23
BAB II PENGATURAN DAN BENTUK PERJANJIAN KERJASAMA JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN ANTARA PT JAMSOSTEK (PERSERO) DENGAN KLINIK KESEHATAN SWASTA DI KOTA BINJAI
A. Perjanjian Pada Umumnya 1.
Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada pihak lain
atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Melalui perjanjian terciptalah perikatan atau hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak yang membuat perjanjian. Secara yuridis pengertian perjanjian terdapat pada Pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih”. 36 Dilihat dari bentuknya perjanjian itu dapat berupa suatu perikatan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis37 Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat dalam ketentuan di atas tidak lengkap dan terlalu luas. Dikatakan tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Definisi tersebut dikatakan juga terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin yang juga merupakan perjanjian, tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur dalam 36 37
Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal. 94 Hasanudin Rahman, Legal Drafting, (Bandung : PT Citra aditya Bakti, 2000), hal. 4
23
Universitas Sumatera Utara
24
KUHPerdata Buku III. Perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata Buku III kriterianya dapat dinilai secara materiil, dengan kata lain dinilai dengan uang.38 Abdulkadir Muhammad mengemukakan bahwa definisi perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata tersebut masih terdapat beberapa kelemahan, yakni :39 a. Hanya menyangkut sepihak saja Hal ini dapat diketahui dari perumusan : “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata “mengikat” sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya perumusan itu ”saling mengikatkan diri” sehingga terdapat konsensus antara para pihak. b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus Dalam pengertian perbuatan mencakup juga tindakan melaksanakan tugas/pekerjaan orang lain tanpa kuasa (zaakwaarneming). Perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) yang tidak mengandung suatu konsensus seharusnya dipakai kata persetujuan c. Pengertian perjanjian terlalu luas Pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata terlalu luas karena mencakup juga pelangsungan perkawinan, janji kawin yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. Padahal yang dimaksudkan adalah hubungan antara debitur dengan kreditur dalam lapangan harta kekayaan saja. d. Dalam rumusan pasal tersebut tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga para pihak mengikat dirinya tidak jelas untuk apa. Istilah perjanjian sebenarnya merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu overeenkomst dan dalam kepustakaan ilmu hukum di Indonesia sendiri ada berbagai macam pendapat di kalangan para sarjana. “Sebagian para sarjana hukum menterjemahkan sebagai kontrak dan sebagian lainnya menterjemahkan sebagai perjanjian.”40
38 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 2001). Hal. 65 39 J. Satrio, Hukum Perjanjian, (Bandung : PT. Citra Aditya Bhakti, 1992) hal. 23-24 40 Ricardo Simanjuntak, Teknik Perancangan Kontrak Bisnis, (Jakarta : PT.Gramedia, 2006), hal. 27
Universitas Sumatera Utara
25
Karena rumusan perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata banyak mengandung kelemahan
maka muncullah doktrin yang mencoba melengkapi
pengertian perjanjian tersebut. “Menurut pendapat para ahli hukum, perjanjian adalah suatu perbuatan hukum (rechtshandeling) yang berdasarkan kata sepakat dapat menimbulkan suatu akibat hukum.”41 Menurut Subekti, ”suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain, atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.”42 Dalam perkembangannya pengertian perjanjian tersebut mengalami perubahan sebagaimana dikemukakan oleh J.Van Dunne, menyebutkan ”perjanjian ditafsirkan sebagai suatu hubungan hukum penawaran dari satu pihak dan perbuatan hukum penerimaan dari pihak lain.”43 Perjanjian dinamakan juga persetujuan atau kontrak karena menyangkut kedua belah pihak yang setuju atau sepakat untuk melakukan sesuatu. 2.
Unsur-Unsur Perjanjian Unsur-unsur yang tercantum dalam hukum perjanjian dapat dikategorikan
sebagai berikut:44 a. Adanya kaidah hukum Kaidah dalam hukum perjanjian dapat terbagi menjadi dua macam, yakni tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum perjanjian tertulis adalah kaidahkaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, 41
Purwahid Patrik, Op. Cit, hal. 45 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta : PT. Intermasa, 2001), hal. 36 43 Purwahid Patrik, Op. cit, hal. 45 44 Salim H.S, Hukum Kontrak : Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta : Sinar Grafika, 2004), hal. 3 42
Universitas Sumatera Utara
26
dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum perjanjian tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat, seperti: jual beli lepas, jual beli tahunan, dan lain sebagainya. Konsep-konsep hukum ini berasal dari hukum adat. b. Subyek hukum Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtperson. Rechtperson diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban. Subjek hukum dalam perjanjian kerjasama ini adalah badan penyelenggara selaku pemberi kerja yaitu PT.Jamsostek dan pelaksana pelayanan kesehatan selaku penerima kerja yaitu klinik kesehatan. c. Adanya prestasi Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi para pihak dalam suatu kontrak. Pada umumnya suatu prestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1234 KUHPerdata terdiri dari beberapa hal yaitu memberikan sesuatu; berbuat sesuatu; dan tidak berbuat sesuatu. d. Kata sepakat Dalam Pasal 1320 KUHPer ditentukan empat syarat sahnya perjanjian, dimana salah satunya adalah kata sepakat (konsensus). Kesepakatan merupakan unsur mutlak terjadinya perjnjian kerjasama. Kesepakatan dapat terjadi dengan berbagai cara, namun yang paling penting adalah adanya
Universitas Sumatera Utara
27
penawaran dan penerimaan atas penawaran tersebut.45 Sehingga dapat dikatakan bahwa kesepakatan ialah persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak. e. Akibat hukum Setiap Perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban. Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menegaskan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya 3.
Risiko dalam Perjanjian Dalam teori hukum dikenal suatu ajaran yang disebut dengan resicoleer
(ajaran tentang risiko), yang berarti seseorang berkewajiban untuk memikul kerugian jika ada sesuatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang menjadi objek perjanjian. Ajaran ini timbul apabila terdapat keadaan memaksa (overmach). Pengertian risiko selalu berhubungan dengan adanya overmacht, sehingga seharusnya ada kejelasan tentang kedudukan para pihak, yaitu pihak yang harus bertanggung gugat dan pihak yang harus menanggung risiko atas kejadian-kejadian dalam keadaan memaksa.
45
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak & Perancangan Kontak, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2010), hal. 13
Universitas Sumatera Utara
28
Menurut R. Subekti, yang dimaksud dengan risiko adalah ”kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak.”46 Sedangkan menurut Sri Redjeki Hartono, ”risiko juga merupakan suatu ketidak pastian di masa yang akan datang tentang kerugian.”47 Risiko dalam perjanjian sepihak diatur dalam Pasal 1237 ayat (1) KUH Perdata yang menentukan bahwa risiko dalam perjanian sepihak ditanggung oleh kreditur. Sedangkan risiko pada perjanjian timbal balik diatur dalam Pasal 1545 KUHPerdata, bahwa jika suatu barang tertentu yang telah dijanjika untuk ditukar musnah di luar salah pemiliknya, maka persetujuan dianggap gugur, dan siapa yang dari pihaknya telah memenuhi persetujuan, dapat menuntut kembali barangnya yang telah ia berikan dalam tukar menukar. 4.
Perjanjian Baku
a.
Latar belakang lahirnya perjanjian baku Perjanjian baku merupakan suatu bentuk perjanjian yang berisikan hak dan
kewajiban kedua belah pihak yang diwujudkan dalam bentuk tulisan yang sudah dibakukan. Salah satu pihak dalam perjanjian itu, yaitu pihak yang secara ekonomis kuat, biasanya menetapkan syarat-syarat baku secara sepihak. “Perjanjian baku itu
46
R. Subekti, Aspek-aspek Hukum Perikatan Nasional, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1988), hal. 59 47 Sri Redjeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, (Jakarta : PT.Sinar Grafika, 2000), hal. 62
Universitas Sumatera Utara
29
pada prinsipnya ditetapkan sepihak tanpa lebih dahulu merundingkannya dengan pihak yang lainnya.”48 Perjanjian baku telah dikenal dalam masyarakat dan sangat berperan terutama dalam dunia usaha. Istilah perjanjian baku dalam bahasa Belanda dikenal dengan standard voor vaardeen, dalam hukum Inggris di kenal dengan standart contrac. “Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan dalam bentuk formulir, kontrak ini ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap pihak ekonomi lemah.”49 Sedangkan pendapat Mariam Darus menterjemahkan standar kontrak dengan “istilah perjanjian baku, baku berarti patokan, ukuran, acuan. Jika bahasa hukum dibakukan, berarti bahwa hukum itu ditentukan ukurannya, patokannya, standarnya, sehingga memiliki arti tetap yang dapat menjadi pegangan umum.”50 Sebagaimana halnya dalam pemakaian istilah yang tidak seragam tersebut diatas, dijumpai pula adanya beberapa pengertian mengenai perjanjian baku. Menurut Houdius sebagaimana dikutip oleh Mariam Darus Badrulzaman merumuskan mengenai perjanjian baku adalah “konsep perjanjian tertulis yang disusun tanpa membicarakan isinya dan lazimnya dituangkan dalam sejumlah perjanjian tidak terbatas yang sifatnya tertentu”51
48
Ari Purwadi, Hukum dan Pembangunan, (Majalah Hukum, No 1 Tahun XXV, 1995), hal. 58 Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Perkasa, 2006), hal.145 50 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Baku (Standard), Perkembangannya di Indonesia, (Bandung: Alumni, 1994), hal. 46 51 Mariam Darus Badrulzaman , Aneka Hukum Bisnis, Op. Cit, hal 47 49
Universitas Sumatera Utara
30
Az. Nasution dalam bukunya konsumen dan hukum merumuskan “perjanjian dengan syarat-syarat baku adalah konsep tertulis yang dimuat dalam beberapa perjanjian yang masih akan dibuat yang jumlahnya tidak tertentu tanpa terlebih dahulu membicarakannya.”52 Kontrak atau perjanjian standar adalah kontrak yang telah dibuat dalam bentuk baku (standard form) atau dicetak dalam jumlah blangko yang banyak untuk beberapa bagian yang menjadi objek transaksi, seperti besarnya nilai transaksi, jenis dan jumlah barang yang ditransaksikan dan sebagainya, sehingga dengan kontrak standard ini lembaga pembiayaan yang mengeluarkannya tidak membuka kesempatan kepada pihak lain untuk melaksanakan negosiasi mengenai apa yang akan disepakati dalam kontrak. Latar belakang tumbuhnya perjanjian baku karena keadaan sosial ekonomi. Untuk menjaga kepentingan perusahaan besar dan perusahaan pemerintah dalam mengadakan kerjasama, biasanya mereka menentukan syarat-syarat secara sepihak. Pihak lawannya pada umumnya mempunyai kedudukan yang lemah baik karena posisinya maupun karena ketidaktahuannya, mereka hanya menerima apa yang disodorkan dan menyetujuinya, maka kemungkinan untuk mengadakan perubahan itu sama sekali tidak ada. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa perjanjian baku memang lahir dari kebutuhan masyarakat itu sendiri, karena dunia bisnis tidak dapat berlangsung
52
AZ. Nasution “Konsumen dan Hukum Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum pada Perlindungan Konsumen di Indonesia”, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan,1995), hal. 95.
