perubahan pada pendapatan dan pengeluaran yang menyebabkan perubahan pada arus kas. Untuk menguji sensitivitas usaha terhadap perubahan asumsi pendapatan dan biaya operasional, digunakan beberapa simulasi. Simulasi Penurunan Pendapatan: Berdasarkan perhitungan pada arus kas dengan menggunakan asumsi dasar kemudian dilakukan simulasi pendapatan dengan memperkirakan adanya penurunan pendapatan sebesar 3,25%. Hasil simulasi ini menunjukkan bila pendapatan turun hingga 3,25%% usaha ini masih layak dan menguntungkan untuk dilanjutkan karena nilai IRR > suku bunga kredit yang berlaku, yaitu sebesar IRR=18,61% nilai NPV positif, Rp 754.680,- dan Nilai Net B/C Ratio yang > 1, yaitu sebesar 1,03. Dengan melakukan trial and error besarnya penurunan pendapatan, diperoleh hasil bahwa apabila terjadi penurunan pendapatan lebih dari Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
39
5,00%, maka akan menyebabkan usaha pengasapan ikan ini menjadi tidak layak dilaksanakan. Simulasi yang digunakan, bila terjadi penurunan pendapatan hingga atau lebih dari 5,00%, IRR yang diperoleh = -1,23%, NPV negatif, Rp (11.595.537) dan hasil B/C Ratio < 1, yaitu sebesar 0,61 seperti dirangkum pada Tabel 5.13.
Tabel 5.14. Analisis Sensitivitas : Pendapatan Turun No 1 2 3
Kriteria Kelayakan NPV IRR Net B/C ratio
Penilaian
Turun 3,25% Turun 5,00% Rp 754.680 Rp (11.595.537) 18,61% -1,23% 1,03 0,61 Layak Tidak layak dilaksanakan dilaksanakan Sumber : Data Primer, diolah
Simulasi Peningkatan Biaya Operasional: Pada tahap ini, dilakukan simulasi pada komponen biaya. Apabila biaya operasional mengalami kenaikan sebesar 3,75%, diperoleh IRR sebesar 17,76%, Net B/C Ratio positif lebih dari 1 (1,01), dan NPV > 0 yaitu sebesar Rp 179424,- dengan demikian dapat disimpulkan usaha ini masih layak dilaksanakan jika terjadi kenaikan biaya operasional hingga 3,75%. Namun kenaikan biaya operasional yang dapat ditoleransi sampai pada 5%, artinya usaha Pengasapan ikan ini menjadi tidak layak apabila terjadi kenaikan biaya operasional diatas 5%. Simulasi kenaikan biaya operasional sebesar 5% diperoleh hasil nilai IRR=5,75%, NPV negatif yaitu sebesar Rp (7.657.701,-) dan hasil perhitungan Net B/C Ratio < 1, yaitu sebesar (0,74). Tabel 5.15. Analisis Sensitivitas: Biaya Operasional Naik No Kriteria Kelayakan Naik 3,75% Naik 5,00% 1 NPV Rp 179.424 Rp (7.657.701) 2 IRR 17,76% 5,57% 3 Net B/C ratio 1,01 0,74 Tidak layak Penilaian Layak dilaksanakan dilaksanakan Sumber : Data Primer, diolah
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
40
Simulasi Perubahan pada Pendapatan dan Biaya: Apabila pendapatan dan biaya operasional mengalami perubahan secara bersamaan, misalkan pendapatan mengalami penurunan sebesar 1,75% dan secara bersamaan biaya operasional naik sebesar 1,75%, maka diperoleh nilai IRR sebesar 18,04%, Net B/C Ratio=1,01, dan NPV=Rp 368.606,kondisi ini menunjukkan bahwa usaha pengasapan ikan ini masih layak untuk dilaksanakan, karena nilai IRR > tingkat bunga, NPV positif, dan B/C Ratio > 1. Namun, apabila menggunakan skenario dalam kondisi terjadi penurunan pendapatan hingga sebesar 3,00% dan biaya operasional naik sebesar 3,00%. Maka dari hasil simulasi menunjukkan bahwa IRR =10,29%, di mana nilai tersebut di bawah tingkat bunga kredit, B/C Ratio <1 yaitu sebesar 0,45 dan nilai NPV-nya negatif Rp (16.290.101,-). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada kondisi ini, usaha pengasapan ikan ini sudah tidak layak untuk dilakukan, karena bila dianalisis secara finansial sudah tidak layak. Selengkapnya hasil analisis sensitivitas keuangan pengasapan ikan ini terlihat pada Tabel 5.16. Tabel 5.16. Analisis Sensitivitas : Perubahan Pendapatan dan Biaya
