BAB II ANALISIS DATA
A. Analisis Struktural Analisis struktural merupakan langkah awal untuk memaparkan sebuah karya sastra secara detil dan teliti. Analisis struktural merupakan tahap pendahuluan dari penelitian sebuah karya sastra dan tidak dapat berdiri sendiri secara terpisah, melainkan saling berkaitan erat dalam sebuah bentuk kesatuan yang utuh. Analisis struktural karya sastra fiksi dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, mendeskripsikan fungsi, serta hubungan antar unsur intrinsik (Nurgiyantoro, 2007:37). Analisis struktural pada novel Pupus Kang Pêpês karya Suharnomo Kasiyun menekankan pada enam unsur pembentuk karya sastra yang bersifat intrinsik meliputi tema, alur, penokohan, latar, sudut pandang, dan amanat. Seluruh unsur tersebut juga mewakili analisis struktural karya sastra, selanjutnya diuraikan secara berurutan dalam rangka pembahasan segi struktur karya sastra novel Pupus Kang Pêpês karya Suharnomo Kasiyun. 1. Tema Tema menurut Stanton dan Kenny adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2007:67). Tema merupakan hal pokok dalam sebuah karya sastra. Jalinan keseluruhan cerita terikat pada tema. Tema unsur
39
40
pokok yang mewarnai jalannya cerita dari awal hingga akhir dalam satu frame. Tema dalam novel Pupus Kang Pêpês karya Suharnomo Kasiyun adalah perjuangan seorang tokoh menghadapi dinamika konflik keluarga dan dunia kampus dalam kehidupannya. Sosok Dr. Subekti mengalami konflik yang sangat kompleks. Konflik berawal dari keluarga dan dikembangkan oleh pengarang sehingga mengganggu kelangsungan hidupnya. Permasalahan dalam keluarga menjadi dasar kehancuran diri Dr. Subekti. Dinamika kehidupan dunia Kampus juga merubah impian dalam mengemban amanah dan mencerdaskan penerus bangsa. Pengarang menambahkan berbagai konflik dalam kehidupannya, sehingga konflik yang muncul semakin dinamis dan kompleks. 2. Alur Alur merupakan unsur fiksi yang penting di dalam karya sastra yang berbentuk prosa. Pada prinsipnya seperti juga bentuk sastra lainnya, suatu fiksi harus bergerak dari suatu permukaan (beginning), melalui suatu pertengahan (middle), menuju suatu akhir (ending), yang dalam dunia sastra lebih dikenal sebagai eksposisi, komplikasi, dan regulasi atau denoument (Tarigan, 1984: 127). Alur merupakan rangkaian sebuah cerita dari awal hingga akhir. Alur yang baik adalah alur yang dapat membantu mengungkapkan tema dan amanat dari peristiwa - peristiwa serta adanya hubungan sebab akibat yang wajar antara peristiwa yang satu dengan yang lain. Novel Pupus Kang Pêpês
41
karya Suharnomo Kasiyun memiliki alur maju dengan tekhnik flashback. Rangkaian alur akan diuraikan sebagai berikut. a. Situation Tahap situation merupakan tahap yang berisi berbagai pelukisan dan pengalaman situasi latar dan tokoh - tokoh dalam cerita (Nurgiyantoro, 2007: 149−150). Alur diawal mengisahkan tentang kedatangan sosok Dr. Subekti dari Lexington Amerika Serikat. Ia melewati hari - harinya untuk menuntut ilmu selama dua tahun. Setelah menyelesaikan kewajibannya, ia akhirnya pulang ke kampung halaman. Kutipan: “Aneh, tansaya cedhak karo Surabaya atine tambah dheg-dhegan. Apa kang wus dumadi sasuwene iki? Rong taun lawase dheweke ninggalake Surabaya, ninggalake Indonesia ngudi ilmu menyang Amerika rasane kaya suwi banget. Waktu rong taun krasa luwih saka sewindu. Saiki bareng wis teka titiwancine rasane kaya mung sakeplasan. Ewasemono rasa kangen marang anak, bojo, mahasiswa, lan kahanan universitas kang ora kena disayuti. Wis sepira saiki gedhene Andri anake kang nalika ditinggal mbiyen isih umur rong taun? Apa isih kelingan karo bapake? Apa ora wedi mengko yen ketemu dheweke? Terus piye kahanane Yuni? …” (PKP Hal. 1) Terjemah: “Aneh, semakin dekat Surabaya hatinya semakin tidak karuan. Apa yang telah terjadi selama ini? Dua tahun lamanya meninggalkan Surabaya, meninggalkan Indonesia menuntut ilmu ke Amerika terasa sangat lama. Waktu dua tahun terasa lebih dari sewindu. Sekarang sudah tiba saatnya rasanya seperti sekejap saja. Seperti halnya rasa rindu kepada anak, istri, mahasiswa, dan keadaan Universitas yang tidak bisa dirangkulnya. Sudah seberapa besarnya Andri anaknya sekarang yang ketika ditinggal dulu masih berumur dua tahun? Apa masih teringan dengan bapaknya? Apa tidak takut jikalau bertemu dengannya? Lalu bagaimana keadaan Yuni?...” (PKP Hal. 1)
42
Kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh Subekti sangat merindukan keluarga yang telah ditinggalnya. Selama dua tahun merantau merelakan keluarga demi tercapainya cita - cita untuk membahagiakan anak, istri, dan almamater. Kebahagiaan mendalam dirasakan oleh seorang ayah ketika akan bertemu dengan anak kesayangannya. Ia merindukan istri tercinta. Ia juga merasa bangga terhadap almamater yang telah memberikan kesempatan untuknya belajar kembali menempuh S3 ke Amerika. Bukan hanya keluarga kecilnya, kerinduan seorang ibu dan saudara kandungnya juga menyelimuti kedatangan Dr. Subekti, seperti kutipan di bawah ini. Kutipan: “Alon-alon banget dheweke mlebu njujug pawon, sawijining ibu kang rikmane putih memplak lagi ngrajang bligo. Atine sumendhal. “Ibu…!” Suwarane mandheg ana gorokan. Kang diundang kaget. “Bekti…! Kowe teka Le…!” dheweke ngangkul kenceng, diajak bali mlebu omah.” (PKP hal. 8) Terjemah: “Pelan-pelan sekali dia memasuki ruang dapur, seseorang ibu yang rambutnya hampir semua berwarna putih sedang mengiris labu siam. Hatinya terkaget - kaget. “Ibu…!” Suwaranya berhenti di tenggorokan. Yang dipanggil merasa kaget. “Bekti…! Kamu datang Nak…!” dia merangkul kencang, diajak kembali masuk rumah.” (PKP hal. 8)
Kerinduan ibu terhadap anak kandung terlihat pada kutipan tersebut. Kedatangan anak lelaki tersayang disambut dengan hangat oleh ibunya. Keadaan ibu semakin bertambah usianya membuat hati Dr. Subekti menjadi sedih. Ibu merangkul dengan kencang menandakan kerinduan yang sangat dalam.
43
b. Generating Circumstances Generating circumstances adalah tahap pemunculan konflik dan peristiwa yang menyulut terjadinya konflik. Tahap generating circumstances mulai muncul konflik. Pengarang memunculkan konflik keluarga sebagai awal tahapan konflik dalam cerita (Nurgiyantoro, 2007: 149−150). Ketika ditinggal ke Amerika, keluarga kecilnya hancur seketika. Keluarga ibu Dr. Subekti berupaya untuk menyembunyikan kenyataan bahwa istrinya selingkuh, hingga pada akhirnya kenyataan pait tersebut diketahuinya. Ia harus rela menerima keadaan istrinya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut. Kutipan: “Rasane awake kaya tanpa balung. Nglempreg. Tibake mung samono kasetyane Yuni. Yuni sing wis dipercaya nganthi dheweke mencaki dinadina kang bakal lumaku. Yuni sing wis dipercaya dadi ibune anake jebul mung samono imane.” (PKP hal. 17) Terjemahan: “Rasanya badannya seperti tanpa tulang. Lemas. Ternyata hanya segitu kesetiaan Yuni. Yuni yang telah dipercaya sampai ia melewati hari-hari yang dilaluinya. Yuni yang telah dipercaya menjadi ibunya anaknya ternyata hanya segitu imannya.” (PKP hal. 17) Dr. Subekti dihibur oleh teman terdekatnya ketika ia teringat istri dan anak di rumah. Ia belajar tanpa lelah, banting tulang di negeri orang demi mendapatkan predikat doktor. Perjuangan yang ia lakukan semata-mata untuk membahagiakan orang - orang terdekatnya, akan tetapi semua perjuangannya sia - sia. Istri yang telah dipercaya menjadi ibu dari anaknya tega berbuat
44
serong. Dr. Subekti sebagai seorang lelaki merasa gagal dalam membina rumah tangganya. Ia kecewa terhadap perilaku istrinya.
c. Rising Action Rising action merupakan tahap peningkatan konflik, konflik yang dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya (Nurgiyantoro, 2007: 149−150). Konflik ditambah oleh pengarang melalui hubungan profesionalitas dalam kampus. Sosok Dr. Subekti adalah orang yang sangat hebat, akan tetapi kehebatannya kalah dengan rasa tunduk dan baktimya kepada atasan. Ia mudah menerima perintah yang diberikan kepadanya. Sifat patuh, jujur, dan keluguan membuat dirinya dimanfaatkan oleh rekan kerjanya. Kutipan: “Karo lungguh ndheglek, Ketua Jurusan mlintir-mlintir brengose sing njlaprang. Bekti lungguh karo mbukaki majalah ilmiah terbitan almamatere. “Wis ta Dhik Bekti ora usah ngajar ana kana. Kaya ora ana PT swasta liya bae.” “Kula sampun kadhung sagah punika,” wangsulane Bekti. “Rak kena dibatalke ta?” “Kula sampun kadhung mucal.” Ketua jurusan meneng, bali mlintiri brengose. Mripate nyawang tajem, kaya kepingin njajagi atine.” (PKP hal. 26) Terjemahan: “Sambil duduk tegap (kepalanya menghadap keatas), Ketua Jurusan memlintir-mlintir kumisnya yang panjang. Bekti duduk sambil membuka majalah ilmiah terbitan almamaternya. “Sudahlah Dhik Bekti, tidak usah mengajar disana. Kayak tidak ada PT swasta lain saja.”
45
“Saya sudah terlanjur janji itu.” Jawabnya Bekti. “Kan bisa dibatalin kan?” “Saya sudah terlanjur mengajar.” Ketua jurusan diam, memlintir kembali kumisnya. Matanya memandang dengan tajam, seperti ingin menguasai hatinya.” (PKP hal. 26) Sosok Dr. Subekti kaget setelah mendengar perkataan Ketua jurusan. Ketua jurusan adalah orang yang dihormatinya. Tidak disangka ia berniat menjadikannya sebagai objek bisnis monopoli pendidikan. Dr. Subekti menjadi korban keserakahannya. Ia merasa dijadikan barang taruhan untuk mencapai popularitas mereka. 1) Plagiarisme Pak Giri adalah tokoh yang bersifat rakus dan gila terhadap kedudukan. Tokoh Pak Giri menjabat sebagai ketua jurusan. Perbuatan plagiat tidak diketahui oleh orang lain kecuali Dr. Subekti. Berikut kutipannya. Kutipan: “Dumadakan atine Bekti kaya malah ditantang nalusuri tulisan kuwi. Dheweke bali ngeling-eling, nalika kuliah Pascasarjana ana Jakarta..! Ya ampun… Pak Caraka. Pak Caraka kancane tunggal kost. Makalah iku persis karo skripsine dhosen saka Ujung Pandang nalika nempuh sarjanane.“ (PKP hal. 45) Terjemahan: “Secara mendadak Bekti hatinya tertantang untuk menelusuri tulisan tersebut. Dia mengingat-ingat kembali, ketika kuliah Pascasarjana di Jakarta..! Ya ampun… Pak Caraka. Pak Caraka temannya sekosan. Makalah tersebut sama dengan skripsinya dosen dari Ujung Pandang ketika menempuh sarjananya.” (PKP hal. 45) Pak Giri menjadi pemakalah dalam sebuah acara di Universitas Bina Pemuda. Tidak terduga bahwa beliau menyajikan makalah milik Pak Caraka.
46
Pak Caraka merupakan seorang guru berusia lanjut. Ia adalah teman sekamar Pak Giri ketika masih menempuh sarjana di Jakarta. Dr. Subekti merasa kecewa dengan perbuatan atasannya tersebut. Ia menjadi manusia bermuka dua. Makalah plagiat yang disajikannya di muka umum menjadikan dirinya seorang
yang hebat.
Perbuatan
menghalalkan
segala
cara
tersebut
dilakukannya demi mendapatkan prestise. 2) Perselingkuhan Perselingkuhan menjadi tahap peningkatan konflik selanjutnya. Konflik telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Konflik selanjutnya dimulai ketika Upik datang ke kost kakak iparnya. Upik mulai bercerita kejadian yang telah terjadi selama Dr. Subekti berada di Amerika. Ia mendengarkan cerita Upik dengan seksama. Kutipan 1: “Nalika liburan semesteran aku lan kanca-kancaku kabeh padha mulih. Omah sing dikontrak Mas Bekti kosong. Bareng aku bali menyang omah ika nalika liburan wis entek, tangga-tangga padha crita menawa Mbak Yuni karo Mas Joko bubar digerebek Pak RT.” (PKP hal. 49) Terjemahan 1: “Ketika liburan semester aku dan teman-temanku semuanya pulang. Rumah yang dikontrak Mas Bekti kosong. Ketika aku balik dari rumah itu ketika liburan sudah selesai, para tetangga cerita kalau Mbak Yuni dengan Mas Joko selesai digrebek Pak RT” (PKP hal. 49) Upik menceritakan kejadian kakaknya dengan terus meneteskan air mata. Dr. Subekti baru mengetahui kejadian tersebut secara detil. Yuni telah melemparkan kotoran di mukanya. Perselingkuhannya diketahui oleh warga
47
sekitar, sehingga seketika itu mereka digerebeg oleh warga dan Pak RT. Dr. Subekti merasa malu dengan perbuatan istrinya tersebut. Kutipan 2: “Mas Bekti isih enget Bu Citra?” Pitakone Upik katon ragu-ragu lan wedi. “Ibu koste mbakyumu dhek isih kuliyah mbiyen?” “Seulan kepungkur aku ketemu Bu Citra, Bu Citra crita…”Upik ora nerusake critane…” “Crita apa?” “Mbak Yuni sangang wulan kepungkur tau nggugurake kandhutane.” Sirahe Bekti kaya kethuthuk gandhen. Kaya mengkono tibake kelakuane Yuni nalika dheweke ora ana.” (PKP hal. 51) Terjemahan: “Mas Bekti masih ingat Bu Citra?” Tanya Upik dengan ragu-ragu dan takut. “Ibu kosnya kakakmu sewaktu kuliah dulu?” “Sebulan lalu aku bertemu Bu Citra, Bu Citra bercerita…” Upik tidak meneruskan ceritanya…” “Crita apa?” “Mbak Yuni sembilan bukan yang lalu pernah menggugurkan kandungannya.” Kepalanya Bekti seperti di pukul dengan amer. Seperti itulah ternyata perbuatan Yuni ketika dia tidak ada”. (PKP hal. 51) Perselingkuhan berakhir dengan pengerebekan oleh warga dan Pak RT. Yuni ternyata pernah menggugurkan kandungannya sebelum sekarang hamil. Dr. Subekti merasa hidupnya hancur berantakan, selama dua tahun ia berjuang dan yang diperjuangkan malah menghianatinya. Ia baru mengetahui bahwa perselingkuhan Yuni telah berlangsung lama. 3) Surat Seminar Dr. Subekti merasakan banyak peristiwa janggal setelah pulang dari Amerika. Peristiwa janggal tersebut terjadi pada keluarga dan di kampus.
48
Surat seminar yang dikirim oleh Pak Dodi tidak ditemukan oleh Dr. Subekti. Setelah mengecek ke bagian surat masuk di sub bagian fakultas terdapat kejanggalan. Hal tersebut terbukti pada kutipan berikut. Kutipan : “Surat-surat iki mbok dekek ana ngendi?” pitakone Wiwik. “Nggih wonten tempat surat kagungane Pak Bekti ingkang wonten kantor Jurusan punika. “ “Yawis, ora apa-apa,” kandhane bekti mungkasi pirembugan iku. “Paijan kanthi ragu-ragu ninggalake ruangane Bekti. “Iki kudu diusut, Mas!” kandhane Wiwik sakwise Paijan mungkur. Bekti mung meneng. Menenge kawah kang umob njerone. “Yen kaya ngene iki, jenenge wis kebacut!” kandhane Wiwik maneh. Bekti ngguyu ampang. Guyune wong kang rojah-rajeh atine.” (PKP hal. 57) Terjemahan: “Surat-surat ini kamu letakkan dimana?” tanya Wiwik. “Ya ditempat surat milik Pak Bekti yang ada di Kantor Jurusan itu” “Yasudah, tidak apa-apa,” jawab Bekti mengakhiri obrolan tersebut. Paijan dengan ragu-ragu meninggalkan ruangannya Bekti. “Ini harus di telusuri, Mas!” bilang Wiwik setelah Paijan pergi. Bekti hanya diam. Diamnya kawah yang meluap di dalamnya” “Kalau seperti ini, namanya sudah kebangetan!” lanjut pembicaraan Wiwik. Bekti tersenyum hambar. Senyuman orang yang hancur hatinya” (PKP hal. 57)
Berdasar kutipan di atas, surat seminar yang ditunggu oleh Dr. Subekti diambil oleh orang. Ia telah mendapatkan surat undangan kurang lebih tiga kali dalam dua bulan. Pak Paijan melakukan pemasukan surat sesuai prosedurnya. Surat kepada Dr. Subekti diletakkan Paijan di kotak beliau. Seseorang dengan sengaja mengambil surat tersebut. Undangan seminar bergengsi sesuai dengan disiplin ilmu Sosiologi Pedesaan, itulah yang
49
diharapkan olehnya. Seseorang yang gila terhadap kedudukan dengan sengaja menggagalkan keberhasilannya dengan cara licik. 4) Tuduhan di Rapat Jurusan Rapat Jurusan dihadiri oleh para dosen. Mereka beradu argumen tentang pengeluaran Ariwarni dari kampus. Ariwarni bekerja sebagai wanita panggilan kelas tinggi. Wanita tunasusila yang melayani nafsu semua orang tanpa didasari rasa sayang. Pekerjaan haram tersebut dilakukan demi mendapatkan uang untuk membeli obat ayahnya dan membiayai sekolah adiknya. Ariwarni dituduh mencemari lembaga pendidikan sehingga pantas untuk mendapatkan sanksi. Ia merasa hancur karena sanksinya adalah ia dikeluarkan dari kampus. Kutipan: “Wiwik noleh marang Pak Sujono. Sing disawang rumangsa didumuk, banjur kanthi kalem celathu, “Dak kira ora aku thok, akeh sing ngerti manawa Ariwarni mujudake wanita panggilan. Yen ora percaya, pak bekti sing kulina tindak Hotel Wora-Wari mesthi pirsa.” Bekti kaya ditampek raine, tebung „kulina‟ kuwi genah disengaja, diucapake kanthi alon lan sengaja.” (PKP hal. 70) Terjemahan: “Wiwik menoleh kepada Pak Sujono. Yang dilihat merasa terpojokkan, kemudian dengan lirih berbicara, “Saya kira bukan saya saja, banyak yang tahu kalau Ariwani menjadi wanita panggilan. Kalau tidak percaya, Pak Bekti yang biasanya pergi ke Hotel Wora-Wari jelas tahu.” Bekti seperti ditampar wajahnya, kata „kulina‟ itu pasti disengaja, diucapkan dengan pelan dan sengaja.” (PKP hal. 70) Tokoh Pak Sujono menyeret Dr. Subekti dalam masalah Ariwarni. Saat rapat jurusan berlangsung, ia membuat suasana menjadi panas. Pak
50
Sujono masih memendam kebencian kepada Ariwarni sehingga berupaya membalas dengan mengeluarkannya secara tidak terhormat dari kampusnya. Pak Sujono memfitnah Dr. Subekti dengan menjelaskan bukti tanpa mengetahui benar atau salahnya bukti tersebut. Perbuatan Pak Sujono merupakan upaya untuk menghancurkan karir Dr. Subekti dan masa depan Ariwarni. 5) Teror Surat Konflik keluarga selalu menghantui hidup Dr. Subekti, bahkan ketika sudah di kampus tetap saja banyak orang menyinggung masalah pribadinya. Dr. Subekti mencoba meredam konflik pribadinya dengan sekuat tenaga, akan tetapi konflik semakin dinamis. Hadirnya teror surat tanpa nama ditujukan oleh Dr. Subekti menambah beban dalam hidupnya. Isi surat tersebut mengutarakan perbuatan doktor muda lulusan Lexington, Amerika Serikat yang melakukan pencemaran almamater dan merusak pagar ayu. Teror surat tanpa nama membuat kaget para dekanat dan dosen. Kutipan: “Lan nalika maca isine layang budek kuwi, atine kang wus lawas sengkleh kaya dijejuwing, kaya dirajang-rajang. Bekti ngebruake gegere marang sendhenan kursi. Rasane kaya ora kuwat ngglawat. Sauntara suwene dheweke mung dheleg-dheleg. Sawise ngusapi kringet kang ndlewer ing pipine, alon-alon Bekti nyawang Dhekan I, lan pembantu Dhekan II. Kaya-kaya kabeh nyawang dheweke kanthi welas. Bekti banjur ndhingkluk, karo nyekeli bathuke. Surasanane layang budheg kuwi bali ngometake pikirane. Nganthi kapan bae dheweke ora bakal bisa nglalekake isine layang kuwi.” (PKP hal. 83)
51
Terjemahan: “Dan ketika membaca isinya surat tanpa nama tersebut, hatinya yang sudah lama patah seperti dipampang dan diiris-iris. Bekti menjatuhkan punggungnya di kursi. Rasanya seperti tidak kuat menanggung. Beberapa lama kemudian dia hanya duduk meratapi kesedihannya. Setelah mengusap keringat yang bercucuran di pipinya, pelan-pelan Bekti memandang Dekan I, dan Pembantu Dekan II. Sepertinya semua melihat dia dengan merasa kasihan. Bekti kemudian menundukkan kepala, dengan memegang kepalanya. Suasana surat tanpa nama itu kembali membingungkan pikirannya. Sampai kapanpun ia tidak akan bisa melupakan isi surat tersebut.” (PKP hal. 83) Dekan I membaca sepucuk surat kaleng yang berisi teror ditujukan kepada Dr. Subekti. Setelah surat tanpa nama tersebut dibaca dengan seksama, Dr. Subekti baru mengerti alasan Wiwik tiba - tiba menjauhinya. Surat tanpa nama isinya begitu kejam ditujukan kepadanya. Ia disebut sebagai dosen merusak pager ayu, mencintai temannya sendiri yang telah bersuami, berpacaran dengan rekan kerja, dan telah tidur bersama mahasiswa bimbingannya. Dr. Subekti tidak kuat menanggung beban dalam hidupnya. Konflik keluarga serta aksi teror membuatnya semakin pasrah menghadapi kehidupan. Dekan I dan Pembantu Dekan II merasa kasihan melihat beban yang ditanggungnya. Doktor muda tersebut merasa malu, keringat bercucuran di wajahnya. Ia menundukkan kepala sebagai bukti rasa malu kepada atasannya dan ia juga memegang kepalanya pertanda bahwa semakin berat beban yang ditanggung olehnya. Surat tanpa nama berisi teror kejam telah membuat hatinya semakin teriris.
52
6) Sahabat menjauhi Endra membantu menyelesaikan permasalahan sahabat dekatnya. Ia mempertemukan Dr. Subekti dengan Giarto dan Wiwik. Pertemuan mereka bertujuan menyelesaikan masalah mereka. Pertemuan bertempat di restoran megah. Sebagai sahabat dekat, Endra merasa kasihan dengan kehidupan doktor muda tersebut. Keberhasilan karirnya malah membuatnya dirundung konflik. Konflik timbul karena keserakahan pihak - pihak tertentu. Kutipan: “Apa karepmu?” pitakone Bekti marang Endra santak. “Mumpung durung kebacut, salah paham iki kudu ndang diberesake,” kandhane Endra karo ngglendheng Bekti. Bekti ora bisa suwala. Dheweke mung manut bae diglendheng Endra. Giarto kang sajake ngenteni tekane Endra banjur ngadeg. Semono uga Wiwik.” (PKP hal. 88) Terjemahan: “Apa maksudmu?” Bekti bertanya kepada Endra dengan santak. “Masih belum terlanjur, salah faham ini harus segera dibereskan,” ujar Endra sambil menarik Bekti. Bekti tidak bisa melawan. dia hanya menurut saja ditarik Endra. Giarto yang terlihat sudah menunggu kedatangan Endra kemudian berdiri. Begitu juga Wiwik.” (PKP hal.88) Endra memiliki niat baik. Ia meluruskan perselisihan dalam persahabatan mereka. Awalnya, Endra memaksa agar Dr. Subekti ikut dengannya untuk bertemu Giarto dan Wiwik. Ia tidak bisa menolak ajakan Endra. Sebelum memesan makanan, mereka terlebih dahulu mengungkapkan isi hati masing - masing. Giarto percaya kepada perkataan istrinya yakni Wiwik. Surat tanpa nama hanyalah fitnah yang dibuat seseorang untuk
53
menghancurkan reputasinya. Setelah pertemuan tersebut, hubungan Wiwik dengan Dr. Subekti normal kembali. 7) Andri Sakit Dr. Subekti kembali menghadapi konflik setelah mengetahui bahwa Istrinya berselingkuh. Anak semata wayang yang bernama Andri sakit demam berdarah. Ia dilarikan ke RS. Aisyah untuk mendapat perawatan lebih lanjut. Kutipan: “Bekti nampani lempitan kertas sasuwek sing ora diamplopi. Sajake layang kuwi ditulis sarana dadakan. Lempitan layang dibukak, banjur diwaca. Isine cekak aos. “Mas Bekti, panjenengan diutus kundur Ibu. Yen bisa saiki uga. Andri lara.” Bekti njegreg. “Andri mesakke kowe Le!” jerit atine. Kanthi sempoyongan dheweke mlebu kamar”. (PKP hal.92) Terjemahan: “Bekti menerima lipatan sehelai kertas yang tidak diberi amplop. Mungkin itu ditulis karena mendadak. Lipatan surat dibuka, kemudian dibaca. Isinya pendek sekali. “Mas Bekti, Kamu disuruh Ibu pulang. Kalau bisa sekarang juga. Andri sakit.” Bekti diam sejenak. “Andri kasihan kamu nak!” jeritan hatinya. Dengan sempoyongan dia masuk kamar”. (PKP hal. 92) Surat singkat dikirim oleh Upik. Upik mengabarkan bahwa Andri sakit. Bertubi - tubi cobaan menghadang hidup Dr. Subekti. Dr. Subekti terpukul setelah menerima berita bahwa anak kesayangannya sakit demam berdarah dan dirawat inap di RS. Aisyah. Sebagai ayah, ia merasa memiliki tanggungan terhadap anaknya. Setelah membaca surat tersebut, ia bergegas ke kamar dan mempersiapkan diri melakukan perjalanan ke Sumoroto, Ponorogo.
54
d. Climax Tahap klimaks, konflik dan pertentangan yang terjadi akan diakui dan ditimpalkan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan dipahami oleh (tokoh - tokoh) utama yang berperan sebagai pelaku utama dan penderita terjadinya konflik utama (Nurgiyantoro, 2007: 149−150). 1) Aksi Demonstrasi Mahasiswa Setelah aksi teror surat kaleng tanpa nama, konflik muncul kembali di Kampus. Dr. Subekti mendengar suara para mahasiswa berdemo dari ruangan Dekan dengan menyebut namanya. Dekan I, Pembantu Dekan II, dan Dr. Subekti langsung keluar untuk melihat kejadian apa yang telah berlangsung. Puluhan mahasiswa telah bergerombol di depan kantor dekan dengan membawa poster - poster berisi tuntutan kepada Dr. Subekti. Kutipan: “Panone Bekti dadi semrepet. Suwara-suwara kuwi, suwarane puluhan mahasiswa padha bengok-bengok protes. Kupinge Bekti kaya disamber bledhek rasane, panas kaya dipanggang ana wawa. “Pecat dhosen maksiat...! Pecat dhosen laknat...! Ukum dhosen mesum...!” Saliyane suwara pating brengok kuwi, Bekti isih kober maca posterposter. “Kampus dudu kompleks bordil! Kampus masyarakat ilmiah, dudu masyarakat lanyah!” lan isih akeh maneh sing ora kober diwaca Bekti. Nalika dheweke nyawang pucuke cagak gendera ing plataran Fakultas, “Astaghfirullah...!” ing pucuk cagak gendera iki wis kumlebet cawet lan kutang.” (PKP hal.106) Terjemahan: “Pandangan Bekti menjadi kabur. Suara-suara tersebut, suara puluhan mahasiswa yang sedang berdemonstrasi protes. Telinga Bekti rasanya seperti disambar guntur, panas seperti dipanggang di bara api.
55
“Pecat dosen maksiat...! Pecat dosen laknat...! hukum dosen mesum...!” selain suara keras tersebut, Bekti masih sempat membaca poster-poster. “Kampus bukan kompleks bordil! Kampus masyarakat ilmiah, dudu masyarakat lanyah!” dan masih banyak lagi yang tidak sempat dibaca Bekti. Ketika dia melihat ujung tiang bendera di halaman fakultas, “Astaghfirullah...!” di ujung tiang bendera itu telah berkibar celana dalam dan bra.” (PKP hal. 106) Dr. Subekti merasa sangat malu. Ia mencoba tabah dan kuat ketika melihat berbagai poster tuntutan yang dibuat oleh mahasiswa. Tuntutan tersebut agar Dr. subekti dikeluarkan dari kampus karena telah berbuat bukan layaknya seorang ilmuan. Mahasiswa juga mengibarkan celana dalam dan bra di tiang bendera halaman fakultas. Melihat kejadian tersebut pikirannya semakin tidak karuan. Ia berniat mengundurkan diri dan bekerja di Jakarta karena keadaan di kampus semakin membuatnya tertekan. Konflik yang ditanggungnya semakin berat.
e. Denoument Tahap penyelesaian, konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan, dikendorkan. Konflik - konflik yang lain, sub - sub konflik, atau konflik tambahan, jika ada juga diberi jalan keluar, cerita diakhiri (Nurgiyantoro, 2007: 149−150). Tahap denoument pada cerita dalam novel Pupus Kang Pêpês sebagai berikut. 1) Gantung diri Setelah kejadian surat tanpa nama diterima oleh Dekan dan Rektor. Dr. Subekti semakin tertekan. Keadaan tersebut diperparah dengan adanya penambahan konflik aksi mahasiswa di depan halaman fakultas. Aksi tersebut
56
membuat Dr. Subekti merasa malu. Ia mulai pasrah dengan kehidupannya. Hidup penuh lika -liku dilaluinya dengan tabah dan sabar, akan tetapi kesabaran membuatnya semakin tersiksa. Berikut kutipan pernyataan Dr. Subekti. Kutipan: “Apa isih ana gunane dheweke urip ana ing donya? Anake ontanganting lan lara nemen. Bojone wus tumindak durhaka, mitra-mitrane padha deksiya. Dheweke nangis sesenggukan keranta-ranta. Sauntara langit tansaya peteng. Angine tambah nggebes. Suwarane wit Trembesi tambah gemredeg, kaya gerenge buta-buta ngelak ludira. Lan nalika mripate nyawang gulungan OHP, dumadakan thukul pikirane. Alon-alon dheweke njupuk spidol lan kertas sasuwek ing meja, banjur ing kertas kuwi, “Tinimbang aku disiya-siya, luwih becik aku dak lunga”. Ing ngisor tulisan iku ditandhatangani lan ditulisi jenenge. Kertas dijarake ana meja, ditindhihi spidol. Alon-alon dheweke menyat. Lawang isih bukakan ditutup, dikunci saka njero. Bubar nutup lawang dheweke marani kabel OHP, banjur nggeret kursi digawamenyang cedhak cendhela. Kanthi ancik-ancik kursi dheweke nelekake kabel ning kusen cendhela.ana bageyan kang dijarake nglawer. Sawise iku dheweke nggawe kala ing bageyan kabel kang nglawer iku.” (PKP hal. 109 −110) Terjemahan: “Apa masih ada gunanya dia hidup di dunia? Anaknya terbontangbanting dan sakit parah.istrinya sudah berbuat durhaka, temantemannya menyia-nyiakannya. Dia menangis tersedu-sedu. Suara pohon Trembesi menambah ramai, seperti suara Raksasa minum darah. Dan keyika matanya melihat gulungan OHP, mendadak muncul dipikirannya. Pelan-pelan dia mengambil spidol dan kertas selembar di meja, kemudian di kertas tersebut ditulis, “Daripada aku disia-sia, lebih baik aku pergi saja”. Di bawah tulisan itu ditanda tangani dan ditulis namanya. Kertas dibiarkan di meja, ditindihi dengan spidol. Pelan-pelan ia berjalan. Pintu yang masih terbuka ditutup. Dikunci dari dalam. Setelah menutup pintu ia menghampiri kabel OHP, kemudian menggeret kursi dibawa dekat jendela. Dengan beralaskan kursi dia memasangkan kabel di tepi jendela. Ada bagian kabel yang dibiarkan jatuh. Setelah itu dia
57
membuat bulatan si bagian kabel yang dibiarkan tadi.” (PKP hal. 109−110) Keputusasaan yang dirasakannya membuatnya berpikir tidak jernih. Setelah melihat kabel OHP terlintas dalam pikirannya untuk mengakhiri hidupnya. Konflik yang dideritanya sudah terlalu pedih dan sulit untuk dilaluinya. Konflik keluargaa yang semakin parah, konflik di dunia kampus juga ia rasakan. Ia dijadikan sebagai objek bisnis monopoli pendidikan dan dihancurkan karirnya melalui surat tanpa nama. Banyak
orang
menerornya
di
Kampus.