Universitas Sumatera Utara
31
tanpa perjanjian baku. Perjanjian baku dibutuhkan dan karena itu diterima oleh
masyarakat, yang masih perlu dipersoalkan apakah perjanjian itu tidak bersifat sangat berat sebelah dan tidak mengandung klausul yang secara tidak wajar sangat memberatkan bagi pihak lainnya, sehingga perjanjian itu merupakan perjanjian yang tidak adil. Yang dimaksud berat sebelah di sini ialah bahwa perjanjian itu hanya mencantumkan hak-hak salah satu pihak saja (yaitu pihak yang mempersiapkan perjanjian baku tersebut), tanpa mencantumkan apa yang menjadi kewajibankewajiban pihaknya dan sebaliknya hanya menyebutkan kewajiban-kewajiban pihak lainnya. b.
Jenis-Jenis Perjanjian Baku Menurut Mariam Darus Badrulzaman perjanjian baku dapat dibedakan
menjadi empat jenis, yaitu sebagai berikut: 1) Perjanjian baku sepihak adalah kontrak yang ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya dalam perjanjian, contohnya adalah butir butir perjanjian pemasangan air minum, dimana pihak yang kuat disini biasanya kredibitur yang secara ekonomi kekuatan yang lebih dan debitur. 2) Perjanjian baku timbal balik adalah perjanjian baku yang isinya ditentukan oleh kedua belah pihak, misalnya perjanjian baku yang pihaknya terdiri dari majikan dan pihak yang lainnya buruh. Dimana biasanya kedua belah pihak lazimnya terkait dalam perjanjian organisasi serikat buruh, misalnya perjanjian buruh kolektif untuk menjaga sengketa sengketa antara majikan dan karyawan. 3) Perjanjian baku yang ditetapkan oleh Pemerintah, ialah perjanjian baku yang isinya telah ditentukan oleh Pemerintah terhadap perbuatan hukum tertentu saja, misalnya tentang perjanjian yang mempunyai hak hak atas tanah. Dalam bidang agraria dengan formulir formulir perjanjian sebagaimana diatur dalam SK Menteri Dalam Negeri Tanggal 6 Agustus 1977 No : 104/Dja/l977 berupa antara lain Akta Jual Beli, Model 1156727, Akta Hipotik Model 1045055 dan sebagainya. 4) Perjanjian baku yang ditentukan dilingkungan Notaris atau Advokad adalah perjanjian yang konsepnya sejak semula sudah disediakan untuk memenuhi
Universitas Sumatera Utara
32
permintaan dan anggota masyarakat yang minta bantuan Notanis atau 30 Advokad yang bersangkutan.53 c.
Ciri-Ciri Perjanjian Baku Klausula yang sering muncul dalam perjanjian baku adalah klausula eksonerasi
sebagai klausula tambahan atas unsur esensial dari suatu perjanjian. klausula eksonerasi adalah syarat yang berisi pembebasan atau pembatasan tanggung jawab secara tidak langsung yaitu dengan memperluas alasan-alasan keadaan memaksa. Klausula tersebut merupakan klausula yang sangat merugikan pihak
yang
memiliki posisi lemah jika dibandingkan dengan pihak lawannya karena beban yang seharusnya dipikul oleh pihak yang kuat, dengan adanya klausula tersebut menjadi beban pihak yang lemah.
Mengenai klausula eksenorasi ini menurut Rijken dalam Mariam Darus Badrulzaman, adalah klausula yang dicantumkan di dalam suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu menghindarkan diri untuk memenuhi kewajibannya dengan membayar ganti rugi seluruhnya atau terbatas, yang terjadi karena ingkar janji atau perbuatan melawan hukum.54 Klausula eksenorasi ini dapat terjadi atas kehendak satu pihak yang dituangkan dalam perjanjian secara individual atau secara massal. Bentuk yang bersifat massal ini telah dipersiapkan terlebih dahulu dan diperbanyak dalam bentuk formulir.
53
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Baku (Standard), Perkembangannya di Indonesia, Op. Cit, hal. 49 54 Rijken dalam Mariam Darus Badrulzaman, Ibid., hal. 48.
Universitas Sumatera Utara
33
Menurut Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, “perjanjian baku dengan klausula eksonerasi yang meniadakan atau membatasi kewajiban salah satu pihak (kreditur) untuk membayar ganti kerugian kepada debitur, memiliki ciri sebagai berikut :”55 1) isinya ditetapkan secara sepihak oleh kreditur yang posisinya relatif kuat daripada debitur; 2) debitur sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian itu; 3) terdorong oleh kebutuhannya, debitur terpaksa menerima perjanjian tersebut; 4) bentuknya tertulis; 5) dipersiapkan terlebih dahulu secara massal atau individual. Perjanjian dengan syarat-syarat baku ini umumnya dapat dibedakan dalam 2 (dua) bentuk :56 1) Dalam bentuk perjanjian Dalam bentuk perjanjian artinya suatu perjanjian yang konsepnya telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh salah satu pihak, biasanya penjual dan atau produsen, perjanjian ini disamping memuat aturan-aturan umumnya biasa tercantum dalam suatu perjanjian, memuat pula persyaratan khusus baik berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian, menyangkut hal hal tertentu dan / atau berakhirnya perjanjian itu. 2) Dalam bentuk persyaratan. Perjanjian dapat pula dalam bentuk persyaratan, yaitu syarat-syarat khusus yang termuat dalam berbagai kwitansi, tanda penerimaan atau tanda penjualan, kartu kartu tertentu pada papan-papan pengumuman yang
55
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 117 56 AZ. Nasution, Op. Cit, hal. 99
Universitas Sumatera Utara
34
diletakkan diruang penerimaan tamu atau di lapangan atau secarik kertas tertentu yang termuat dalam kemasan atau wadah produk bersangkutan. Buku III KUHPerdata selain mengatur mengenai perikatan yang timbul dari perjanjian, juga mengatur perikatan yang timbul dari Undang-undang. Dalam KUHPerdata terdapat aturan umum yang berlaku untuk semua perjanjian dan aturan khusus yang berlaku hanya untuk perjanjian tertentu saja yang namanya sudah diberikan Undang-undang. Keberadaan suatu perjanjian baku juga tidak terlepas dari terpenuhinya syarat-syarat mengenai sahnya suatu perjanjian/kontrak seperti yang tercantum dalam Pasal 1320 KUH Perdata, antara lain sebagai berikut: 1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3) Suatu hal tertentu 4) Suatu sebab yang halal 5.