No 1 2 3
Kriteria Kelayakan NPV IRR Net B/C ratio Penilaian
Pendapatan turun 1,75% Pendapatan turun dan 3,00% dan Biaya Biaya Naik 1,75% Naik 3,00% Rp 368.606 Rp (16.290.101) 18,04% -10,29% 1,01 0,45 Tidak layak Layak dilaksanakan dilaksanakan Sumber : Data Primer, diolah
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
41
6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Sosial a. Aspek Ekonomi dan Sosial 1. Manfaat Ekonomi : Penciptaan Pendapatan dan Kesempatan Kerja
Kegiatan pengolahan ikan bandeng asap di Kabupaten Sidoarjo sebagai salah satu kegiatan usaha yang memiliki manfaat ekonomi berupa penciptaan pendapatan bagi masyarakat sekitar sekaligus memberikan peluang kerja bagi. Penciptaan pendapatan tersebut memberikan manfaat langsung bagi pengolah/pengusaha, masyarakat sekitar sebagai tenaga kerja dan juga para nelayan/petambak sebagai ujung tombak penyediaan ikan sebagai bahan baku. Bagi pengolah/pengusaha, jelas kegiatan usaha pengolahan ikan bandeng sebagian besar sebagai sumber pencaharian sehari-hari, meskipun ada beberapa pengolah yang juga melakukan usaha bisnis lain (jadi usaha pengolahan ikan bandeng asap hanya sebagai sambilan). Sehingga mereka hanya melakukan kegiatan pengolahan bandeng asap apabila ada pemesanan terutama pada saat musim ramai (banyak permintaan) yakni sekitar bulan besar (hari Raya) dan musim liburan. Bagi nelayan/petambak sebagai penyedia bahan baku, hasil tangkapan ikan bandeng yang bersifat musiman juga mempengarhui tingkat pendapatan mereka. Terkecuali untuk para petambak, dimana produksi ikan bandeng dapat diatur sedemikian rupa sehingga produksi ikan bandeng lebih dapt stabil sepanjang tahun. Ketersediaan benih ikan bandeng di beberapa hatchery lebih menjamin stabilitas produksi ikan bandeng sepanjang tahun dibandingkan dengan produksi hasil tangkapan. Sementara itu bagi masyarakat sekitar sebagai tenaga kerja, kegiatan produksi ikan bandeng asap telah memberikan tambahan penghasilan. Merka biasanya berkerja sebagai tenaga tetap dan juga ada yang bersifat pocokan tergantung kapasitas produksi dan kondisi musim ramai tidaknya pembeli. Mengingat bahwa kegiatan pengolahan ikan bandeng asap merupakan kegiatan usaha skala rumah tangga (kecil dan menengah) maka kapasitas produksinya juga terbatas. Beberapa pengolah bahakan hanya melakukan kegiatan produksi 2-3 hari per minggu. Bagi pengolah yang melakukan kegiatan produksi setiap hari juga kpasitasnya terbatas, kecuali pada musim ramai pembeli. Kondisi demikian menyebabkan pada musim sepi pengunjung para tenaga kerja tersebut juga melakukan kegiatan lain sebagai upaya untuk mendapatkan penghasilan. Sebagai salah satu produk unggulan khas Kabupaten Sidoarjo, maka usaha pengolahan bandeng asap dapat digunakan sebagai aset sumber pendapatan asli daerah. Kontribusi ini tidak hanya dari pengolah ikan bandeng asap tetapi juga berasal dari para nelayan tangkap dan nelayan tambak penghasil ikan bandeng segar.