Teman
kerja
telah
memanfaatkan hidupnya. Semua konflik yang melanda kehidupan Dr. Subekti tidak terselesaikan dengan baik. Pengarang membuat akhir cerita sad ending dengan meminta pembaca agar bisa menebak akhir ceritanya. Uraian di atas merupakan tahapan alur dalam novel karya Suharnomo Kasiyun. Berdasar hasil tersebut, dapat ditunjukkan melalui grafik dari tahapan alur awal hingga akhir novel Pupus Kang Pêpês sebagai berikut.
58
Grafik 1. Tahapan Alur Novel Pupus Kang Pêpês
Grafik 1. tersebut menjelaskan tahapan dalam alur novel Pupus Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun. Huruf A merupakan tahap situation, tahap ini mulai diperkenalkan tokoh-tokoh dalam novel Pupus Kang Pêpês. Pengarang memperkenalkan sosok Dr. Subekti di awal episode. Tahap situation mulai diperkenalkan tokoh dari asal – usul pekerjaan, kegiatan, hingga keadaan keluarga. Setelah tahap situation, mulai masuk pada huruf B yaitu tahap generating sircumstances. Tahap kedua ini menjelaskan tentang konflik yang mulai muncul dalam kehidupan sosok Dr. Subekti. Konflik pada huruf B adalah konflik keluarga, Yuni sebagai istri telah berbuat serong dan mengandung anak perselingkuhannya.
59
Huruf C berada pada episode 4 dalam grafik di atas menjelaskan bahwa kembalinya Dr. Subekti di kampus dengan setengah hati menjalankan pekerjaannya. Ia dijadikan objek bisnis monopoli pendidikan karena ilmunya yang tinggi. Tahap rising action dimulai pada huruf D episode 4 dalam novel Pupus Kang Pêpês. Rising action yakni konflik yang muncul dalam kehidupan tokoh mulai dinamis dan bertambah seiring dengan interaksi yang dilakukan Dr. Subekti. Konflik berkembang mulai dari huruf D hingga huruf I disebut dengan small conflict. Mulai dari episode 5 sampai episode 9. Episode 5 masuk ke dalam tahap small conflict, yakni Pak Giri (ketua jurusan) sebagai pemakalah dalam sebuah acara seminar, ia melakukan plagiarisme yang mengetahui perbuatan tersebut hanyalah doktor muda tersebut. Huruf E terletak di episode 6 menjelaskan gejolak konflik tokoh utama mulai memuncak. Istri yang disayanginya diketahui pernah menggugurkan kandungannya dari hasil perselingkuhan. Ia juga digerebek sewaktu melakukan perbuatan mesum di kontrakan adiknya. Pada episode 6 juga terjadi konflik di kampus. Surat panggilan seminar dan pemakalah hilang diambil orang yang tidak bertangung jawab. Huruf G episode 8, berhubungan dengan attitude pendidik. Para dosen menuduh Dr. Subekti melakukan hal berkaitan dengan seksualitas. Konflik semakin dinamik, di huruf H bertepatan pada episode 9 dalam novel Pupus Kang Pêpês. Pada tahap small conflict selanjutnya ini, Pengarang memunculkan konflik lagi. Ia mendapat surat tanpa nama yang berisi isu tentang seksualitas. Surat tersebut membuat pernyataan bahwa Dr. Subekti
60
telah merusak pagar ayu. Surat tanpa nama menjelaskan bahwa ia telah melakukan hubungan seks dengan Ariwarni. Ia difitnah telah berpacaran dengan rekan kerjanya dan dituduh berselingkuh dengan Wiwik. Huruf I telah muncul konflik oleh tiga wanita yang disangkut pautkan dengan surat tanpa nama tersebut. Hubungan Dr. Subekti dengan Wiwik, Bu Nining, dan Ariwarni menjadi memburuk. Tokoh Dr. Subekti dikisahkan pada episode 10 mendapatkan masalah lagi. Anak semata wayangnya terkena penyakit demam berdarah. Ia merasa bahwa kewajiban sebagai seorang ayah tidak dilakukan dengan baik. Puluhan mahasiswa melakukan demonstrasi untuk pemecatan doktor muda tersebut. Aksi dilakukan di halaman fakultas dengan disaksikan ratusan orang. Sosok Dr. Subekti sudah tidak kuat lagi menerima kenyataan hidupnya. Terlalu banyak konflik yang kehadiranya semakin dinamis dan tiada henti seolah-olah semua pengorbanan yang dilakukannya tidak berguna. Pada episode 10, diceritakan ia memilih jalan mengakhiri hidupnya dengan gantung diri. Tahap denoument berada pada episode 11 terletak di huruf K. Tahap denoument dijelaskan bahwa konflik mulai reda. Pengarang membuat kisah sosok Dr. Subekti dalam novel Pupus Kang Pêpês dengan tragic diakhir cerita. Dr. Subekti memilih untuk gantung diri. Mengakhiri kehidupannya di kampus tercinta menjadi solusi yang dipilih bagi tokoh utama.
61
3. Penokohan 1) Dr. Subekti Dr. Subekti adalah sosok lelaki pekerja keras. Ia bekerja sebagai dosen di sebuah Universitas ternama di Surabaya. Doktor muda yang memiliki ilmu tinggi, tetapi keberuntungan tidak berpihak olehnya. Perjuangan tokoh utama tersebut sangat gigih dalam menghadapi konflik dalam kehidupannya. Sosok Subekti dideskripsikan oleh pengarang melalui beberapa cara, antara lain. a) Portrayal of thought strem or conscious thught Pelukisan jalan pikiran tokoh atau apa yang terlintas dalam pikirannya. pendeskripsian sifat Dr. Subekti digambarkan secara eksplisit. Melalui pemikiran Dr. Subekti dapat dilihat bahwa beliau memiliki sifat tanggung jawab, rela berkorban, memiliki pandangan luas terhadap dunia pendidikan. Sifat tersebut tercermin pada kutipan berikut. Kutipan: “Kanggo apa adoh-adoh menyang mancanegara? kanggo nusa lan bangsa apa mung kanggo ambisi pribadi? Dheweke banjur kelingan pranyatane Sutan Takdir Alisyahbana puluhan taun kepungkur menawa bangsa Indonesia pengen maju kudu gelem necep ilmu kanthi tuntas saka negara-negara Eropa. Dheweke ora selak karo pranyatan iki, mula kanthi tekad manteb ninggal almamater” (PKP hal. 5) Terjemah: “Buat apa jauh-jauh ke mancanegara? Untuk nusa dan bangsa apa hanya untuk ambisi pribadi saja? Dia kemudian teringat dengan pernyataan dari Sutan Takdir Alisyahbana puluhan tahun yang lalu kalau bangsa Indonesia ingin maju harus mau menyerap ilmu sampai selesai dari negara-negara Eropa. Dia tidak mau mengakui pernyataan ini, jadi dengan tekat mantap meninggalkan almamater”.
62
Kepedulian terhadap dunia pendidikan membuatnya menuntut ilmu ke luar negeri. Subekti memiliki pemikiran bahwa orang yang ingin bangsanya maju harus bertekat meninggalkan segalanya walaupun meninggalkan bumi pertiwi. b) Direct author analysis Penokohan Dr. Subekti yang kedua yakni pengarang dengan langsung menganalisis watak tokoh atau direct author analysis. Suharmono Kasiyun sebagai pengarang mencoba memaparkan secara langsung watak dari tokoh tersebut. Kutipan: “Sedhan BMW kuwi sing mbok karepake? Pancen kowe pantes dadi dhosen. Sedhilut maneh ndang usulna profesormu. Dhosen sing apik ya kaya kowe kuwi, lugu, jujur, kutu buku, lan ora tau sugih.” (PKP hal. 35) Terjemahan: “Sedan BMW itu yang kamu inginkan? Memang kamu pantas jadi dosen. Bentar lagi, cepat usulkan profesormu. Dosen yang bagus itu ya kaya kamu ini, lugu, jujur, kutu buku, dan tidak pernah kaya.” (PKP hal. 35) Melalui percakapan Endra dengan Dr. Subekti pada kutipan di atas pengarang menjelaskan secara langsung sifat Dr. Subekti. Seorang dosen yang memiliki dedikasi tinggi dalam dunia pendidikan. Sifat lugu tercermin ketika Dr. Subekti dimanfaatkan oleh Pak Dibya menjabat sebagai Ketua Jurusan. Beliau memonopoli pendidikan dengan memanfaatkan Dr. Subekti sebagai umpannya.
63
Tokoh utama novel ini memiliki sifat jujur dan lugu. Salah satu kejujurannya adalah ketika Pak Dodik marah karena usulan pembicara seminar yang ditujukan kepada Dr. Subekti. Pengusulan tersebut tidak mendapatkan respons sehingga ia berkata jujur bahwa tidak pernah mendapatkan surat dari Pak Dodik. Saat Pak Giri melakukan seminar di Salah satu Universitas, ia melakukan plagiat. Dr. Subekti dengan keluguanya mencoba mengingat makalah yang sebelumnya pernah dibacanya tersebut. Makalah yang dipergunakan Pak Giri adalah milik teman seangkatannya ketika menempuh gelar sarjana. c) Reaction to event Reaction to event merupakan pendeskripsian tokoh melalui reaksinya terhadap kejadian-kejadian disekelilingnya. Berbagai kejadian dialami setelah pulang dari Amerika. Dr. Subekti merasakan bahwa dirinya dijadikan sebagai bahan untuk monopoli pendidikan oleh atasannya. Keberhasilan meraih gelar doktor membuat kehidupan Subekti menjadi berubah. Berbagai konflik dalam kehidupannya harus dilalui, akan tetapi sikapnya yang selalu tabah, pasrah, dan hanya bisa memendam amarah membuat hidupnya terpenjara. Kutipan: “Bekti ngebruake gegere ana sendhenan jok. Sirahe didhangakake karo dijambaki rambute. “Kowe dikandani Wiwik?” Endra ora wangsulan. Bekti tambah rosa nggone njambaki rambute. “Rasa-rasane aku ora kuwat yen kudu ngene terus,” kandhane. “Wongwong kampus nganggep aku kaya barang bae, dianggo rebutan. Ora ana sing merduli marang pangorbananku. Aku dianggep robot. Aku arep dimonopoli. (PKP hal. 32 33)
64
Terjemahan: “Bekti membantingkan pundaknya pada sandaran jok. Kepalanya dihadapkan ke atas sambil menarik rambutnya. “Kamu diceritain sama Wiwik?”Endra tidak menjawab Bekti semakin kuat menarik rambutnya. “Rasa-rasanya aku sudah tidak kuat kalau seperti ini terus,” jawabnya. “Orang-orang kampus menganggap aku seperti barang saja, dibuat rebutan. Tidak ada yang perduli dengan pengorbananku. Aku dianggap seperti robot. Aku mau dimonopoli. (PKP hal. 32 33) Dr. Subekti melakukan sebuah reaksi ketika terjadi peristiwa, sehingga muncullah sifatnya. Dia dijadikan oleh para penguasa sebagai objek meraih kekuasaan di kampusnya. Sikap kurang tegas Dr. Subekti ketika menangani permasalahan kehidupannya membuat ia terbelenggu dalam keterpurukan. 2) Yuni Yuni adalah Istri dari Dr. Subekti. Mereka mernikah dikaruniai seorang anak bernama Andri. Andri ditinggal oleh bapaknya selama dua tahun menimba ilmu di Amerika. Istri tercintanya tega melakukan perselingkuhan selama ditinggal ke luar negeri. Pemaparan tokoh Yuni dalam novel Pupus Kang Pêpês ini terbukti pada uraian berikut. a) Conversation of others about character Conversation of others about character yakni tokoh-tokoh dalam suatu cerita memperbincangkan keadaan tokoh utama, dengan demikian maka secara tidak langsung pembaca dapat mendapat kesan tentang segala sesuatu yang mengenai tokoh utama tersebut. Yuni sebagai tokoh utama memiliki peran mewarnai alur cerita dari awal hingga akhir agar menjadi kompleks.
65
Keterkaitan tokoh Yuni sangat berpengaruh terhadap perkembangan awal konflik yang dimiliki oleh Dr. Subekti. Keluarga kecil dan sederhana tersebut retak akibat kelakuan Yuni karena perselingkuhannya. Perwatakan Yuni dapat dilihat dari kutipan berikut. Kutipan 1: “Dhik Yuni menyang Surabaya ya sewulan sepisan, njupuk gajine Dhik Bekti. Biyasane yen menyang Surabaya ya mung sedina rong dina saperlune bae. Nanging sawise Dhik Bekti kira-kira oleh setaun ana kana, menawa njupuk gaji dheweke rada suwe ana Surabaya. Malah terkadhang nganti seminggu,” Sudadi mandheg ngulu idu, abot banget arep kumecap. “Trus piye?” Murni menyat, mlayu mlebu kamar, Ibune ngusapi eluh kang dleweran ana pipine karo ngendika alon, “Pancen wis nasibmu, le!” “Akhire.. akhire rong wulan kepungkur kulawarga kene lagi ngerti menawa Dhik Yuni ngandhut…” (PKP hal. 17) Terjemahan 1: “Dik Yuni ke Surabaya ya sebulan sekali, mengambil gajinya Dik Bekti. Biasanya kalau pergi ke Surabaya ya hanya sehari dua hari seperlunya saja. Tapi, setelah Dik Bekti kira-kira setahun disana, ketika mengambil gaji dia agak lama di Surabaya. Terkadang malah sampai seminggu”. Sudadi berhenti sejenak menelan ludah, berat sekali mau mengatakannya. “Terus gimana?” Murni langsung berlari masuk kamar, ibunya mengusap air mata yang menetes di pipinya sambil berucap pelan, “Pancen wis nasibmu, le!” “Akhirnya… akhirnya dua bulan yang lalu keluarga sini baru ngerti kalau Dik Yuni hamil…” (PKP hal. 17) Terdeskripsikan bahwa Yuni selama ditinggal oleh suaminya selama setahun, sering berkunjung di Surabaya. Kejanggalan tersebut tidak dirasakan oleh keluarga Dr. Subekti. Yuni hamil dengan sepupunya yang bernama Sujoko. Keluarga besar Ponorogo mencoba menutupi peristiwa tersebut kepada Dr. Subekti, akan tetapi rahasia tersebut akhirnya diungkapkan oleh
66
Sudadi. Kakak iparnya dengan berat hati menjelaskan secara kronologis peristiwa yang menimpa istrinya tersebut. Kutipan 2: “Nalika liburan semesteran aku lan kanca-kancaku kabeh padha mulih. Omah sing dikontrak Mas Bekti kosong. Bareng aku bali menyang omah ika nalika liburan wis entek, tangga-tangga padha crita menawa Mbak Yuni karo Mas Joko bubar digerebek Pak RT” (PKP hal. 49) Terjemahan2: “Ketika liburan semester aku dan teman-temanku semuanya pulang. Rumah yang dikontrak Mas Bekti kosong. Ketika aku balik dari rumah itu ketika liburan sudah selesai, para tetangga cerita kalau Mbak Yuni dengan Mas Joko selesai digerebek Pak RT” (PKP hal. 49) Yuni telah melakukan perbuatan yang dilanggar oleh adat, agama, dan Negara. Kejadian penggerebekan tersebut membuat momok bagi keluarga Dr. Subekti dan keluarganya. Yuni menjadi bahan perbincangan orang disekelilingnya karena sebelum kejadian penggerebekan, ia telah hamil dan menggugurkan kandungannya. Begitu kejam perbuatan istri kepada suaminya. b) Reaction to event Penggambaran tokoh Yuni selanjutnya dengan cara reaction to event yaitu pelukisan reaksi pelakon terhadap kejadian-kejadian yang menimpa kehidupannya. Karakter tokoh Yuni dapat diketahui melalui kejadian-kejadian disekelilingnya. Reaksi tokoh dapat berbentuk perkataan, perbuatan, maupun pemikiran yang mencerminkan sifat dari tokoh tersebut. Kutipan: “Bekti ora nglegewa babar pisan marang kedadeyan kuwi. Lan sawise sakeplasan wanita iku weruh Bekti, karo nalusuri teras dheweke ora bisa mbendung tangise. Nanging ibune terus nggeret dheweke. “Mas
67
Bekti… Mas Bekti…! Aku kang dosa Mas Bekti…!” Panjerite Yuni wanita iku.” (PKP hal. 99) Terjemahan: “Bekti tidak mengerti sama sekali dengan kejadian itu. Dan setelah sebentar wanita itu melihat Bekti, sambil menuju teras dia tidak bisa menahan air matanya. Tetapi ibunya terus menyeret dia “Mas Bekti… Mas Bekti…! Aku yang dosa Mas Bekti…! Jeritnya Yuni, wanita itu.” (PKP hal. 99) Kutipan di atas menjelaskan bahwa tokoh Yuni melakukan kesalahan besar terhadap Dr. Subekti. Yuni meneteskan air mata saat melihat suaminya. Ibu kandung Yuni merasa malu dengan perbuatan anaknya, sehingga menyeret Yuni agar menjauh dari suaminya. c) Direct author analysis Tokoh Yuni juga digambarkan oleh pengarang dengan menganalisis watak tokoh tersebut secara langsung. Hal ini dapat dilihat dari kutipan sebagai berikut. Kutipan: “Rasane awake kaya tanpa balung. Nglempreg. Tibake mung samono kasetyane Yuni. Yuni sing wis dipercaya nganthi dheweke mencaki dinadina kang bakal lumaku. Yuni sing wis dipercaya dadi ibune anake jebul mung samono imane”. (PKP hal. 17) Terjemahan: “Rasanya badannya seperti tanpa tulang. Lemas. Ternyata hanya segitu kesetyaan Yuni. Yuni dipercaya sampai ia melewati hari-hari yang akan dilaluinya. Yuni yang telah dipercaya menjadi ibunya anaknya ternyata hanya segitu imannya”. (PKP hal. 17)
68
Pengarang menjelaskan melalui reaksi suami bahwa Yuni tidak kuat imannya. Kekecewaan seorang suami terhadap istri sangat dirasakan oleh sosok Dr. Subekti. Istri tercinta melakukan ikatan dengan orang lain dibelakangnya. Keluarga kecil yang baru dibangunnya hancur seketika. 3) Andri Andri adalah anak laki-laki semata wayang berumur dua tahun, anak dari Dr. Subekti dengan Yuni. Selama ditinggal bapaknya ke Amerika, Andri tinggal bersama ibunya. Ketika ibunya mendapatkan masalah karena hamil dari buah perselingkuhan, maka Andri dirawat oleh kakek dan neneknya di Madiun. Sifat tokoh Andri dijelaskan oleh pengarang melalui reaction of others to character yaitu melukiskan bagaimana pandangan-pandangan tokoh lain dalam suatu cerita terhadap tokoh tersebut. Sosok Andri dalam novel Pupus Kang Pêpês digambarkan sebagai anak yang memiliki sifat baik, lugu, patuh terhadap orang tua, tidak muda percaya dengan orang lain, dan sayang terhadap keluarga. Perwatakan Andri dapat dilihat dari kutipan berikut. Kutipan: “… kelingan patemone telung dina kepungkur. Bocah iku maune wedi karo dheweke. “Iki bapak lo Le,” kandhane maratuwane, “ayo salim Bapak! Jare kepingin ketemu bapak?” “Bapak ana Amerika ngono lo, Mbah!” “Ya, saiki wis kundur. Ayo salim!” “Ki Bapak, Le!” Kandhane ngondhok-ondhok. “Bapak wis kundur. Andri nyuwun apa? Bocah cilik iku digendhong, diarasi. Sing digendhong mung plenggang-plenggong.” (PKP hal. 21) Terjemahan:
69
“… teringat dengan pertemuan tiga hari yang lalu. Anak tersebut sebelumnya takut dengan dia. “Ini Bapak lo, Nak!.” Sahut mertuanya, “ayo cium tangan Bapak! Katanya pengen ketemu Bapak? “Bapak ada di Amerika gitu lo, Eyang!” “Ya, sekarang sudah balik. Ayo cium tangan!” “Ni bapak, Nak!” Ucapnya sambil bersedih. “Bapak sudah balik, Andri minta apa?” anak kecil itu digendong sambil ditatap. Yang digendong masih bingung.” (PKP hal. 21) Andri mewarisi sifat pintar dan lugu seperti sosok ayahnya. Ia menjadi kebanggaan bagi orang tuanya. Anak pintar serta lugu tersebut harus menjadi korban dari keretakan hubungan ayah dan ibunya. Ia selalu menanti kedatangan ayahnya dari Amerika.
4) Ibu Sumoroto Ibu Sumoroto adalah ibu Dr. Subekti. Ibu digambarkan pengarang dengan melukiskan bentuk lahir pelakon pysical description. Ibu Sumoroto memiliki tiga anak, Gunarto yang menikah dengan Winarti. Mereka tinggal di Jakarta. Anak kedua Murni menikah dengan Sudadi yang tinggalnya seatap bersama ibunya di Sumoroto, Ponorogo. Anak terakhir bernama Dr. Subekti yang memperistri Yuni.
Kutipan 1: “… Meh setaun aku ora mulih. Mbak yumu kuwi riyaya kepungkur bali.” “Ibu umoroto ya sehat-sehat ta, mbak? Pitakone ngalih marang mbakyune ipe. “Sehat-sehat Dhik, wong nalika aku silaturrahmi keng ibu biyen, ngendikane isih blanja menyang pasar piyambakan, kok.” (PKP hal. 2)
70
Terjemahan 1: “… Hampir setahun aku tidak pulang. Kakak perempuanmu itu hari raya kemarin pulang”. “Ibu Sumoroto juga sehat-sehat kah kak? Pertanyaannya berpindah ke kakak perempuannya. “Sehat-sehat Dik, orang ketika aku silaturrahmi ke ibu dulu, bilangnya masih belanja ke pasar sendiri ko”. (PKP hal. 2) Kutipan di atas menjelaskan bahwa keadaan fisik Ibu Sumoroto dalam keadaan sehat. Beliau masih bisa berbelanja ke pasar sendiri menandakan bahwa tubuh beliau kuat dan dalam keadaan sehat. Bukti lain yang menjelaskan keadaan fisik Ibu Sumoroto sebagai berikut. Kutipan 2: “Alon-alon banget dheweke mlebu njujug pawon, sawijining ibu kang rikmane putih memplak lagi ngrajang bligo.” (PKP hal. 8) Terjemahan 2: “Pelan-pelan sekali dia masuk langsung ruang dapur, seseorang ibu yang rambutnya hampir semua berwarna putih sedang mengiris labu siam.” (PKP hal. 8) Keterangan di atas memperjelas, meskipun ibu semakin bertambah usianya akan tetapi beliau masih melaksanakan aktivitas sehari-hari. Beliau memasak di dapur dan mengiris labu siam. Uban di rambut ibu yang semakin hari bertambah banyak tidak menggoyahkan semangat dalam menjalani kehidupan.
5) Ibu Mertua
71
Tokoh Ibu Mertua dari Dr. Subekti memiliki sifat baik, penyayang, dan sabar. Hal tersebut diketahui ketika Andri ditinggal bapaknya. Ibu Andri mendapat konflik karena berselingkuh sehingga dengan segenap jiwa Ibu Mertua merawat cucunya di Balong. Pengarang melukiskan watak Ibu Mertua dengan cara reaction to event maksudnya watak terlihat pada saat terjadi reaksi tokoh terhadap kejadiankejadian. Hal tersebut dapat diketahui dalam kutipan-kutipan berikut. Kutipan 1: “Ika lo Le, Bapak rawuh” Keprungu suwarane maratuwane. Setengah mlayu Bekti marani bocah cilik kang diadhep marang maratuane. Bareng wis cedhak dheweke njeger sedhela. Bocah iku katon pucet kaya kapas, mripate ngluyup. Jarum infus nembus tangan tengene.” (PKP hal. 98) Terjemahan 1: “Itu lo Nak, Bapak datang” terdengar suara mertuanya. Setengah berlari Bekti menghampiri anak kecil yang ada dihadapan mertuanya. Setelah dekat, dia membusungkan punggunggnya sebentar. Anak tersebut terlihat pucat seperti kapas, matanya sayup. Jarum infus menusuk tangan kanannya.” (PKP hal. 98)
Respons ibu mertua terlihat sangat ramah dan bahagia dalam kutipan tersebut. Ketika melihat menantunya masuk ke kamar RS. tempat Andri dirawat, secara langsung mertuanya menyambut dengan memberitahu cucunya bahwa bapaknya datang. Setelah dua tahun meninggalkan anak dan istri, akhirnya menantu kesayangannya datang.
72
Kutipan 2: “Iki bapak lo Le,” kandhane maratuwane, “ayo salim Bapak! kepingin ketemu bapak?” “Bapak ana Amerika ngono lo, Mbah!” “Ya, saiki wis kundur. Ayo salim!” (PKP hal.21)
Jare
Terjemah 2: “Ini Bapak lo, Nak!.” Sahut mertuanya, “Ayo cium tangan Bapak! Katanya pengen ketemu Bapak? “Bapak ada di Amerika gitu lo, Eyang!” “Ya, sekarang sudah balik. Ayo cium tangan!” (PKP hal. 21) Kebaikan hati ibu mertua dalam mendidik cucunya membuat hati Dr. Subekti merasa bangga. Ibu mertua dengan senang hati merawat cucunya. Beliau rela meluangkan waktu demi menggantikan posisi bapak dan ibunya Andri untuk sementara waktu. Kutipan tersebut terlihat bahwa ibu mertua mengajarkan kepada Andri untuk patuh dan menghormati bapaknya. Ibu mertua bersifat baik ketika Dr. Subekti datang, ia menyuruh cucunya untuk mencium tangan bapaknya. Hal demikian sebagai bukti bahwa terdapat rasa cinta dan sayang anak kepada orang tua. 6) Winarti Winarti adalah istri Gunarto bertempat tinggal di Jakarta. Tokoh yang akrab disapa Yu Win tersebut merupakan kaka ipar Dr. Subekti, menantu dari Ibu Sumoroto. Perwatakan dari Winarti dipaparkan oleh pengarang melalui conversation of others about character yang akan dijelaskan lebih detil selanjutnya.
73
Melalui conversation of others about character, perwatakan tokohtokoh lain dalam suatu cerita memperbincangkan keadaan Winarti, dengan demikian maka secara tidak langsung pembaca dapat mendapat kesan tentang segala sesuatu yang mengenai sifat dan perilaku dari sosok Winarti tersebut. Kutipan: “Kabeh-kabeh nyimpen wewadi,” kandhane lirih. “Wiwit aku teka ana daleme mas Gunarto wis oleh firasat menawa ana kedadeyan ora becik. Mas Gunarto lan Mbak winarti pesen supaya aku langsung mulih mrene. Jare Yuni lan Andri ana kene. Biyen ing surate dheweke kandha menawa ana daleme ibune, ana Balong. Nanging nyatane bareng aku ana kene, Yuni lan Andri ora ana!” (PKP hal. 13) Terjemahan: “Semua-semua menyimpan rahasia,” ucapnya lirih. “Sedari aku datang ke rumahe mas Gunarto sudah merasakan firasat kalau ada kejadian tidak baik. Mas Gunarto dan mbak Winarti pesan supaya aku langsung pulang kesini. Katanya Yuni dan Andri ada disini. Dulu di suratnya dia bilang kalau ada di rumah ibunya, di Balong. Tetap ternyata setelah aku disini Yuni dan andri tidak ada!” (PKP hal. 13) Winarti dan suami menyimpan sebuah rahasia yang tidak boleh diketahui oleh Dr. Subekti. Melalui pernyataan langsung sosok Dr. Subekti dapat mengetahui tindak tanduk dan tindak tutur Winarti. Winarti berbohong kepada adik iparnya bahwa Yuni serta Andri berada di rumah Balong, akan tetapi setelah sampai di tempat tersebut mereka tidak ada. Alasan kebohongan Winarti dan Suaminya dikarenakan ingin menjaga hati adiknya dari kenyataan pait tentang kasus yang menimpa istrinya.
74
7) Mas Gunarto Mas Gunarto merupakan anak tertua Ibu Sumoroto, suami Winarti. Ia juga melakukan kebohongan dengan menutup - nutupi keadaan anak serta istri adiknya yang baru saja datang dari Amerika. Pengarang melukiskan bagaimana pandangan-pandangan tokoh lain dalam suatu cerita terhadap tokoh Mas Gunarto dengan cara reaction of others to character. Adik ragilnya membawa keberhasilan dengan mendapatkan gelar doktor dari Universitas Kentucky, Lexington harus menerima kenyataan pait dalam hidupnya. Mas Gunarto sebagai kakak mencoba melaksanakan tanggung jawab. Ia mencoba tidak membocorkan rahasia. Kebohongan yang dilakukan Gunarto merupakan kesepakatan dari keluarganya dan semata - mata demi kebaikan adiknya. Kutipan: “Yagene Yuni lan Andri, mas?” “Ora apa-apa. Nanging Dhik Bekti kudu sabar.” Geneya Andri?” Pitakone dibaleni. “Ora apa-apa” “Yuni?” “Ya, ya.. ora apa-apa.” “Ibuku?” “Alhamdulillah, Ibu uga sehat.” “Aku ngerti, Mas Gun lan Mbak Win nyimpen wewadi. Yagene ora kersa blaka?” (PKP hal. 4 5) Terjemahan: “Bagaimana Yuni dan Andri, Mas?” “tidak apa-apa. Tapi Dik Bekti harus sabar.” “Kenapa Andri?” Mengulangi pertanyaan. “Tidak ada apa-apa.” “Yuni?” “Ya, ya… tidak ada apa-apa.” “buku?”
75
“Alhammdulillah, Ibu juga sehat.” “Aku tahu, Mas Gun dan Mbak Win menyimpan rahasia. Kenapa tidak mau terus terang?” (PKP hal. 4 −5) Dr. Subekti berkali - kali menanyakan keadaan istri dan anaknya, tetapi Gunarto tetap menutup rapat rahasia dibalik peristiwa ketika adik ragilnya di Amerika. Rasa sayang terhadap adiknya tersebut membuatnya merasa tidak tega ketika berbohong. Hingga akhirnya ia menyuruh ke Balong dan bertanya kepada Ibunya sendiri. 8) Wiwik Tokoh Wiwik adalah anak seorang pejabat negara yang kaya. Tokoh Wiwik dalam novel Pupus Kang Pêpês merupakan teman dekat dari tokoh Dr. Subekti. Mereka bekerja dalam satu universitas. Ningrum digambarkan pengarang dengan melukiskan bentuk lahir pelakon (pysical description). Tokoh Wiwik memiliki fisik tinggi, cantik dengan wajahnya cantik dengan kaca mata, memiliki rambut panjang, ramah dan berwibawa. Wiwik mudah bergaul dengan orang lain dan tidak mudah marah apabila sedang bercanda dengan kawan-kawannya. Sikap yang dimiliki Wiwik sangat disukai oleh orang terdekatnya. Kutipan: “Dheweke nyawang Kenya sing nyalami. Isih ayu kaya biyen. Kacamata minus ngrenggani mripate kang blalak-blalak. Rambute kang dawa saiki disanggul, tambah mrebawani.” (PKP hal. 20) Terjemahan: “Dia melihat orang-orang yang diajak berjabat tangan. Masih cantik kaya dulu. Kacamata minus memberi cela matanya yang besar dan bening.