Asas Kebebasan Berkontrak dalam Kaitannya dengan Perjanjian Baku. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa secara yuridis perjanjian
memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja asalkan tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.57 Hal ini berarti bahwa pihak yang mengadakan perjanjian diperbolehkan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-
57
Lihat Pasal 1337 KUH Perdata
Universitas Sumatera Utara
35
pasal hukum perjanjian dan mereka diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalam perjanjian yang mereka adakan.58 Dalam setiap perjanjian selalu diasumsikan bahwa kedudukan kedua belah pihak membuat perjanjian adalah sama, baik dalam hal kekuatan maupun pengetahuan para pihak tentang isi perjanjian, akan tetapi dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Sering terjadi dalam pembuatan suatu perjanjian salah satu pihak memiliki kedudukan atau posisi yang jauh lebih kuat dibandingkan pihak yang lain. Hal ini menyebabkan pihak yang lemah hanya memiliki dua pilihan,yaitu menerima begitu saja syarat atau ketentuan-ketentuan yang diajukan oleh pihak yang lebih kuat kedudukannya atau menolaknya. Suatu asas penting berkaitan dengan berlakunya kontrak adalah asas kebebasan berkontrak. Dengan adanya asas ini, para pihak bebas mengadakan perjanjian apa saja meskipun belum diatur dalam KUH Perdata. Namun kebebasan itu tidak bersifat mutlak melainkan adanya batasannya seperti yang diatur dalam pasal 1337 KUH Perdata, yaitu tidak bertentangan atau dilarang oleh Undang-Undang, tidak bertentangan dengan kesulilaan dan kepentingan umum. Asas kebebasan berkontrak ini mengandung makna bahwa masyarakat memiliki kebebasan untuk membuat perjanjian sesuai dengan kehendak atau kepentingan mereka. Kebebasan yang dimaksud meliputi: a. kebebasan tiap orang untuk memutuskan apakah ia akan membuat perjanjian atau tidak membuat perjanjian;
58
Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung : PT. Aditya Bakti, 1989), hal. 13
Universitas Sumatera Utara
36
b. kebebasan tiap orang untuk memilih dengan siapa ia akan membuat suatu perjanjian; c. kebebasan para pihak untuk menentukan bentuk perjanjian; d. kebebasan para pihak untuk menentukan isi perjanjian; e. kebebasan para pihak untuk menentukan cara pembuatan perjanjian.59 Apabila dikaji bahwa kebebasan berkontrak yang dimaksudkan dalam Pasal 1338 KUHPerdata menyiratkan adanya beberapa asas yang berkaitan dengan kebebasan berkontrak dalam perjanjian : a. Mengenai terjadinya perjanjian Menurut Rutten yang dikutip Purwahid Patrik dalam bukunya mengatakan bahwa “perjanjian yang dibuat itu pada umumnya bukan secara formil tetapi konsensual, artinya perjanjian itu selesai karena sesuai dengan kehendak atau konsensus semata-mata.”60 Asas konsensualisme artinya bahwa perjanjian hanya terjadi apabila telah adanya persetujuan kehendak antara para pihak. Asas ini berkaitan dengan saat lahirnya suatu perjanjian. b. Tentang akibat perjanjian Bahwa perjanjian mempunyai kekuatan mengikat antara pihak-pihak itu sendiri. Asas ini ditegaskan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menegaskan bahwa ”perjanjian dibuat secara sah diantara para pihak, berlaku sebagai undang undang bagi para pihak yang melakukan perjanjian atau setiap perjanjian mengikat kedua belah pihak”.
59 60
Syahmin Ak, Op. Cit, hal. 154 Purwahid Patrik, Op.cit, hal 68
Universitas Sumatera Utara
37
Menurut Grotius, dalam buku Mariam Darus Badrulzaman, dikatakan bahwa “Pacta sunt servanda” (janji itu mengikat). Selanjutnya ia mengatakan, “promissorum implendorum obligation”. (kita harus memenuhi janji kita)61 Menurut asas ini apa yang telah disepakati oleh kedua belah pihak mengikat sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Asas ini berkenaan dengan akibat hukum dari suatu perjanjian.62 c. Tentang isi perjanjian Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata berbunyi : Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Kemudian Pasal 1339 KUHPerdata, perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau Undang-undang. Dengan dimasukkannya itikad baik dalam pelaksanaan perjanjian berarti perjanjian itu ditafsirkan berdasarkan keadilan dan kepatutan. Menurut Pitlo, yang dikutip Purwahid Patrik dalam bukunya dikatakan bahwa “terjadinya hubungan yang erat antara ajaran itikad baik dalam pelaksanaan perjanjian
dan teori kepercayaan pada saat perjanjian
(kesepakatan terjadi pada saat penandatanganan).”63 Selanjutnya juga dikatakan bahwa “perjanjian itu tidak hanya ditentukan oleh para pihak dalam 61 Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku II Hukum Perikatan dengan Penjelasannya.(Bandung : Alumni, 1993). hal 109. 62 Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1996), hal. 16 63 Purwahid Patrik. Op.Cit, hal. 67-68.
Universitas Sumatera Utara
38
perumusan perjanjian tetapi juga ditentukan oleh itikad baik dan kepatutan, jadi itikad baik dan kepatutan ikut pula menentukan isi dari perjanjian.”64 Menurut Vollmar yang dikutip Purwahid Patrik dalam bukunya mengatakan bahwa : Itikad baik (pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata) dan kepatutan (pasal 1339 KUHPerdata) umumnya disebutkan secara senafas dan Hoge Raad dalam putusan tanggal 11 Januari 1924 telah sependapat bahwa hakim setelah menguji dengan kepantasan dari suatu perjanjian tidak dapat dilaksanakan maka berarti perjanjian itu bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.65 Menurut Mariam Darus Badrulzaman bahwa “di dalam perjanjian terkandung suatu asas kekuatan mengikat, terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata terbatas pada apa yang diperjanjikan, akan tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan serta moral.”66 Selain itu isi perjanjian sepenuhnya diserahkan kepada para pihak yang membuatnya dengan mengindahkan ketentuan Pasal 1337 KUHPerdata. Dengan kata lain selama perjanjian baku tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, kesusilaan dan ketertiban umum, maka semua isi perjanjian akan
mengikat,
apabila
pihak
dalam
perjanjian
tersebut
sudah
Perikatan
dengan
menandatanganinya.
64
Ibid Ibid. 66 Mariam Darus Badrulzaman, Penjelasannya, Op. Cit, hal. 87-88. 65
KUHPerdata
Buku
II
Hukum
Universitas Sumatera Utara
39
Berdasarkan prinsip “kebebasan berkontrak”, tiap-tiap perjanjian yang dibuat secara sah adalah mengikat para pihak, mereka tidak dapat membatalkan/mengakhirinya tanpa persetujuan kedua belah pihak. Keberadaan asas kebebasan berkontrak dalam kaitannya dengan perjanjian baku dilatar belakangi oleh keadaan, tuntutan serta perkembangan dunia bisnis dewasa ini yang hampir disetiap bidangnya tidak lepas dari aspek transaksi ataupun perjanjian. Dalam kondisi tersebut, timbul suatu pertanyaan bahwa apakah perjanjian baku tersebut dapat dikatakan memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, atau dengan kata lain apakah perjanjian baku (standard contract) bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak. Dalam melihat permasalahan ini terdapat dua paham yang memandang bahwa apakah perjanjian baku tersebut melanggar asas kebebasan berkontrak atau tidak.67 a. Paham pertama secara mutlak memandang bahwa perjanjian baku bukanlah suatu perjanjian Menurut Sluijer, “perjanjian baku ini bukan perjanjian, sebab kedudukan pengusaha di dalam perjanjian adalah seakan-akan sebagai pembentuk undang-undang swasta. Syarat-syarat
67
yang ditentukan
Ibid
Universitas Sumatera Utara
40
pengusaha di dalam perjanjian itu adalah undang-undang bukan perjanjian.”68 b. Paham kedua cenderung mengemukakan pendapat bahwa perjanjian baku dapat diterima sebagai perjanjian Menurut Stein, “perjanjian baku dapat diterima sebagai perjanjian berdasarkan fiksi adanya kemauan dan kepercayaan yang membangkitkan kepercayaan bahwa para pihak mengikatkan diri pada perjanjian itu, dengan asumsi bahwa jika dia menerima perjanjian itu, berarti dia secara sukarela setuju pada isi perjanjian itu.”69 Setiap orang yang menandatangni perjanjian, bertanggung jawab pada isi dan apa yang ditandatanganinya. Jika ada orang yang membubuhkan tandatangan pada formulir baku, maka tanda tangan itu akan
membangkitkan
kepercayaan
bahwa
yang
bertandatangan
mengetahui dan menghendaki isi perjanjian yang ditandatangani B. Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)-Jamsostek 1.
Dasar Hukum Penyelenggaraan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Keselamatan dan kesehatan kerja diatur dalam ketentuan Pasal 86 dan 87
Undang Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan
68
Hasanudin Raihan, “Seri Ketrampilan Merancang Kontrak Bisnis”, (Jakarta : Contract Drafting, 2003), hal 45 69 Ibid
Universitas Sumatera Utara
41
kerja yang diupayakan dalam bentuk sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 99 Undang Undang No 13 Tahun 2003 juga mengatur mengenai
kesejahteraan dimana setiap pekerja/buruh dan keluarganya
berhak untuk memperoleh Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja menyatakan “Untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja diselenggarakan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang pengelolaannya dapat dilaksanakan dengan mekanisme asuransi”. Oleh karena itu konsepsi dasar tentang asuransi dipergunakan sebagai dasar dalam penyelenggaraan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Secara yuridis pengertian Jamsostek secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 yaitu : ”Suatu perlindungan untuk tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia ”.70 Ditinjau dari jenis asuransi, maka Jaminan Sosial Tenaga Kerja termasuk dalam jenis asuransi sosial yang sifatnya adalah wajib.71 Penyelenggaraan asuransi sosial ini ditangani secara langsung oleh pemerintah dan pemberlakukannya didasarkan pada undang-undang sehingga sifatnya wajib. Pasal 99 ayat (1) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa ”setiap 70
Sentosa Sembiring, Himpunan Undang-Undang Lengkap tentang Asuransi Jaminan Sosial Disertai Peraturan Perundang-undangan Terkait. (Bandung : Nuansa Aulia, 2006), hal. 245 71 Emmy Pangaribuan, Hukum Pertanggungan dan Perkembangannya (Yogyakarta : Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1983), hal. 148
Universitas Sumatera Utara
42
pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh Jaminan Sosial Tenaga Kerja”. Pasal 99 Ayat (2) menyatakan “Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kehadiran Jamsostek merupakan tuntutan dari organisasi pekerja atau serikat buruh. Pada awal abad ke-20, banyak negara di Eropa mengalami goncangan akibat pemogokan buruh industri. Program Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang. Manfaat perlindungan tersebut dapat memberikan rasa aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatan motivasi maupun produktivitas kerja. Salah satu bentuk Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang di atur dalam ketentuan pasal 16 Undang Undang
Nomor 3 Tahun 1992 adalah program Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan (JPK). Selanjutnya program JPK
juga diatur dalam
peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yaitu mulai Pasal 33 sampai dengan Pasal 46 dan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 1995 tentang penunjukan PT.Jamsostek (Persero) selaku Badan Penyelenggara Undang Undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja72 .