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
42
2. Manfaat Sosial Ikan bandeng asap seringkali dikonsumsi sebagai bahan lauk pauk oleh masyarakat, meskipun sebagain orang juga mengkonsumsinya sebagai makanan tunggal (istilah dalam bahasa Jawa “digado” tanpa menggunakan nasi). Adanya bumbu berupa sambal (campuran antara cabai, bumbubumbu dan petis) membuat ikan bandeng asap memang memiliki khas citarasa dan sangat disukai oleh konsumen. Pengolahan ikan bandeng asap dapat dikatakan sebagai salah satu upaya diversifikasi olahan hasil perikanan. Seperti halnya ikan bandeng presto sebagai produk khas kota Semarang, maka cara konsumsi dapat dilakukan dalam jumlah yang lebih banyak (karena rasa yang tidak terlalu asin) sehingga sangat membantu upaya pemerintah dalam meningkatkan “protein intake” bagi masyarakat. Kondisi saat ini tingkat konsumsi ikan nasional untuk masyarakat Indonesia masih jauh dibawah dibandingkan dengan negara lain seperti Jepang, Korea, Taiwan, Singapura, Thailand yang memiliki luasan perairan lebih kecil. Mereka sudah memahami betapa penting dan bermanfaatnya mengkonsumsi ikan karena memberikan efek kesehatan dan kecerdasan bagi tubuh manusia. Berikut adalah gambaran nilai gizi ikan secara umum seperti pada Tabel 6.1. Adanya kecenderungan peningkatan konsumsi ikan secara global dari 70,82 juta ton pada tahun 1990 menjadi 92,50 juta ton pada tahun 1997 dan bahkan sekarang mungkin sudah lebih tinggi lagi. Hal ini berjalan seiring dengan meningkatnya kesadaran manusia akan pentingnya hasil perikanan bagi kesehatan.(Dahuri R, 2002). Di beberapa negara maju, ikan telah dikenal sebagai suatu komoditi yang populer karena eksotik, memiliki rasa yang enak, ringan dan bagus untuk kesehatan. Ikan merupakan sumber asam lemak tak jenuh, taurin dan asam lemak omega –3, terutama untuk jenis ikan seperti tuna, tongkol, kembung dan lemuru dimana komponen tersebut telah terbukti efektif untuk mencegah penyumbatan pembuluh darah (arteriosclerosis). Oleh karena itu banyak orang berpendapat untuk meningkatkan konsumsi protein harian (daily protein intake) terutama yang berasal dari ikan dan konsumsi ikan yang paling bagus adalah ikan yang memiliki mutu kesegaran terbaik, dimana hal tersebut sangat terkait dengan teknik penanganan ikan setelah ditangkap. (Agustini, TW. Dkk., 2004). Manfaat makan ikan sudah banyak diketahui orang, seperti di negara Jepang dan Taiwan, ikan merupakan makanan utama dalam lauk sehari-hari yang memberikan efek awet muda dan harapan hidup lebih tinggi dari negara lainnya. Penggolahan ikan dengan berbagai cara dan rasa menyebabkan orang mengkonsumsi ikan lebih banyak. b. Dampak Lingkungan Kegiatan usaha perikanan sejak ditempat pendaratan, penanganan ikan, sampai pada pegolahan ikan umumnya selalu menghasilkan limbah, mulai dari limbah cair maupun padat. Semua ini berakibat pada pencemaran Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
43
lingkungan baik udara (berupa bau) karena sifat ikan yang mudah mengalami pembusukan dan menimbulkan bau. Pencemaran perairan sekitar karena seringkali bahwa tempat pengolahan ikan seperti di Kabupaten Sidoarjo yang mayoritas merupakan usaha skala kecil (rumah tangga) tidak melakukan pengelolaan terhadap limbah yang dihasilkan sebagaimana yang sering terjadi pada pengolah ikan tradisional lainnya di Indonesia. Limbah cair mengandung bahan organik terlarut air (seperti darah, lendir, dll) dan tidak terlarut (lemak). Sedangkan limbah padat orgaik umumnya berupa isi perut, sisik, insang, tulang, kulit dan sirip ikan (Prayitno, 2004). Untuk pengolahan ikan bandeng asap limbah padat dapat berupa isi perut, insang, dan sisik, yang dapat dimanfaatkan untuk produk lain seperti misalya pembuatan pepes jeroan dari bahan baku limbah isi perut (hati, usus dsb) yang juga diminati oleh masyarakat. Namun biasanya bukan pengolah yang memanfaatkan bahan tersebut tetapi diambil oleh orang lain yang memanfaatkan bahan tersebut untuk diolah menjadi pepes. Dampak lingkungan lain yang umum terjadi sebagai akibat dari kegiatan pengolahan ikan asap adalah pencemaran udara karena asap yang timbul. Seperti yang terjadi di Kota Semarang utamanya di sentra pengolahan ikan panggang seperti Bandarharjo, Tambaklorok dan Krobokan, pencemaran udara yag ditimbulkan oleh kegiatan usaha pengasapan/pemanggagan sangat megganggu lingkungan dan bahkan masyarakat disekitar lokasi. (Nastiti, 2006). Pembuatan cerobong pembuangan asap yang terlalu pendek berdampak pada polusi udara dan bisa mempengaruhi kesehatan. Belum lagi pencemaran oleh buangan limbah padat dan cairnya yang juga berakibat pada pencemara udara karena timbulnya bau busuk. Instalasi saluran air yang kurang baik berakibat pada hal ini semua. Kondisi yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo agak berbeda karena para pengolah ikan bandeng asap biasanya menggunakan alat pengasap dalam kondisi tertutup sehingga efek pencemaran udara lingkungan lebih kecil dan hanya terjadi pada luasan yang terbatas (dalam lingkungan rumah pengolah itu sendiri). Yang perlu diperhatikan disini adalah buangan limbah cair yang harus disediakan dengan memberikan instalasi saluran buangan secara tertutup dan lancar sehingga tidak menimbulkan bau busuk.