76
Rambutnya yang panjang sekarang disanggul menjadi berwibawa.” (PKP hal. 20) Tokoh Wiwik ketika masih mahasiswa pernah jatuh cinta terhadap sosok Dr. Subekti, akan tetapi rasa cintanya tidak terbalas. Dr. Subekti menikahi teman dekatnya yang bernama Yuni. Hingga saat ini, hubungan mereka tetap baik. Mereka menjadi sahabat, hingga akhirnya Wiwik menikah dengan Giyarto. Hal ini menunjukan bahwa Wiwik memiliki sifat yang kuat dan suka bercanda walau seberat apapun cobaan yang menimpanya, ia selalu tabah menerima keadaan. 9) Endra Tokoh Endra merupakan tokoh protagonis. Sahabat dekat sosok Dr. Subekti dari SMA. Endra memiliki sebuah perusahaan. Bisnis yang dijalankannya berjalan lancar dan sukses. Ia selalu memikirkan potret kehidupan yang realistis membuat hidupnya semakin maju. Selanjutnya pada point analisis perwatakan Endra selanjutnya akan dijelaskan lebih detil. a) Portrayal of thought strem or conscious thught Pengarang mencoba melukiskan jalan pikiran Endra atau apa yang terlintas dalam pikirannya. Pernyataan tersebut terbukti dalam kutipan berikut. Kutipan: “Aku melu prihatin marang tragedhi sing mbok alami,” Kandhene Endra sajroning mobil. “Pancen wis nasibku,”. Wangsulane Bekti. Mripate manther nyawang mengarep. “Masa dhepanmu luwih penting. Ora ana gunane nggetuni barang kang wus dumadi” (PKP hal. 32)
77
Terjemahan: “Aku ikut prihatin dengan peristiwa yang kamu alami” Ucap Endra didalam mobil. “Memang sudah nasibku,” jawab Bekti sambil melihat ke arah depan. “Masa depanmu lebih penting. Tidak ada gunanya menyesali sesuatu yang sudah terjadi”. (PKP hal. 32) Endra memiliki sifat yang humanis. Ia merespons keadaan orang disekelilingnya dan mencoba untuk bersikap empati. Keprihatinan yang dirasakan Endra sebagai teman dekat Dr. Subekti membuat dirinya ikut terpukul. Ia mencoba membangun semangat sahabat dekatnya tersebut dengan tetap terus maju menghadapi tantangan kehidupan. Konflik yang semakin membuat hidupnya terpukul akan terselesaikan apabila terus memandang masa depan. b) Reaction to event Pengarang melukiskan watak Endra selajutnya yakni dengan cara memasukkan reaksi tokoh terhadap kejadian-kejadian. Tentang respons tokoh dalam menghadapi konflik kehidupan. Reaksi tersebut terdapat pada kutipan berikut. Kutipan: “Kowe kliru. Sanadjan aku pengusaha, aku bisa matesi. Aku dudu binatang ekonomi. Aku sawijining masinis, lan modhal iku sepure. Tugasku ngeterake penumpang marang tujuan kang dikarepake. Luwih saka sewu limang atus wong penumpangku. Ateges saora-orane aku bisa nylametake atusan wanita saka tangane mucikari.” (PKP hal. 35) Terjemahan: “Kamu salah, walaupun aku pengusaha, aku bisa membatasi. Aku bukan binatang ekonomi. Aku salah satu masinis, dan modalnya itu kereta.
78
Tugasku mengantarkan penumpang ke tujuan yang diinginkan. Lebih dari seribu lima ratus orang penumpangku. Yang artinya setidaknya aku bisa menyelamatkan ratusan wanita dari tangannya mucikari. (PKP hal. 35) Reaksi Endra membuat dirinya terketuk hatinya untuk mulai perduli terhadap kejadian - kejadian di lingkungan sekelilingnya. Tokoh Endra menjabat sebagai pimpinan sebuah perusahaan ternama di Surabaya. Ia mencoba untuk bersikap adil dan bijaksana dalam mengatur jalannya perusahaan. Semua orang yang membutuhkan pekerjaan serta memiliki skill yang bagus pasti akan diterima untuk bekerja bersamanya. Sikap realistisnya membuat Dr. Subekti takjub, ia mampu mempekerjakan lebih dari 1.500 orang dalam perusahaannya. Endra mudah bergaul dengan siapa saja, sehingga membuat orang disekelilingnya senang ketika bersamanya. 10) Giarto Tokoh selanjutnya yakni Giarto. Giarto adalah suami Wiwik.
Ia
seorang pekerja kantoran yang memiliki sifat penurut, pemaaf, santai, dan ramah. Giarto dan Wiwik menikah dan dikaruniai seorang anak. Perwatakan tokoh Giarto dilukiskan oleh pengarang melalui reaksi pelakon terhadap kejadian - kejadian disekelilingnya (reaction to event). Kebijaksanaan Endra dalam membantu menyelesaikan konflik dalam dunia kerja Dr. Subekti dengan Wiwik membuahkan hasil. Giarto mencoba tetap tenang ketika mendapat fitnah tentang istrinya. Kutipan: “Bekti nyawang Giarto tajem. Sing disawang katon ayem lan anteng. Panyawange kang manther marang gelas pindhah marang Endra. Bekti
79
ngampet ambegan, nalika Giarto mesem banjur celathu., “kok kaya bocah cilik bae. Aku percaya marang Wiwik, sasuwene iki ora ana lan ora perlu na wadi kang sinengker antarane aku lan Wiwik,” Kandhane marang Endra.” (PKP hal. 89) Terjemahan: “Bekti memandang tajam Giarto. Yang dipandang terlihat baik-baik saja dan tenang. Sorot matanya pada gelas pindah mengarah ke Endra. Bekti menahan napas, ketika Giarto tersenyum kemudian berbicara, “Kok kaya anak kecil saja, aku percaya kepada Wiwik, selama ini tidak ada dan tidak perlu ada rahasia yang disembunyikan antara aku dan Wiwik,” bilangnya kepada Endra. (PKP hal. 89) Persahabatan tokoh Endra, Dr. Subekti, dan Wiwik tidak akan hancur hanya karena fitnah yang tidak jelas sumbernya. Kepercayaan seorang suami terhadap istri membuat konflik terselesaikan dengan baik. Giarto memecahkan masalah secara bijaksana. Begitu juga Endra membantu meluruskan permasalahan agar terselesaikan dengan baik tanpa ada rasa benci. 11) Pak Giri Tokoh Pak Giri dalam novel Pupus Kang Pêpês menduduki jabatan sebagai ketua Jurusan di salah satu Universitas di Surabaya. Beliau memiliki watak semena-mena terhadap bawahan, otoriter, iri, kejam, dan gila jabatan. Ia melakukan berbagai cara agar jabatan yang dimilikinya tetap diduduki. Harta dan tahta membuatnya buta kepada orang disekelilingnya. Ia menyelewengkan kekuasaanya untuk bisnis monopoli dengan memanfaatkan para pegawainya demi tercapainya tujuan yang diinginkannya. Sifat Pak Giri terlihat dari pelukisan jalan pikiran atau apa yang terlintas dalam pikirannya (portrayal of thought strem or conscious thught ).
80
Banyak kejadian-kejadian janggal terjadi di Jurusan disebabkan oleh perbuatan Pak Giri. Salah satu kejanggalan tersebut tecermin dalam kutipan berikut. Kutipan: “Karo lungguh ndheglek, Ketua Jurusan mlintir-mlintir brengose sing njlaprang. Bekti lungguh karo mbukaki majalah ilmiah terbitan almamatere. “Wis ta Dhik Bekti ora usah ngajar ana kana. Kaya ora ana PT swasta liya bae.” “Kula sampun kadhung sagah punika,” wangsulane Bekti. “Rak kena dibatalke ta?” “Kula sampun kadhung mucal.” Ketua jurusan meneng, bali mlintiri brengose. Mripate nyawang tajem, kaya kepingin njajagi atine.” (PKP hal. 26) Terjemahan: “Sambil duduk tegap (kepalanya menghadap keatas), Ketua Jurusan memlintir-mlintir kumisnya yang panjang. Bekti duduk sambil membuka majalah ilmiah terbitan almamaternya. “Sudahlah Dik Bekti, tidak usah mengajar disana. Kayak tidak ada PT swasta lain saja.” “Saya sudah terlanjur janji itu.” Jawabnya Bekti. “Kan bisa dibatalin kan?” “Saya sudah terlanjur mengajar.” Ketua Jurusan diam, memlintir kembali kumisnya. Matanya memandang dengan tajam, seperti ingin menguasai hatinya.” (PKP hal. 26) Tokoh Pak Giri dalam novel ini bersifat antagonis. Seorang pemimpin yang tidak patut untuk dicontoh oleh bawahannya. Sifat semena-menanya muncul hanya untuk kepentingan pribadinya.kutipan di atas sebagai bukti bahwa beliau berusaha mempengaruhi Dr. Subekti untuk menolak mengajar di PT swasta lain. Pengarang melukiskan tokoh Pak Giri tentang bagaimana pandanganpandangan tokoh lain dalam suatu cerita terhadap tokoh tersebut (reaction of
81
others to character). Pandangan tokoh lain menjadi suatu hal penting untuk mengetahui sifat Pak Giri. Kejadian janggal di lingkungan kampus membuat Dr. Subekti ikut terjerumus dalam konflik tersebut. Kutipan: “Dumadakan atine Bekti kaya malah ditantang nalusuri tulisan kuwi. Dheweke bali ngeling-eling, nalika kuliah Pascasarjana ana Jakarta..! Ya ampun… pak Caraka. Pak Caraka kancane tunggal kost. Makalah iku persis karo skripsine dhosen saka Ujung Pandang nalika nempuh sarjanane.“ (PKP hal. 45) Terjemahan: “Secara mendadak Bekti hatinya ditantang untuk menelusuri tulisan tersebut. Dia mengingat-ingat kembali, ketika kuliah Pascasarjana di Jakarta..! Ya ampun… Pak Caraka. Pak Caraka temannya sekosan. Makalah tersebut sama dengan skripsinya dosen dari Ujung Pandang ketika menempuh sarjananya.” (PKP hal. 45) Suatu hari, Pak Giri menjadi pemakalah dalam sebuah acara. Tidak terduga bahwa makalah yang disajikan beliau adalah makalah milik Pak Caraka. Pak Caraka merupakan seorang guru berusia lanjut. Ia adalah teman dekat Pak Giri. Dr. Subekti merasa kecewa dengan apa yang dilakukan atasannya tersebut. Makalah plagiat yang disajikannya di muka umum menjadikan dirinya seorang yang hebat. Perbuatan menghalalkan segala cara tersebut dilakukannya demi mendapatkan prestise. 12) Upik Tokoh Yuni mempunyai adik kandung perempuan bernama Upik. Upik
mendapatkan
kabar
bahwa
mbak
kandungnya
melakukan
82
perselingkuhan. Upik merasa bersalah karena membiarkan kakanya tetap tinggal di Kosnya yang terletak di Surabaya. Pelukisan watak tokoh Upik dengan cara direct author analysis, yakni pengarang dengan langsung menganalisis watak tokoh. Secara implisit pengarang menganalisis sifat tokoh untuk mempermudah dalam hal memahami karakter seseorang dalam sebuah cerita. Kutipan: “Yagene kowe ora tau nemoni aku?” Bekti takon. “Aku wedi, Mas Bekti duka marang aku.” Bekti legeg. Atine trenyuh. Kenya kencur kang lugu iku disawang suwe. Biyen Kenya iku saomah karo dheweke. Malah dheweke sing ngragadi kuliahe. “(PKP hal. 48) Terjemahan: “Kenapa kamu tidak pernah menemui aku?” Tanya Bekti “Aku takut, Mas Bekti marah ke aku,” Bekti duduk dengan menghadap ke atas. hatinya tersentuh. Anak kecil yang lugu itu dipandang lama. Dulu dia serumah dengannya. Malah dia yang membiayai kuliahnya.” (PKP hal. 48) Ketika awal kuliah, Upik hidupnya ditanggung oleh kakak iparnya, Dokter Subekti. Upik takut kepada kakak iparnya setelah kejadian perselingkuhan saudaranya tersebut. Tokoh Upik memiliki sifat lugu, baik hati, dan dewasa. Kebaikan Upik membuat kakak iparnya semakin kasihan terhadapnya. 13) Bu Nining Tokoh Bu Nining adalah seorang dosen wanita yang cantik dan agresif. Ia bekerja dengan Wiwik dan Dr. Subekti dalam satu Universitas. Bu
83
Nining memiliki style yang bagus dan cantik. Ketertarikannya terhadap sosok Dr. Subekti membuatnya buta dengan segalanya. Berbagai cara ia lakukan demi mendapatkan Doktor tersebut. a) Pysiscal description Bu Nining digambarkan pengarang dari bentuk lahirnya mempunyai ciri fisik dengan umur sekitar dua puluh delapan tahunan, memiliki kulit kuning, mukanya yang agak oval dengan alis yang tebal, dan memiliki bibir berwarna merah. Berikut kutipannya. Kutipan: “Tanpa sengaja bekti nyawang driji-drijine dhosen wanita sing dikitek abang, kaya lambene. Klambi sragam model safarine fungsine wis malih dadi jaket, marga ing jerone sragam safari sing ora dibenikake iku dheweke nganggo kaos oblong ireng. Ndulu kaos oblong lan sepatu kang dhuwur hake iku Bekti rumangsa aneh.” (PKP hal. 25) Terjemahan: “Tidak disengaja Bekti menatap tangan-tangannya dosen perempuan yang dicat merah, seperti warna bibirnya. Baju sragam model safarinya sudah beralih fungsi menjadi jaket, karena di dalam seragam safari yang tidak dikancing itu dia mengenakan kaos oblong berwarna hitam. Melihat kaos oblong dan sepatu yang tinggi haknya itu Bekti merasa aneh.” (PKP hal. 25) Bu Nining merupakan dosen baru. Ia memiliki fisik sangat menarik, sehingga banyak orang yang suka dengan dirinya terutama para lelaki, terkecuali Dr. Subekti. Ia digambarkan sebagai wanita muda yang cantik dan berpenampilan menarik. Berbeda dengan sosok Dr. Subekti yang menganggap penampilannya aneh dan tidak mencerminkan sikap seorang pendidik. Ketika
84
mengajar memakai dalaman kaos oblong dan sepatu highils yang sebenarnya tidak pantas dipakai ketika mengajar di kampus. b) Reaction to event Pengarang melukiskan tokoh Bu Nining dengan cara mengetahui reaksi tokoh terhadap kejadian - kejadian disekelilingnya. Bu Nining bersikap agresif terhadap lelaki yang menjadi incarannya. Ketika akan menghadiri seminar, ia menawarkan segala bantuan agar Dr. Subekti mau untuk berangkat bersamanya. Kejadian tersebut dapat diketahui melalui kutipan berikut. Kutipan: “Kula badhe bidhal piyambak raosipun kok mboten sekeca Pak.” “Wadhuh, kula sampun semadosan kaliyan Bu Wiwik punika!” kandane Bekti abot. “Mangga ta, tindak kampus kemawon rumiyin, mangke gampil dipun atur wonten mrika.” Nining katon cuwa, nanging ora ana cara liya maneh kanggone Bekti.” (PKP hal. 42) Terjemahan: “Saya mau berangkat sendiri ko kelihatannya tidak baik Pak.” “Aduh, saya sudah punya janji dengan Bu Wiwik kemarin!” jawab Bekti dengan berat hati. “Ayolah, berangkat ke kampus saja dulu, nanti gampang diatur disana.” Nining terlihat kecewa, tetapi tidak ada pilihan lain bagi Bekti.” (PKP hal. 42) Kutipan di atas menjelaskan permintaan untuk berangkat bersama ditolak oleh Dr. Subekti. Hal tersebut dilakukan karena ia ingin lebih dekat dengan doktor muda tersebut. Penolakan dilakukan karena ingin menjaga diri agar terhindar dari fitnah. Keagresifan Bu Nining membuat dirinya terlihat semakin rendah dihadapan lelaki.
85
14) Ariwarni Sosok Ariwarni adalah salah satu mahasiswi yang pandai. Wanita yang akrab dipanggil dengan sebutan Warni selain sebagai mahasiswa ia bekerja sebagai wanita panggilan. Keadaan keluarganya menuntut dia untuk bekerja dengan cara haram tersebut dan orang tuanya tidak mengetahuinya. Warni memiliki tanggung jawab terhadap kehidupan ayahnya yang sedang sakit. Ia juga harus menanggung biaya kuliah adiknya. Kebutuhan kehidupan menuntutnya harus bekerja demikian. a) Pysiscal description Tokoh Ariwarni digambarkan pengarang dari bentuk lahirnya (pysical description). Ia mempunyai ciri fisik wajahnya cantik dengan balutan makeup, memiliki rambut hitam indah yang panjangnya sepundak, yang agak oval dengan alis yang tebal, memiliki bibir merah, dan rambutnya berwarna coklat panjangnya sepundak. Fisik yang dimiliki olehnya sangat menarik. Kutipan: “Gerbong restorasi katon sepi bareng nyedhaki Surabaya. Nanging Kenya ayu kang wiwit mau lungguh sarapan ora adoh panggonane lungguh isih durung mingked. Kenya ayu klambi bathik terusan, modhel dawa nganti teka ngisor dhengkul kanthi lengen dawa. Rambute kang wates pundhak katon ireng meles-meles. Katambahan make up-e kang manda-manda, katon dheweke anggun banget. Pantese dheweke wanita karier.” (PKP hal. 4) Terjemahan: “Gerbong restorasi perempuan cantik tempatnya duduk mengenakan baju
terlihat sepi ketika mendekati Surabaya. Tetapi, yang dari tadi duduk sarapan tidak jauh dari masih belum pindah dari tempatnya. Perempuan batik model panjang sampai bawah lutut (dress)
86
dengan berlengan panjang. Rambutnya yang sepunggung terlihat hitam berkilauan. Ditambah dengan make-up yang tipis-tipis, terlihat dia anggun sekali. Pantasnya dia wanita karir.” (PKP hal. 4) Penampilan Arwani berbeda dengan wanita lainnya. Keindahan fisiknya ditambah dengan kebaikan hatinya membuat banyak orang yang suka terhadap dirinya terutama para lelaki. b) Direct author analysis Melalui tokoh Warni ini, pengarang langsung menganalisis watak tokoh tersebut dalam percakapan tokoh lain (direct author analysis). Ariwarni digambarkan sebagai tokoh berwibawa, optimis, dan peduli terhadap orang lain. Ketika terkena musibah, kewibawahannya hilang dan berubah menjadi orang pesimis. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut. Kutipan: “Warni pamit, banjur jumangkah ninggalake Bekti. Ing mripate bekti, lageyane kenya iku wis malik grembyang. Dudu Warni anggun maneh sing kebak rasa optimis lan nduweni kawajiban. Nanging warni kang mecaki dina-dinane kanthi ati semplah. Warni kang ngorbanake awake kanggo tumbal kulawargane.” (PKP hal. 61 62) Terjemahan: “Warni ijin pamit, kemudian melangkah meninggalkan Bekti. Dimatanya Bekti, tingkah laku perempuan itu sudah berbalik drastis. Bukan Warni yang anggun penuh dengan rasa optimis dan memiliki kewajiban. Tetapi Warni yang melewati hari-harinya dengan hati yang patah. Warni yang mengorbankan dirinya sebagai tumbal bagi keluarganya.” (PKP hal. 61 62) Tokoh Pak Giri dan Pak Sujono memiliki dendam kepada Warni. Mereka pernah meminta agar dilayani, akan tetapi Warni tidak bersedia. Penolakan tersebut memunculkan konflik berkelanjutan. Para dekanat
87
mengadakan rapat agar Warni didrop-out karena kinerja yang berpotensi menghancurkan
almamaternya.
Setelah
dekanat
melaksanakan
rapat,
menghasilkan keputusan bahwa Warni akan dikeluarkan dari Kampus. Semua hal yang dilakukannya terasa sia-sia. Berbagai konflik menyerang kehidupan Warni. Ia berubah menjadi orang yang patah semangat. c) Portrayal of thought strem or conscious thught Pelukisan watak tokoh Ariwarni juga tecermin dalam cara tokoh menentukan jalan pikirannya atau apa yang terlintas dalam pikirannya. Warni berjuang untuk menata hidupnya. Bekerja tanpa lelah untuk mencari pelanggan demi mencukupi kebutuhan keluarganya, meskipun harga dirinya diperjualbelikan. Hal ini terbukti pada kutipan berikut. Kutipan: “Warni nata lunguhe, nyawang Bekti sedhela, banjur celathu, “Kula saged pados pendamelan ingkang halal. Nanging punapa cekap kangge gesang wonteng Surabaya, mundhut obatipun Bapak, kangge wragad adhik kuliah wonten IPB kaliyah ITB? Kula mboten kepingin adhik kula drop out. Malah wonten adhik kula malih ingkang wekdal punikaa taksih wonten SMA.” (PKP hal. 60 61) Terjemahan: “Warni menata duduknya, menatap Bekti sekejap kemudian berbicara, “Saya bisa mencari pekerjaan yang halal. Tetapi apa cukup untuk hidup di Surabaya, beli obatnya Bapak, untuk membiayai adik kuliah di IPB dan ITB? Saya tidak ingin adik saya drop out. Malah ada lagi adik saya yang saat ini masih SMA. ” (PKP hal. 60 61) Dr. Subekti mencoba untuk menghentikan pekerjaan Warni sebagai wanita panggilan. Ia dicap sebagai wanita tunasusila dan menjadi tumbal bagi
88
keluarganya. Banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi di keluarganya sehingga menuntunnya untuk mencari uang dengan cara haram. Ia menjelaskan begitu banyak beban yang ada dipundaknya. Sebisa mungkin ia berjuang menyekolahkan adik-adiknya demi masa depan mereka yang lebih baik darinya. 15) Rektor Rektor adalah sosok pemimpin yang baik dan pengertian kepada bawahannya. Ia memiliki hubungan baik dengan Dr. Subekti. Penggambaran sifat tokoh Rektor akan diuraikan secara reaction to event dalam novel Pupus Kang Pêpês. Pengarang melukiskan sifat seorang Rektor melalui reaksi tokoh tersebut dalam menghadapi segala kejadian-kejadian di lingkungannya. Hal tersebut terbukti dengan kutipan berikut. Kutipan: “Aku pribadi salut banget marang prestasine Dhek Bekti!” Panyambute rector. Tangane tengen nyalami dheweke, kenceng, tangane kiwa ngepuk-puk bahune kaya patrape bapak marang anak. “Wong kaya Dhik Bekti sing dibutuhake ing kampus iki,” Kandane Rektor.” (PKP hal. 18). Terjemahan: “Saya pribadi bangga sekali dengan prestasinya Dik Bekti!” sambutan dari Rektor. Tangan kanan berjabatan kencang dengannya, tangan kiri menepuk-nepuk pundaknya seperti bapak kepada anak. “Orang seperti Dik Bekti yang dibutuhkan di Kampus ini”. Ujar Rektor. “(PKP hal. 18). Rektor memiliki sifat kepemimpinan yang bagus. Ia memberi penghargaan kepada orang yang layak menerimanya. Rektor memiliki
89
kebaikan budi yang tulus sehingga membuat semua orang menghormatinya. Ia sangat perduli terhadap bawahannya. Sosok Rektor patut dijadikan sebagai tauladan dalam dunia pendidikan. 16) Pak Sujono Pak Sujono adalah seorang dosen sekaligus pembimbing II Ariwarni. Pendeskripsian watak Pak Sujono dalam novel Pupus Kang Pêpês diuraikan melalui reaction of others to character selanjutnya akan dipaparkan secara detil. a) Reaction of others to character Tokoh Pak Sujono dilukiskan wataknya oleh pengarang melalui pandangan - pandangan tokoh lain dalam suatu cerita terhadap tokoh tersebut. Ia memiliki watak pemarah, dan pendendam. Kutipan: “Wiwik noleh marang Pak Sujono. Sing disawang rumangsa didumuk, banjur kanthi kalem celathu, “Dak kira ora aku thok, akeh sing ngerti manawa Ariwarni mujudake wanita panggilan. Yen ora percaya, pak bekti sing kulina tindak Hotel Wora-Wari mesthi pirsa.” Bekti kaya ditampek raine, tebung „kulina‟ kuwi genah disengaja, diucapake kanthi alon lan sengaja.” (PKP hal. 70) Terjemahan: “Wiwik menoleh kepada Pak Sujono. Yang dilihat merasa terpojokkan, kemudian dengan lirih berbicara, “Saya kira bukan saya saja, banyak yang tahu kalau Ariwani menjadi wanita panggilan. Kalau tida percaya, Pak Bekti yang biasanya pergi ke Hotel Wora-Wari jelas tahu.” Bekti seperti ditampar wajahnya, kata „kulina‟ itu pasti disengaja, diucapkan dengan pelan dan sengaja.” (PKP hal. 70)
90
Pak Sujono adalah dosen yang pernah meminta untuk dilayani Ariwarni. Penolakan Ariwarni membuatnya kesal dan malu sehingga ia menjadi dendam dengan mahasiswi bimbingannya tersebut. Pak Sujono sengaja menyeret Dr. Subekti dalam masalah Ariwarni. Ia membuat suasana menjadi panas saat rapat dekanat berlangsung. Pak Sujono memfitnah Dr. Subekti dengan menjelaskan bukti tanpa mengetahui benar atau salahnya bukti tersebut. b) Portrayal of thought strem or conscious thught Pengarang juga memaparkan watak Pak Sujono melalui Pelukisan jalan pikiran atau apa yang terlintas dalam pikirannya. Rapat dekanat membuat Pak Sujono menjadi marah. Ia tidak terima jika Ariwarni tetap diberi keringanan untuk melanjutkan pendidikannya. Segala usaha dilakukan Pak Sujono agar Ariwarni dikeluarkan dari kampus. Kutipan: “Interupsi…!” panyaute Pak Jono, “Ing jagading dagang, prodhusen tansah ngupaya ningkatake mutu dagangane supaya laris. Dhistributor tansah ngupaya menehi service kang becik marang konsumene. Lan mesthine Warni minangka prodhhusen lan dhistributore uga ndueni gagasan kaya mankono. Lan predikat mahasiswa iki sing dianggo Warni.” (PKP hal. 71) Terjemahan: “Interupsi…!” saut Pak Jono, “Di dunia dagang, produsen akan berupaya meningkatkan mutu dagangannya agar menjadi laris. Distributor akan mengupayakan memberi servis yang baik kepada konsumennya. Dan pastinya Warni sebagai produsen dan distributornya juga memiliki gagasan yang seperti demikian. Dan predikat mahasiswa ini yang dipakai Warni.” (PKP hal. 71)
91
Pak Sujono membuat berbagai argumen agar Ariwarni di drop-out. Rasa kesal dan malu kepada Ariwarni masih terlintas dibenak beliau. Pak Sujono sebagai contoh perilaku seorang dosen yang tidak patut untuk diteladani. Sebagai dosen seharusnya ia mencerminkan sikap yang adil, bijaksana, bermoral, membela kebenaran, dan menjunjung tinggi pendidikan. Konflik pribadi dengan Ariwarni yang menyebabkan ia tidak berperilaku adil sesuai etika seorang dosen. 17) Pak Dibya Dosen yang memiliki sifat adil, bijaksana, dan pemaaf dalam novel Pupus Kang Pêpês ini adalah Pak Dibya. Pak Dibya merupakan tokoh dosen sesepuh dan disepuhkan di Kampus. Kebijaksanaanya membuat semua orang yang mengenalnya menghormatinya dan patuh terhadap perintahnya. Tokoh Pak Dibya dilukiskan perwatakannya oleh pengarang melalui discussion of environment, yakni pelukisan keadaan watak tokoh. Misalnya dengan melukiskan keadaan tokoh sehingga pembaca mendapat kesan dari wataknya. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut. Kutipan: “Kasuse Ariwarni iki kudu ditangani kanthi kebak kawicaksanaan,” ngendikane Pak Dibya, dhosen kang paling tua. “Aja dupeh dheweke ambyur ing jagading palanyahan banjur kita vonis ilang hake dadi mahasiswa. Becike kita tlusuri yagene dheweke dadi wanita layah. Yen Dheweke kuliah nganggo masadhepane supaya bisa ninggalake profesine, apa ora perlu pertimbangke? Indeks prestasine ya lumayan, sejatine bisa diusulake entuk beasiswa.” (PKP hal. 71)
92
Terjemahan: “Kasusnya Ariwarni ini perlu ditangani dengan penuh kebijaksanaan.” Ucapnya Pak Dibya, dosen yang paling tua. “Jangan karena dia masuk ke dunia pelacuran kemudian kita vonis hilang haknya menjadi mahasiswa. Baiknya kita telusuri kenapa dia menjadi wanita panggilan. Ketika dia kuliah untuk masa depannya supaya bisa meninggalkan profesinya, apa tidak perlu untuk dipertimbangkan? Indeks prestasinya juga lumayan, sejatinya dia bisa diusulkan untuk mendapatkan beasiswa.” (PKP hal. 71) Berdasar ucapan tokoh Pak Dibya, terlihat dengan jelas Pak Dibya adalah tokoh yang bijaksana, ingin berbuat adil terhadap siapapun dan tidak memandang asal-usul. Tokoh Pak Dibya berusaha meredakan suasana ketika rapat dekanat yang membahas kasus Ariwarni. Berbagai pertimbangan disampaikan oleh beliau dengan harapan keputusan akhir nantinya tidak akan merugikan pihak manapun. 18) Pak Caraka Pak Caraka adalah tokoh pembantu dalam novel Pupus Kang Pêpês. Beliau merupakan guru tertua yang memiliki dedikasi yang tinggi terhadap kemajuan pendidikan. Pak Caraka melakukan studi sarjana di Jakarta. Perwatakan tokoh Pak Caraka dideskripsikan oleh pengarang melalui reaction of others to character, yakni pandangan - pandangan tokoh lain dalam suatu cerita terhadap tokoh tersebut. Pak Caraka adalah teman sekamar Pak Giri yang menjabat sebagai ketua jurusan di universitas tempat Dr. Subekti mengabdi. Berikut kutipan yang akan menjelaskan perwatakan tokoh Pak Caraka.
93
Kutipan: “Bali ngawang-awang ing pangangen-angene Bekti, Pak Caraka kang niba tangi anggone kuliah nganthi beasiswa kang cumpen. Tunjangan profesionale dicabut. Kamangka putrane kang mbarep wiwit kuliah uga, mbutuhake wragat kang ora sithik. Ing kene asil kringete wong tua kang kebak semangat iku dikomersilake.” (PKP hal. 45) Terjemahan: “Kembali teringat di pikirannya Bekti. Pak Caraka yang jatuh bangun ketika kuliah dengan beasiswa yang sedikit. Tunjangan profesionalnya dicabut. Maka dari itu putranya yang paling besar mulai kuliah juga, membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Di sini hasil keringatnya orang tua yang penuh dengan semangat itu dikomersilkan.” (PKP hal. 45) Dr. Subekti mengetahui bahwa makalah yang dipergunakan oleh Pak Giri bukan asli miliknya. Melalui acara seminar, Pak Giri dengan bangga memaparkan makalah plagiat. Makalah tersebut milik Pak Caraka, ia adalah teman satu kamar ketika beliau menempuh sarjana di Jakarta. Pak Caraka seorang pekerja keras dan baik hati. Lelaki paruh baya membanting tulangnya demi mendapat gelar sarjana. Ia rela jauh dari keluarganya demi mendapatkan tunjangan untuk menyekolahkan anaknya. Dibalik itu Pak Giri dengan seenaknya mengaku bahwa makalah tersebut karyanya.