72
Kewajiban perusahaan mengikuti Jamsostek, http ://www.hukumonline.com. Diakses tanggal 25 Januari 2012
Universitas Sumatera Utara
43
Program JPK bersifat wajib bersyarat, artinya perusahaan dapat tidak mengikut sertakan tenaga kerjanya dalam program JPK sepanjang telah memberikan pelayanan kesehatan dengan benefit atau manfaat berupa jaminan kesehatan yang lebih baik dibandingkan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992. Hal ini juga disebutkan dalam Bab II Pasal 2 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek, bahwa ”pengusaha yang telah menyelenggarakan sendiri program pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerjanya dengan manfaat lebih baik dari paket JPK-Dasar menurut Peraturan Pemerintah ini, wajib ikut dalam Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara.” Iuran (premi) dalam program JPK Jamsostek merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh perusahaan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2012 tentang perubahan kedelapan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993, yaitu ditetapkan berdasarkan persentase dari upah yang dibedakan atas tenaga kerja lajang sebesar
3 % dan tenaga kerja berkeluarga 6% dari upah yang diterima, dan
untuk upah maksimal dibatasi (ceiling) sebesar Rp. 3.080.000,-. Sebagai upah minimal tidak disebutkan, namun karena hak normatif tenaga kerja adalah upah minimal Regional/Propinsi, maka sebagai upah minimal ditentukan UMR/UMP yang berlaku dan ditetapkan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2.
Manfaat dan Tujuan Penyelenggaraan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan PT. Jamsostek menyelenggarakan 4 (empat) program Jaminan Sosial Tenaga
Kerja, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
44
a. Program Jaminan Hari Tua, diberikan dalam bentuk tabungan hari tua b. Program Jaminan Kecelakaan Kerja, diberikan dalam bentuk ganti rugi. c. Program Jaminan Kematian, diberikan dalam bentuk santunan kematian d. Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK), diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan 73 Program JPK mempunyai jaminan (benefit) yang berbeda dengan 3 (tiga) program Jamsostek lainnya. Jaminan (benefit) program JPK diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan yang dilayani oleh Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) yang ditunjuk oleh PT.Jamsostek berdasarkan perjanjian kerjasama dan beberapa pelayanan lainnya seperti persalinan normal dan pemberian alat bantu diberikan dalam bentuk batasan biaya pelayanan secara langsung. Selanjutnya perbedaan antara program JPK dengan ketiga program Jamsostek lainnya adalah pada kepesertaan dan sifat penyelenggaraannya. Kepesertaan ketiga program Jamsostek (JHT, JKK dan JKM) bersifat wajib bagi seluruh perusahaan dan tenaga kerja, sedangkan kepesertaan program JPK terdiri dari tenaga kerja beserta keluarganya dengan jumlah anak maksimal 3 (tiga) orang berusia di bawah 21 tahun dan belum menikah. Bagi perusahaan yang telah menyelenggarakan sendiri program jaminan pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerjanya dengan manfaat yang lebih baik
73
Lihat Pasal 2 PP Nomor 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Universitas Sumatera Utara
45
dibandingkan paket dasar JPK-Jamsostek, tidak diwajibkan lagi mengikuti program JPK-Jamsostek. Pemeliharaan kesehatan adalah hak normatif tenaga kerja, pemenuhannya menjadi tanggung jawab pengusaha. JPK adalah salah satu program Jamsostek yang membantu tenaga kerja dan keluarganya mengatasi masalah kesehatan, mulai dari pencegahan, pemenuhan kebutuhan alat bantu peningkatan fungsi organ tubuh, dan pengobatan secara efektif dan efisien di klinik atau rumah sakit. Setiap tenaga kerja yang telah mengikuti program JPK akan diberikan KPK (Kartu Pemeliharaan Kesehatan) oleh PT.Jamsostek sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di klinik atau rumah sait yang telah ditunjuk sebagai sarana pelaksana pelayanan kesehatan Jamsostek. “Program
Jaminan
Pemeliharaan
Kesehatan
diselenggarakan
secara
terstruktur, terpadu dan berkesinambungan, bersifat menyeluruh dan meliputi pelayanan peningkatan derajat kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, serta pemulihan kesehatan.”74 Pelayanan dalam program JPK dibagi menjadi 4 (empat) tingkatan pelayanan yaitu : a. Pelayanan rawat jalan tingkat I (pertama), yaitu merupakan semua jenis pemeliharaan kesehatan perorangan yang dilaksanakan pada Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) tingkat I, yang mencakup pemeriksaan dan
74
Lihat Pasal 34 PP Nomor 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Universitas Sumatera Utara
46
perawatan oleh dokter umum/gigi, pemberian obat-obatan, tindakan medis oleh dokter umum/gigi, penunjang diagnostik sederhana, persalinan normal pada rumah bersalin pemerintah, pelayanan imunisasi dasar, pelayanan keluarga berencana, pelayanan konsultasi dan rujukan, b. Pelayanan rawat jalan spesialistis di rumah sakit adalah merupakan pelayanan rujukan rawat jalan yang mencakup pemeriksaan oleh dokter spesialis, pemberian obat-obatan spesialistis sesuai standar obat JPK, penunjang diagnostik lanjutan, tindakan medis oleh dokter spesialis, pelayanan gawat darurat dan pelayanan fisioterapi, c. Pelayanan rawat inap adalah merupakan pelayanan lanjutan rawat jalan spesialis atau tindak lanjut pelayanan gawat darurat (emergensi) yang mencakup mondok dan makan di kelas 3 (tiga) untuk RS Swasta dan kelas 2 (dua) untuk RS Pemerintah Pusat/Daerah, pemberian obat-obatan spesialistis sesuai standar obat JPK, pelayanan operasi (kecil sedang dan besar), pelayanan komplikasi,
diruang
ICU/ICCU/PICU,
penunjang
diagnostik
pelayanan
lanjutan
persalinan
(laboratorium,
dengan radiolagi,
pemeriksaan elektro medis, patologi anatomi), tindakan medis oleh dokter spesialis, dan pelayanan fisioterapi. Lamanya jaminan pelayanan rawat inap dibatasi sampai 60 (enam puluh) hari perkasus pertahun sudah termasuk pelayanan di ruang ICU/ICCU/PICU selama 20 (dua puluh) hari bila diperlukan,
Universitas Sumatera Utara
47
d. Pelayanan khusus yang meliputi pemberian alat bantu terdiri dari pemberian kacamata, gigi palsu, alat bantu gerak, alat bantu dengar dan mata palsu yang diberikan dalam bentuk plafon biaya jaminan.75 Disamping keempat tingkatan pelayanan tersebut diatas, program JPK mempunyai batasan-batasan dalam pemberian pelayanan kesehatan, yaitu antara lain : pembatasan pada jumlah hari rawat, pembatasan penggunaan PPK di luar jaringan yang telah ditetapkan Badan Penyelenggara, pembatasan pemberian obat-obatan, pembatasan pada pelayanan penyakit kanker, cuci darah (hemodialisa), operasi jantung dan pembatasan pada pelayanan cacat bawaan76. Sesuai dengan bunyi konsideran yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, maka dapat diketahui bahwa tujuan penyelenggaraaan program JPK adalah untuk memberikan perlindungan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan bagi tenaga kerja dan keluarganya serta meningkatkan produktifitas baik kualitas maupun kuantitasnya. Menurut Emmy Pangaribuan penyelenggaraan program Jamsostek diharapkan akan terwujudnya :77 a. Bantuan kepada tenaga kerja dalam memenuhi kebutuhan umum selama bekerja dan di hari tua bersama keluarganya b. Memberikan ketenangan bekerja pada tenaga kerja pada usia produktif dan dengan demikian perusahaan dimana tempat mereka bekerja dapat memperoleh hasil yang baik dari tenaga kerja tersebut.
75
Lihat Pasal 16 Nonor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Buku Petunjuk Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Bagi Peserta, Jamsostek, hal. 22 77 Emmy Pangaribuan, Hukum Pertanggungan dan Perkembangannya, (Yogyakarta : Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1983), hal. 148 76
Universitas Sumatera Utara
48
C. Pengaturan Perjanjian Kerjasama Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)-Jamsostek 1.
Penunjukan Klinik Kesehatan Sebagai Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) Rawat Jalan Tingkat Pertama Bagi Peserta JPK-Jamsostek PT. Jamsostek (Persero) selaku Badan Penyelenggara dalam memberikan
pelayanan kesehatan bagi peserta JPK-Jamsostek tidak dapat melaksanakannya sendiri, tetapi harus melalui kerjasama dengan Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK), baik tingkat pertama maupun tingkat lanjutan. Adapun penunjukkan PPK tersebut didasarkan pada negosiasi yang kemudian diikat dalam suatu ikatan kerjasama yang dibuat secara tertulis. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada Pasal 37 Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, “Pelaksanaan pemberian pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1), dilakukan oleh Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) berdasarkan perjanjian secara tertulis dengan Badan Penyelenggara”. Pilihan terhadap PPK ditentukan berdasarkan lokasi yang mendekati kawasan industri/perumahan kelengkapan fasilitas yang dimiliki oleh PPK, kemudahan sarana transportasi pencapaian ke PPK serta kemampuan daya beli program JPK berdasarkan iuran yang diterima pada masing-masing kantor cabang.78 Ikatan kerjasama dengan PPK yang dilakukan oleh kantor cabang PT.Jamsostek masing-masing diketahui oleh kantor wilayah sebagai pembina kantor 78
Wawancara dengan Bapak Umardin Lubis, Kepala Kantor Cabang PT.Jamsostek (Persero) Binjai, pada tanggal 14 Agustus 2012
Universitas Sumatera Utara
49
cabang di wilayah kerjanya. Ikatan kerjasama tersebut mencakup fasilitas yang dimiliki oleh masing-masing PPK, hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan masa kontrak minimal 1 (satu) tahun dan maksimal 5 (lima) tahun yang dapat diperpanjang ataupun dihentikan pelayanannya berdasarkan analisa dan evaluasi pelaksanaan pelayanan yang diberikan oleh PPK tersebut. Berdasarkan ketentuan Pasal 22 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : Per-12/Men/VI/2007 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja menyebutkan bahwa jenis PPK tingkat I (pertama) yang ditunjuk oleh PT Jamsostek yaitu berupa Puskesmas, balai pengobatan atau klinik kesehatan swasta, sedangkan untuk PPK tingkat II (Kedua) yaitu berupa Rumah Sakit Umum Pemerintah Pusat/Daerah/Swasta. Demikian pula apotik atau optikal yang digunakan terdiri dari milik Pemerintah/Swasta. Untuk menunjang keseragaman dalam pelaksanaan pembuatan perjanjian kerjasama dan sekaligus sebagai pedoman dalam pembuatan perjanjian kerjasama, maka PT Jamsostek membuat suatu buku petunjuk pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi pelaksana pelayanan kesehatan yang didasarkan pada UU No 3 Tahun 1992. 2.