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
44
7. Penutup a. Kesimpulan 1. Usaha pengasapan ikan memiliki peluang dan potensi pengembangan di masa mendatang mengingat sumber daya perikanan di Indonesia yang diperkirakan masih sangat luas. 2. Proses pengasapan ikan dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi yang sederhana, proses pengasapan ikan ini terdiri dari beberapa tahap yakni, ikan disiangi, pencucian, perendaman, pencucian, penggantungan dalam lemari pengasapan, didinginkan dan penyimpanan. 3. Usaha pengolahan ikan dengan melakukan pengasapan pada ikan layak dilaksanakan, karena usaha ini memberikan keuntungan, meskipun rentan terhadap perubahan komponen biaya bahan baku, terutama ikan dan kayu bakar. 4. Hasil analisis kelayakan keuangan dengan menggunakan indikator NPV, IRR, dan B/C Ratio dengan tingkat bunga kredit sebesar 17,50% per tahun diperoleh hasil nilai IRR yang lebih tinggi dari tingkat bunga kredit yang berlaku yakni 49,13% pada discount rate 17,50%, NPV positif sebesar Rp 23.690.796,-; dan nilai Net B/C Ratio=1,80. Hasil ini menunjukkan bahwa usaha pengasapan ikan ini dapat diterima dan layak untuk dilaksanakan. 5. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas disimpulkan bahwa usaha pengasapan ikan ini sensitif apabila pendapatan mengalami penurunan lebih dari 3,25%; sedangkan biaya operasional tidak mengalami perubahan sama sekali, maka usaha pengasapan ikan ini dinyatakan tidak layak untuk dilaksanakan. Begitu pula, apabila pendapatan diasumsikan tetap namun biaya operasional mengalami kenaikan lebih dari 5,00%, maka usaha pengasapan ikan ini juga tidak layak untuk dilaksanakan. 6. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usaha pengasapan ikan ini dapat dikategorikan usaha yang rentan terhadap penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional. Bila terjadi penurunan pendapatan sampai dengan 3,75% dan secara bersama-sama terjadi kenaikan biaya operasional sampai 5,00% maka usaha pengasapan ikan ini tidak layak untuk dilaksanakan. 7. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas terhadap adanya penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional secara bersama-sama, maka bila Pendapatan Turun 1,75% dan Biaya Operasional Naik 1,75%, maka usaha pengasapan ikan masih dinyatakan layak dilaksanakan. Tetapi bila Pendapatan Turun 3% dan Biaya Operasional Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
45
Naik 3,%, maka usaha pengasapan ikan dinyatakan tidak layak untuk dilaksanakan. b. Saran 1. Dari sisi teknis produksi, pengolahan ikan dengan melakukan pengasapan ikan di Sidoarjo sudah cukup baik karena pengusaha (produsen) ikan asap di Sidoarjo sudah menggunakan semacam ”almari” untuk melakukan pengasapan dan asap dibuang melalui cerobong yang dibuat relatif cukup tinggi. Sehingga lebih higienis dan mengurangi kadar polusi udara. Namun dalam melakukan proses produksi masih belum ada standardisasi jangka waktu pengasapan. Sehingga perlu ada ada pembinaan dari Dinas Kelautan dan Perikanan maupun instansi terkait lain dalam meningkatkan mutu dan kualitas proses produksi ikan asap. 2. Dari sisi perbankan, usaha pengasapan ikan ini layak untuk dibiayai, namun perbankan dalam menyalurkan kredit investasi dan modal kerja perlu lebih memperhatikan aspek dan kemampuan pengusaha dalam mempertahankan kontinuitas produksi
Bank Indonesia – Usaha Pengasapan Ikan
46