19) Pak Dodi Tokoh Pak Dodi merupakan teman dekat Dr. Subekti ketika masih kuliah. Meskipun telah lama berpisah, mereka tetap menjalin hubungan persaudaraan. Perwatakan tokoh Pak Dodi dijelaskan oleh pengarang melalui portrayal of thought strem or conscious thught. Pak Dodi dilukiskan
94
perwatakkannya melalui jalan pikiran tokoh Pak Dodi atau apa yang terlintas dalam pikirannya. Berikut kutipannya. Kutipan 1: “Mau nitip kunci, Mas!” Bekti apal karo suara kuwi. Dheweke tumenga. Bekti ngadeg ngejejer kamitenggengen ora bisa kumecap. Pancen ora kleru, sing nitip kunci kuwi pak Dodi. Nanging dheweke ora ijenan. Dheweke nganthi sawijining wanita, wanita kang uga njomblak bareng weruh dheweke. Wanita iku mbrabak abang raine, banjur mak klepat bali menjero. Dheweke warni.” (PKP hal. 53) Terjemahan 1 : “Mau nitip kunci, Mas!” Bekti hafal dengan suara tersebut. Dia menenggok. Bekti tidak bisa berkata-kata. Memang tidak salah, yang menitipkan kunci tersebut Pak Dodi. Tetepi dia tidak sendirian. Dia ditemani oleh seorang wanita, wanita yang kaget ketika melihatnya. Wanita tersebut wajahnya memerah, kemudian lari balik ke dalam. Dia Warni. (PKP hal. 53) Dr. Subekti mengunjungi Pak Dodi sahabat lamanya di Hotel Wora Wari. Sahabatnya tersebut dengan sengaja menggandeng seorang wanita yang tidak lain adalah Ariwarni. Pak Dodi orang yang baik dan setia kepada teman, akan tetapi ia suka melakukan hubungan seks diluar pernikahan dengan wanita panggilan. Kutipan 2: “Sik ta sawise dadi dhoktor sampeyan iki ana ngendi bae?” “Ana apa?” “Dak kirimi surat ora tau diwangsuli. Dak kirimi undangan seminar, ora tau njedhul. Kamangka njenengan dakusulake dadi pemrasaran. Nganthi aku isin karo panitia.” (PKP hal. 53) Terjemahan: “Sebentar, setelah kamu menjadi doktor, kamu kemana saja?” “Ada apa?”
95
“Saya kirim surat tidak pernah dibalas, saya kirim undangan seminar, tidak pernah datang. Karena saya usulkan menjadi pemakalah. Sampaisampai saya malu dengan panitia”. (PKP hal. 53) Pak Dodi memiliki hubungan baik dengan Dr. Subekti. Ia memberikan kesempatan kepada sahabatnya untuk menjadi pemakalah. Kejujuran Pak Dodi membuat kecurigaan terhadap seseorang di kampus yang tega menyembunyikan undangannya. Pak Dodi senang menjalin silaturrahmi. Meskipun telah lama berpisah dengan Dr. Subekti, ia tetap berkomunikasi dengan baik. 20) Murni Murni adalah saudara Dr. Subekti. Ia tinggal bersama ibunya di Ponorogo. Tokoh Murni memiliki watak yang baik, peduli, dan sayang terhadap keluarga. Perwatakan Murni
dijelaskan oleh pengarang dalam
bentuk discussion of environment. Pengarang melukiskan keadaan watak tokoh. Perwatakan tokoh Murni dalam novel Pupus Kang Pêpês ini terlihat ketika ia menemani Ibunya untuk menjelaskan kebenaran keadaan Yuni dan Andri. Ia memiliki sifat penyayang keluarga, dan mudah sedih. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut. Kutipan: “Dheweke menyat, mlebu. Jebul ibune dikancani Murni wis lenggah ana kursi tamu. Ndulu sunar paninggale ibune kang ngemu rasa prihatin, atine dadi ngondhok-ondhok. Rada sautara suwene kahanan temamen anteng. Kabeh padha meneng.” (PKP hal. 16)
96
Terjemahan: “Dia segera masuk. Tidak disangka ibunya ditemani oleh Murni sudah duduk di kursi tamu. Melihat sinar penglihatannya ibu yang menggambarkan rasa prihatin, hatinya memendam kesusahan. Agak lama keadaan menjadi tenang. Semua diam.” (PKP hal. 16) Murni tergolong orang yang mudah bersedih. Ketika ibu akan menjelaskan peristiwa yang terjadi pada Yuni dan Andri, ia tidak kuat menahan tangis dan langsung pergi ke kamar. Kakak kedua Dr. Subekti ini sangat sayang kepada ibunya. Ia selalu menemani kegiatan yang dilakukan ibunya. 21) Sudadi Tokoh Sudadi merupakan kakak ipar Dr. Subekti. Suami dari kakak perempuannya
Murni.
Sudadi
bersifat
tanggung
jawab,
baik,
dan
menghormati Ibu mertuanya. Kejadian yang menimpah adik iparnya membuatnya ikut terpukul. Penggambaran sifat Sudadi melalui Reaction to event. Pengarang menggambarkan sifat tokoh Sudadi melalui reaksi terhadap kejadian-kejadian disekelilingnya sehingga Sudadi mencoba merespons konflik tersebut melalui tindakan. Kutipan: “Nalika dheweke ana Amerika, Yuni lan Andri gek nemoni kacilakan? pikire. Ndulu Sudadi kangmas ipene lan mbak yune sing tansah pandeng-pandengan nalika omongan karo dheweke kaya-kaya beda karo ibune lan uga mbakyune Yuni ing Jakarta. Nyimpen wewadi.” (PKP hal. 12)
97
Terjemahan: “Ketika dia di Amerika, yuni dan Andri baru menemui kecelakaan? pikirnya. Melihat Sudadi kakak iparnya dan mbaknya yang selalu saling memandang ketika berbicara dengannya seperti berbeda dengan ibunya dan juga mbaknya Yuni di Jakarta. Menyimpan rahasia.” (PKP hal. 12)
Ketika adik iparnya menanyakan keadaan istri dan anaknya, Sudadi saling berpandangan dengan istrinya. Hal ini menandakan bahwa, Sudadi menyembunyikan sesuatu dari adiknya. Mereka bertingkah kebingungan ketika akan menjawab pertanyaan. Ia tetap teguh pendirian dengan tidak membocorkan rahasia. Sudadi bertanggung jawab atas kebohongan yang dibuatnya, hal ini demi kebaikan adik ipar kesayangannya tersebut. 22) Kang Parni Kang Parni adalah tokoh pembantu dalam novel Pupus Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun ini. Kang Parni merupakan tetangga Sudadi. Ia memiliki sifat ramah, mudah bergaul, dan jujur. Penokohan Kang Parni dijelaskan pengarang melalui reaction to event. Perwatakan Kang Parni terlihat dengan jelas ketika melihat Dr. Subekti serta mendengar pernyataan dari Sudadi dan istrinya. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan berikut. Kutipan: “Gadhah kersa napa? “ Pitakone Bekti. “Nika lo Mas, mitoni yoga kula sing nomer tiga. Mangga ta, rawuh mrika!” “Mosok saomah wong loro teka kenduren.” “Mboten napa-napa ta, lha enggih, pinten taun Mas Bekti boten kundur. Lha garwane napa kok enggih dangu mboten tindak mriki?”
98
“Genah dhek emben lagi budhal menyang Jakarta ngono lo kang! Dhik Yuni rak dak terne teka Mediyun! “ Kandane Murni cepet. “Napa enggih?”(PKP hal. 14) Terjemahan: “ Ada perlu apa?” Tanya Bekti “Itu lo Mas, Tujuh harinya anak saya yang nomor tiga. Silahkan, datang kesana!” “Masa serumah yang datang acara tiga orang.” “Tidak apa-apa lo. Oh iya, berapa taun mas Bekti tidak pulang. Terus istrinya kenapa ko juga sudah lama tidak kesini? “Jelas kemaren baru berangkat ke Jakarta gitu lo mas! Dik Yuni kan saya antar sampai Madiun!” Ujar Murni dengan cepat. “Apa benar?” (PKP hal. 14) Kang Parni adalah sosok lelaki ramah dan gemar menyapa orang. Keramahannya membuat oran disekelilingnya merasa senang. Kang Parni memiliki tiga anak. Ketika Dr. Subekti berkunjung ke rumah ibunya, Kang Parni mengundang Sudadi untuk mengikuti aqiqoh anaknya yang ketiga. Kang Parni orang yang tidak mudah percaya dan jujur. Ia tidak percaya kalau Yuni dan Andri berkunjung ke rumah Sudadi. Hal tersebut membuat kecurigaan bagi Dr. Subekti bahwa ada sesuatu yang ditutupi oleh keluarganya. 23) Sujoko Sujoko adalah sepupu Yuni, ia bertempat tinggal di Surabaya. Ketika Dr. Subekti masih belajar di Amerika, Yuni melakukan perselingkuhan dengan tokoh Sujoko tersebut. Pengarang membuat perwatakan tokoh Sujono melalui conversation of others about character.
99
Tokoh Sujono dalam cerita diperbincangkan oleh tokoh-tokoh lain. Melalui perbincangan tersebut secara tidak langsung pembaca dapat mendapat kesan tentang segala sesuatu yang mengenai tokoh Sudadi. Kutipan 1: “Dhek Bekti kelingan Sujoko?” “Sujoko misane Yuni sing kuliah neng Surabaya kae?” Sudadi mantuk.” (PKP hal. 17) Terjemahan: “Dik Bekti ingat Sujoko?” “Sujoko sepupunya Yuni yang kuliah di Surabaya itu?” Sudadi mengangguk.” (PKP hal. 17) Dr. Subekti merelakan diri pergi ke Amerika karena ingin memuliakan anak dan istri. Akan tetapi istri yang ditinggal ternyata berselingkuh dengan Sepupunya sendiri. Kutipan 2: “Nalika liburan semesteran aku lan kanca-kancaku kabeh padha mulih. Omah sing dikontrak Mas Bekti kosong. Bareng aku bali menyang omah ika nalika liburan wis entek, tangga-tangga padha crita menawa Mbak Yuni karo Mas Joko bubar digerebek Pak RT.” (PKP hal. 49) Terjemahan: “Ketika liburan semesteran aku dan teman-temanku semuanya pulang. Rumah yang dikontrak Mas Bekti kosong. Ketika aku balik dari rumah itu ketika liburan sudah selesai, para tetangga cerita kalau Mbak Yuni dengan Mas Joko usai digrebek Pak RT” (PKP hal. 49) Begitu bejat sifat Sujono, ia berzinah dengan sepupunya yang sudah memiliki suami. Setelah kejadian tersebut orang tua Yuni mengetahui bahwa Yuni hamil. Sebelum kejadian tersebut, Yuni sudah pernah menggugurkan kandungannya sebelum ketahuan bahwa ia telah melakukan hubungan diluar
100
nikah bersama Sujono. Perzinaan yang telah dilakukan oleh Yuni dan Sudadi telah melanggar norma adat, agama, dan negara.
24) Mas Yok Tokoh Mas Yok merupakan tokoh antagonis dalam novel Pupus Kang Pêpês. Ia adalah rekan kerja Dr. Subekti. Mas Yok bekerja sebagai dosen. Ia memanfaatkan keahlian rekan kerjanya demi mendapatkan popularitas. Perwatakan dideskripsikan oleh pengarang melalui portrayal of thought strem or conscious thught. Pengarang melukiskan perwatakan Mas Yok melalui jalan pikirannya atau apa yang terlintas dalam pikirannya. Mas Yok merespons stimulus dalam pikirannya dan merealisasikan pada tindakannya. Hal tersebut terbukti dalam kutipan berikut. Kutipan: “Aku butuh bantuane sampeyan,” kandhane “Bantuan apa ta Mas Yok?” “Ngene Dhik, aku rak mengelola Perguruan Tinggi Swasta,” kandhane. Dheweke meneng sedhela., ndudut rokok sealer, terus nyumet rokoke. Bekti nyawang kanthi ndomblo. “Aku butuh tenaga sampeyan.” “Mulang?” “Apa maneh? Dhik Bekti wis suwe dak enteni rawuhe. Wis ta, aja kuwatir Dhik! Mahasiswane ayu-ayu lo!” (PKP hal. 25) Terjemahan: “Aku butuh bantuan kamu,” ujarnya “BAntuan apa Mas Yok?” “Begini Dik, aku kan mengelola Perguruan Tinggi Swasta,” Ujarnya. Dia diam sejenak, mengambil rokok satu batang, lalu menghidupkan rokonya. Bekti melihatnya dengan bingung.
101
“Aku butuh tenagamu.” “Mengajar?” “Apa lagi? Dik Bekti sudah lama saya tunggu-tunggu datangnya. Sudahlah, jangan khawatir Dik, mahasiswanya cantik-cantik lo!”. (PKP hal. 25) Kutipan di atas menjelaskan bahwa sifat Mas Yok terbuka kepada orang lain, pandai merayu, dan pemaksa. Desakan Mas Yok kepada Dr. Subekti membuatnya tidak bisa berkutik. Melalui rayuan dan desakan tersebut, lawan bicaranya tidak bisa menolak permintaannya. 25) Paijan Paijan adalah seorang penjaga sekolah. Ia bertugas menjaga keamanan sekolah dan mengarsip semua surat masuk di lingkungan kampus. Pendeskripsian watak Paijan dalam novel Pupus Kang Pêpês diuraikan melalui direct author analysis selanjutnya akan dipaparkan secara detil. Penganalisisan terhadap perwatakan tokoh Paijan terlihat pada kutipan sebagai berikut. Kutipan: “Paijan sing diceluk muncul kanthi kebak pitakonan ing atine. “Wonten punapa?” “Kowe tau nampani surat saka Jakarta kagem Pak Bekti?” Pitakone Wiwik. “Dhek napa?” pitakone pegawai bagian surat golongan siji kuwi kamiweden. “Sasuwene Pak Bekti kondur saka Amerika iki.” “Kadosipun wonten menawi kaping tiga punapa sekawan,” Wangsulane pegawai lugu iku. Dheweke banjur mbukai daftar surat masuk buku agendha sing digawa.” (PKP hal. 57)
102
Terjemahan: “Paijan yang dipanggil datang dengan banyak pertanyaan dihatinya. “Ada apa?” “Kamu pernah mendapat surat dari Jakarta untuk Pak Bekti?” Tanya Wiwik. “Waktunya kapan?” Tanyanya pegawai bagian surat golongan satu itu dengan merasa takut. “Selama Pak Bekti pulang dari Amerika ini.” “Kayaknya ada tiga atau empat,” jawabnya pegawai lugu itu. Dia kemudian membuka daftar surat masuk buku agenda yang dibawanya.” (PKP hal. 57) Tokoh Paijan memiliki sifat penakut, tanggung jawab, dan jujur. Sifat tersebut terbukti ketika ditanya tentang surat masuk ia langsung dengan tanggap menjawab sesuai yang dikerjakannya dan melihat catatan surat. Kejujurannya membuat ia menjadi pegawai penjaga kepercayaan kampus. 26) Letkol Jati Tokoh Letkol Jati merupakan komandan Polwiltabes. Ia adalah kakak Wiwik. Seperti sifat polisi pada umumnya, Letkol Jati orang yang tegas, tanggung jawab, dan baik. Pengarang membuat perwatakan Tokoh Letkol Jati melalui pelukisan reaksi tokoh terhadap kejadian-kejadian (reaction to event). Wiwik yang tidak lain adalah adiknya mendapatkan terror dan ia langsung melapor kepada kakaknya. Kejadian tersebut terbukti dalam kutipan berikut. Kutipan : “Wis Wik didulu anak buahku kae lo, kaya bocah cilik bae!” kandhane komandan polwiltabes kanthi pangkat kapas loro ing pundake kuwi. “Aku wis ngirim anak buahku, Wik!” wangsulane letkol Jati, kangmase iku. “Pokoe mas Jati kudu bisa mbongkar sapa dhalange!” “Percaya karo polisi!” (PKP hal. 107)
103
Terjemahan: “Sudah Wik dilihat anak buahku lo, kaya anak kecil saja!” ujarnya komandan polwiltabes dengan pangkat dua kapas dipundaknya itu. “Aku sudah kirim anak buahku Wik!” jawab Letkol Jati, kakanya itu. “Pokonya mas jati harus bisa membongkar siapa dalangnya!” “Percaya dengan polisi!.” (PKP hal. 107) Sifat tegas dan tanggung jawab menjadikan Letkol Jati disegani oleh bawahannya. Ia memiliki kebaikan budi dengan senang membantu orang yang terkena musibah. Sebagai kakak, ia mencoba mengayomi adiknya dengan sekuat tenaganya. 27) Manik Manik adalah sosok wanita cantik pegawai kepercayaan Endra. Ia menduduki jabatan Sekretaris di perusahaan Endra. Wanita cantik tersebut memiliki kepribadian yang baik. Sifat Manik terdeskripsikan dalam melukiskan bentuk lahir dari pelakon (pysiscal description). Pengarang mendeskripsikan sifat Manik melalui fisiknya. Ia berkepribadian baik, cantik, patuh terhadap atasan, sopan. Hal tersebut terbukti dalam kutipan berikut. Kutipan: “Manik, aku ana urusan karo Dhoktor Subekti. Yen surat-surat iku wis rampung delehen ana meja kerjaku,” kandhane marang sekretarise. Sekretarise sing diundang kanthi jeneng Manik manthuk sopan banget. Sekretaris kinyis-kinyis iku nampani tase Endra, banjur mlaku ndhisiki nggoleki sopir.” (PKP hal. 65) Terjemahan: “Manik, saya ada urusan dengan Dr. Subekti. Kalau sudah selesai taruk di meja kerja saya.” Ujarnya kepada sekretarisnya.
104
Sekretarisnya yang dipanggil dengan nama Manik menundukkan kepala dengan sopan sekali. Sekretaris cantik itu membawa tas Endra kemudian berjalan duluan mencari sopir.” (PKP hal. 65) Manik merupakan sekretaris pilihan, kecantikan dan kepandaian membuatnya menjadi pegawai di perusahaan Endra. Perusahaan yang memiliki seribu limaratus lebih karyawan dengan prospek yang bagus. 28) Satpam Perusahaan Satpam Perusahaan Endra memiliki watak keras, tegas, takut terhadap atasan, dan disiplin. Setiap perusahaan atau instansi pasti memiliki satpam untuk menjaga keamanan lingkungan tersebut. Perwatakan tokoh satpam dilukiskan oleh pengarang melalui portrayal of thought strem or conscious thught. a) Portrayal of thought strem or conscious thught Pengarang membuat perwatakan tokoh satpam dalam novel Pupus Kang Pêpês dilukiskan dengan jalan pikiran tokoh atau apa yang terlintas pada pikirannya. Kutipan: “Satpam iku ora enggal percaya ngono bae. Dheweke nyawang Bekti wiwit pucuk rambut nganthi pucuk sikil. “Karyawan kene uga ora mbutuhake barang kreditan.” “Aku ora tukang kredit…!” Kandhane Bekti tambah jengkel. “Terus apa?” Pitakone satpam iku ngatonake sungute. Miturut nalare mung wong kang teka numpak sedhan kang pantes diajeni. Wong kaya bekti ora wurung mung bakal gawe repot bae. Malah-malah dheweke bisa kena semprot.” (PKP hal 62)
105
Terjemahan: “Satpam itu tidak langsung percaya beitu saja. Dia melihat Bekti dari pucuk rambut hingga pucuk kaki. “Karyawan disini juga tida membutuhkan barang kreditan.” “Saya bukan tukang kredit…!” Jawab Bekti semakin jengkel. “Terus apa?” balasnya satpam itu terlihat jahatnya. Menurut pemikirannya hanya orang yang datang mengendarai sedan yang pantas untuk dihormati. Orang seperti Bekti hanya bisa membuat repot. Malahan dia bisa mendapat marah.” (PKP hal. 65) Kewajiban seorang satpam umunya adalah menjaga keamanan lingkungannya. Jika melihat satpam berkepribadian keras dan tegas sudah menjadi hal yang wajar, akan tetapi satpam yang terlalu kolot juga tidak baik. Seorang Satpam berfikir bahwa kebanyakan orang yang memiliki mobil mewah, kaya, dan berpenampilan bagus adalah orang yang patut untuk dihormati, akan tetapi pola pikir demikian perlu dirubah. b) Reaction of others to character Pengarang mendeskripsikan watak Satpam juga melalui pandanganpandangan tokoh lain dalam suatu cerita terhadap satpam tersebut. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut. Kutipan: “Sedhan ninggalake kantore Endra. Ing batin Bekti kudu ngguyu weruh Satpam sing mau nganggep dheweke salesman saiki pacak sikap kurmat kaya patrape ABRI, banjur ngadeg ngejejer kaya patung kanthi praupan pucet.” (PKP hal. 66) Terjemahan: “Mobil sedan meninggalkan kantor Endra. Dihati Bekti ingin tertawa melihat Satpam yang tadi mengira dia salesman sekarang berlagak sikap hormat kaya sikapnya ABRI, kemudian berdiri tegap seperti patung dengan wajah yang pucat.” (PKP hal. 66)
106
Manusia menilai sesamanya melalui rupa, harta, dan tahta akan membutakan hati. Jabatan dapat menjadi kekuatan apabila dimanfaatkan dengan baik. Sebagai karyawan harus tetap menjaga etika. Seperti satpam perusahaan Endra, karena jabatannya ia lalai dengan kemanusiawiannya sehingga berbuat semena – mena terhadap orang disekelilingnyaa. 29) Dekan Sosok Dekan adalah tokoh pemimpin di fakultas tempat Dr. Subekti mengajar. Ia memiliki kewajiban mengayomi bawahannya. Perwatakan tokoh Dekan tergambar pada portrayal of thought strem or conscious thught. Pengarang melukiskan karakter tokoh Dekan dalam jalan pikiran pelaku atau apa yang terlintas dalam pikirannya. Berikut kutipannya. Kutipan: “Dhik Bekti aja kliru tampa,” Kandane Pembantu Dekan I. “Iki kanggo kabecikane Dhik Bekti dhewe.” Bekti mung bisa manthuk. “Masalah keluwarga mujudake masalah pribadhine iku dadi mermen marang kariere Dhik Bekti, aku kudu cawe-cawe,” kandhane Dhekan. (PKP hal. 82) Terjemahan: “Dik Bekti jangan salah faham,” Ujarnya Pembantu Dekan I. “Ini untuk kebaikannya Dik Bekti sendiri.” Bekti hanya bisa menganggukan kepala. “Masalah keuarga menjadikan masalah pribadinya itu menjadi semakin parah berdampak pada karirnya Dik Bekti, aku harus ikut campur,” Ucap Dekan. (PKP hal. 82) Sosok Dekan memiliki sifat bijaksana, pengayom, dan adil. Bijaksana dalam hal menangani masalah dan mengambil jalan keluarnya. Ia memiliki sifat pengayom dalam hal melindungi para dekanat dan jajarannya agar tetap terjalin keakraban.
107
30) Lik Ngolimah Tokoh Lik Ngolimah adalah seorang penjual pecel di dekat rumahnya Dr. Subekti. Rasa pecelnya yang enak dan khas menambah banyak pelanggannya. Sifat Lik Ngolimah baik, ramah, dan pemalu kepada siapa saja dipaparkan oleh pengarang melalui reaction to event. Sifat Lik Ngolimah tersebut terbukti pada kutipan berikut. Kutipan: “Kala punapa rawuhipun, Mas?” Pitakone mbagekake. “Nembe mawon kok, Yu.” “Mas Bekti kok radi kera, nggih!” Dheweke ngguyu lirih. “Ah, wong adoh ana paran, gek ijen pisan ko. Ya mesthi bae,” Panyaute ibune. “Yogane pinten, Yu?” pitakone. “Lha empun gangsal lo, Mas!” “Wih, mboten ka be?” “Nggih, sakniki mpun kula tutup.” wangsulane rada isin.”(PKP hal. 9) Terjemahan: “Kapan datangnya, Mas?” tanyanya sambil mengasih nasi pecel. “Baru saja kok, Bu.” “Mas Bekti kok matanya agak kera, ya?” dia tertawa lirih. “Ah, orang jauh di tempat sana, sendirian lagi. Ya tentu saja,” sahut Ibunya. “Anaknya berapa, Bu?” tanyannya. “Lha sudah lima lo, Mas!” “Wah, tidak ikut KB?” “Iya, sekarang sudah saya tutup.” Jawabnya agak malu.” (PKP hal. 9)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa karakter Lik Ngolimah sangat ramah, baik, dan pemalu. Reaction to event yang ditimbulkan terbukti pada ucapan dan perilaku Lik Ngolimah. Keramahannya terbukti ketika bertemu dengan Dr. Subekti, ia langsung bertanya kabar dan ketika menjawab
108
pertanyaan dari lawan bicaranya ia tertawa sedikit. Hal tersebut membuktikan bahwa Lik Ngolimah mudah berinteraksi terhadap lingkungannya, mudah akrab dengan lawan bicaranya. Sifat terbuka diketahui ketika menyebutkan jumlah anaknya, dan ia merasa malu. 31) Bu Citra Tokoh bu Citra dalam novel Pupus Kang Pêpês diceritakan sebagai Ibu kost Yuni ketika ia masih kuliah di Surabaya. Bu Citra memiliki sifat yang baik. Penggambaran sifat Bu Citra melalui perbincangan tokoh lain (conversation of others about character). Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan berikut. Kutipan: “Mas Bekti isih enget Bu Citra?” Pitakone Upik katon ragu-ragu lan wedi. “Ibu koste mbakyumu dhek isih kuliyah mbiyen?” “Seulan kepungkur aku ketemu Bu Citra, Bu Citra crita…”Upik ora nerusake critane…” (PKP hal. 51) Terjemahan: “Mas Bekti masih ingat Bu Citra?” Tanya Upik dengan ragu-ragu dan takut. “Ibu kosnya kakakmu sewaktu kuliah dulu?” “Sebulan lalu aku bertemu Bu Citra, Bu Citra bercerita…” Upik tidak meneruskan ceritanya…” (PKP hal. 51) Tokoh Bu Citra dalam cerita diperbincangkan oleh tokoh-tokoh lain. Melalui perbincangan tersebut secara tidak langsung pembaca dapat menangkap kesan tentang segala sesuatu mengenai tokoh Bu Citra. Bu Citra adalah orang yang baik. Ia mencoba memberi tahu tentang kejadian yang
109
dialami oleh Yuni dengan niat agar keluarganya mengetahui dan bisa ditindaklanjuti.
4. Latar/ Setting Latar atau seting memiliki fungsi utama sebagai penyokong alur dan penokohan. Selain merupakan salah satu sarana untuk mengaitkan peristiwa peristiwa dalam suatu cerita. Latar di sini mencakup latar tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat merupakan tempat terjadinya peristiwa. Abrams (1981) menyatakan bahwa latar atau setting adalah landas tumpu, penyandaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (dalam Nurgiyantoro, 2007: 216). Latar waktu merupakan petunjuk waktu terjadinya peristiwa, sedangkan latar sosial berkaitan dengan stasus sosial atau kedudukan tokoh dalam masyarakat, selain itu latar sosial mencakup penggambaran keadaan masyarakat, kelompok sosial, dan sikapnya, cara hidup, bahasa, dan lain-lain yang melatari peristiwa. a) Latar Tempat 1) Lexington, Amerika Serikat Sosok Dr. Subekti adalah seorang dosen. Ia memiliki kesempatan untuk melanjutkan S3 di Lexington, Amerika Serikat. Keluarga tercintanya rela ditinggalkan demi menggapai cita - cita dengan harapan ingin
110
membahagiakan istri, anak, dan almamaternya. Ia mencari ilmu selama dua tahun di Universitas Kentucky Lexington, Amerika Serikat. Kutipan: “Ing Amerika wektune mung kanggo sinau lan nulis, nganthi ora weruh wektu… Dheweke ninggalake Lexington, Amerika, kaya patrape serdhadhu ninggal palagan sawise menang perang.” (PKP hal. 11) Terjemahan: “Di Amerika waktunya hanya dipergunakan untuk belajar dan menulis, hingga tidak mengenal waktu… dia meninggalkan Lexington, Amerika, seperti sikap seorang serdadu yang meninggalkan peperangan setelah memenangkan perang.” (PKP hal. 11) Dua tahun mengarungi kehidupan di negeri asing. Kerinduan terhadap keluarga menjadi penyemangat untuk segera menyelesaikan belajarnya. Setiap bulan Dr. Subekti mengirim surat dan gaji kepada Istri sebagai bukti tanggung jawabnya kepada keluarga. 2) Cepu - Blora, Bojonegoro Dr. Subekti merindukan harumnya tanah kelahiran ketika sampai di daerah Cepu- Blora, Kabupaten Bojonegoro. Para pedagang berjualan di kereta api demi menyambung hidup yang lebih baik. Kutipan: “Sepur Mutiara Utara terus ngenthit ninggalake Cepu, ninggalake bakulbakul panganan golek pangupajiwa. Ninggalake bengawan kang misahake antarane Kabupaten Blora karo Bojonegoro.” (PKP hal. 1) Terjemahan: “Sepur Mutiara Utara terus berjalan meninggalkan arah Cepu, meninggalkan pedagang-pedagang makanan yang mencari nafkah untuk
111
kehidupan. Meninggalkan bengawan yang memisahkan kabupaten Blora dengan Bojonegoro.” (PKP hal. 1)
antara
Doktor muda tersebut melakukan perjalanan dari Jakarta menaiki kereta api Mutiara Utara menuju arah Surabaya terlebih dahulu melewati Cepu - Bojonegoro. Harum tanah di pagi hari membuatnya tidak sabar untuk bertemu dengan istri dan anaknya. Semakin meninggalkan wilayah Cepu Bojonegoro hatinya semakin tidak karuan. 3) Surabaya Setelah dua tahun di Amerika, Dr. Subekti merasa asing ketika berada di kota Surabaya. Sejalan perkembangan zaman, bangunan - bangunan di kota pahlawan yang biasa ia lihat kini berubah menjadi bangunan mewah dan elit. Kota Surabaya yang biasanya panas berubah menjadi dingin. Kutipan: “Gerimis riwis-riwis ing jaba. Surabaya sing biasane panas sumelet krasa adhem. Ndilalah listrik mati pisan, nuwuhake kahanan sajroning omah gedhong dadi surem.” (PKP hal. 26) Terjemahan: “Gerimis rontik-rintik di luar. Surabaya yang biasanya panas sekali terasa dingin. Tidak disangka listrik padam juga, memunculkan keadaan didalam rumah elit menjadi gelap.” (PKP hal. 26) Keadaan cuaca gerimis di Surabaya sama halnya dengan hati Dr. Subekti. Keadaan Kantor yang sepi menambah sunyi jiwanya. Sebagian dosen mengajar dan ada pula yang hanya duduk di kantor karena tidak ada kegiatan.
112
4) Lamongan Ketika perjalanan menuju ke arah timur, Dr. Subekti terus memikirkan nasib keluarganya. Tidak terasa sampai di Lamongan yang terkenal dengan makanan khasnya tahu campur. Kota Lamongan terletak diantara Kabupaten Jombang dan Kabupaten Gresik. Ketika masuk kota Lamongan, wanita cantik yang duduk di seberang jauh didepannya masih terlihat memandanginya. Hal tersebut terbukti pada kutipan berikut. Kutipan: “Rodha sepur gumlindhing mengetan parane, wiwit mlebu kutha Lamongan. Lan kenya ayu iku isih katon migatekake dheweke. Eling lamongan sakeplasan kelingan marang bakul-bakul soto lan tahu campur ing Kedungdara lan Kertajaya.” (PKP hal. 5) Terjemahan: “Roda kereta api menggelinding ke arah timur, mulai memasuki kota Lamongan. Dan wanita cantik itu masih terlihat memperhatikan dirinya. Teringat Lamongan sepintas teringat kepada pedagang-pedagang soto dan tahu campur di Kedungdara dan Kertajaya.” (PKP hal. 5) Wanita muda yang memandang Dr. Subekti ketika di kereta adalah mahasiswanya bernama Ariwarni. Ariwarni memberanikan diri untuk menyapa dan mengobrol bersama hingga perjalanan Dr. Subekti sampai di Lamongan. Sepintas ia teringat sewaktu masih di Amerika, Ia ingin makan soto dan tahu campur khas Lamongan tersebut.
113
5) Jakarta Winarti dan Gunarto tinggal di Jakarta. Mereka merayakan kepulangan Adik kesayangannya dari Amerika. Ketika sampai di rumah, Dr. Subekti merasa bahwa kakaknya menyimpan rahasia kepadanya. Ia mendesak agar kakaknya
mau
menceritakan
rahasia
tersebut,
tetapi
mereka
tetap
merahasiakannya. Setiap kali Dr. Subekti bertanya tentang keluarganya, Winarti dan Gunarto membelokkan pembicaraan seakan - akan tidak ingin membahas keadaan keluarga adiknya tersebut. Akhirnya ia memutuskan untuk langsung berkunjung ke rumah ibunya. Kutipan: “Mak nyut dheweke bali kelingan marang kandhane kang mas pripeane nalika sepur arep ninggalake Jakarta.” (PKP hal. 4) Terjemahan: “Sekilas dia kembali teringat kepada ujarannya kaka iparnya ketika kereta akan meninggalkan Jakarta.” (PKP hal. 4)
Setelah berpamitan dengan Winarti dan Gunarto, Dr. Subekti langsung menuju ke stasiun. Sesampainya di gerbong kereta api, Ia teringat ucapan kakak iparnya supaya berkunjung ke rumah ibu. Ia bergegas meninggalkan kota Jakarta dan melakukan perjalanan ke Sumoroto untuk bertemu ibunya. Ia ingin menanyakan perihal apasaja yang telah terjadi setelah kepergiannya dari Amerika, sehingga banyak orang tingkahnya aneh kepadanya.