Pola Pembiayaan Pelayanan Kesehatan Kepada Klinik Kesehatan Dalam Pasal 37 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 Tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja juga diatur pola pembayaran
Universitas Sumatera Utara
50
atau pembiayaan kepada klinik atas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh PT.Jamsostek dilakukan dengan sistem kapitasi. Sistem kapitasi adalah merupakan suatu sistem pembiayaan kesehatan yang dilaksanakan dimuka berdasarkan jumlah kapita (jiwa) yang terdaftar sebagai pesertaJPK. Pembiayaan dengan sistem kapitasi tidak digantungkan kepada kondisi pasien peserta Jamsostek, sakit ataupun tidak sakit pembiayaan wajib diberikan. Pembiayaan secara kapitasi umumnya dilakukan Badan Penyelenggara (PT.Jamsostek) kepada PPK tingkat pertama, dalam hal ini klinik kesehatan yang telah ditunjuk sebagai Health Provider PT.Jamsostek Binjai sesuai dengan jumlah peserta (tertanggung) yang terdaftar di klinik kesehatan tersebut. Sesungguhnya konsep kapitasi yang dibayarkan di depan sebelum pelayanan diberikan (prepaid) ternyata banyak memberikan dampak positif oleh karena memang memberikan harapan yang cukup bermakna, baik dari aspek penyederhanaan administrasi, efisiensi dana yang tersedia serta berkembangnya orientasi pelayanan ke arah upaya-upaya pencegahan (preventif) atau promosi (promotif) 79 Keuntungan pembiayaan klinik dengan sistem pembayaran dimuka (prepaid), dimungkinkan adanya suatu perencanaan yang lebih baik, sehingga memungkinkan tersedianya obat dan alat-alat kesehatan tepat pada waktunya. Mendorong pengumpulan data (untuk perencanaan) yang lebih baik dan akurat. Pembiayaan dengan sistem kapitasi juga akan mengubah hubungan pasien dengan dokter secara lebih bertanggung jawab, dalam arti seluruh tindakan medis 79
Upaya Untuk Meningkatkan Pembayan PPK dengan Sistem Kapitasi, http://www.depkes.go.id/downloads/JamPemKesMas(JPKM).pdf, diakses tanggal 24 Desember 2012.
Universitas Sumatera Utara
51
yang dilakukan akan didasari pada pertimbangan medis yang tepat, penggunaaan teknologi, tindakan medis, obat-obatan akan lebih rasional. Lebih jauh juga akan mengubah orientasi pelayanan kearah pencegahan, oleh karena dokter yang memegang peranan penting dan menentukan dalam pelayanan kesehatan akan menerima beban yang berat, apabila banyak peserta yang sakit (baik dari segi keuangan / fisik). Dengan kata lain Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) akan ikut memikul resiko sakit peserta, termasuk dari segi keuangan.80 Hal ini sudah tentu akan mendorong upaya-upaya pencegahan, disamping itu juga akan mengubah orientasi pelayanan yang lebih mengutamakan penyembuhan. Dengan orientasi pelayanan yang bersifat promotif dan preventif, diharapkan mampu menekan angka kesakitan, sehingga dengan sendirinya pengguna jasa pelayanan kesehatan akan lebih produktif baik secara sosial maupun ekonomi. 3.
Hubungan Peserta JPK-Jamsostek Dengan Para Pihak Dalam Perjanjian Kerjasama JPK Pengelolaan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) melibatkan 3
(tiga) pihak yaitu PT.Jamsostek selaku Badan Penyelenggara, klinik kesehatan sebagai Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) dan peserta JPK-Jamsostek selaku penerima pelayanan kesehatan. Dalam menggunakan program JPK, peserta Jamsostek tidak berhubungan langsung dengan PT. Jamsostek melainkan dengan klinik kesehatan. Secara sederhana hubungan para pihak dalam pengelolaan program JPK-Jamsostek dapat dilihat dalam bagan berikut ini :
80
Rice N & Smith, P.C, Capitation and Risk Adjusment in Health Care Financing, International Program Report, Querterly Millbank Report, Tahun 2001. hal 200
Universitas Sumatera Utara
52
SKEMA Hubungan Para Pihak Dalam Penyelenggaraan Program JPK-Jamostek Kapitasi
Pelayanan Klaim
KLINIK Pelaksana Pelayanan Kesehatan
Pelayanan Kesehatan Dasar
PT. JAMSOSTEK
PESERTA
(Bapel) Pelayanan Administrasi
Benefit & Premi
Penerima Pelayanan Kesehatan
PERUSAHAAN
Upah
Sumber : Buku petunjuk pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi pelaksana pelayanan kesehatan tahun 2010 Sebelum PT.Jamsostek melakukan perjanjian kerjasama dengan pihak klinik kesehatan, PT.Jamsostek telah bekerjasama dengan perusahaan yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Berdasarkan skema tersebut di atas dapat diketahui bahwa hubungan yang terjadi antara PT.Jamsostek dengan Perusahaan yaitu pihak perusahaan mendaftarkan tenaga kerja beserta keluarganya (peserta) kepada PT.Jamsostek dengan membayar premi sesuai dengan prosentase kali upah untuk mengikuti program JPK. Atas pembayaran premi tersebut, maka PT.Jamsostek berkewajiban memberikan benefit dan biaya klaim yang timbul kepada perusahaan
Universitas Sumatera Utara
53
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang undangan, sekaligus sebagai hak dari peserta Jamsostek (tertanggung). Selanjutnya dalam penyelenggaraan program jaminan pemeliharaan kesehatan bagi peserta (tenaga kerja beserta keluarganya) PT. Jamsostek menjalin kerjasama dengan klinik kesehatan sebagai sarana pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat pertama berdasrkan ketentuan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek yang tentunya melahirkan juga hak dan kewajiban bagi para pihak. Terhadap hak dan kewajiban pihak PT.Jamsostek dan pihak klinik kesehatan dalam perjanjian kerjasama jaminan pemeliharaan kesehatan tersebut juga digantungkan hak dan kewajiban peserta jamsostek. Pihak klinik dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta Jamsostek melibatkan pihak tenaga medis/dokter. Hubungan yang terjadi antara peserta-JPK dengan klinik adalah hubungan antara pasien peserta JPK-Jamsostek sebagai subjek hukum yaitu konsumen jasa pelayanan kesehatan dan klinik sebagai subjek hukum yaitu produsen jasa pelayanan kesehatan, sehingga antara klinik dengan pasien peserta JPk-Jamsostek terdapat aturan-aturan atau kaidah-kaidah hukum perdata dan memenuhi hubungan tentang pengaturan hak dan kewajiban para pihak.81 Hubungan hukum antara pasien dengan klinik tersebut juga tidak dapat dipisahkan dengan hubungan hukum yang terjadi antara klinik dengan tenaga medis/dokter ataupun hubungan pasien dengan dokter yang melahirkan hak dan 81
Guwandi, J, Dokter, Pasien dan Hukum, (Jakarta : Fakultas Kedokteran UI, 1996), hal. 57
Universitas Sumatera Utara
54
kewajiban pagi dokter dan pasien, dan tentunya berkaitan dengan tanggung jawab pihak klinik kesehatan. Dalam melaksanakan fungsinya, klinik memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta JPK-Jamsostek sesuai dengan standar pelayanan kesehatan yang terdapat dalam perjanjian kerjasama yang telah disepakatinya. Dokter/tenaga kesehatan merupakan pekerja profesional di klinik yang telah mempunyai surat ijin praktek yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan. Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di klinik harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika profesi, menghormati hak pasien, mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien.82 Hubungan hukum antara pasien peserta JPK-Jamsostek dengan dokter / tenaga kesehatan/klinik selalu menimbulkan hak dan kewajiban yang bertimbal balik, hak dokter merupakan kewajiban pasien dan hak pasien menjadi kewajiban dokter / tenaga kesehatan/klinik, dengan adanya kesepahaman ini maka akan menimbulkan kedudukan yang sederajat diantara para pihak.83 Hubungan hukum yang terjadi antara pasien peserta JPK-Jamsostek dengan dokter/tenaga kesehatan/klinik adalah hubungan hukum yang didasarkan atas perjanjian terapeutik, yaitu suatu perjanjian menyangkut pelayanan medis yang terjadi antara dokter/tenaga kesehatan dengan pasien. (dalam hal ini peserta JPKJamsostek). 82
Lihat Pasal 19 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 028/MENKES/PER/I/2011 Tentang
83
Ibid
Klinik
Universitas Sumatera Utara
55
Mukadimah Kode Etik Kedokteran Indonesia yang dilampirkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI, No 434/Men.Kes/X/1983 tentang Berlakunya Kode Etik Kedokteran Indonesia Bagi para Dokter di Indonesia, dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan transaksi terapeutik adalah hubungan antara dokter dan penderita yang dilakukan dalam suasana saling percaya (konfidensial), serta senantiasa diliputi oleh segala emosi, harapan dan kekhawatiran makhluk insani. Perjanjian terapeutik juga disebut dengan kontrak terapeutik yang merupakan kontrak yang dikenal dalam bidang pelayanan kesehatan.84 Dalam hal ini Salim mengutip pendapat Fred Ameln yang mengartikan kontrak atau perjanjian terapeutik dengan “kontrak dimana pihak dokter berupaya maksimal menyembuhkan pasien (inspaningsverbintenis)
jarang
merupakan
kontrak
yang
sudah
pasti
(resultastsverbintenis).85 Perjanjian terapeutik tersebut disamakan dengan kontrak yang belum pasti karena dalam kontrak ini dokter hanya berusaha untuk menyembuhkan pasien dan upaya
yang dilakukan
belum tentu
berhasil.
Harmien
Hadiati
Koswadji
mengemukakan bahwa hubungan dokter dan pasien dalam transaksi teurapeutik (perjanjian medis) bertumpu pada dua macam hak asasi yang merupakan hak dasar manusia, yaitu : a. Hak untuk menentukan nasib sendiri (the right to self-determinations)
84 85
Salim HS, Op. Cit, hal. 45 Ibid
Universitas Sumatera Utara
56
b. Hak atas dasar informasi (the right to informations).86 Pengertian perjanjian terapeutik di atas oleh undang-undang dimaknai berbeda, karenanya Salim HS, menyempurnakan pengertian perjanjian terapeutik, yaitu sebagai: “Kontrak yang dibuat antara pasien dengan tenaga kesehatan/dokter atau dokter gigi, di mana tenaga kesehatan dan atau dokter atau dokter gigi berusaha melakukan upaya maksimal untuk melakukan penyembuhan terhadap pasien sesuai dengan kesepakatan yang dibuat antara keduanya dan pasien berkewajiban membayar biaya penyembuhannya.”87 Dalam pengertiannya tersebut perjanjian terapeutik dapat ditarik beberapa unsur, yaitu: a. Adanya subjek perjanjian, meliputi pasien dengan tenaga kesehatan/ dokter/dokter gigi b. Adanya objek perjanjian,
yaitu
upaya
maksimal untuk
melakukan
penyembuhan terhadap pasien c. Kewajiban pasien, membayar biaya penyembuhan. Dalam pelaksanaanya perjanjian teurapeutik ini harus didahului oleh adanya persetujuan tindakan tenaga kesehatan/dokter/dokter gigi terhadap pasien yang lazim disebut Informed consent. Istilah transaksi atau perjanjian Terapeutik memang tidak dikenal dalam KUH Perdata, akan tetapi dalam unsur yang terkandung dalam
86 Harmien Hadiati Koeswadji, Hukum Kedokteran di Dunia Internasional, Makalah Simposium, Medical Law, Jakarta, 1993, hal. 143 87 Veronika Komalawati., Peranan Informed Consent Dalam Transaksi Terapeutik, PT Citra Aditya Bakti, Bandung 2002, hal. 74
Universitas Sumatera Utara
57
perjanjian terapeutik juga dapat dikategorikan sebagai suatu perjanjian sebagaimana diterangkan dalam Pasal 1319 KUH Perdata. 4.
Syarat Sahnya Perjanjian Kerjasama Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Perjanjian kerjasama jaminan pemeliharaan kesehatan termasuk perjanjian
tidak bernama (innominaat). ”Menurut Pasal 1319 KUH Perdata, baik perjanjian yang bernama maupun tidak bernama (semua perjanjian baik yang diatur dalam KUHPerdata Buku III Bab V sampai Bab XVIII maupun yang terdapat di luar Buku III KUH Perdata) tunduk pada ketentuan-ketentuan umum dari KUHPerdata Buku III Bab I dan Bab II.”88 Perjanjian jaminan pemeliharaan kesehatan dikatakan sah apabila perjanjian tersebut telah memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang sehingga perjanjian tersebut diakui oleh hukum dan mempunyai kekuatan mengikat. Syarat sahnya perjanjian jaminan pemeliharaan kesehatan sama dengan syarat sahnya perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata, meliputi : a.
Sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya Kata sepakat berarti persesuaian kehendak, maksudnya memberikan persetujuan atau kesepakatan. Jadi sepakat merupakan pertemuan dua kehendak dimana kehendak pihak yang satu saling mengisi dengan apa yang dikehendaki pihak lain dan kehendak tersebut saling bertemu. Menurut Subekti, yang dimaksud dengan kata sepakat adalah ”persesuaian kehendak antara dua pihak yaitu apa yang dikehendaki oleh pihak ke satu juga dikehendaki oleh
88
Salim H.S. Op. Cit, hal.103
Universitas Sumatera Utara
58
pihak lain dan kedua kehendak tersebut menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik.” 89.
Disyaratkan kata sepakat diatas dalam mengadakan perjanjian, maka berarti kedua belah pihak harus memiliki kebebasan kehendak, para pihak tidak boleh mendapat tekanan ataupun paksaan yang dapat mengakibatkan adanya cacat dalam perwujudan kehendak tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, Pasal 1321 KUHPerdata menentukan bahwa tiada kata sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilapan atau diperolehnya karena paksaan atau penipuan. Pada perjanjian kerjasama pemberian pelayanan kesehatan program JPKJamsostek, pihak klinik kesehatan swasta yang ingin bekerjasama dengan PT. Jamsostek untuk melaksanakan pelayanan kesehatan kepada peserta JPKJamsostek harus mengajukan surat penawaran kerjasama kepada PT.Jamsostek, kemudian apabila klinik tersebut dinilai telah memenuhi syarat-syarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan juga adanya kebutuhan penambahan jaringan klinik oleh PT.Jamsostek, maka pihak klinik kesehatan tersebut diminta untuk melengkapi persyaratan administrasi. Sebelum menandatangani formulir tersebut, pihak PT.Jamsostek
memberi kesempatan kepada pihak klinik
kesehatan untuk membaca dan mempelajari terlebih dahulu isi perjanjian tersebut90. Jika pihak klinik kesehatan merasa terdapat hal-hal yang dianggap kurang jelas, maka mereka dapat segera menanyakan secara langsung kepada Kepala 89
Subekti, Bunga Rampai Ilmu Hukum, (Bandung : Alumni, 1992), hal. 4. Wawancara dengan Bapak Umardin Lubis, Kepala Kantor PT. Jamsostek Cabang Binjai, pada tanggal 12 Agustus 2012. 90
Universitas Sumatera Utara
59
Kantor Cabang PT.Jamsostek Binjai, tetapi apabila telah diberi kesempatan, namun tidak dipergunakan, maka secara otomatis pihak PT. Jamsostek beranggapan bahwa pihak klinik kesehatan sudah mengerti mengenai isi perjanjian kerjasama tersebut.91 Berdasarkan keterangan dari Ibu Keliat, selaku Pimpinan Klinik ”Keliat”, dikatakan bahwa sebelum menandatangani perjanjian kerjasama pelayanan kesehatan tersebut, mereka juga telah membaca terlebih dahulu isi perjanjian tersebut dan pada dasarnya telah mengerti mengenai hak dan kewajiban mereka sebagai Health Provider PT.Jamsostek.92 Konsekuensi dari adanya kewajiban membaca kontrak ini adalah bahwa pada prinsipnya para pihak tidak bisa dikemudian hari mengelak untuk melaksanakan kontrak dengan alasan bahwa dia sebenarnya tidak membaca klausula kontrak tersebut atau terjebak dengan klausula kontrak yang bersangkutan. Jadi pada prinsipnya yang berlaku adalah prinsip ”kontrak adalah kontrak” (contract is contracts), ketentuan seperti ini merupakan hukum yang berlaku umum dan berlaku dimana-mana.93 Dengan ditandatanganinya perjanjian kerjasama oleh para pihak, maka pada prinsipnya kedua belah pihak telah mengetahui dan memahami isi serta maksud dari perjanjian yang dibuat dan menandakan telah adanya kesepakan. b.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
91 Wawancara dengan Ibu Rosdiana Hasibuan, Kepala Bidang Pelayanan Cantor Cabang PT.Jamsostek Binjai, pada tanggal 20 Agustus 2012 92 Wawancara dengan Ibu Keliat, Pimpinan Klinik Keliat, pada tanggal 15 September 2012 93 Munir Fuadi, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Bisnis), Buku Ke 2, (Medan : Citra Aditya Bhakti, 2003), hal. 89
Universitas Sumatera Utara
60
Pada dasarnya setiap orang
yang telah dewasa dan tidak terganggu
ingatannya, cakap bertindak dalam lalu lintas hukum. ”Orang dewasa yang terganggu ingatannya, anak di bawah umur dan orang yang berada di bawah pengampuan dianggap tidak cakap bertindak dalam lalu lintas hukum.”94 Dalam pelaksanaan penandatanganan perjanjian kerjasama JPK, PT.Jamsostek (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara selaku Badan Penyelenggara diwakili oleh kepala Kantor Cabang PT.Jamsostek Binjai, dan merupakan orang yang berwenang dan cakap unuk melakukan perjanjian kerjasama. Sedangkan pihak klinik kesehatan sebagai usaha perorangan, dalam melakukan penandatanganan perjanjian kerjasama dilakukan oleh pimpinan kliniknya yang juga pemilik klinik berdasarkan surat ijin klinik yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan, dan oleh karena itu ia juga memiliki kewenangan untuk menandatangani perjanjian c.