114
6) Sumoroto, Kauman Dr. Subekti melanjutkan perjalanan menuju ke Sumoroto, Kauman, Ponorogo setelah melakukan perjalanan dari Ibu Kota. Ketika sampai di kota Reog, semua kenangan masa kecilnya terlihat dengan jelas. Dini hari Dr. Subekti telah sampai di terminal Ponorogo. Akses menuju Sumoroto dengan menaiki angkutan umum. Hal tersebut dibuktikan pada kutipan berikut. Kutipan: “Sumoroto pundi Mas?” pitakone sopir karo klakepan. “Kauman.” “Kilen sekedhik.” “Kalih agen es?” “Ngajenge, pas!” wangsulane Bekti. (PKP hal 94) Terjemahan: “Sumoroto mananya Mas?” Tanya sopir sambil menguap. “Kauman.” “Ke barat sedikit.” “Dari arah agene es?” “Depannya, itu!” jawabnya Bekti. (PKP hal.94) Hawa dingin terasa sangat dingin, ketika angkutan umum tersebut melaju kencang. Pak Sopir mananyakan alamat yang dituju oleh Dr. Subekti. Jalan terasa sepi sekali berbeda ketika ia masih menjadi siswa. Banyak pedagang menuju Pasar. Para ibu menggendong kayu dan berjalan hingga ke rumah mereka masing-masing. Jalan yang dahulu masih menggunakan tanah sekarang berubah menjadi aspal.
115
7) Kereta Api Kereta api melaju kencang dari Jakarta menuju Surabaya. Keinginan Dr. Subekti untuk segera sampai di rumah ibu, membuatnya melamunkan segala kemungkinan kejadian yang dialami istri dan anaknya. Hingga akhirnya ia tersadar dari lamunannya ketika mendengar suara bel kereta api. Kutipan: “Suwasanane bel sepur nyadharake lamunane. Gerbong restorasi katon sepi bareng nyedhaki Surabaya.” (PKP hal. 4) Terjemahan: “Suasananya bel kereta api menyadarkan lamunanya. Gerbong restorasi terlihat sepi ketika dekat arah Surabaya.” (PKP hal. 4) Penjelasan Giarto dan Winarti dirasa sangat kurang untuk mengetahui semua kejadian dalam keluarga kecilnya. Perasaan tidak karuan menyelimuti hati. Hati dan pikiran terasa ingin mengejar waktu untuk segera sampai di Ponorogo. 8) Stasiun Pasar Turi Doktor muda tersebut sampai di Stasiun Pasar Turi Surabaya. Banyak orang beralalu-lalang bepergian maupun pulang dari kota tujuan masingmasing. Hal tersebut terbukti pada kutipan berikut. Kutipan: “Saka Stasiun Pasar Turi dheweke terus ngeblas menyang terminal Joyo Boyo." (PKP hal. 7)
116
Terjemahan: “Dari Stasiun Pasar Turi dia terus melaju ke terminal Joyo Boyo.” (PKP hal. 7) Stasiun Pasar Turi ke Ponorogo perjalanan masih sangatlah jauh. Ia melanjutkan kembali perjalanannya menuju terminal Joyo Boyo atau biasa disebut dengan terminal Bungurasih. Terminal yang terkenal banyak calo dan premannya. Terminal terbesar se-Indonesia yang terletak diantara perbatasan Surabaya dengan Sidoarjo. Dari terminal Joyo Boyo, Dr. Subekti mencari kendaraan untuk menuju ke arah Ponorogo. 9) Terminal Ponorogo Ketika perjalanan dari terminal Joyo Boyo, Dr. Subekti mengendarai bus Ponorogo. Jalan raya Surabaya-Madiun terlihat sepi ditengah malam, sehingga
bus
melaju
dengan
cepat
tanpa
menghiraukan
keadaan
penumpangnya dan sampai di terminal Ponorogo dengan selamat. Kutipan: “Bus sing ditumpaki mbandhang kaya dioyak syetan. Kahanan tengah wengi, dalan-dalan kang sepi, njurung sopir ugal-uglan. Isih setengah papat nalika bis sing ditumpaki mlebu terminal Ponorogo.” (PKP hal. 92) Terjemahan: “Bus yang dikendarai melaju seperti dikejar setan. Keadaan tengah alam jalan-jalan yang sepi memacu sopir untuk ugal-ugalan. Masih setengah empat ketika bus yang dikendarai masuk ke terminal Ponorogo.” (PKP hal. 92)
117
10) Bus Garuda Jaya Perjalanan Surabaya ke Ponorogo kurang lebih enam jam. Dr. Subekti menumpangi Bus Garuda Jaya untuk segera sampai di Ponorogo. Bus dengan kecepatan tinggi melaju di siang hari. Kutipan: “Bis Garuda Jaya sing ditumpaki Bekti mlebu terminal jam setengah lima sore.” (PKP hal.103)
Terjemahan: “Bus Garuda Jaya yang dikendarai Bekti masuk terminal jam setengah lima sore.” (PKP hal.103) 11) Rumah Dr. Subekti telah melakukan perjalanan panjang menuju rumahnya. Sesampainya di rumah, ia merasa kaget. Ibu kesayangannya semakin beruban rambutnya. Terbukti pada kutipan berikut. Kutipan “Alon-alon banget dheweke mlebu njujug pawon, sawijining ibu kang rikmane putih memplak lagi ngrajang bligo. Atine sumendhal. “Ibu…!” Suwarane mandheg ana gorokan. Kang diundang kaget. “Bekti…! Kowe teka Le…!” dheweke ngangkul kenceng, diajak bali mlebu omah. “(PKP hal. 8) Terjamahan: “Pelan-pelan sekali dia memasuki ruang dapur, seseorang ibu yang rambutnya hampir semua berwarna putih sedang mengiris labu siam. Hatinya terkaget-kaget. “Ibu…!” Suwaranya berhenti di tenggorokan. Yang dipanggil merasa kaget. “Bekti…! Kamu datang Nak…!” dia merangkul kencang, diajak kembali masuk rumah. (PKP hal. 8)
118
Dua tahun meninggalkan ibunya, dan sekarang terasa bahagia setelah melihatnya. Ibu terlihat kaget melihat anak kesayangannya datang. Ia merangkul dengan erat anaknya sebagai penawar rindu. 12) Cafetaria Cafetaria merupakan tempat makan di kampus. Ketika sampai di kampus, Dr. Subekti menenangkan pikiran sejenak di Cafetaria. Tampak seorang wanita cantik memanggil dirinya dari jauh, ternyata yang memanggilnya adalah Wiwik. Kutipan: “Mas Bekti…!” Ana swara wadon ngundan dheweke, nalika liwat ana ngarep Cafetaria. Dheweke tumenga, sawijining kenya sragam safari abu-abu mlayoni dheweke. (PKP hal. 20) Terjemahan : “Mas Bekti…!” ada suara wanita memanggil dirinya, ketika lewat di depan Cafetaria. Dia memandang, seorang wanita berseragam safari abuabu berlari ke arahnya. (PKP hal. 20) Sekian lama Wiwik tidak bertemu Dr. Subekti. Pertemuannya di Cafetaria membuat mereka menjadi semakin akrab. Mereka saling bercerita keadaan masing - masing dan keadaan kampus yang semakin banyak terjadi konflik. Keakraban antara Wiwik dan Bekti menimbulkan konflik diantara mereka. Konflik dipicu oleh rasa iri dan dengki para penguasa terhadap keberhasilan Dr. Subekti sehingga melalui hubungan dekat mereka nantinya akan muncul konflik yang lebih kompleks.
119
13) Restoran Konflik di kampus semakin rumit dan kompleks. Kegoncangan jiwa Dr. Subekti menjadi terganggu. Endra mengajak sahabat-sahabatnya makan bersama di restoran elit. Suasana restoran membawa hati mereka sedikit tenang. Kutipan: “Lagu Barat kang sentimentil bali ngrenggani kahanan restoran kang sarwa gumebyar.”(PKP hal. 88) Terjemahan: “Lagu Barat yang sentimentil kembali merenggangkan suasana restoran yang semuanya mewah.” (PKP hal. 88) Surat kaleng yang beredar di kampus mengatas namakan Dr. Subekti sebagai tersangka. Ia dianggap sebagai dosen perebut istri orang, dosen suka melakukan seks, dan dosen gagal dalam membina rumah tangga. Teror yang beredar membuat Wiwik kaget. Wiwik juga disangka sebagai selingkuhan Dr. Subekti. Akhirnya dengan niat yang baik, Endra mengajak Wiwik, Giarto, dan Dr. Subekti untuk meluruskan konflik mereka di restoran tersebut. 14) Ruang Kerja Ruang kerja menjadi tempat singgahan sementara sebelum menuju ke kelas. Ketika keluar dari ruang kerjanya, Dr. Subekti merasakan hal aneh. Para mahasiswa bergerombol serta memandang Dr. Subekti dengan pandangan yang aneh. Hal tersebut terbukti pada kutipan berikut.
120
Kutipan: “Metu saka ruangan kerjane dheweke ndulu mahasiswa padha pating grombol, nyawang dheweke kanthi panyawang kang aneh.” (PKP hal. 105) Terjemahan: “Keluar dari ruang kerjanya dia memperhatikan mahasiswa yang saling bergerombol melihat dirinya dengan penglihatan yang aneh.” (PKP hal. 105) Kejanggalan peristiwa tersebut membuat doktor mudah tersebut bingung. Ia tidak mengetahui konflik apa yang sedang terjadi, tetapi ia menjadi gunjingan para mahasiswanya. 15) Kantor Jurusan Kantor jurusan menjadi saksi bisu semua kegiatan Dr. Subekti. Ia merasa tenang dan nyaman ketika bersantai di sana. Sejenak ia melepas kepenatan keluarganya dengan mengajar mahasiswa, akan tetapi bayangbayang konflik isrinya dan anaknya selalu menghantuinya. Kutipan: “Ing kantor jurusan dheweke rada ayem atine. Kahanan sepi. Mung ana Ketua Jurusan lan Sekretarise.” (PKP hal.23) Terjemahan: “Di kantor jurusan dia sedikit tenang hatinya. Keadaan yang sepi. Hanya ada Ketua Jurusan dan Sekretarisnya.” (PKP hal. 23) Ia berusaha mengingat-ingat konflik keluarganya yang semakin berantakan. Di kantor jurusan itu pun menjadi saksi bisu kematian Dr. Subekti dengan menggantungkan dirinya di pintu.
121
16) Kantor Dekan Kantor Dekan menjadi tempat persidangan konflik Ariwarni, mahasiswa yang menjadi wanita panggilan. Di ruang Dekan juga sebagai tempat persidangan Dr. Subekti ketika mendapatkan teror surat kaleng. Kutipan: “Metu saka kantor Dhekan Bekti terus ngluncluk mulih.” (PKP hal. 84) Terjemahan: “Keluar dari kantor Dekan Bekti lalu pulang.” (PKP hal. 84)
Keluar dari kantor Dekan, Dr. Subekti langsung membereskan barangbarangnya. Tidak ada pilihan lain, kecuali ia harus meninggalkan kampusnya. Kampus yang belum sempat ia mengabdi sepenunyakarena telah membuatnya terhina. Ia berniat akan pergi ke Jakarta, menjadi dosen di PT swasta di sana. 17) Ruang Rektor Rektor memiliki dedikasi yang tingi kepada para pegawainya, begitu juga Dr. Subekti. Kedekatan Rektor dan Dr. Subekti tidak diragukan lagi. Setelah sampai di kampus, ia menuju ke Ruang Rektor untuk mendapatkan izin mengajar kembali. Kutipan: “Langite mendhung. Surabaya sing biyasane panas sumelet rada adhem. Luwih adhem maneh nalika dheweke mlebu ruangan Rektor.” (PKP hal. 18)
122
Terjemahan: “Langitnya mendung. Surabaya yang biasanya panas sekali terasa dingin. Lebih dingin lagi ketika dia masuk ruangan Rektor.” (PKP hal. 18) Rektor menyampaikan ucapan sambutan atas kembalinya doktor muda dari Amerika tersebut. kebanggaan terdalam dari Rektor diungkapkan kepada Dr. Subekti. Suasana ruangan Rektor menambah kenyamanan perbincangan mereka. 18) Kantor Endra Kantor Perusahaan Endra terletak di kawasan Rungkut Surabaya. Tanpa dipikir panjang, Dr. Subekti mengendarai angkutan umum Angguna untuk sampai di sana. Ia mengunjungi perusahaan teman dekatnya sekaligus ingin berbagi cerita. Kutipan: “Mula tanpa dipikir dawa dheweke ngenthit numpak Angguna menyang kantore Endra kang dumunung ana Kawasan Industri Rungkut, kang luwih katelah Rungkut SIER.” (PKP hal. 62) Terjemahan: “Jadi tanpa berpikir panjang dia langsung menaiki Angguna pergi ke kantornya Endra yang berada di Kawasan Industri Rungkut, yang sekarang menjadi Rungkut SIER.”
19) Hotel Wora-wari Hotel Wora-Wari terletak di kawasan kota Surabaya. Hotel elit dan megah banyak berisikan dengan para manusia berduit. Hotel tersebut sebagai
123
tempat menginap dan melakukan hubungan seks. Tokoh Dr. Subekti pergi ke Hotel Wora-Wari untuk menemui temannya yang bernama pak Dodi. Kutipan: “Wis kadhung janji, timbang mblenjani, telat ora apa-apa. Dheweke gegancangan budhal menyang Hotel Wora-Wari, panggonane nginap mitrane iku.” (PKP hal. 52) Terjemahan: “Sudah terlanjur janji, daripada mengingkari, telat tidak apa-apa. Dia dengan cepat pergi ke Hotel Wora-Wari, tempat menginap temannya itu.” (PKP hal.52) Doktor muda tersebut telah berjanji untuk menemui teman akrabnya di Hotel Wora-Wari tersebut. ketika sampai disana, ia tidak menyangka akan bertemu mahasiswi bimbingannya. Ariwarni yang sedang bersama Pak Dodi. 20) Rumah Sakit Karang Menjangan Setelah mendapatkan kabar bahwa Ariwarni akan dikeluarkan dari kampus. Ia langsung bergegas ke rumah Dr. Subekti. Ia menjelaskan bahwa ia masih ingin melanjutkan kuliah. Ketika melangkah meninggalkan rumah Dr. Subekti, Ia jatuh pingsan sehingga dilarikan ke RS. Karang Menjangan. Kutipan: “Sawise Bekti nukokake resepe Warni ing apotik rumah sakit, mobil kang disetiri Giarto terus mlayu ninggalake Gawat Darurat Rumah Sakit Karang Menjangan.” (PKP hal. 77)
124
Terjemahan: “Setelah Bekti membelikan resepnya Warni di apotik Rumah Sakit, mobil yang disopiri oleh Giyarto terus melaju meninggalkan Gawat Darurat Rumah Sakit Karang Menjangan.” (PKP hal. 77) Dr. Subekti, Wiwik dan Giarto segera membawa Ariwarni ke RS. Karang Menjangan. Keadaannya yang semakin melemah membuat mereka khawatir. Mereka masih memikirkan kira-kira siapa yang telah membocorkan keputusan pemberhentian kuliah Ariwarni, padahal rapat baru dilaksanakan siang sebelum kejadian. 21) Rumah Sakit Aisyah Rumah sakit Aisyah adalah rumah sakit yang terletak di daerah Madiun. RS. khusus anak-anak dan balita dirawat. Mas Sudadi mengantarkan Dr. Subekti ke rumah sakit tersebut untuk menjenguk Andri. Anak kesayangannya tersebut terkena demam berdarah. Dr. Subekti hatinya tidak karuan ketika akan melihat anaknya yan sedang dirawat di RS. Hal tersebut dibuktikan pada kutipan berikut. Kutipan: “Dhadhane kaya tansaya didhodhogi. Rumah Sakit Aisyah, rumah sakit khusus kanggo balita kari puluhan meter adohe. Bekti nggeget lambe bareng Sudadi ngenggokake sepeda motore.” (PKP hal. 98) Terjemahan: “Dadanya terasa seperti diketuki. Rumah Sakit Aisyah, rumah sakit khusus untuk balita tinggal puluhan meter jauhnya. Bekti mengigit bibir ketika Sudadi membelokkan sepeda motornya.” (PKP hal. 98)
125
Mas Sudadi mengendarai motor dengan kecepatan tinggi. Setelah akan sampai di RS. Aisyah, Dr. Subekti merasa cemas kepada anaknya. Ia menggigit kecil bibirnya. Dirinya merasa bersalah karena telah meninggalkan anaknya bersama neneknya. 22) Universitas Bina Pemuda Para dosen mendapatkan undangan seminar dari Universitas Bina Pemuda. Seminar dilaksanakan di pagi hari. Pak Giri ditunjuk sebagai pemakalah dalam seminar Universitas Bina Pemuda tersebut. ketika akan berangkat ke kampus, Bu Nining telah menunggu Dr. Subekti dan mengajaknya untuk berangkat bersama-sama. Kutipan: “Pak Bekti rawuh wonten Universitas Bina Pemudha?” Bekti glagepan. Dheweke wis kadhung janji karo Wiwik. Piye tangkebe Wiwik manawa dheweke banjur budhal bareng Nining? Kamangka dheweke uga ora tegel nulak pangajake Nining.” (PKP hal. 42) Terjemahan: “Pak Bekti datang ke Universitas Bina Pemuda?” Bekti kebingungan. Dia sudah terlanjur janji dengan Wiwik. Bagaimana Wiwik bisa menerima, jika dia kemudian berangkat bersama Nining? Makadari itu dia juga tidak tega menolak ajakan Nining.” (PKP hal. 42) Dr. Subekti mencoba untuk menolak ajakan Bu Nining. Ia telah berjanji untuk berangkat dengan Wiwik sebelumnya. Tidak ingin melukai hati mereka berdua, akhirnya Ia ikut bersama Bu Nining menuju kampus. Setelah sampai di kampus, Ia berengkat bersama dengan Wiwik menuju ke Universitas Bina Pemuda untuk menghadiri acara seminar.
126
23) Tempat Pemakaman Dr. Subekti memiliki konflik kehidupan yang dinamis. Berbagai masalah datang menghadiri kehidupannya. Berawal dari konflik keluarga, konflik persahabatan, hingga konflik dalam dunia kerja pun dilaluinya dengan kepasrahan. Akhir kehidupan sosok Dr. Subekti ketika ia memutuskan untuk gantung diri karena tidak kuat menanggung beban dalam hidupnya. Pernyataan tersebut didukung oleh kutipan berikut. Kutipan: “Iring-iringan kuwi wusana mandheg ing kuburan. Omah kang langgeng kanggo manungsa kang mungkasi pangumbarane ing donya. Alon-alon kanthi khidmad layon iku diudhunake, dilebokake kubur”. (PKP hal. 144) Terjemahan: “Iringan tersebut berakhir berhenti di tempat Pemakaman. Rumah yang abadi untuk manusia yang mengakhiri pengembaraaannya di dunia. Pelan-pelan dengan khidmad jasad tersebut diturunkan, dimasukkan ke liang lahat.” (PKP hal.144) Dihari kematian sosok Dr. Subekti menjadi sakral. Prosesi pemakaman dihadiri oleh banyak orang. Desa tempat tinggal sosok Dr. Subekti menjadi ramai dipenuhi oleh pengawal, para dosen dan jajarannya, serta mahasiswa yang dibimbingnya. Mereka merasa bersalah kepada almarhum. Endra, Wiwik, Ariwarni dan
Semua iringan berhenti di tempat pemakaman.
Pemakaman adalah rumah abadi yang dihuni oleh doktor muda yang baik budinya. Pemakaman berjalan dengan khidmat, jenazah diturunkan ke liang lahat dan menambah harunya pemakaman di hari tersebut.
127
b) Latar Waktu 1) Pagi Pagi hari adalah waktu bagi semua orang untuk mengawali aktivitas. Segala bentuk aktivitas akan tergantung pada niat. Apabila memiliki niat kuat maka aktivitas yang akan dilakukan akan membawa dampak positif, begitu pula sebaliknya. Pagi itu, Dr. Subekti merasa berat sekali ketika akan berangkat ke Kampus. Seperti akan ada beban berat yang ditanggungnya. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut. Kutipan : “Esuk iku rasane abot banget arep budhal menyang kampus, nanging dheweke meksa budhal, ngelingi menawa pancen mujudake kuwajiban kang ora kena dilirwakake.” (PKP hal. 80) Terjemahan : “Pagi itu terasa berat sekali ketika akan berangkat ke kampus, tetapi dia memaksa berangkat, mengingat jikalau memang mewujudkan kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan.” (PKP hal. 80) Dr. SUbekti sudah merasakan kejanggalan yang akan terjadi pada dirinya. Ia merasa tidak bersemangat untuk berngkat ke kampus. Pagi itu merupakan hari dimana konflik tokoh Dr. Subekti ditambah oleh pengarang. Sebelum ia merasakan kepedihan lagi,pengarang terlebih dahulu memberi firasat bahwa ia merasa berat untuk pergi ke kampus. Ia merasa mendapat kewajiban sehingga membuatnya harus tetap pergi ke kampus.
128
2) Siang Dr. Subekti mendapat permasalahan semakin kompleks. Siang setelah menjenguk anaknya yang sakit di RS. Aisyah, ia langsung meninggalkan Sumoroto dan bergegas ke Surabaya untuk menyelesaikan surat pengunduran diri dari kampus. Kutipan: “Awan iku Bekti ninggalake Sumoroto. Dheweke kepengen enggal nuntasake pengunduran dhirine.” (PKP hal. 103) Terjemahan: “Siang itu Bekti meninggalkan Sumoroto. Dia ingin cepat menuntaskan pengunduran dirinya.” (PKP hal.103) Panasnya terik matahari di siang hari tidak membuatnya terhenti. Segera ia berangkat diantar Sudadi sampai terminal. Ia telah merasakan bagaimana sakitnya menjadi Bapak dan sakitnya menjadi dosen yang difitnah oleh para penguasa. Ia berusaha menuntaskan konfliknya satu persatu. 3) Sore Pada sore hari, tanpa disangka Ariwarni mengunjungi kost Dr. Subekti. Kedatangannya untuk menanyakan tentang rapat pembehentian kuliahnya. Ia mencoba menjelaskan segala permasalahan keluarganya dan tuntutan tamggungan hidupnya. Kutipan: “Sorene tanpa dinyana Warni teka menyang kost-kostane. Mripate katon mbendhul. Raine katon anclum, ketara menawa dheweke bubar nangis suwe.” (PKP hal. 72)
129
Terjemahan: “Sore hari tanpa diduga Warni datang ke kost-kostannya. Matanya terlihat bengkak. Wajahnya terlihat lelah, terlihat kalau dia selesai menangis lama.” (PKP hal. 72) Sore itu segala perasaan yang dirasakan Warni diungkapkannya kepada Dosen pembimbingnya tersebut. Keadaan keluarga yang menuntutnya untuk bekerja haram. Warni terlihat matanya bengkak karena selesai menangis. Dapat dirasakan bahwa kehidupan di kota besar seperti Surabaya tidak mudah, serba mahal dan jika tidak diimbangi bekerja keras maka akan terlindas oleh kehidupan keras tersebut. 4) Lima menit Mahasiswa bergegas pulang dan selang lima menit kemudian keadaan kelas sudah terasa sepi. Begitu juga hati Dr. Subekti. Kehampaan dirasakan dalam hidupnya. Ia merasa hidup yang dilaluinya begitu berat. Kutipan: “Limang menit saka metune mahasiswa saka ruangan kelas, kahanan wus dadi sepi. Bekti ambegan landhung. Bubar nata transparan lan buku, dheweke bali lungguh ana ing jeroh ruang kuliah iku.” (KPK hal. 58) Terjemahan: “Lima menit dari keluarnya mahasiswa dari ruangan kelas, suasana sudah menjadi sepi. Bekti menarik napas panjang. Setelah menata transparan dan buku dia kembali duduk di dalam kelas ruang kuliah itu.” (KPK hal. 58) Setelah selesai mengajar, ia menata buku di atas mejanya dan kembali duduk di ruang kuliah. Ia merenungi segala hal yang telah terjadi dalam
130
hidupnya. Ketika mendapatkan masalah terkadang manusia membutuhkan ketenangan sejenak untuk intropeksi diri dan mencari jalan keluar permasalahannya. 5) Jam delapan Pukul delapan, kereta api melaju ke stasiun Pasar Turi Surabaya. Orang berlalu-lalang dan keluar masuk gerbong kereta api untuk melakukan perjalanan. Pemandangan tersebut sudah tidak asing bagi para penumpang. Kutipan: “Jam 08.00 sepur mlebu menyang Setasiun Pasar Turi. Durung nganti mandheg, para penumpang wis diserbu kuli-kuli kang nawarake bahu, ngangkat barang kang sakira ora kuwagang diangkat sing darbe.” (PKP hal. 7) Terjemahan: “Jam 08.00 kereta api masuk ke Stasiun Pasar Turi. Belum sampai berhenti, para penumpang sudah dikepung kuli-kuli yang menawarkan pundak, mengangkat barang yang sekiranya tidak kuat diangkat oleh yang punya.” (PKP hal.7) Sekitar jam delapan pagi merupakan jam-jam berangkat melakukan pekerjaan. Di pagi hari stasiun dipenuhi oleh para pedagang dan kuli panggul. Para kuli berjajar di tengah keramaian stasiun. Mereka siap menawarkan jasa kuli demi mendapatkan sesuap nasi. 6) Jam delapan malam Malam hari tepatnya jam delapan, Bu Nining berpamitan untuk pulang. Ia berkunjung ke kos Dr. Subekti. Kepulangannya diantar oleh mereka sampai tempat parker mobilnya. Hal tersebut dibuktikan pada kutipan berikut.
131
Kutipan: “Jam wolu bengi Nining pamitan muleh, diuntabake Bekti lan Endra tekan panggonane parker mobile.”(PKP hal. 31) Terjemahan: “Jam delapan malam Nining berpamitan pulang, diantar oleh Belti dan Endra sampai tempat parker mobilnya.” (PKP hal. 31) Seorang wanita yang berkunjung ke kost seorang pria hingga malam hari, hal tersebut menandakan bahwa ada maksud tertentu dibalik kedatangannya. Bu Nining merelakan harga dirinya, ia berani menemui Dokter Subekti sendirian di kosnya. Seorang wanita haruslah menjaga dirinya. Apabila berkunjung ke tempat laki-laki haruslah mengetahui waktu dan suasana. Hal demikian perlu dipertimbangkan agar tidak terjadi gunjingan dari tetangga. 7) Jam sepuluh pagi Pada umumnya letak matahari ketika jam sepuluh pagi berada pada sudut 45 derajat sehingga sinar matahari sudah terasa panas. Berbeda keadaannya jika berada di Surabaya. Jam sepuluh di Surabaya terasa sangat panas karena polusi udara sangat tinggi dan jumlah pepohon yang semakin sedikit. Kutipan: “Wektune lagi jam sepuluh. Nanging panase wus sumelet ing Surabaya.” (PKP hal. 69)
132
Terjemahan: “Baru jam sepuluh. Tetapi panasnya sudah membara di Surabaya.” (PKP hal. 69) 8) Jam enam sore Jam enam menjelang malam adalah waktu yang tepat untuk mengistirahatkan badan setelah seharian beraktivitas. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan berikut. Kutipan: “Jam enem surup, sawise mangan dheweke lungguh ana omah ngarep.” (PKP hal. 11) Terjemahan: “Jam enam sore, setelah makan dia duduk di rumah depan.” (PKP hal. 11) Di rumah ibunya, tepatnya jam enam sore Dr. Subekti sudah selesai makan lalu ia duduk-duduk santai di depan rumahnya. Ia melihat disekeliling rumah ibunya tidak ada satu pun barang milik Istri atau anaknya berada di sana. Kecurigaan pun dirasakan olehnya. 9) Tiga hari Selama tiga hari Andri dirawat di RS. Aisyah. Keadaannya semakin memburuk sehingga membuat hati Bapaknya takut. Anak semata wayangnya itu terkena penyakit malaria. Sehingga harus menginap di RS. Aisyah. Kutipan: “Telung dina ana Sumoroto, larane anake ora tambah suda. Plenik-plenik abang ing awake sakujur tansah cetha.” (PKP hal. 101)
133
Terjemahan: “Tiga hari di Sumoroto, sakitnya anaknya tidak mendingan. Bintik-bintik merah di sekujur badan yang sangat jelas.” (PKP hal. 101) Di RS. Aisyah terjadi pertemuan antara Yuni dengan Dr. Subekti. Yuni berusaha memintak maaf kepada suaminya, akan tetapi suaminya tidak menjawab permintaan maafnya. Selama tiga hari di Sumoroto, telah terjadi banyak kejadian. Hingga akhirnya Dr. Subekti memutuskan untuk kembali ke Surabaya dan akan mengundurkan diri dari kampusnya karena ingin fokus terhadap konflik keluarganya. 10) Dua tahun Selama dua tahun berada di Amerika. Dr. Subekti akhirnya menginjakkan kembali kakinya ke tanah kelahiran. Dua tahun ia tidak merasakan masakan Jawa Timur terutama masakan kota Surabaya. Kutipan: “Watara rong taun dheweke ninggal Surabaya, nanging wis katon akeh owah-owahane.”(PKP hal. 7) Terjemahan: “Selama dua tahun dia meninggalkan Surabaya, tetapi sudah terlihat banyak yang berubah.” (PKP hal. 7) Selang dua tahun lamanya Ia meninggalkan kota Pahlawan. Keadaan kota yang semakin ramai dan bangunan-bangunan menjadi berbeda. Tanah lapangan sekarang telah menjadi bangunan yang mewah dan megah. Kemajuan kota metropolitan kedua ini semakin pesat dirasakan olehnya.
134
11) Sebulan, Dua bulan yang lalu Ketika meninggalkan dunia Kampus, Dr. Subekti jarang menerima kabar dan surat masuk untuknya. Ia berharap ada panggilan seminar yang sesuai dengan bidang ilmunya. Surat yang ditujukan kepadanya tidak ada di ruang jurusan. Hal tersebut dibuktikan pada kutipan berikut. Kutipan: “Lha punika wulan kepengker wonten kalih, lajeng… Kalih wulan kepengker inggih wonten punika”. (PKP hal. 57) Terjemahan: “Lha itu bulan lalu ada dua, kemudian… dua bulan lalu ya juga ada.” (PKP hal. 57) Ketika ditelusuri bahwa selama Dr. Subekti kembali dari Amerika, kurang lebih ada tiga surat masuk yang ditujukan olehnya. Ia tidak menerima surat masuk tersebut. Surat tersebut adalah surat yang ditunggu-tunggunya. Surat yang dikirim oleh Pak Dodi temannya dari Jakarta yang berisi permintaan menjadi pemakalah dalam seminar bergengsi dan sesuai dengan disiplin ilmunya. Ia merasa bahwa ada yang sengaja menggambil surat tersebut dan berupaya untuk menghambat keberhasilannya. 12) Tujuh bulan Kandungan Yuni sudah berumur tujuh bulan, ia mengandung anak hasil buah perselingkuhannya dengan Sujono. Sebelum kandungan ini,
135
sebelumnya ternyata Yuni sudah pernah mengandung dan digugurkan untuk menutupi perselingkuhannya. Kutipan: “Iku bisa kanggo pelajaran kanggomu suk, Pik!” kandhane Bekti sawise rada tumata atine. “Mbak Yuni pancen ora kena dieman ko Mas!” “Terus saiki wis pirang wulan kandhutane Mbak Yu mu?” “Jarene meh ngancik pitung wulan”. (PKP hal. 51) Terjemahan: “Itu bisa menjadi pelajaran untukmu besok, Pik!” bilangnya Bekti setelah agak tenang hatinya. “Mbak Yuni memang tidak bisa dieman ko Mas!” “Lalu sekarang sudah berapa bulan kandungannya Mbak Yu mu?” “Katanya akan masuk tujuh bulan”. (PKP hal. 51) Upik yang sudah dianggap sebagai adik kandungnya itu menceritakan semua kejadian tentang kakaknya selama ditinggal ke Amerika. Dr. Subekti hatinya terasa teriris-iris. Ia merasa gagal dalam membina rumah tangga. Rumah tangganya hancur hanya dalam jelang waktu dua tahun. 13) Liburan Semester Perselingkuahan yang dilakukan Yuni dengan Sujono diketahui oleh keluarga besar mereka. Kejadian tersebut diketahui ketika liburan semester, Upik dan teman-temannya pulang dan rumah kontrakannya kosong. Hal tersebut terbukti pada kutipan berikut. Kutipan: “Nalika liburan semesteran aku lan kanca-kancaku kabeh padha mulih. Omah sing dikontrak Mas Bekti kosong.” (PKP hal. 49)
136
Terjemahan: “Ketika liburan semester aku dan teman-temanku semua pada pulang. Rumah yang dikontrak Mas Bekti kosong.” (PKP hal. 49) Yuni dan Sujoko melakukan perselingkuhan di kontrakan Upik. Mereka digrebeg oleh Pak RT dan masyarakat setempat dan disidang karena telah melakukan perzinaan di lingkungan mereka. c) Latar Sosial Latar sosial mengarah pada hal - hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial erat hubungannya dengan keadaan para tokoh. Latar sosial menggambarkan keadaan masyarakat dan bagaimana kedudukan masing-masing tokoh dalam masyarakat atau lingkungan. Latar sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya sastra misalnya kebiasaan hidup, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, dan bersikap (Wahyuningtyas, 2011:7). Novel Pupus Kang Pêpês di dalamnya pengarang menggambarkan secara nyata keadaan lingkungan masyarakat. Perbedaan status sosial dan kesenjangan sosial juga ikut mewarnai jalan cerita novel ini. Pengarang memaparkan secara nyata tentang keadaan lingkungan sosial masyarakat yang terjadi dewasa ini terlihat dalam kutipan berikut.