Suatu hal tertentu Syarat yang ketiga ini ditegaskan dalam Pasal 1333 KUHPerdata menyebutkan, bahwa dalam suatu persetujuan harus mempunyai pokok atau objek yang harus ditentukan jenisnya. Syarat ini menentukan bahwa obyek dari suatu perjanjian harus dapat ditentukan. Apa yang diperjanjikan harus cukup jelas ditentukan jenisnya, mengenai jumlahnya boleh tidak disebutkan asalkan kemudian dapat dihitung atau ditetapkan.95
94 95
R. Subekti, Op.Cit, hal. 19. Lihat Pasal 1333 KUH Perdata
Universitas Sumatera Utara
61
Syarat bahwa prestasi harus tertentu atau dapat ditentukan, adalah untuk menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian. Jika prestasi kabur atau dirasakan kurang jelas akan menyebabkan perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan, sehingga dianggap tidak mempunyai obyek perjanjian, yang mengakibatkan perjanjian itu batal demi hukum. Mengenai suatu hal tertentu yang merupakan pokok perjanjian dalam perjanjian kerjasama ini terdapat pada Pasal 2 ayat (1) dan (2) jo Pasal 4, yaitu pemberian pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat pertama bagi peserta JPKJamsostek dan keluarganya, yaitu suami, istri dan anak maksimal 3 (tiga) orang dengan ketentuan belum menikah, belum bekerja dan usia maksimal 21 tahun d.
Suatu sebab yang halal Dalam Pasal 1320 ayat (4) jo Pasal 1337 KUH Perdata dinyatakan bahwa suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Hukum pada asasnya tidak menghiraukan apa yang berada dalam gagasan seseorang atau apa yang dicita-citakan seseorang, yang diperhatikan oleh hukum atau undang-undang hanyalah tindakan orang dalam masyarakat.96 Pengertian kata sebab (oorzaak, causa) tidak lain adalah sesuatu yang berkaitan dengan isi perjanjian itu sendiri, tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, norma agama, kesusilaan dan ketertiban umum. Dalam perjanjian kerjasama pelayanan kesehatan yang dimaksudkan dengan prestasi yang diutamakan adalah melakukan suatu perbuatan berupa pemberian 96
Subekti, Op. Cit, hal.19
Universitas Sumatera Utara
62
pelayanan kesehatan bagi peserta Jamsostek, baik dalam rangka pencegahan (preventif),
penyembuhan
(curatif),
pemulihan
(rehabilitatif),
maupun
peningkatan (promotif). Dengan demikian perjanjian yang terjadi dalam bidang pelayanan kesehatan ini ádalah sah dan tidak melanggar hukum. Syarat subjektif dari suatu perjanjian yaitu sepakat bagi mereka yang mengikatkan diri dan kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Kalau syarat subjektif tidak dipenuhi, maka perjanjian itu bukannya batal demi hukum akan tetapi dapat dimintakan pembatalan oleh salah satu pihak. Syarat objektif yang dianut pada syarat sahnya perjanjian yaitu suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Jika syarat ini tidak terpenuhi dalam suatu perjanjian, maka perjanjian adalah batal demi hukum. Dengan terpenuhinya syarat sahnya perjanjian yaitu syarat subyektif dan syarat objektif sebagaimana diatur oleh Pasal 1320 KUHPerdata, maka perjanjian kerjasama pelayanan kesehatan tersebut adalah sah dan mengikat sebagai undang-undang bagi para pihak. D. Bentuk Perjanjian Kerjasama Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Antara PT. Jamsostek dengan Klinik Kesehatan Swasta 1.
Anatomi Perjanjian Kerjasama Dalam Penelitian tesis ini dikaji 3 (tiga) dokumen perjanjian kerjasama
tentang pemberian pelayanan kesehatan melalui klinik kesehatan swasta bagi peserta program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)-Jamsostek, yaitu perjanjian kerjasama antara :
Universitas Sumatera Utara
63
a. PT. Jamsostek (Persero) kantor Cabang Binjai dengan Klinik ”Sehat Sehati” dengan Nomor PER / 17 / 122011 b. PT. Jamsostek (Persero) kantor Cabang Binjai dengan Klinik ”Keliat” Nomor PER / 14 / 122011 c. PT. Jamsostek (Persero) kantor Cabang Binjai dengan
Klinik ”Adhisma
Husada” Nomor : PER /07 / 122011 Ketiga dokumen perjanjian kerjasama tersebut di atas yang telah ditandatangani oleh para pihak mempunyai pola atau anatomi sebagai berikut : a. Judul (Heading) Judul (Heading) atau nama kontrak diberi nama sesuai dengan isi kontrak itu sendiri haruslah singkat, jelas dan padat. Pemahaman awal antara para pihak yang bernegosiasi sebagaimana yang dituangkan dalam kontrak kerjasama oleh para pihak untuk melakukan kontrak kerjasama, karena kesepakatan awal seperti yang tertuang didalam Pasal 1320 KUH Perdata merupakan pendahuluan untuk merintis lahirnya suatu kontrak kerjasama yang sebenarnya, yang kemudian baru diatur dan dituangkan secara lebih rinci dalam kontrak dalam bentuk lebih formal. Salah satu contoh judul perjanjian kerjasama JPK adalah : ”Perjanjian kerjasama antara PT.Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Binjai dengan klinik Sehat Sehati tentang pemberian pelayanan kesehatan melalui klinik bagi peserta program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)”. Semua perjanjian
Universitas Sumatera Utara
64
kerjasama tersebut pada dasarnya mempunyai judul yang sama, perbedaan hanya terletak pada nama klinik. .Setelah judul perjanjian lalu diikuti dengan nomor perjanjian b. Pembukaan (Opening). Setelah judul dan nomor perjanjian kemudian diawali dengan pembukaan yaitu berupa tanggal yang merupakan permulaan dari suatu kontrak. Pembuatan kontrak antara PT. Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Binjai dengan Klinik kesehatan Sehat Sehati dimulai dengan katakata atau kalimat : “Pada hari ini, Rabu tanggal dua puluh delapan desember tahun dua ribu duabelas (28-12-2012), yang bertandatangan dibawah ini”. c. Komparisi/Identitas Para Pihak Komparisi merupakan bagian kontrak yang memuat identitas para pihak atau pembuat perjanjian, termasuk uraian yang dapat menunjukkan bahwa yang bersangkutan mempunyai kecakapan (rechtsbekwaamheid) serta kewenangan (rechtsbevoegheid) untuk melakukan tindakan-tindakan hukum
(rechthandelingen)
sebagaimana
dinyatakan
dalam
kontrak/surat/akta. Salah satu contoh komparisi dalam perjanjian kerjasama program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
65
(1) Umardin Lubis, SE : Kepala Kantor Cabang Binjai, bersadarkan Surat Keputusan Direksi PT.Jamsostek (Persero) No : KEP/143/062011 tanggal 15 Juni 2011 dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Direksi PT.Jamsostek (Persero) berkedudukan dan berkantor di Jl.Soekarno Hatta No.469 Binjai, selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA. (2) dr. Elvi Susanti Sitepu : Pimpinan Balai Pengobatan Sehat Sehati berdasarkan surat izin No : 194/440/SIPD/DS/2010 berkedudukan di jalan Medan Binjai Km. 14.6 No.18 Desa Diski Kecamatan Sunggal, selanjutnya disebut sebagai : PIHAK KEDUA. d. Premise (Recitals) Suatu dokumen legal, premise atau recitals merupakan dasar atau pertimbangan, digunakan sebagai pendahuluan (introduction) atau suatu pengantar dari pernyataan yang tertuang didalam surat perjanjian yang menunjukkan maksud dan tujuan para pihak, dan menyatakan alasan mengapa kontrak itu dibuat. Adapun premise dalam perjanjian kerjasama ini adalah: “Pihak Pertama dan Pihak Kedua telah saling setuju untuk mengadakan perjanjian kerjasama pemberian pelayanan kesehatan bagi peserta program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) dan keluarganya yaitu suami atau istri dan maksimal 3 (tiga) orang anak dengan ketentuan belum menikah, belum bekerja, usia maksimal 21 tahun”.