137
1) Keluarga Sederhana dan Agamis Lingkungan keluarga yang sederhana ditunjukkan oleh pengarang, kehidupan yang bahagia ditunjukan oleh kasih sayang antara ibu dengan anak yang selama dua tahun berpisah. Hal tersebut terbukti ketika mereka bertemu pertama kali. Kutipan: “Alon-alon banget dheweke mlebu njujug pawon, sawijining ibu kang rikmane putih memplak lagi ngrajang bligo. Atine sumendhal. “Ibu…!” Suwarane mandheg ana gorokan. Kang diundang kaget. “Bekti…! Kowe teka Le…!” dheweke ngangkul kenceng, diajak bali mlebu omah. “Ibu rak sehat-sehat wae ta Bu sapungkurku?” Pitakone sawise suda pangondhok-gondhoke. “Alhamdulillah Le, oleh pandongamu. Kapan tekamu saka manca?” “Telung dina kepungkur. Aku mampir nggone Yu Winarti, kok”. (PKP hal. 8) Terjemahan: “Pelan-pelan sekali dia masuk ruang dapur, seseorang ibu yang rambutnya hampir semua berwarna putih sedang mengiris labu siam. Hatinya terkaget-kaget. “Ibu…!” Suwaranya berhenti di tenggorokan. Yang dipanggil merasa kaget. “Bekti…! Kamu datang Nak…!” dia merangkul kencang, diajak kembali masuk rumah. Ibu sehat-sehat saja kan ketika aku pergi?” Tanyanya ketika sudah redah kangen terhadap Ibunya. “Alhamdulillah Nak, berkat doamu. Kapan datangmu dari mancanegara?” “tiga hari yang lalu. Aku main dulu kerumah Yu Winarti, kok”. (PKP hal.8) Berdasar kutipan di atas disimpulkan bahwa tertanam kasih sayang antara ikatan ibu dengan anak dalam keluarga mereka. Keluarga yang hidup dengan kesederhanaan. Mereka makan seadanya, terbukti ibunya sedang mengupas labu siam dimasak ala masakan desa. Rasa sayang orang tua yang
138
lama ditinggal oleh anaknya sangat terasa. Hal tersebut ditunjukan dengan pelukan serta pertukaran pertanyaan mengenai kabar masing-masing. Kehidupan keluarga tersebut juga tercermin kehidupan yang agamis. Kutipan tersebut, ibu mengucapkan syukur terhadap Allah SWT. Ucapan syukur diucapkan ketika anaknya bertanya tentang kabar beliau. Berdasar uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa ibu memiliki peran mengayomi, mengajarkan agama, dan menyayangi keluarganya yang sederhana. Meskipun anaknya adalah seorang doktor lulusan Amerika, tetapi ia tetap mau hidup sederhana dan tetap mensyukuri nikmat Tuhan YME. 2) Pemburu Kekuasaan Lingkungan masyarakat yang kedua dalam novel Pupus Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun adalah banyak orang yang menginginkan kekuasaan. Melalui cara halus hingga kasar pun dilakukan demi tercapainya tujuan untuk menjadi penguasa. Pengarang menggambarkan sosok penguasa yang gila kekuasaan dalam cerita seperti tokoh Pak Giri. Ia sampai melakukan plagiat, skripsi temannya dijadikannya sebagai makalah dalam acara seminar tanpa mencantumkan hak ciptanya. Kutipan 1: “Dumadakan atine Bekti kaya malah ditantang nalusuri tulisan kuwi. Dheweke bali ngeling-eling, nalika kuliah pascasarjana ana Jakarta…! Ya ampun… Pak Caraka. Pak Caraka kancane tunggal kost. Makalah iku persis karo skripsine dhosen saka Ujung Pandang iku nalika nempuh sarjanane. Dampak Pertumbuhan Penduduk yang Pesat Terhadap Fasilitas Pelayanan di Kota.judul makalah iku uga persis
139
karo judul skripsine Pak Caraka. Pak Caraka tau crita, Pak Giri kan kancane saangkatan.” (PKP hal. 45)
Terjemahan: “Mendadak hatinya Bekti seperti tertantang untuk mencari tulisan tersebut. dia kembali mengingat-ingat, ketika kuliah Pascasarjana di Jakarta…! Ya ampun… Pak Caraka, Pak Caraka temannya sekost. Makalah tersebut sama dengan skripsinya dosen dari Ujung Pandang itu ketika menempuh sarjananya. Dampak Pertumbuhan Penduduk yang Pesat Terhadap Fasilitas Pelayanan di Kota, judul makalah tersebut juga persis dengan judul skripsinya Pak Caraka. Pak Caraka pernah bercerita bahwa Pak Giri itu temannya seangkatan. Perbuatan Pak Caraka hanya diketahui oleh Dr. Subekti. Sekilas setelah mengetahui bahwa makalah tersebut hasil plagiat, ia langsung keluar dalam acara seminar tersebut. Kutipan di atas telah mengungkapkan salah satu cara
penguasa
menghalalkan
segalanya
demi
mencapai
puncak
keberhasilannya. Tidak perduli sahabat atau lawan, ia akan tetap melakukan apa saja agar tetap menjadi penguasa. Sikap rakus atau tama‟ tersebut tidak diperbolehkan dalam agama. Bahkan di dalam pepatah Jawa juga telah diungkapkan jikalau harta, tahta, dan wanita adalah penyebab kehancuran seorang laki - laki. Perbuatan Pak Caraka tergolong bagian kedua tahta atau kekuasaan akan membutakan kehidupan.
3) Kampus sebagai Tempat Bisnis Monopoli Pendidikan Kampus adalah tempat untuk menimbah ilmu. Di bangku perkuliahan ini lah mahasiswa memperoleh ilmu yang belum tentu masyarakat umum memilikinya. Pembelajaran di bidang akademis dengan mempertimbangkan nilai sebagai tolok ukur dalam pembelajaran. Berbeda dengan kampus sebagai
140
monopoli bisnis pendidikan. Dilihat dari segi bahasanya, kata monopoli berarti sebuah situasi perdagangan. Bisnis monopoli pendidikan merupakan sebuah bisnis memperdagangkan baik itu jabatan, nilai, bahkan kekuasaan dalam dunia pendidikan. Sosok Dr. Subekti merasakan keadaan tersebut di kampusnya. Hal tersebut terbukti pada kutipan berikut. Kutipan 1: “Wong - wong kampus nganggep aku kaya barang bae, dianggo rebutan. Ora ana sing mreduli marang pangorbananku. Aku dianggep robot. Aku arep dimonopoli” (PKP hal. 32) Terjemahan 1: “Orang - orang kampus menganggap aku seperti barang saja, dibuat rebutan. Tidak ada yang peduli terhadap pengorbananku. Aku dianggap seperti robot. Aku mau dimonopoli”. (PKP hal. 32) Pejabat di kampus mencoba untuk memanfaatkan keahlian sosok Dr. Subekti. Ia memiliki keahlian yang tidak sembarangan orang memilikinya, karena kebaikan budinya ia tidak bisa menolak permintaan mereka meskipun ia tahu bahwa sedang dimanfaatkan oleh mereka. Semua orang mengincarnya agar mau membantunya di bidang akademik. Dia tidak bisa memposisikan dirinya sebagai Subjek dalam kehidupannya, sehingga dia dijadikan sebagai objek orang lain. Harusnya sebagai dosen yang berpredikat doktor harus memiliki pendirian yang kuat. Ia harus mampu untuk menentukan mana yang berhak ia laksanakan dan yang tidak, sehingga tidak akan dijadikan sebagai objek monopoli kampusnya. Kampus dijadikan sebagai bisnis monopoli pendidikan terbukti juga pada kuipan berikut.
141
Kutipan 2: “Beda masalahe. Donyaning pendhidhikan ora bisa dipadhakake karo bakulan.” “Ana beban psikologis ing pundhakmu?” Bekti ora wangsulan. Kelingan marang mahasiswa – mahasiswa kang kuliah mburu ijazah, mburu pegawai negeri. Atusa ewu, malah yutan dhuwite disedhot. Korban bisnis pendhidhikan?” (PKP hal.33)
Terjemahan 2: “Berbeda masalahnya. Dunia pendidikan tidak bisa disamakan dengan jualan”. “Ada beban psikologis di pundakmu?” Bekti tidak menjawab. Ia teringat dengan mahasiswa-mahasiswa yang kuliah hanya mengejar ijazah, memburu pegawai negeri. Ratusan ribu, malah jutaan uangnya disedot. Korban bisnis pendidikan?” (PKP hal. 33) Kutipan di atas menjelaskan bahwa tokoh Endra menentang bisnis monopoli pendidikan. Endra mencoba untuk memberi contoh kasus kepada Dr. Subekti agar ia tergugah hatinya dan mau bangkit untuk merubah sikap serta berani dalam menentang ketidakadilan tersebut. Di kampus dewasa ini marak terjadi bisnis pendidikan. Hal tersebut dikarenakan banyaknya orang yang ingin secara instan mendapatkan prestise dan kekuasaan sehingga menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkannya. Walaupun harus mengeluarkan uang puluhan juta hingga ratusan juta pun akan dilakukan. Mereka tidak mengerti makna sejati dan manfaat imu. Demi mengejar tuntutan kehidupan sehingga mereka salah menafsirkannya.
142
4) Perbedaan Kelas Sosial Penggolongan atau pengelompokan kelas sosial (stratifikasi sosial) yang biasanya dipakai untuk menunjukkan lapisan sosial seseorang bedasarkan kriteria ekonomi (kekayaan, pendidikan, dan pekerjaan). Novel Pupus Kang Pêpês di dalamnya juga ada beberapa lapisan sosial masyarakat berdasar kriteria ekonominya. Sosok Dr. Subekti tergolong orang tingkat atas. Ia bekerja sebagai dosen salah satu Universitas di Surabaya. Gelar doktornya diperoleh hingga ke Amerika. Tokoh Endra, seorang pengusaha. Ia memiliki perusahaan yang karyawannya kurang lebih 1500 orang. Tokoh Wiwik adalah anak pejabat tinggi yang bekerja sebagai dosen di universitas yang sama dengan Dr. Subekti. Ariwarni, seorang mahasiswa yang bekerja sebagai wanita panggilan demi menghidupi kebutuhan keluarganya. Semua tokoh dan pekerjaannya dalam novel Pupus Kang Pêpês memiliki strata sosial di masyarakat. Kutipan berikut akan menjelaskan lebih detil tentang perbedaan kelas sosial yang ada di dalam novel karya Suharmono Kasiyun ini. Kutipan: “Satpam iku ora enggal percaya ngono bae. Dheweke nyawang Bekti wiwit pucuk rambut nganthi pucuk sikil. “Karyawan kene uga ora mbutuhake barang kreditan.” “Aku ora tukang kredit…!” Kandhane Bekti tambah jengkel. “Terus apa?” Pitakone satpam iku ngatonake sungute. Miturut nalare mung wong kang teka numpak sedhan kang pantes diajeni. Wong kaya bekti ora wurung mung bakal gawe repot bae. Malah-malah dheweke bisa kena semprot.” (PKP hal 62)
143
Terjemahan: “Satpam itu tidak langsung percaya beitu saja. Dia melihat Bekti dari pucuk rambut hingga pucuk kaki. “Karyawan disini juga tida membutuhkan barang kreditan.” “Saya bukan tukang kredit…!” Jawab Bekti semakin jengkel. “Terus apa?” balasnya satpam itu terlihat jahatnya. Menurut pemikirannya hanya orang yang datang mengendarai sedan yang pantas untuk dihormati. Orang seperti Bekti hanya bisa membuat repot. Malahan dia bisa mendapat marah.” (PKP hal. 65) Seorang satpam perusahaan bertemu dengan Dr. Subekti. Penampilan Dr. Subekti sederhana seperti seorang dosen pada umumnya. Ketika ia berkunjung ke perusahaan milik Endra di kawasan Rungkut Surabaya, ia mengendarai angkutan umum sehingga satpam memandangnya dengan sebelah mata. Pemikiran satpam tersebut bahwa hanya pengendara mobil mewah dan mengenakan dasilah yang patut untuk dihormati. Kutipan di atas adalah sebuah bukti bahwa, dalam suatu kehidupan perbedaan kelas sosial masih terjadi di kehidupan sekeliling kita. Seperti halnya manusia biasa yang ingin bertemu dengan para pejabat tinggi, ia pasti akan melalui berbagai tahapan untuk bisa bertemu dengan orang yang memiliki jabatan tinggi di Negara. Pada kehidupan kita saat ini, banyak anak orang kaya yang tidak mau untuk beragaul dengan anak orang miskin. Bahkan sekolah mereka pun dibedakan agar tidak terjadi interaksi yang menjadikan anak orang kaya tersebut berbicara dan berperilaku seperti anak miskin karena mereka memiliki pemikiran jika berinteraksi dengan orang yang tidak sepadan dengan kehidupannya, maka hal tersebut menjadi momok bagi keluarganya.
144
5. Sudut Pandang Sudut pandang atau point of view, menyaran pada cara sebuah cerita dikisahkan. Sudut pandang merupakan cara dan atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan peristiwa yang membentuk cerita. Sudut pandang dianggap sebagai salah satu unsur fiksi yang penting dan
menentukan dalam kesuksesan
bercerita sehingga pembaca dapat memahami isi atau makna yang terkandung dalam cerita tersebut. Novel Pupus kang Pepes karya Suharmono kasiyun, pengarang menggunakan sudut pandang persona ketiga. Pada orang ketiga-terbatas, pengarang mengacu pada semua karakter dan memosisikannya sebagai orang ketiga tetapi hanya menggambarkan apa yang dapat dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu orang karakter. Pada orang ketiga-tidak terbatas, pengarang mengacu pada setiap karakter dan memosisikannya sebagai orang ketiga (Stanton, 2012:53) Kutipan 1: “Ing Amerika wektune mung kanggo sinau lan nulis, nganti ora weruh wektu. Pikirane mung daya – daya enggala rampung anggone nyusun desertasi, maju ujian lan mulih kumpul anak bojo. Dheweke uga mujudake dhuta bangsa, aja nganti ngucemake bangsa lan negarane ing antarane mahasiswa-mahasiswa saka negara liya, utamane saka Asia lan Afrika.” (PKP hal 11) Terjemahan 1:
145
“Di Amerika waktunya hanya dipergunakan untuk belajar dan menulis, hingga tak kenal waktu. Pikirannya hanya imgin cepat-cepat selesai menyusun desertasinya, maju ujian dan pulang berkumpul dengan anak istri. Dia juga menjadi duta bangsa, jangan sampai mencemari bangsa dan negaranya diantara mahasiswa-mahasiswa dari negara lain, utamanya dari Asia dan Afrika.” (PKP hal. 11) Kutipan pertama, pengarang memposisikan sebagai orang ketiga serba tahu. pengarang menjelaskan bahwa kehidupan sosok Dr. Subekti sangatlah berat. Ia melewati berbagai kesulitan selama di Amerika. Rasa sayang dan cintanya terhadap anak, istrilah menjadi kekuatan terbesar untuk tetap tetap tegar dalam menjalankan kewajiban. Ia sebagai mahasiswa S3 juga berkewajiban menjaga dan mempertaruhkan nama baik bangsa dimata negara asing. Selanjutnya akan diuraikan lagi pada kutipan berikut. Kutipan 2: “Warni ora wangsulan. Rasane dheweke pengin njerit sora. Rasane dheweke pengin nyuntak luh ing mripate kanthi asat. Rumangsane ora ana uwong maneh kang bisa dipercaya ing donya iki. Sakabehing uwong kang masang ulat sumeh marang dheweke betheke padha nduweni pamrih kanggo ngudal hawa nafsune. Dheweke ora bedda kaya golekan kanggo panglipur, banjur dibuwang yen wis bosen. Sapa maneh kang bisa dipercaya ing donya iki? Lha wong dhosen kang dikurmati para mahasiswa, wong sing bisa dianggep panutan, nalika ditekani omahe mentala marang dheweke, dikongkon ngladeni nafsu kewane, nalika omahe suwung”. (PKP hal. 74) Terjemahan 2: “Warni tidak menjawab. Rasanya dia ingin menjerit sekeras-kerasnya. Rasanya dia ingin menumpahkan air matanya hingga kering. Dia merasa tidak ada orang yang bisa dipercaya di dunia ini. semua orang yang memasang muka senyum kepadanya ternyata memiliki pamrih untuk menyalurkan hawa nafsunya. Dia tidak ada bedanya seperti boneka untuk penghibur, kemudian dibuang ketika sudah bosan. Siapa yyang bisa dipercaya di dunia ini? Lah seorang dosen yang dihormati para
146
mahasiswanya, yang juga bisa dianggap sebagai panutan, ketika didatangi rumahnya tega dengan dirinya, disuruh melayani nafsu hewannya, ketika rumahnya sepi”. (PKP hal.74) Kutipan kedua tersebut, pengarang menjelaskan secara deskriptif dan imaginatif keadaan tokoh Warni dan segala perasaannya. Pengarang memaparkan kepedihan tokoh Warni dalam menjalani hidupnya. Sakit yang diderita dalam bentuk lahir dan batin. Pengarang secara imaginatif merealisasikan bentuk sakit lahir tokoh Warni ketika dipaksa oleh dosen untuk melayani nafsunya, sedangkan sakit batin terjadi ketika ia telah merasa malu, kesal, dan benci karena semua orang di dunia tidak ada yang bisa dipercaya. Semua orang melihatnya hanya karena kasihan. Kehidupannya yang keras memaksanya me lakukan pekerjaan haram. Kutipan 3: “Warni kang ngadek ing sisihe Wiwik kaya-kaya weruh dhagelan ing ngarepe. Semono uga Wiwik. Saiki kabeh padha ngalem sundhul langit marang ingkang sumare. Tega larane ora tega patine tumindak kang kejem banget.” (PKP hal. 116) Terjemahan 3: “Warni yang berdiri di sebelahnya Wiwik seperti melihat lelucon di depannya. Begitu juga Wiwik. Sekarang semua orang membombong tinggi kepada yang telah dikubur. Tega sakitnya tidak tega matinya, perbuatan yang kejam sekali.” (PKP hal. 116) Kutipan ketiga adalah bukti pengarang bebas untuk mengekspresikan para tokoh dalam karya sastranya.
Ia mempertemukan tokoh Warni dan
Wiwik secara bersama dan dalam suatu pemikiran yang sama. Tokoh Warni dan Wiwik menilai bahwa kematian sosok Dr. Subekti banyak orang
147
bersandiwara. Ketika masih hidup mereka tega untuk menghancurkan kehidupannya melalui berbagai konflik yang mereka buat, sedangkan ketika ajal menjemput mereka ikut merasakan kepergiannya dan merasa kehilangan. Pengarang mengungkapkan segala emosi untuk menciptakan suasana seperti seolah - olah kehidupan nyata. Simpulan kutipan di atas yakni dalam pembuatan karya sastra pengarang menggunakan sudut pandang persona ketiga. Penyebutan namanama tokoh cerita, khususnya yang tokoh utama, kerap atau terus menerus disebut. Pengarang menceritakan sesuatu secara detil seolah-olah pengarang mengetahui segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan para tokoh. Pengarang adalah sebagai orang yang serba tau. Ia mampu menceritakan kisah tokoh - tokoh dalam cerita tersebut secara deskriptif dan detil sehingga cerita terkesan seperti gambaran kehidupan nyata. Pengarang dalam karya sastranya juga dapat mengomentari dan menilai secara bebas dengan penuh otoritas, dan tidak ada satu rahasia pun tentang tokoh-tokoh dalam karya sastranya yang tidak diketahui. 6. Amanat Amanat adalah sebuah pesan yang disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui karya sastranya. Amanat dapat diambil dari kutipan langsung dari pengarang dalam karya sastra dan makna secara tersirat dari karya sastra tersebut. Karya sastra atau fiksi mengandung penerapan moral
148
dalam sikap dan tingkah laku para tokoh sesuai dengan pandangannya tentang moral. Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itu pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan, yang diamanatkan (Nurgiantoro, 2007: 321). Amanat dalam novel Pupus Kang Pêpês karya Suharnomo Kasiyun adalah sebagai berikut. a. Perjuangan dan Pengorbanan Jalan Menuju Keberhasilan Perjuangan yang dilakukan oleh Dr. Subekti untuk mencapai gelar Doktor perlu pengorbanan yang tinggi. Ia rela meninggalkan keluarga tercintanya dan hidup sendirian di negeri asing. Berikut kutipannya. Kutipan: “Kadidene wong kang bubar maju perang., dheweke uga kesel lan loyo. Nanging apa tegese kesel lan loyo yen mulih perang nggawa kamenangan. Gelar “dhoktor” saka universitas kang manjila ing Amerika Serikat mujudake perjuangan kang ora baen-baen. Rong taun lawase dheweke maju ing palangan University of Kentucky, Lexington Amerika Serikat, ninggal anak bojo lan tanah wutah getih. Ngadhepi dina-dina sepi lan nglangut ing negara adikuwasane George Bush.” (PKP hal. 2) Terjemahan: “Seperti orang yang selesai maju berperang, dia juga capek dan loyo. Tapi apa artinya capek dan loyo kalau pulang perang membawa kemenagan. Gelar “doktor” dari universitas yang kecil si Amerika serikat membutuhkan perjuangan yang tidak main-main. Dua tahun lamanya ia maju di tempat berperang University of Kentucky, Lexington Amerika Serikat. Meninggalkan anak istri dan tanah tumpah darah. Menghadapi hari-hari sepi dan sendiri di negara adikuasa George Bush.” (PKP hal. 2)
149
Kutipan di atas menjadi bukti bahwa Dr. Subekti bertekad dan berusaha sekuat tenaga demi memperjuangkan almamaternya untuk mendapat gelar doktor di University of Kentucky, Lexington Amerika Serikat. Hari-hari ia lalui sendiri di Amerika. Perjuangan yang tidak macam-macam. Prestasi yang membanggakan diperolehnya. Ia lulus lebih cepat dari perkiraan dan mendapatkan
nilai
cumlaude.
Banyak
orang
yang
menginginkan
keberuntungan seperti Dr. Subekti. Hasil perjuangan di Amerika dan pengorbanan meninggalkan anak istri serta tanah air adalah suatu keberhasilan. b. Kesetiaan dalam Berumah Tangga Hubungan dalam berumah tangga haruslah saling melengkapi satu sama lain, sebagai seorang istri harus setia menunggu suami ketika melaksanakan tugas negara. Seorang istri harus selalu mendukung apa yang dilakukan oleh suaminya dan menghargai apa yang dikerjakannya. Apabila semua itu dapat terpenuhi maka kerukuan dalam berkeluarga dapat terbentuk. Kutipan: “Bekti atine tansaya dijuwing-juwing. Sakeplasan dheweke kelingan Yuni sisihane. Menawa Yuni ora kendho tapihe apa ya bakal ana kedadeyan kaya ngene iki? Nanging kabeh wus dumadi. Kabeh padha mungsuhi dheweke. Sisihane dhewe sing banget ditresnani tega laku ngiwa.” (PKP hal 89) Terjemahan: “Bekti hatinya seperti di sobek-sobek. Sepintas dia teringat Yuni istrinya. Jikalau Yuni tidak copot kembennya apa ya akan ada kejadian seperti
150
ini? Tapi semuanya sudah terjadi. Semua telah memusuhinya. Istrinya sendiri yang sangat disayanginya tega berbuat serong.” (PKP hal. 89) Seorang istri harusnya menjaga kehormatan suami. Kemanapun suami pergi, istri harus setia menanti dan mendoakan keselamatannya. Perbuatan Yuni tidak mencerminkan perilaku istri yang baik. Suami dengan susah payah bekerja demi membuatnya bahagia, akan tetapi ia membuat kesenangannya sendiri dengan berselingkuh. Kesetiaan dalam berumah tangga haruslah tercermin dalam kehidupan sehari-hari agar tercipta kerukunan, perdamaian, dan kebahagiaan dalam membangun keluarga. c. Kesabaran dan Ketabahan dalam Menerima Cobaan Kesabaran adalah sebuah proses untuk menerima segala sesuatu dengan sabar. Bersabar dalam menerima dan menghadapi berbagai cobaan hidup sebagai bentuk ketaatan dan ketaqwaan kita terhadap Tuhan YME. Kesabaran dan ketabahan merupakan kemampuan untuk
mengolah,
menerima, dan menyikapi kenyataan hidup.
Kutipan: “Apa isih ana gunane dheweke urip ana ing donya? Anake ontang-anting lan lara nemen. Bojone wus tumindak durhaka, mitra-mitrane pada deksiya. Dheweke nangis sesenggukan keranta-ranta. Sauntara langit tansaya peteng. Angine tambah nggebes. Suwarane wit Trembesi tambah gemredeg, kaya gerenge buta-buta ngelak ludira. Lan nalika mripate nyawang gulungan OHP, dumadakan thukul pikirane. Alonalon dheweke njupuk spidol lan kertas sasuwek ing meja, banjur ing kertas kuwi, “Tinimbang aku disiya-siya, luwih becik aku dak lunga”. Ing ngisor tulisan iku ditandhatangani lan ditulisi jenenge. Kertas dijarake ana meja, ditindhihi spidol.” (PKP hal. 109 − 110)
151
Terjemahan: “Apa masih ada gunanya dia hidup di dunia? Anaknya terbontang-banting dan sakit parah. Istrinya sudah berbuat durhaka, teman-temannya menyia-nyiakannya. Dia menangis tersedu-sedu. Suara pohon Trembesi menambah ramai, seperti suara raksasa minum darah. Dan keyika matanya melihat gulungan OHP, mendadak muncul dipikirannya. Pelanpelan dia mengambil spidol dan kertas selembar di meja, kemudian di kertas tersebut ditulis, “Daripada aku disia-sia, lebih baik aku pergi saja”. Di bawah tulisan itu ditanda tangani dan ditulis namanya. Kertas dibiarkan di meja, ditindihi dengan spidol.”(PKP hal. 109 −110) Konflik yang dideritanya sudah terlalu pedih dan sulit untuk dilaluinya. Konflik keluarganya yang semakin parah, konflik di dunia kampus juga ia rasakan karena ia dijadikan sebagai bisnis monopoli pendidikan, ia dihancurkan karirnya melalui surat kaleng, banyak orang yang menerornya di Kampus, dan teman-temannya telah menyia-nyiakan hidupnya. Keputusasaan yang dirasakannya membuatnya berpikir tidak jernih. Ia tidak bisa menyelesaikan konflik dalam hidupnya. Sifat kurang sabar dan tabah untuk menerima kenyataan hidup membuat pikirannya kacau. Sehingga ia memilih untuk mengakhiri hidupnya. d. Kepedulian terhadap Sahabat Endra, Wiwik, dan Dr. Subekti telah lama menjalin persahabatan. Mereka selalu berbagi kesedihan dan kebahagiaan. Ketika Dr. Subekti memiliki masalah yang rumit, Wiwik memberitahu kepada Endra. Mereka mencoba menyelesaikan masalah bersama-sama dengan jalan pemikiran yang berbeda-beda. Kepedulian terhadap sahabat sangat terasa dalam cerita di
152
novel Pupus Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun ini. Hal ini terbukti pada kutipan berikut. Kutipan: “Aja kakean lasan!” kandane Endra. “Aku ora pengin nduwe kanca mati ngenes. Apa sejatine sing mbok karepke ing sajeroning urip iki?” Bekti ora isa suwala, sanadyan atine isih krasa remuk. Dheweke ngerti , Endra nduweni niat becik lan banget simpati marang kahanane, sanadyan mesthine ora mengerteni kasus layang budheg kuwi.” (PKP hal 85) Terjemahan: “Jangan kebanyakan alasan!” ujar Endra. “Aku tidak mau punya teman yang mati karena sedih. Apa sejatinya yang kamu inginkan di kehidupan ini?” Bekti tidak bisa bersuara, walaupun hatinya remuk. Ia tahu, Endra memiliki niat yang baik dan sangat simpati kepada keadaannya, walaupun secara pasti ia tidak mengerti kasus surat tanpa nama itu.” (PKP hal 85) Peristiwa surat tanpa nama yang ditujukan kepada Dr. Subekti di kampus membuat hubungannya dengan Wiwik, Bu Nining, dan Ariwarni menjadi rusak. Dr. Subekti merasa dilecehkan. Persahabatan dengan Wiwik terancam berantakan. Wiwik merasa malu dan marah, ia disebut sebagai selingkuhan Dr. Subekti. Kepedulian terhadap sahabat dicerminkan oleh tokoh Endra. Sebagai teman yang baik, tindakan Wiwik kurang tepat. Ia seharusnya mengklarifikasi masalah tersebut terlebih dahulu tentang kebenarannya dan bukan dengan cara menjauhi sahabatnya tanpa penyelesaian. Akhirnya, Endra menjadi penengah permasalahan mereka.
153
e. Pemimpin Adil dan Bijaksana Sifat pemimpin yang patut diteladani adalah sikap adil dan bijaksana. Novel Pupus Kang Pêpês karya Suharnomo Kasiyun menguraikan berbagai model kepemimpinan. Pemimpin yang otoriter dibuktikan dengan perwatakan tokoh Pak Giri. Para pemimpin yang bersikap adil dan bijaksana dicerminkan oleh tokoh Rektor, Dekan, Endra, dan Pak Dibya. Kutipan: “Kasuse Ariwarni iki kudu ditangani kanthi kebak kawicaksanaan,” ngendikane Pak Dibya, dhosen kang paling tua. “Aja dupeh dheweke ambyur ing jagading palanyahan banjur kita vonis ilang hake dadi mahasiswa. Becike kita tlusuri yagene dheweke dadi wanita layah. Yen Dheweke kuliah nganggo masadhepane supaya bisa ninggalake profesine, apa ora perlu pertimbangke? Indeks prestasine ya lumayan, sejatine bisa diusulake entuk beasiswa.” (PKP hal. 71) Terjemahan: “Kasusnya Ariwarni ini perlu ditangani dengan penuh kebijaksanaan.” Ucapnya Pak Diya., dosen yang paling tua. “Jangan karena dia masuk ke dunia pelacuran kemudian kita vonis hilang haknya menjadi mahasiswa. Baiknya kita telusuri kenapa dia menjadi wanita panggilan. Ketika dia kuliah untuk masa depannya supaya bisa meninggalkan profesinya, apa tidak perlu untuk dipertimbangkan? Indeks prestasinya juga lumayan, sejatinya dia bisa diusulkan untuk mendapatkan beasiswa.” (PKP hal. 71) Kutipan di atas menjelaskan bahwa, Pak Dibya bersikap adil dan bijaksana. Ia mengajak para dosen untuk lebih bersikap kritis dan bijaksana dalam mengambil segala keputusan untuk mahasiswanya. Semua kejadian
154
pasti memiliki sebabnya. Mungkin dengan pertimbangan tersebut, maka segala keputusan yang akan diambil tidak akan salah. Pemimpin harus berpikir realistis, bertindak adil kepada siapa saja dan berperilaku bijaksana dalam mengambil keputusan. Sifat tersebut memiliki kekuatan untuk membangun kehormatan bagi diri sendiri maupun bagi orang lain, sehingga perlu ditanamkan dalam diri untuk menjadi pribadi yang baik.
a. Keterkaitan Antarunsur Unsur struktural yang terdapat dalam novel Pupus Kang Pêpês karya Suharnomo Kasijun menekankan pada enam unsur pembentuk karya sastra yang
bersifat
intrinsik
penyudutpandangan
dan
meliputi amanat.
tema,
alur,
Hubungan
penokohan,
antar
unsur
latar,
intrinsik
menunjukan adanya hubungan erat dan saling terkait antar unsur satu dengan yang lain yang dirangkai menjadi satu kesatuan yang utuh sehingga mampu membentuk makna secara keseluruhan cerita. Tema merupakan gagasan dasar yang menopang sebuah cerita sebagai struktur - struktur yang sistematis yang nantinya akan mempengaruhi penokohan, latar serta alur cerita yang akan disampaikan oleh pengarang. Tema novel Pupus Kang Pêpês karya Suharnomo Kasijun adalah perjuangan seorang tokoh untuk menghadapi lika-liku konflik dalam kehidupannya. Dinamika konflik yang dialami sosok Dr. Subekti sangat kompleks. Konflik berawal dari keluarga dan dikembangkan oleh pengarang sehingga
155
mengganggu kelangsungan hidupnya. Pengarang menambahkan konflik keretakan persahabatan, bisnis monopoli pendidikan, berbagai teror dan ancaman sebagai upaya penghancuran karir Dr. Subekti. Alur dalam novel Pupus Kang Pêpês adalah alur maju. Alur merupakan rangkaian sebuah cerita dari awal hingga akhir. Alur yang baik adalah alur yang dapat membantu mengungkapkan tema dan amanat dari peristiwa-peristiwa serta adanya hubungan sebab akibat yang wajar antara peristiwa yang satu dengan yang lain. Novel Pupus Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun memiliki alur runtut dan kompleks sehingga mampu mengungkapkan tema dan amanat yang baik. Pengarang dalam membuat tokoh menyelipkan perwatakannya dalam tujuh cara, melalui pysiscal description yakni melukiskan bentuk lahir dari pelakon. Portrayal of thought strem or conscious thught, melukiskan jalan pikiran pelakon atau apa yang terlintas dalam pikirannya. Reaction to event, melukiskan bagaimana reaksi pelakon terhadap kejadian-kejadian. Direct author analysis, pengarang dengan langsung menganalisis watak tokoh. Discussion of environment, pengarang melukiskan keadaan watak tokoh. Misalnya dengan melukiskan keadaan kamar pelakon pembaca mendapat kesan apakah tokoh tersebut orang jorok, bersih, rajin, malas, dan sebagainya). Reaction of others to character, pengarang melukiskan bagaimana pandangan - pandangan tokoh lain dalam suatu cerita terhadap tokoh utama itu. Conversation of others about character, tokoh-tokoh dalam
156
suatu cerita memperbincangkan keadaan tokoh utama. Melalui cara tersebut pendalaman karya sastra Pupus Kang Pêpês dapat terkupas dengan baik. Latar atau setting dalam novel Pupus Kang Pêpês meliputi tiga unsur. Latar tempat, latar waktu, dan latar sosial masyarakat. Latar tempat, dijelaskan oleh pengarang secara detil pendeskripsian tempat-tempat mana saja yang dipergunakan dalam cerita tersebut. Melalui daya imaginatif pengarang, ia mencoba menjelaskan latar tempat seolah-olah pembaca ikut merasakan keberadaan tempat tersebut. Latar waktu dalam novel Pupus Kang Pêpês berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar sosial masyarakat dalam novel Pupus Kang Pêpês teruraikan dengan baik. Pengarang mencoba menunjukkan bagaimana keadaan
keluarga yang
sederhana dan agamis di lingkungan tokoh utama, keadaan kampus yang sebagian besar penguasanya ingin memburu kekuasaan, kampus sebagai monopoli bisnis pendidikan, serta perbedaan kelas sosial. Penggunaan sudut pandang penulisan novel Pupus Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun adalah sudut pandang persona ketiga. Pengarang dapat membuat beberapa karakter melihat, mendengar, atau berpikir. Tokoh cerita menempati posisi yang strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca. Unsur struktural pembangun novel Pupus Kang Pêpês yang meliputi tema, penokohan, latar, penyudut pandangan, alur, dan amanat mempunyai
157
hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain sehingga dapat membentuk kesatuan yang utuh dan indah.
B. Analisis Bentuk Konflik 1. Keadaan Sosial Masyarakat Novel Pupus Kang Pêpês
karya Suharmono Kasiyun di dalamnya
terkandung konteks sosial keadaan masyarakat primer dan sekunder. Konteks sosial masyarakat primer teraplikasikan dalam keluarga Dr. Subekti yang humanis. Bentuk masyarakat yang menjunjung tinggi kekeluargaan. Solidaritas dalam berkeluarga dibuktikan dengan kehidupan tokoh yang memiliki rasa kasih sayang dan tingkat kepedulian tokoh yang tinggi terhadap sesamanya anggota keluarga. Keluarga saling menyayangi dan saling menghargai terhadap kepentingan masing-masing membuat cerita semperti tampak nyata. Konteks sosial masyarakat primer merupakan hubungan kelompok yang didasari atas pergaulan dan kerjasama bertatap muka secara intensif bersifat fundamental dalam bentuk sifat dan ide sosial individu secara intim dan memiliki kedekatan tertentu. Konteks masyarakat humanis dibuktikan dengan hubungan antar tokoh Dr. Subekti dengan keluarganya. Hubungan antara ibu dan anak sangat terasa keharmonisannya. Kerinduan seorang ibu selama dua tahun tidak bertemu anaknya mengisahkan cerita dramatis. Kedekatan antara
158
Dr. Subekti dengan ibu kandungnya terjalin karena interaksi lingkungan keluarga secara intern dan intim sehingga kedekatan mereka begitu terasa. Lingkungan masyarakat dalam novel Pupus Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun ada dua, yakni lingkungan masyarakat primer dan lingkungan masyarakat sekunder. Lingkungan masyarakat sekunder tersebut memiliki pengertian lingkungan sosial yang biasanya berhubungan dengan anggota satu dengan anggota yang lainnya agak longgar dan hanya berorientasi pada kepentingan-kepentingan formal serta aktivitas - aktivitas khusus, misal dalam dunia organisasi, politik, pendidikan, dll. Lingkungan masyarakat sekunder atau biasa disebut secondary groups merupakan kelompok besar yang didasarkan pada kepentingan atau kegiatan khusus, dan para anggotanya cenderung berinteraksi atas dasar status spesifik. Lingkungan sosial masyarakat sekunder dalam novel Pupus Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun yakni lingkungan pendidik. Dunia pendidikan sangat kental mewarnai cerita tersebut. Pengarang menguraikan hampir 75% mengambil lingkungan sosial dunia pendidikan sebagai background cerita dan sisanya 25% lingkungan keluarga sebagai pelengkapnya konflik. Lingkungan pendidikan menjadi hal yang penting dalam cerita tersebut. Kiprah sosok Dr. Subekti digandrungi oleh tokoh lain, akan tetapi banyak pula yang tidak suka, iri, dan dengki melihat prestasi yang diraih Doktor muda tersebut.
159
Latar sosial masyarakat pada novel Pupus Kang dari awal hingga akhir memaparkan kiprah seorang abdi Negara yang berusaha sekuat tenaga menjunjung tinggi dunia pendidikan. Pengorbanan luar biasa disajikan oleh pengarang untuk membangun karakter tokoh utama. Perjuangan melawan ambisi pribadi untuk meninggalkan keluarganya pun ia lakukan. Ia melewati hari-hari dengan kesendiriannya ditemani buku dan rumus-rumus. Ia menempuh pendidikan doktor di Amerika Serikat. Sosial masyarakat dalam dunia kerja Dr. Subekti terlihat sangat individualis dan introvert. Terlihat dengan jelas bahwa kesadaran kebersamaan dan kekeluargaan di lingkungan pendidikan sangatlah kurang. Masing-masing orang lebih mementingkan dirinya sendiri dan jabatannya. Orang yang berkedudukan senantiasa bersikap diktator. Mereka
yang kuat kedudukannya akan
melemahkan bahawahnnya. Orang lemah tergambarkan sebagai hewan yang senantiasa
mengikuti
perintah
majikannya.
Kerakusan
para
penguasa
menjadikan hati mereka gelap. Di dunia pendidikan plagiarisme adalah hal yang paling dihindari oleh pembelajaran akademik. Di kehidupan primer telah tercatat dalam UU nomor 19 tahun 2002 tentang Hak cipta sebagaimana mengatur bahwa plagiat merupakan salah satu tindak pidana. Apabila ada pelanggaran mengenai plagiarisme maka konsekuensi yang dibebankan sangat berat. Pelangggar dapat ditahan selama 1 bulan atau membayar denda 1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau penjara paling lama 7 tahun atau membayar denda 5.000.000.000,00 (lima
160
milyar rupiah), hingga pencabutan ijazah dan gelar pun akan terjadi. Novel karya Suharmono Kasiyun ini juga menceritakan Pak Giri melakukan plagiat skripsi Pak Caraka dengan konten isi dan judul yang sama. Novel tersebut juga mengisahkan ketama‟an seorang pemimpin di Kampus. Ia melakukan segala cara demi mendapatkan kedudukan yang di inginkan. Hingga upaya plagiarisme dan aksi teror dilakukan untuk menghancurkan keberhasilan orang lain. Novel Pupus Kang Pêpês memaparkan keadaan lingkungan masyarakat yang masih relevan dengan kehidupan saat ini. Suharmono Kasiyun mencoba mengupas masalah - masalah sosial masyarakat di dunia pendidikan secara rinci. Pengarang memasukkan gambaran sosial kehidupan melalui tema, alur, penokohan dan sudut pandang cerita. Suharmono Kasiyun menyimpulkan bahwa konflik di dunia pendidikan masih terjadi hingga saat ini. Banyak generasi muda yang memiliki potensi yang tinggi akan tetapi dipatahkan semangatnya, dikucilkan, dan dihancurkan karirnya demi kekuasaan. 2. Bentuk Konflik Sosok Dr. Subekti Novel Pupus Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun mencerminkan dinamika konflik kehidupan sosok Dr. Subekti. Pengarang menyampaikan dinamika konflik sosok Dr. Subekti melalui alur cerita yang kompleks dan dinamis. Melalui jalinan tokoh - tokoh dan alur cerita, pengarang menyampaikan pesan kepada pembaca. Penyampaian konflik melalui jalinan kehidupan tokoh utama tersampaikan dengan baik sebab tokoh utama
161
mendominasi cerita. Pengarang memaparkan konflik dalam kehidupan Dr. Subekti secara terperinci. Konflik membuat cerita semakin hidup dan menarik. Pemunculan konflik dideskripsikan oleh pengarang seolah-olah seperti kehidupan primer pada umumnya. Dr. Subekti mencoba bersabar menghadapi masalah disekelilingnya. Ketika ia akan menyelesaikan sebuah konflik besar, pengarang memasukan konflik kecil lainnya sehingga kiprah tokoh utama tersebut semakin hidup dan menarik. Pembaca sebagai penikmat karya sastra ikut hanyut dalam cerita yang telah disajikan pengarang. Cerita dalam novel Pupus Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun membuka cakrawala baru bagi pembaca. Sebuah cerita dalam karya sastra tidak selamanya bahagia, akan tetapi cerita dapat berakhir dengan tragis dan misteri seperti pada novel karya Suharmono Kasiyun ini. Bentuk konflik dalam novel Pupus Kang Pêpês antara lain. a. Konflik Keluarga Kehidupan dalam berkeluarga pasti mengalami berbagai konflik. Konflik keluarga berupa konflik internal maupun konflik eksternal. Tokoh utama novel Pupus Kang Pêpês adalah sosok Dr. Subekti. Novel Pupus Kang Pêpês memaparkan konflik internal dalam sebuah keluarga kecil. Konflik internal dipengaruhi oleh tuntutan kerja Dr. Subekti.
162
Dr. Subekti merupakan seorang suami yang bertanggung jawab dalam rumah tangganya. Sebagai seorang suami, ia merasa gagal karena belum bisa mengemban amanah untuk menjaga keutuhan keluarganya. Hal demikian karena perbuatan dari istri kesayangannya. ketika ditinggal mengemban tugas, Yuni berselingkuh dengan Sujoko. Dr. Subekti frustasi karena konflik yang tidak bisa diselesaikan olehnya. Dr. Subekti berusaha mencapai cita-citanya. Berbagai hambatan menghampiri kehidupanya, baik secara lahir dan batin. Secara lahir, ia merasa perjuangan selama belajar di Amerika membuat hidupnya berantakan. Sebagai suami, ia tidak terlaksanakan tanggung jawab dengan baik. Istri beserta anak kesayangannya tidak terurus. Secara batin, Dr. Subekti merasa hancur hatinya. Ketika ditinggal istrinya berselingkuh dan anaknya jatuh sakit. Konflik yang dialami oleh Dr. Subekti merupakan konflik keluarga. Berikut kutipan penyebab konflik yang dialami oleh Dr. Subekti dalam rumah tangganya. Kutipan: “Rasane awake kaya tanpa balung. Nglempreg. Tibake mung samono kasetyane Yuni. Yuni sing wis dipercaya nganthi dheweke mencaki dinadina kang bakal lumaku. Yuni sing wis dipercaya dadi ibune anake jebul mung samono imane”. (PKP hal. 17) Terjemahan: “Rasanya badannya seperti tanpa tulang. Lemas. Ternyata hanya segitu kesetyaan Yuni. Yuni yang telah dipercaya sampai ia melewati hari-hari yang dilaluinya. Yuni yang telah dipercaya menjadi ibunya anaknya ternyata hanya segitu imannya”. (PKP hal. 17)
163
Pengarang menjelaskan reaksi suami bahwa Yuni tidak kuat imannya. Kekecewaan seorang suami terhadap istri sangat dirasakan oleh sosok Dr. Subekti. Pengarang menampilkan konflik keluarga Dr. Subekti melalui berbagai isu. Isu dimunculkan melalui seksualitas dan afektif. Seksualitas mewarnai hancurnya kehidupan Dr. Subekti. Hubungan intim dapat mempererat hubungan. Apabila hasrat untuk melakukan hubungan intim tidak tersalurkan dengan baik, maka terjadi kerenggangan hubungan. Novel Pupus Kang Pêpês mengisahkan kewajiban seorang istri yang tidak terpenuhi karena suami berada di Amerika. Kurangnya komunikasi secara intim mengakibatkan hubungan mereka menjadi rusak. Istri melakukan perselingkuhan dengan sepupunya. b. Konflik Dunia Kerja 1) Profesionalitas a) Bisnis Monopoli Pendidikan Dr. Subekti menjadi objek pemanfaatan pendidikan di Kampusnya. Dr. Subekti adalah dosen berprestasi, tetapi prestasi tersebut membawa celaka bagi dirinya. Potensi ilmu yang tinggi membuatnya dipandang sebagai ancaman oleh para penguasa penggila kedudukan. Banyak orang khawatir kehilangan kedudukan melihat prestasinya, hingga berbagai cara dilakukan agar kedudukan mereka tetap aman. Mereka khawatir tersaingi apabila ada orang lain berkemampuan
lebih
darinya.
Keprofesionalan
Dr.
Subekti
164
dimanfaatkan untuk mencapai kedudukan yang mereka inginkan. Dr. Subekti merupakan doktor muda berkepribadian jujur dan baik budinya. Kutipan: “Aku butuh bantuane sampeyan,” kandhane. “Bantuan apa ta Mas Yok?” “Ngene Dhik, aku rak mengelola Perguruan Tinggi Swasta,” kandhane. Dheweke meneng sedhela, ndudut rokok sealer, terus nyumet rokoke. Bekti nyawang kanthi ndomblo. “Aku butuh tenaga sampeyan.” “Mulang?” “Apa maneh? Dhik Bekti wis suwe dak enteni rawuhe. Wis ta, aja kuwatir Dhik! Mahasiswane ayu-ayu lo!” (PKP hal. 25) Terjemahan: “Aku butuh bantuan kamu,” ujarnya. “BAntuan apa Mas Yok?” “Begini Dik, aku kan mengelola Perguruan Tinggi Swasta,” Ujarnya. Dia diam sejenak, mengambil rokok satu batang, lalu menghidupkan rokonya. Bekti melihatnya dengan bingung. “Aku butuh tenagamu.” “Mengajar?” “Apa lagi? Dik Bekti sudah lama saya tunggu-tunggu datangnya. Sudahlah, jangan khawatir Dik, mahasiswanya cantik-cantik lo!”. (PKP hal. 25) Dr. Subekti merasa tidak ada bedanya dengan barang yang diperebutkan banyak orang. Ia dianggap seperti barang mati dan tidak berperasaan. Semua orang memanfaatkan keahliannya demi mencari keuntungan pribadi dengan cara memanfaatkan potensinya demi mencari mahasiswa untuk PT swastra yang mereka kelola. Tidak ada yang prihatin kepadanya bahwa prestasi yang ia raih sejatinya mengorbankan rumah tangganya.
165
2) Attitude Manusia dalam berinteraksi memerlukan attitude. Attitude berarti cara menempatkan, membawa diri, jalan pikiran, maupun perilaku antar manusia. Attitude tergolong menjadi dua macam, attitude positif dan attitude negatif. Berikut attitude negative dalam novel Pupus Kang Pêpês. a) Plagiarisme Dosen adalah pendidik professional yang memiliki tugas mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu bidangnya untuk pengabdian kepada masyarakat. Seorang dosen menjadi panutan bagi para mahasiswa, baik tingkah laku maupun tindak tuturnya. Di dunia pendidikan keaslihan karya menjadi penting untuk diuji. Apabila dosen melakukan plagiarisme yakni penjiplakan atau pengambilan data hasil karya orang lain, maka akan mendapatkan pencabutan gelar. Karya tulis menjadi tolok ukur keberhasilan selama belajar di PT. Kekuasaan membuatnya buta. Ia melakukan berbagai cara demi tercapai tujuannya untuk tetap menjadi pemimpin. Berikut kutipan plagiarisme yang dilakukan oleh Pak Giri. Kutipan: “Dumadakan atine Bekti kaya malah ditantang nalusuri tulisan kuwi. Dheweke bali ngeling-eling, nalika kuliah Pascasarjana ana Jakarta..! Ya ampun… Pak Caraka. Pak Caraka kancane tunggal kost. Makalah iku persis karo skripsine dhosen saka Ujung Pandang nalika nempuh sarjanane.“ (PKP hal. 45)
166
Terjemahan: “Secara mendadak Bekti hatinya tertantang untuk menelusuri tulisan tersebut. Dia mengingat-ingat kembali, ketika kuliah Pascasarjana di Jakarta..! Ya ampun… Pak Caraka. Pak Caraka temannya sekosan. Makalah tersebut sama dengan skripsinya dosen dari Ujung Pandang ketika menempuh sarjananya.” (PKP hal. 45) Acara seminar yang diselenggarakan di Universitas Bakti Pemuda dihadiri oleh ratusan orang. Pak Giri menjadi pemakalah dalam acara tersebut. Pak Giri menjabat ketua jurusan disalah satu Universitas Surabaya telah melakukan plagiarisme terhadap karya Pak Caraka. Hal ini diketahui oleh Dr. Subekti. b) Tuduhan Palsu/ Fitnah Attitude selanjutnya adalah attitude negatif mengarah kepada tindakan dosen yaitu tuduhan palsu. Tuduhan palsu ditujukan kepada Dr. Subekti. Sikap lugu dan pasrah membuatnya semakin dikucilkan oleh semua dosen. Sebagai dosen yang bergelar doktor seharusnya ia memiliki jatidiri yang kuat dan pemikiran luas. Tunduk dan patuh terhadap atasan membuat hidupnya dimanfaatkan oleh kepentingan orang lain. Hal tersebut dibuktikan dalam kutipan berikut. Kutipan: “… Dak kira ora aku thok, akeh sing ngerti manawa Ariwarni mujudake wanita panggilan. Yen ora percaya, Pak bekti sing kulina tindak Hotel Wora-Wari mesthi pirsa.” Bekti kaya ditampek raine, tembung „kulina‟ kuwi genah disengaja, diucapake kanthi alon lan sengaja.” (PKP hal. 70)
167
Terjemahan: “… Saya kira bukan saya saja, banyak yang tahu kalau Ariwani menjadi wanita panggilan. Kalau tida percaya, Pak Bekti yang biasanya pergi ke Hotel Wora-Wari jelas tahu.” Bekti seperti ditampar wajahnya, kata „kulina‟ itu mesti disengaja, diucapkan dengan pelan dan sengaja.” (PKP hal. 70) Pengarang secara tidak langsung membuka kelemahan sosok Dr. Subekti melalui tindakannya dalam menangani konflik dalam hidupnya. Upaya melawan ketidakadilan tersebut tidak ditampakkan pada sosok tokoh tersebut. Pengarang membuat karakter tokoh lemah karena kebaikan budinya. Sikap pasrah dalam menerima keadaan membunuh karirnya sendiri. c) Teror Pengarang membuat isu melalui teror ketika seminar berlangsung. Ketika acara seminar yang diadakan oleh sebuah universitas ternama di Surabaya, teror masih membuntuti Dr. Subekti. Dr. Subekti semakin merasakan goncangan jiwa. Konflik dengan Wiwik yang baru terselesaikan kembali muncul menghalangi seminar perdananya. Kutipan: “Pemandhu ketara kaget nalika mriksa sawenehing kertas kang ditulis nganggo mangsi abang. Dheweke age-age arep nyingkirake kertas kuwi. Nanging Bekti kang weruh kedadeyan kuwi enggal nyaut kertas ing tangane pemandhu. (PKP hal. 79)
168
Terjemahan: “Pemandu terlihat kaget sekali ketika memeriksa kertas yang ditulis menggunakan tinta merah. Dia cepat-cepat mau menyingkirkan kertas tersebut. Tetapi Bekti mengetahui kejadian tersebut dengan cepat mengambil kertas di tangan pemandu. (PKP hal. 79) Teror mulai membuat kehidupan tokoh utama dalam novel Pupus Kang Pêpês ini menjadi rumit. Isu tersebut mengolah pemikiran Dr. Subekti untuk menulusuri siapa dalang dari teror di seminar perdananya tersebut. Attitude seorang pendidik tidak mungkin melakukan perbuatan demikian. Apabila seorang pendidik melakukan teror tersebut, maka ada hal krusial yang melatarbelakangi. Pengarang menyelipkan berbagai macam perilaku dosen di dunia kampus. Ada bentuk perilaku dosen positif dan perilaku negatif. Perilaku positif dicerminkan oleh sikap Dr. Subekti. Dalam menjalani kehidupan dan menangani segala macam konflik, Ia selalu berpikir positif dan professional. Berbeda dengan tokoh peneror. Peneror adalah seorang dosen. Ia dimunculkan oleh pengarang sebagai penghambat keberhasilan dosen lulusan Amerika tersebut.
d) Aksi Mahasiswa Puluhan mahasiswa melakukan aksi di halaman fakultas. Mereka berbondong - bondong menyuarakan agar Dekanat melakukan pemecatan terhadap doktor muda di kampusnya. Berbagai macam
169
poster dibuat sebagai ungkapan protes dan penyesalan terhadap perbuatan dosen tersebut. Kampus merupakan tempat untuk berproses untuk pelajar tingkat tinggi. Tidak semua orang beruntung dapat belajar di kampus, sehingga kesempatan tersebut perlu dimanfaatkan dengan baik. Orang berpendidikan seharusnya berperilaku terdidik dan mendidik. Semua ucapan harus sesuai dengan tingkah laku. Aksi mahasiswa tersebut tidak berdasarkan fakta. Aksi mahasiswa terhadap dosen sebagai bukti cermin generasi yang tidak baik. Dosen seharusnya sebagai panutan dan dihormati, bukan dijadikan bahan pelecehan. Kutipan: “... suwarane puluhan mahasiswa padha bengok-bengok protes. Kupinge Bekti kaya disamber bledhek rasane, panas kaya dipanggang ana wawa. “Pecat Dhosen maksiat...! Pecat dhosen laknat...! Ukum dhosen mesum...!” Saliyane suwara pating brengok kuwi, Bekti isih kober maca poster-poster. “Kampus dudu kompleks bordil! Kampus masyarakat ilmiah, dudu masyarakat lanyah!” lan isih akeh maneh sing ora kober diwaca Bekti. Nalika dheweke nyawang pucuke cagak gendera ing plataran Fakultas, “Astaghfirullah...!” ing pucuk cagak gendera iki wis kumlebet cawet lan kutang.” (PKP hal.106)
Terjemahan: “... suara puluhan mahasiswa yang sedang berdemonstrasi protes. Telinga Bekti rasanya seperti disambar guntur, panas seperti dipanggang di bara api. “Pecat Dosen maksiat...! Pecat dosen laknat...! hukum dosen mesum...!” selain suara keras tersebut, Bekti masih sempat membaca poster-poster. “Kampus bukan kompleks bordil! Kampus masyarakat ilmiah, dudu masyarakat lanyah!” dan masih
170
banyak lagi yang tidak sempat dibaca Bekti. Ketika dia melihat ujung tiang bendera di halaman fakultas, “Astaghfirullah...!” di ujung tiang bendera itu telah berkibar celana dalam dan bra.” (PKP hal. 106) Kutipan di atas menjelaskan bahwa konflik teror surat tanpa mengakibatkan mahasiswa melakukan aksi. Mereka melakukan aksi tanpa didasari oleh bukti yang kuat dan benar. Para pelajar seharusnya tidak berbicara demikian. Dosen diolok-olok sebagai pemaksiat, mesum, dan laknat. Kepiawaian pengarang dalam mengolah konflik sangat tepat. Setelah konflik diterima oleh Dekanat dan di sisi lain para mahasiswa juga di terjunkan untuk menambah kegentingan konflik dalam cerita. Sosok Dr. Subekti telah berkorban untuk mencerdaskan generasi penerus bangsanya. Ia mengorbankan keluarganya demi menuntut ilmu sebanyak-banyaknya, akan tetapi pengorbanannya tidak dihargai oleh orang-orang di sekelilingnya. Aksi mahasiswa terjadi di lingkungan kampus. Lingkungan kampus yang telah dibanggakannya. Tempat mengabdikan jiwa dan raganya berubah menjadi tidak bermoral. Moralitas mahasiswa perlu dibangun supaya generasi penerus bangsa menjadi bermartabat dan beretika.
171
c. Konflik Persahabatan 1) Seksualitas Persahabatan dalam novel Pupus Kang Pêpês dijalin oleh Dr. Subekti dengan Wiwik, Endra, Bu Nining, dan Ariwarni. Dr. Subekti bersahabat dengan Endra dan Wiwik ketika masih dibangku perkuliahan. Setelah menjadi sarjana hidup mereka berubah. Endra telah menjadi pengusaha sukses di Surabaya. Wiwik menjadi rekan kerja Dr. Subekti di jurusan yang sama. Bu Nining merupakan sosok wanita yang awal mulanya menaruh perasaan kedapa Dr. Subekti. Segala cara ia lakukan demi mendapatkan simpatinya. Usahanya untuk mendapatkan simpati doktor muda tersebut siasia. Bu Nining akhirnya hanya menjadi teman baik. Selain itu, Ariwarni seorang mahasiswa bimbingan doktor muda ini juga menjadi teman baiknya. Kegigihan Dr. Subekti dalam memberi semangat agar tetap melanjutkan perkuliahan membuat Ariwarni kagum. Ariwarni mencoba tegar
dalam
menjalani kehidupannya, meskipun banyak rintangan didepan matanya. Hubungan persahabatan mereka diwarnai oleh isu seksualitas. Para penguasa berusaha untuk menghancurkan nama baik Dr. Subekti. Suharmono Kasiyun sebagai pengarang novel Pupus Kang Pêpês memaparkan isu yang dibangunnya demi menghancurkan tokoh sosok Dr. Subekti secara dramatik dan detil. Berikut isu yang dibangun oleh pengarang dalam persahabatan mereka.
172
a) Perselingkuhan dengan Sahabat Konflik Doktor Subekri dengan Wiwik dimulai dari teror. Persahabatan mereka mulai memudar. Konflik dalam dunia kerja mulai merambah kekonflik pribadi. Wiwik menjauhi teman kuliahnya tersebut. Sebagai seorang wanita yang telah membina rumah tangga, hatinya merasa terpukul. Dugaan perselingkuhan yang membawa namanya merusak keharmonisan rumah tangganya. Konflik Dr. Subekti yang menyeret namanya, membuat ia kesal dan marah. Hal tersebut terbukti pada kutipan berikut. Kutipan: “Endra ngebulake rokoke, banjur nyawang Wiwik, “Kowe piye Wik?” pitakone. Wiwik nutup tutuke nganggo kacu, “Iku fitnah…!” Wangsulane karo nahan eluh saka mripate…”. (PKP hal. 89) Terjemahan: “Endra mengebulkan asap rokoknya, kemudian memandang Wiwik, “Kamu gimana Wik?” ia bertanya. Wiwik menutup mulutnya dengan sapu tangan di lehernya, “Itu fitnah…!” Jawabnya dengan menahan air mata di matanya…”. (PKP hal. 89) Sebagai sahabat Wiwik seharusnya bersikap bijaksana dan tegas dalam menangani masalahnya. Ia seharusnya mengklarifikasi kebenaran berita yang telah beredar tersebut. Upaya untuk menangani konflik secara bersama-sama haruslah dilakukan. Tindakan Wiwik dengan menjauhi konflik tersebut akan semakin memperburuk keadaan.
Pengarang
dalam
memberi
penyelesaian
konflik
173
persahabatan dengan megangkat
isu perselingkuhan Dr. Subekti
adalah dengan jalan orang ketiga. Endra tokoh yang memiliki sikap tegas dan bijaksana menjadi pilihan pengarang dalam menyelesaikan masalah mereka. Ia menjadi orang ketiga yang disajikan oleh pengarang untuk membawa konflik menuju penyelesaian. b) Hubungan intim dengan mahasiswa Seorang mahasiswa yang dijadikan kambing hitam dalam upaya penghancuran karir Dr. Subekti adalah Ariwarni. Sosok wanita cantik semester akhir bimbingan Doktor muda tersebut. Ariwarni terkenal sebagai wanita „panggilan‟ di kampusnya. Mantan dosen pembimbing II yang bernama Pak Sujono dan Pak Giri menjabat sebagai Ketua Jurusan pernah meminta untuk dilayaninya. Ariwarni menolak permintaan mereka, sehingga ia dijadikan kambing hitam untuk mengeluarkannya dari Kampus serta menghancurkan karir Dr. Subekti. Kutipan: “… Dak kira ora aku thok, akeh sing ngerti manawa Ariwarni mujudake wanita panggilan. Yen ora percaya, Pak Bekti sing kulina tindak Hotel Wora-Wari mesthi pirsa.” Bekti kaya ditampek raine, tembung „kulina‟ kuwi genah disengaja, diucapake kanthi alon lan sengaja.” (PKP hal. 70) Terjemahan: “… Saya kira bukan saya saja, banyak yang tahu kalau Ariwani menjadi wanita panggilan. Kalau tida percaya, Pak Bekti yang biasanya pergi ke Hotel Wora-Wari jelas tahu.” Bekti seperti ditampar wajahnya, kata „kulina‟ itu pasti disengaja, diucapkan dengan pelan dan sengaja.” (PKP hal. 70)
174
Sikap Pak Sujono pada kutipan di atas, tidak mencerminkan karakter pendidik. Ia dengan sengaja mencemarkan nama baik Dr. Subekti di hadapan Dekanat. Pernyataan yang diungkapkan tidak ada bukti secara nyata. Sikap Pak Sujono memperlihatkan bahwa ia tidak menyukai Doktor muda tersebut. Isu dibuat oleh pengarang dengan cara konflik disebar dikalangan dosen melalui tokoh Pak Sujono. Kejadian yang belum tentu benar dengan kenyataannya diungkapkan oleh Pak Sujono. Ketika rapat Jurusan, ia mengungkapkan bahwa Dr. Subekti juga sering berkunjung ke Hotel Wora-Wari. Hotel WoraWari tersebut adalah tempat Ariwarni melayani pelanggannya. Ia dituding sebagai dosen perusak pagar ayu. Pak Sujono menjadi karakter yang kuat dalam melawan kiprah tokoh utama dalam novel Pupus Kang Pêpês ini. Melalui konflik yang semakin rumit. Ketika rapat dilaksanakan sehingga suasana menjadi genting dan seolah-olah nyata, Pak Giri sebagai tokoh pembantu juga ditambahkan oleh pengarang untuk usaha penghancuran karir Doktor muda tersebut. Sosok Dr. Subekti semakin terlihat konflik yang dideritanya. Dinamika konflik sosok Dr. Subekti mulai merambah dalam persahabatan. Keberagaman konflik keluarga, dunia kerja, dan persahabatan membuatnya semakin stres dan tertekan dalam menjalani kehidupan.
175
c) Berpacaran dengan rekan kerja Bu Nining adalah dosen muda dan cantik di kampus. Sejak pertama bertemu dengan Dr. Subekti, ia menaruh hati kepadanya. Karakter sosok Bu Nining dalam novel Pupus Kang Pêpês sangat berani. Wanita cantik yang bekerja sebagai dosen tersebut sangat gigih untuk mendapatkan Dr. Subekti. Ia berprilaku agresif dengan merendahkan harga dirinya untuk menarik simpati Doktor muda tersebut. Kebutaan cintanya membuat ia terus mencari cela untuk bisa mendekati Dr. Subekti, sehingga para dosen mengetahui berita tersebut. Berita Dr. Subekti berpacaran dengan dosen lajang tersebut ramai diperbincangkan. Kutipan: “… Dheweke mandeg sedela anggone ngomong. Kertas banjur di waca, “Apa pak dhoktor ana Amerika ya nyinaoni dadi playboy, ndhemeni mahasiswa bimbingane skripsi, dhosen putri sing isih legan, lan uga sing wis nduwe sisihan?”. (PKP hal. 79) Terjemahan: “… Dia menghentikan sejenak pembicaraannya. Kertas kemudian dibaca, “Apa pak doktor di Amerika juga belajar menjadi playboy, menyukai mahasiswa bimbingan skripsinya, dosen yang masih lajang, dan juga yang sudah memiliki pasangan?” (PKP hal. 79) Pengarang memasukkan konflik persahabatan di tengah konflik keluarga dan dunia kerja. Konflik dalam persahabatan antara Dr. Subekti dan Bu Nining mengangkat isu seksualitas dengan cara
176
memfitnah tokoh utama ke dalam masalah tersebut. Fitnah disebarkan melalui surat tanpa nama yang ditujukan kepada Rektor dan Dekan. Gejolak tokoh utama semakin kuat karena konflik kehidupannya semakin dinamis dan kompleks.
C. Respons Suharmono Kasiyun dalam Memandang Dinamika Konflik Seorang pengarang merupakan bagian dari masyarakat. Pengarang menciptakan karya sastra tidak terlepas dari latar belakang pembuatan karya sastra tersebut. Seorang pengarang dapat dikatakan sebagai pengamat, sehingga tidak menutup kemungkinan sebuah karya sastra mengandung refleksi kehidupan sebagai respons dalam menanggapi konflik dalam kehidupanya. Konflik kehidupan tersebut diolah dengan kreativitas yang dimiliki oleh pengarang selanjutnya dituangkan melalui jalinan kata - kata estetis. Pengarang memiliki pandangan dan respons yang berbeda mengenai kejadian di masyarakat. Mereka mampu merespons, menilai, dan memberi tanggapan terhadap kejadian di masyarakat. Perbedaan sudut pandang pengarang dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan, pengalaman, maupun profesi pengarang dll. Sehingga cara pandang antar pengarang pasti memiliki perbedaan baik itu cara berfikir maupun ciri khas. Pengarang memiliki pandangan hidup sendiri. Melalui karya sastranya, pengarang dapat mengungkapkan kritik bahkan menyampaikan pesan dengan
177
caranya sendiri. Hal itu terlihat pada pesan Suharmono Kasiyun dalam merespon konflik kehidupan di bidang pendidikan dewasa ini. 1. Latar Belakang Pembuatan Novel Pupus Kang Pêpês Novel Pupus Kang Pêpês ditulis pada tahun 1988. Pupus kang Pepes adalah simbolis. Secara leksikal kata Pupus dalam Kamus Bausastra artinya 1.godhong kang enom ing pucuk „daun muda di ujung tanaman‟, sedangkan kata Pêpês artinya 2.ilang kakuwatane „kekuatan yang hilang‟; 2.alum/tugel „patah‟ atau „mati‟. Segi gramatikal Pupus Kang Pêpês bermakna Pupus pisang yang ditanam sepanjang tepi kampus menjadi patah. Pupus yang belum mekar dan sudah patah sebelum menjalankan kewajibannya. Pupus Kang Pêpês di tengah perjalanan kehidupan dan akhirnya Pêpês di tengah jalan. Pengarang novel Pupus Kang Pêpês membuat novel tersebut berdasar hasil pengamatan dan kontemplasi pengalaman hidupnya. Pengarang menciptakan karya sastra tersebut karena melihat perubahan di lingkungan sekitarnya. Beliau melihat banyak ketidaakadilan di kampus. Di dalam cerita terdapat perubahan - perubahan bidang sosial, politik, maupun dunia pendidikan. Pengarang melihat banyak generasi muda potensial yang sedang bertumbuh, seperti pupus. Pupus yang baru tumbuh dipatahkan, disudutkan, dikucilkan, tidak diberi kesempatan untuk berkembang. Bahkan ada pembunuhan karakter. Kehidupan sosok Dr. Subekti baru dimulai. Ia melaksanakan kewajiban
178
dan harapan untuk mendapatkan kebahagiaan, akan tetapi dihancurkan oleh berbagai konflik di keluarga dan dunia kampus yang semakin dinamis. 2. Respons Pengarang Terhadap Dinamika Konflik dalam Pupus Kang Pêpês Dinamika konflik sosok Dr. Subekti sangat kompleks. Pengarang memaparkan konflik keluarga dan dunia kerja dalam novel Pupus Kang Pêpês. Konflik tersebut menjadi dinamis setelah muncul isu yang diberikan oleh pengarang. Isu yang diangkat oleh pengarang antara lain, seksualitas, profesionalitas, dan attitude. a) Respons Pengarang Terhadap Konflik Keluarga Konflik perselingkuhan diungkapkan oleh Suharmono kasiyun dalam novel Pupus Kang Pêpês. Konflik perselingkuhan terjadi akibat kurangnya perhatian seorang suami. Konflik tersebut juga dipengaruhi oleh kelalaian istri dalam menjaga kewajibannya sebagai seorang istri. Isu seksualitas diungkapkan Suharmono Kasiyun melalui lika-liku rumah tangga sosok Dr. Subekti. Ia telah berkorban luar biasa. Sebagai abdi Negara, ia rela mengorbankan keharmonisan keluarganya demi menjunjung tinggi nama baik negaranya. Pengorbanan luar biasa dengan mengejar ilmu demi kemajuan bangsanya. Ia sangat banyak berkorban hingga dikhianati istrinya. Kutipan: “Biyen dhek nalika isih ana Amerika rasane ngontog-ontog anggone pengin ketemu anak-bojo. Saiki dheweke ora ngerti apa sing kudu ditindakake. Dheweke ora bisa bayangke manawa ketemu Yuni kanthi weteng gedhe meteng pitung wulan. Kamangka anak kang dikandhut ing rahime dudu anake.” (PKP hal: 23)
179
Terjemahan: “Dulu ketika masih di Amerika rasanya menggebu-gebu ingin bertemu anakistri. Sekarang dia tidak mengerti apa yang harus dilakukan. Dia tidak bisa membayangkan jika bertemu Yuni dengan perut besar hamil tujuh bulan. Karena anak yang dikandung di rahimnya bukan anaknya.” (PKP hal: 23) Melalui kutipan di atas pandangan yang disampaikan pengarang adalah kekecewaan suami terhadap istri karena menghianati kepercayaan suami. Kepercayaan sosok Dr. Subekti kepada Yuni untuk menjaga ketulusan cinta telah hancur. Penghianatan Yuni mengakibatkan hancurnya bahtera rumah tangga mereka. Seorang suami harus menanggung momok akibat kebutaan nafsu istrinya. Pengarang juga memperlihatkan kewajiban suami dan istri dalam kehidupan berumah tangga. Tanggung jawab serta tindakan suami dalam menghadapi cobaan dalam rumah tangganya dikupas melalui novel Pupus Kang Pêpês Suharmono Kasiyun dikehidupan sosok Dr. Subekti. Sosok Dr. Subekti memilih mengalah dan pasrah terhadap kejadian yang telah menimpanya. Kewajiban suami dalam membangun rumah tangga bukan hanya memberi kebahagiaan jasmani atau secara finansial saja, akan tetapi kebahagiaan rohani juga diperlukan unuk menjaga keharmonisan. Keterbukaan terhadap pasangan dalam menghadapi setiap cobaan. Perlunya membangun komunikasi yang baik diantara anggota keluarga sebagai kunci mempererat hubungan. Hal ini berakibat hancurnya rumah tangganya. Dr. Subekti hatinya terluka karena gagal mengemban tanggung jawab keluarganya. Kewajiban istri dalam membina rumah tangga. Menjaga keharmonisan keluarga. Senantiasa menjaga kehormatan suami. Ia berkewajiban menjadi ibu dan ayah bagi anaknya ketika suami sedang melaksanakan tugas. Masyarakat Jawa
180
mempercayai bahwa ungkapan wong wadon kuwi suwarga nunut, neraka katut artinya wanita itu surga menumpang, neraka terbawa. Secara gramatikal berarti, apabila seorang suami melaksanakan kebaikan maka istri juga ikut merasakan kebaikan tersebut begitu pula sebaliknya. b) Respons Pengarang Terhadap Konflik Dunia Kerja 1) Profesionalisme Novel Pupus Kang Pêpês merupakan karya sastra berbahasa Jawa yang sangat berbobot. Isi cerita tersebut relevan dengan masalah kehidupan saat ini. Banyak kejadian dalam cerita yang dipaparkan oleh pengarang tentang berbagai penyelewengan di dunia pendidikan. Melalui cerita tersebut dapat diketahui bahwa pengarang mengkritisi kehidupan generasi muda dewasa ini. Para generasi muda kurang memahami esensi dalam menuntut ilmu. Mereka menuntut ilmu karena menginginkan pekerjaan layak bukan karena benar – benar ingin menggalih dan mengamalkankan ilmu yang diperolehnya tersebut. Pengarang ingin mengungkapkan kepada pembaca bahwa sosok Dr. Subekti dalam novel Pupus Kang Pêpês adalah cerminan masyarakat dewasa ini. Ia menjadi objek keserakahan penguasa meskipun orang disekeliling mengusik kehidupannya. Ia selalu
professional
dalam
menjalankan
kewajibannya
sebagai
dosen.
Keprofesionalan dan niat tulus sosok Dr. Subekti diselewengkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Pengarang membuka cakrawala kehidupan primer
181
melalui sosok Dr. Subekti yang tertindas akibat permainan bisnis kampus. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan berikut. Kutipan 1: “Aku mung sawijining tuk. Aku pengin saka tuk kuwi metu banyu sing bisa nelesi gorokane wong – wong kang satan.” “Nyatane tuk kuwi malah dadi rebutan. Kabeh padha pengin monopoli, manfaatake tuk kuwi kanggo kepentingan pribadhi”. (PKP, hal: 34) Terjemahan 1: “Aku hanya salah satu lubang. Aku ingin dari lubang tersebut muncul sumber mata air yang bisa membasahi tenggorokannya orang – orang yang kekeringan.” “Nyatanya lubang tersebut malah menjadi rebutan. Semua ingin memonopoli, memanfaatkan lubang tersebut untuk kepentingan pribadi”. (PKP, hal: 34) Kutipan di atas menjelaskan bahwa kebaikan hati dan budi sosok Dr. Subekti dalam novel Pupus Kang Pêpês menjadi bomerang dalam hidupnya. Pengarang menempatkan posisi sebagai tokoh Endra dalam konteks profesionalisme di dunia pendidikan. Tokoh Endra menjadi penengah sekaligus benang merah untuk menyadarkan sikap sosok Dr. Subekti. Dr. Subekti selalu berpikir positif kepada semua orang sehingga menjadikannya sebagai objek empuk bisnis monopoli pendidikan. Pengarang mengupas realita dalam dunia pendidikan yang sekarang berubah menjadi ajang bisnis. Para penguasa yang memiliki uang rela membeli gelar untuk mendapatkan prestise untuk merubah kehidupan menjadi lebih baik. Hidup akan menjadi sengsara karena akan dijadikan boneka bagi penguasa. Harta dapat membutakan segalanya. Penguasa dapat membeli segalanya sehingga perlu ilmu
182
untuk menyadarkan mereka akan esensi pendidikan. Ilmu bukan hanya soal teori dan rumus, akan tetapi perlu penerapan di kehidupan sehari-hari. Sosialisasi kepada masyarakat sebagai kunci menjalin kehidupan selaras. Hal tersebut terbukti pada kutipan berikut. Kutipan 2: “Bakal bubrah tatanan yen kowe mung ngudi ilmu. Kowe bakal diplokoto wong sugih dhuwit. Yen aku ngemungake dhuwitku sing tumpuk undhung, apa sing ora bisa dak tuku? Dhoktor, professor…” (PKP, hal: 37) Terjemahan 2: “Tatanan kehidupan akan rusak apabila kamu hanya mengandalkan mencari ilmu. Kamu bakal dimanfaatkan orang kaya. Kalau aku memperlihatkan uangku yang bertumpuk-tumpuk, apa yang tak bisa ku beli? Doktor, professor…” (PKP, hal: 37) Pendidikan dalam novel Pupus Kang Pêpês disebut sebagai gaya hidup karena pemenuhan pendidikan tidak lagi dimaksudkan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia tetapi untuk kebutuhan gengsi, martabat, prestise, dan kelas sosial dalam suatu masyarakat. Sosialisasi terhadap sangat diperlukan untuk menjalin kerjasama antar individu. Sosok Dr. Subekti salah satu contoh sosok ilmuan muda di tahun 1988. Meskipun tidak dideskripsikan secara tersurat, pengarang mencoba menggambarkan Dr. Subekti sebagai doktor melalui karakternya yang baik, lugu, tidak neka - neka, dan penurut. Hal lain dideskripsikan oleh pengarang tentang tokoh tersebut melalui tingkah laku dan ucapannya. Dr. Subekti merupakan sosok lelaki yang kalem, tenang, dan menghormati semua orang disekelilingnya. Kebaikan hatinya dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Meskipun dalam kehidupannya ia
183
memiliki berbagai konflik dan tekanan pribadi, tetapi selalu mengedepankan kewajibannya sebagai seorang pendidik. Era sekarang gelar doktor dengan mudah diraih dengan menggunakan cara yang singkat yakni bisnis monopoli atau membeli gelar seperti pada halaman 33 di novel tersebut. Kutipan: “Bekti ora wangsulan. Kelingan marang mahasiswa-mahasiswa kang mburu ijazah, muru pegawai negeri. Atusan ewu, malah yutan dhuwite disedhot. Korban bisnis pendhidhikan?” (PKP Hal. 33). Terjemahan: “Bekti tidak menjawab. “Teringat dengan mahasiswa-mahasiswa yang hanya memburu ijazah, mengejar pegawai negeri. Ratusan ribu, hingga jutaan uangnya diambil. Korban bisnis pendidikan?” (PKP Hal. 33) Kutipan di atas merupakan respons pengarang. Respons pengarang diwujudkan melalui sebuah kritik. Kritik tentang dunia pendidikan sudah menjadi bisnis monopoli. Berbagai cara dilakukan demi mendapatkan ijazah dan profesi pegawai negeri. Keadaan tersebut berbeda dengan tahun pembuatan novel Pupus Kang Pêpês. Pengarang membuat karakter Dr. Subekti sebagai salah satu contoh dalam kehidupan sekunder bahwa seorang doktor muda menjadi korban ketamakan orang - orang rakus serta takut tersaingi di sekitarnya. Padahal ia seorang yang potensial, tenaganya diperlukan untuk kemajuan bangsa dan negara. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa kehidupan primer juga berpotensi untuk terjadi konflik kehidupan sekunder seperti dalam novel Pupus Kang Pêpês.
184
2) Attitude a) Respons terkait Plagiarisme Pengarang mengangkat isu plagiarisme di dunia pendidikan dalam novel Pupus Kang Pêpês. Plagiat adalah perbuatan penjiplakan atau menyalin hasil karya seseorang. Perbuatan tersebut dihindari oleh orang akademis karena menimbulkan kerugian yang amat besar baik bagi pemilik karya maupun penyalin karya. Plagiarisme dalam novel Pupus Kang Pêpês dilakukan oleh tokoh Pak Giri terhadap karya Pak Caraka. Kutipan: “Bali ngawang-awang ing pangangen-angene Bekti, Pak Caraka kang niba tangi anggone kuliah nganthi beasiswa kang cumpen. Tunjangan profesionale dicabut. Kamangka putrane kang mbarep wiwit kuliah uga, mbutuhake wragat kang ora sithik. Ing kene asil kringete wong tua kang kebak semangat iku dikomersilake.” (PKP hal. 45) Terjemahan: “Kembali teringat di pikirannya Bekti. Pak Caraka yang jatuh bangun ketika kuliah dengan beasiswa yang sedikit. Tunjangan profesionalnya dicabut. Maka dari itu putranya yang paling besar mulai kuliah juga, membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Disini hasil keringatnya orang tua yang penuh dengan semangat itu dikomersilkan.” (PKP hal. 45) Berdasar kutipan di atas, pengarang memposisikan sebagai dirinya sendiri melalui pandangan dunianya yang tertuang dalam novel Pupus Kang Pêpês. Plagiat yang dilakukan Pak Giri membuat sosok Dr. Subekti kecewa. Ia kecewa kepada ketua jurusan karena perbuatan tersebut telah merugikan orang lain. Pak Caraka berusaha sekuat tenaga membuat skripsi tersebut. hasil keringatnya
185
dikomersilkan oleh orang yang menggilai jabatan. Segala cara dilakukan agar nama baiknya tetap terjaga. Kutipan di atas sebagai bukti bahwa pengarang melihat banyak kecurangan di kampus. Plagiarisme dilakukan untuk mendobrak popularitas. Novel Pupus Kang Pêpês lahir pada tahun 1988. Pengarang pada tahun tersebut sudah mengamati kehidupan di dunia kampus. Plagiarisme dilakukan oleh tokoh Pak Giri adalah sebagai bukti mengungkapkan kejadian di era tersebut. Pembuatan novel Pupus Kang Pêpês oleh Suharmono Kasiyun merupakan kontemplasi realitas kehidupan primer. Pengungkapan isu terkait plagiarisme yakni hasil renungan pengarang yang dituangkan dalam karya sastranya. Ia ingin menyampaikan kepada pembaca bahwa ketika melakukan pekerjaaan hindari plagiarisme karena akan merugikan banyak pihak. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kasus plagiarisme marak terjadi di dunia pendidikan. Tidak sedikit pelajar /mahasiswa bahkan pengajar di zaman sekarang yang melakukan plagiarisme baik itu disengaja atau tidak. Faktanya, ketika pelajar/ mahasiswa diberi tugas oleh pengajar tidak menutup kemungkinan mereka mengambil sumber dari internet. Hal tersebut diketahui melalui hasil tugas yang hampir sama antara satu dengan yang lain. Contoh kasus lain yaitu dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis berinisial AA universitas ternama di Jogjakarta. Dosen tersebut melakukan plagiarisme sehingga gelar dan jabatannya harus rela dicabut. Perbuatan tersebut sangat disayangkan karena akan menghambat generasi muda dalam berfikir dan berkembang lebih maju.
186
b) Respons terkait Tuduhan dan Teror Selanjutnya isu terkait tuduhan dan teror yang diuraikan oleh pengarang dalam novel Pupus Kang Pêpês. Tuduhan tanpa serta teror mengatas namakan Dr. Subekti sebagai contoh kasus dalam kehidupan sekunder. Pengarang mengupas secara detil konflik tersebut. Reaksi orang-orang disekeliling Dr. Subekti mulai tidak mempercayainya. Mereka tertipu oleh surat yang tidak jelas asal-usulnya. Kutipan: “Bekti kang arep marani Wiwik dadi kaget weruh Wiwik kang ngenehanehi. Dheweke ora ngira manawa bakal oleh tanggapan kaya ngono kuwi saka Wiwik. Bekti tumungkul ngurut dhadha. Yen Wiwik wae tangkebe kaya ngono marang dheweke, apa maneh liyane…” (PKP hal. 81) Terjemahan: “Bekti yang akan menghampiri Wiwik menjadi kaget melihat Wiwik yang tingkahnya aneh. Dia tidak menyangka jika akan mendapat tanggapan seperti itu dari Wiwik. Bekti muncul, mengelus dada. Kalau Wiwik saja tanggapannya seperti itu kepadanya, apa lagi orang lain…” (PKP hal. 81) Melalui kutipan di atas, diketahui bahwa pandangan dunia pengarang dalam menjalin hubungan harus berpondasikan kejujuran dan kepercayaan. Hal tersebut diperkuat melalui reaksi tokoh Wiwik terhadap sosok Dr. Subekti. Kepercayaan yang telah dibangun ketika masih dibangku perkuliahan kini mulai memudar akibat jebakan teror surat tanpa nama. Pengarang memandang bahwa kejujuran itu penting dan patut diperjuangkan. Apabila kejujuran tidak dilaksanakan, maka kepercayaan akan sulit untuk didapatkan. Kepercayaan sendiri bukan dinilai dari pandangan orang lain, akan tetapi tercermin dalam
187
penilaian diri kita masing-masing. Kepercayaan orang lain akan muncul apabila dalam berperilaku didasarkan atas kejujuran. c) Respons terkait Aksi Mahasiswa Isu selanjutnya terkait aksi mahasiswa di kampus. Aksi merupakan wadah untuk menuangkan anspirasi kepada pihak-pihak tertentu. Mahasiswa melakukan aksi pasti tidak lepas dari timbulnya sebuah permasalahan sehingga mendorong mereka melakukan aksi tersebut. Tidak semua aksi memiliki dampak positif, bahkan dapat memicu pergolakan konflik baru apabila tidak tersampaikan dengan baik. Kutipan: “Panone Bekti dadi semrepet. Suwara-suwara kuwi, suwarane puluhan mahasiswa padha bengok-bengok protes. Kupinge Bekti kaya disamber bledhek rasane, panas kaya dipanggang wawa. “Pecat dhosen maksiyat…! Pecat dhosen laknat…! Pecat D\dhosen mesum..!” (PKP hal. 106) Terjemahan: “Penglihatan Bekti menjadi kabur. Suara-suara itu, suara puluhan mahasiswa yang sedang berteriak-teriak protes. Kupingnya Bekti terasa seperti disambar petir, panas seperti dipanggang dibara api. “Pecat dosen maksiyat…! Pecat dosen laknat…! Pecat dosen mesum..!” (PKP hal. 106) Melalui peristiwa aksi mahasiswa di atas, pengarang ingin mengungkapkan perasaannya tentang keberanian mahasiswa era tersebut. Mereka mengajukan tuntutan agar Dr. Subekti dipecat dari kampus. Mahasiswa pada zaman tersebut
188
sudah berani melawan dosen. Dosen yang seharusnya dihormati, akan tetapi dijadikan bahan berdemonstrasi. Aksi mahasiswa dalam novel Pupus Kang Pêpês terlalu gegabah. Mahasiswa harusnya bersikap selektif dan kritis. Selektif dalam menerima semua informasi. Kebenaran informasi yang diterima sesuai atau tidak dengan kenyataannya sehingga dalam bertindak mereka memiliki dasar / acuan yang dipergunakan. Kritis dalam berfikir. Tindakan mahasiswa harus sesuai dengan norma yang berlaku. Kebebasan dalam menympaikan pendapat sangat diperbolehkan, akan tetapi perlu diperhatikan etika dan norma yang berlaku didalamnya. c) Respons Pengarang Terhadap Konflik Persahabatan Isu seksualitas yang dibangun pengarang dalam novel Pupus Kang Pêpês selanjutnya juga terjadi dalam persahabatan. Persahabatan antara Wiwik, Ariwarni, dan Bu Nining dengan Dr. Subekti telah diketahui oleh warga kampus. Kedekatan mereka dijadikan sebagai kambing hitam dalam melakukan aksi teror melalui surat tanpa nama untuk merusak hubungan persahabatan mereka. Awal konflik persahabatan antara Wiwik dengan Dr. Subekti dimunculkan oleh pengarang untuk menambah genting tekanan konflik yang dipendam Dr. Subekti. Melalui tahap small conflict, pengarang menguraikan konflik yang terjadi secara terus menerus menghampiri tokoh utama. Konflik semakin dinamis sehingga persahabatan menjadi isu terakhir yang diuraikan oleh pengarang.
189
Pengarang Dr. Subekti telah tiada, namanya tetap terkenang selalu oleh sahabatsahabatnya tersebut. Kutipan: “… Raine kaya-kaya diteplok banyu peceren. Sapa meneh sing didemonstrasi iku yen ora Bekti. Lan demonstrasine mahasiswa iku mesthi ana gegayutane karo laying budheg sing tau ditampa bojone. Dheweke uga dadi korban”. (PKP hal. 107) Terjemahan: “… Wajahnya seperti disiram air comberan. Siapa lagi yang didemonstrasi itu kalau tidak Bekti. Dan demonstrasinya mahasiswa tersbut pasti ada kaitannya dengan kasus surat tanpa nama yang pernah diterima oleh suaminya. Dia juga menjadi korban”. (PKP hal. 107)
Kutipan di atas dapat dijadikan bukti bahwa Wiwik sudah tidak percaya lagi dengan Dr. Subekti. Kasus teror surat tanpa nama membawa nama Wiwik. Ia juga dijadikan alat untuk menghancurkan nma baik sahabatnya. Tuduhan perselingkuhan Wiwik dengan Subekti telah beredar di lingkungan kampus. Menjalin persahabatan perlu didasari keterbukaan. Pengarang memberi jawaban terkait konflik persahabatan mereka. Ketika memiliki konflik antara satu dengan yang lain haruslah diselesaikan dengan kekeluargaan bukan seperti yang dilakukan oleh Wiwik dalam novel Pupus Kang Pêpês. Keterbukaan yang dimaksud terkait konflik bersama dalam persahabatan. Persahabatan boleh dilakukan antara lawan jenis, akan tetapi perlu diperhatikan pula batas-batasnya agar tidak menimbulkan fitnah dan hal-hal yang tidak diinginkan.
190
3. Respons Pengarang melalui Ktitik dalam Novel Pupus Kang Pêpês a) Pengarang juga menyelipkan kritik terkait golongan penguasa di Indonesia. bahwa di Negara Indonesia tahun 1988 untuk menjadi seorang pegawai negeri jaman tersebut sejatinya sama dengan mengontrak untuk menjadi orang menengah ke bawah. Tetapi kenyataanya masih banyak orang senang memburu untuk menjadi pegawai. Ada tiga golongan pegawai negeri yang bisa kaya. Pertama golongan pegawai negeri yang memiliki jabatan. Kedua, pegawai negeri yang merangkap menjadi wiraswasta. Ketiga yaitu pegawai negeri yang korupsi. b) Novel Pupus Kang Pêpês pengarang juga menyampaikan kritik tentang kepemimpinan pada halaman 36. Kritik tersebut berisi tentang kehidupan di dunia lebih baik dipimpin oleh seorang pemimpin yang memiliki jiwa seperti nabi, dari pada dipimpin seribu orang yang bersifat rakus seperti iblis. Kritik tersebut disampaikan oleh tokoh Endra. Kritik tersebut menjelaskan apabila Negara dipimpin oleh seorang nabi dengan kepemimpinan model apapun, kehidupan akan tentram dan menguntungkan rakyat. Apabila Negara dipimpin oleh seribu orang yang bersifat seperti iblis, maka kehidupan akan seperti neraka. Pengarang sangat piawai dalam menyampaikan anspirasinya dalam karya sastranya. Ia menyelipkan pesan kepada pembaca melalui jalinan cerita yang indah.
191
c) Pengarang novel Pupus Kang Pêpês tidak hanya mengungkapkan kehidupan dan perjuangan seorang ilmuan muda, tetapi juga mengungkapkan responsnya melalui kritik terhadap dunia pendidikan di zaman tersebut. Pengarang menungkapkan bahwa kondisi sosial masyarakat kampus ketika pembuatan novel Pupus Kang Pêpês kurang lebih seperti yang tergambar di dalam novel. Pada saat itu gelar doktor masing sangat langka, karena masih jarang perguruan tinggi di Indonesia yang membuka program S2 dan S3. Pada saat itu rata - rata orang meraih gelar doktor sekitar usia 50 tahun. Pernyataan pengarang sesuai cerita dalam novel Pupus Kang Pêpês bahwa sosok Dr. Subekti telah meraih gelar doktornya di Amerika Serikat. Ia merupakan sosok ilmuan yang berkepribadian baik dan mendapatkan gelar doktor muda di kampus. Pendeskripsian sosok Dr. Subekti merupakan cerminan kehidupan sekarang. Tahun 1988 untuk mengenyam pendidikan S1, S2, dan S3 sangat susah. Butuh tekat kuat, pemikiran yang luas sehingga patut dan pantas menyandang gelar doktor. Pengarang mengkritik dalam novel tersebut bahwa, banyak generasi muda saat ini yang telah meraih gelar doktor. Pada tahun 1988, pelajar mendapatkan gelar doktor dengan susah payah. Esensi ilmu dan pengajaran tahun 1988 dengan era sekarang juga sangat berbeda. Pengarang berpikiran beratus ribu mahasiswa lulusan sarjana PT di Indonesia tiap tahunnya, kemudian semua lulusan ingin menjadi pegawai negeri. Pengarang memiliki pemikiran yang kritis. Sebagai seorang doktor, beliau ikut serta memikirkan nasib pegawai di Negara Indonesia.
192
Pengarang juga berharap kepada pemerintah untuk memberikan kebijakan yang tepat dan sesuai.
193
4. Respons Pengarang dalam Memandang Dinamika Konflik Suharmono Kasiyun merespons bahwa konflik dalam novel Pupus Kang Pêpês merupakan hasil kontemplasi dan pengamatan kejadian dari kehidupan primer pengarang. Pada kehidupan sekunder, konflik yang disajikan oleh pengarang dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran bagi para pembaca. Konflik dinamis yang disajikan oleh pengarang melalui novel Pupus Kang Pêpês adalah tentang penghambatan kemajuan generasi penerus bangsa. Pengarang memandang bahwa banyak bibit unggul di Indonesia yang dapat berperan dan mampu membangun negara justru tidak diberi kesempatan. Mereka bahkan disingkirkan karena ada kekhawatiran pihak - pihak tertentu. Orang - orang seperti itu merupakan penghambat kemajuan negara. Konflik semacam itu selalu ada, sebagai bagian dari ketamakan manusia, dan harus dienyapkan karena menjadi penghambat kemajuan bangsa. Pesan yang ingin disampaikan pengarang telah tersampaikan dengan baik kepada pembaca. Semua orang diharapkan berperilaku sesuai dengan tanggung jawabnya
masing
-
masing.
Sekecil
apapun
perbuatan
akan
dimintai
pertanggungjawaban, sehingga dalam berperilaku dan bertindak tutur senantiasa dijaga. Jangan sampai melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan orang lain dan diri sendiri. Perbuatan merugikan orang lain maupun diri sendiri salah satunya sifat tamak. Sifat tamak atau rakus tidak akan membawa kebahagiaan, tetapi akan membuat manusia lemah dan buta kekuasaan.
194
Secara tersirat pengarang merespons tentang rasa cinta tanah air perlu ditanamkan dalam hati individu terutama kepada penerus bangsa. Generasi penerus bangsa harus memiliki kepribadian cinta tanah air. Apabila kecintaan dan kebanggaan terpupuk, maka akan memudahkan Negara Indonesia dalam bersaing dengan Negara lain. Dampak positif kecintaan terhadap tanah air adalah hilangnya KKN, kriminalitas, diskriminasi, dan kecemburuan sosial dalam kehidupan. Hal tersebut akan menciptakan kehidupan tentram dan damai. Pemikiran generasi muda dibutuhkan untuk kemajuan Negara. Demi memajukan bangsa, perlu memanfaatkan potensi bibit unggul di Indonesia. Mereka perlu diarahkan, didorong agar mau dan mampu mengemban amanah tersebut. Upaya generasi penerus bangsa agar dapat bersaing dengan dunia luar adalah belajar tekun, pantang menyerah, dan tetapkan satu tujuan. Tugas orang tua dan para pendidik sebagai motivator, sehingga Negara Indonesia dapat lebih maju serta mampu bersaing dengan Negara lain.