Universitas Sumatera Utara
66
e. Isi Perjanjian Perjanjian
kerjasama
pelayanan
kesehatan
antara
Kantor
PT.Jamsostek (Persero) Cabang Binjai dengan ketiga klinik kesehatan tersebut, masing-masing memuat 13 (tiga belas) pasal dan 6 (enam) lampiran yang mengatur berbagai klausula hak dan kewajiban para pihak guna memberikan pelayanan kesehatan bagi peserta JPKJamsostek, yaitu sebagai berikut : 1) Pengertian Umum (definisi) Klausula pengertian umum ini memuat berbagai definisi untuk keperluan kontrak. Definisi ini hanya berlaku pada kontrak tersebut dan dapat menyimpang dari pengertian. ”Klausula definisi penting dalam rangka mendefinisikan klausul-klausul selanjutnya karena tidak perlu diadakan pengulangan.”97 Klausula tentang pengertian umum atau definisi dalam perjanjian kerjasama ini terapat pada Pasal 1 2) Kewenangan Hukum (rechtsbevoegheid) Para Pihak. Seperti yang telah diterangkan di dalam komparisi/indentitas para pihak mengenai adanya kewenangan hukum para pihak, lebih lanjut penting untuk dikaji tentang hal tersebut sebagaimana secara
97
Ahmadi Miru, Op. Cit, hal. 155
Universitas Sumatera Utara
67
tersirat diterangkan di dalam Pasal 3 perjanjian kerjasama ini, yaitu mengenai ”Pedoman dan Dasar Hukum”. Terkait dengan kewenangan hukum para pihak, Pihak Pertama dalam perjanjian memiliki privilege untuk berperan sebagai satusatunya Badan Penyelenggara yang melakukan pengelolaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja khususnya dalam bidang jaminan pemeliharaan kesehatan tenaga kerja sebagaimana yang diamanahkan oleh Undang Undang Nomor 3 Tahun 1992. tentang Jamsostek. Selanjutnya mengenai penetapan Pihak Pertama sebagai satu-satunya Badan Penyelenggara juga disebutkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yang dalam pelaksanaannya Badan Penyelenggara tersebut harus melakukan kerja sama tertulis dengan para pelaksana pelayanan kesehatan, yang dalam hal ini salah satu di antaranya adalah Pihak Kedua dalam perjanjian. Adanya kewenangan hukum Pihak Kedua dalam perjanjian kerjasama tersebut tidak terlepas dari pemberlakuan beberapa regulasi peraturan perundang-undangan terkait yakni: a) Pasal 22 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 12 Tahun 2007 yang
menyatakan
bahwa,
untuk
memberikan
pelayanan
pemeliharaan kesehatan kepada peserta, Badan Penyelenggara
Universitas Sumatera Utara
68
menunjuk pelaksana pelayanan kesehatan yang diantaranya terdiri dari, Balai Pengobatan, Puskesmas dan Dokter Praktek Swasta. b) Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 yang menyatakan bahwa, pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan
peserta,
dilakukan
oleh
Pelaksana
Pelayanan
Kesehatan berdasarkan perjanjian secara tertulis dengan Badan Penyelenggara. Sehingga dengan demikian, dapat diyakini jika kekuatan hukum dari perjanjian tersebut juga disandarkan pada kewenangan hukum para pihak yang membuatnya. Kewenangan hukum tersebut menjadi sangat penting ketika dipahami secara berdampingan dengan kecakapan bertindak, sebagaimana yang menjadi pendapat dari J.Satrio berikut ini: “Kecakapan bertindak” menunjuk kepada kewenangan yang umum, kewenangan umum untuk menutup perjanjian lebih luas lagi, untuk melakukan tindakan hukum pada umumnya sedang “kewenangan bertindak” menunjuk kepada yang khusus, kewenangan untuk bertindak dalam peristiwa yang khusus. Ketidakwenangan hanya menghalang-halangi untuk melakukan tindakan hukum tertentu.98 Berdasarkan uraian tersebut dapat dinyatakan bahwa ”tidak cakap adalah mereka yang pada umumnya tidak boleh menutup
98
J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian : Buku II, (Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 1995), hal. 2
Universitas Sumatera Utara
69
perjanjian dan sebaliknya tidak berwenang dapat dipahami sebagai mereka yang oleh undang-undang dilarang menutup perjanjianperjanjian tertentu.”99 Dengan demikian secara a contrario dapat disimpulkan bahwa selain kecakapan bertindak, oleh undang undang yang terkait para pihak juga diharuskan memiliki kewenangan hukum untuk melakukan perbuatan hukum tertentu khususnya dalam hal ini adalah perbuatan hukum untuk membuat perjanjian kerja sama tersebut di atas. 3) Hak dan Kewajiban Para Pihak Pengaturan tentang hak dan kewajiban terdapat dalam Pasal 7 dan Pasal 8 perjanjian kerjasama. Dalam pasal-pasal tersebut memuat hak dan kewajiban dari pihak klinik kesehatan terhadap PT.Jamsostek maupun sebaliknya. Dalam pengaturan hak dan kewajiban tersebut dijelaskan beberapa prestasi dan kontra prestasi dari para pihak sehubungan dengan pelaksanaan perjanjian ini. Prestasi pokok dalam perjanjian kerjasama ini yakni berupa penunjukan Pihak Kedua sebagai Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK)
bagi
Peserta
Jamsostek
oleh
Pihak
Pertama
dalam
kedudukannya sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Pemeliharaan
99
Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia : Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia, (Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 112.
Universitas Sumatera Utara
70
Kesehatan, dan penerimaan penunjukan tersebut oleh Pihak Kedua guna memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta Jamsostek dan keluarganya100 Prestasi yang harus diberikan oleh pihak klinik kesehatan kepada pihak PT.Jamsostek dalam perjanjian kerjasama jaminan pemeliharaan kesehatan ini ádalah sebagai berikut : a)
Pihak
Kedua
wajib
memberikan
prestasi
dalam
bentuk
menjalankan tata laksana pelayanan kesehatan sesuai etika medis dan ruang lingkup pelayanan kesehatan program jaminan pemeliharaan kesehatan paket dasar, dan wajib menerapkan standar manajemen utilisasi dalam pengendalian mutu pelayanan kesehatan yang diberikan tersebut.101 b)
Pihak
Kedua
wajib
memberikan
prestasi
dalam
bentuk
penyampaian laporan tertulis tentang laporan bulanan berupa rekapitulasi data kesakitan dan laporan bulanan rekapitulasi kasus dan pembiayaan kepada Pihak Pertama.102 c)
Pihak
Kedua
wajib
memberikan
prestasi
dalam
bentuk
mengembangkan upaya peningkatan pengetahuan (promotif) dan
100
Pasal 4 ayat (1) Perjanjian Kerjasama Antara PT.Jamsostek dengan Klinik Sehat Sehati Pasal 8 ayat (1) huruf (a) dan Pasal 8 ayat (4) huruf (b) Perjanjian Kerja Sama Antara PT.Jamsostek dengan Klinik Sehat Sehati 102 Pasal 8 ayat (4) huruf (f) Perjanjian Kerja Sama Antara PT.Jamsostek dengan Klinik Sehat Sehati 101
Universitas Sumatera Utara
71
pencegahan (preventif) dalam rangka pelaksanaan program jaminan pemeliharaan kesehatan Jamsostek bagi tertanggung.103 Selanjutnya terhadap prestasi yang diberikan oleh Pihak Kedua tersebut, maka Pihak Pertama wajib memberikan kontra prestasi berupa pembayaran uang kapitasi sebesar Rp. 3.950,- (tiga ribu sembilan ratus lima puluh rupiah) untuk setiap peserta Jamsostek yang terdaftar di dalam daftar nama tertanggung yang telah diserahkan oleh Pihak Pertama kepada Pihak Kedua beserta perubahan dan hasil rekonsiliasi datanya tersebut, dengan cara praupaya pada setiap tanggal 10 bulan berjalan 104 4) Ruang Lingkup Pelayanan Kesehatan Standar pelayanan kesehatan yang dituangkan dalam Pasal 4 dan lampiran 6 perjanjian kerjasama adalah merupakan ruang pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat pertama yang harus dilaksanakan oleh Pihak Pertama yaitu klinik kesehatan yang telah bekerjasama dengan PT.Jamsostek (Persero) sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (1) Peraturan
Menteri
Tenaga
Kerja
dan
Transmigrasi
Nomor
:
12/Men/VI/2007 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuan, Pembayaran Satunan dan Pelayanan Jaminan Sosial
103
Pasal 8 ayat (4) huruf (g) Perjanjian Kerja Sama Antara PT.Jamsostek dengan Klinik Sehat
Sehati 104
Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 8 ayat (2) dan (3) Perjanjian Kerjasama Antara PT.Jamsostek dengan Klinik Sehat Sehati
Universitas Sumatera Utara
72
Tenaga Kerja dan dan Keptusan Direksi PT.Jamsostek (Persero) Nomor : KEP/127/06/2006 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Bagi Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, adalah sebagai berikut : a) Konsultasi, pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter umum b) Konsultasi, pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter gigi termasuk penambalan, pencabutan dan perawatan syaraf gigi. c) Tindakan medis dokter umum berupa pembersihan luka dan jahit luka d) Tindakan medis dokter gigi berupa tindakan operasi gigi ringan yaitu tindakan pembedahan jaringan gigi pada gusi (alveolectomy dan flap operasi) dan tindakan pembedahan gigi bungsu (odontectomy) e) Pemberian obat-obatan sesuai dengan standar obat JPK-Jamsostek yang berpedoman kepada Daftar Obat Essensial Nasional (DOEN) plus. f) Pelayanan keluarga berencana berupa alat kontrasepsi yaitu Intra Uterine Divice (IUD), pil, suntik, susuk dan kondom, g) Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) termasuk pemeriksaan ibu hamil, pemeriksaan bayi/anak balita dan pemberian immunisasi dasar h) Konsultasi kesehatan i) Melaksanakan rujukan/konsultasi ke Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) Tingkat Kedua yaitu laboratorium, apotek atau rumah sakit105
105
Buku Petunjuk Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Bagi Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK). hal. 6
Universitas Sumatera Utara
73
Pemberian pelayanan kesehatan tersebut harus sesuai dengan petunjuk dan prosedur pelayanan yang terdapat dalam buku petunjuk pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi peserta sesuai dengan yang diatur dalam lampiran kedua. 5) Jangka Waktu Perjanjian Jangka waktu perjanjian pada dasarnya akan memberikan suatu rentang waktu yang mengikat para pihak untuk saling menunaikan prestasi yang disepakati, dan sebagaimana yang telah menjadi kesepakatan para pihak, maka perjanjian kerja sama tersebut di atas mulai berlaku dari tanggal 1 Januari 2012 dan akan berakhir pada tanggal 31 Desember 2012.106 Namun demikian apabila jangka waktu perjanjian juga dikaji dari sudut pandang pengertian perikatan hukum, maka berakhirnya perjanjian tidaklah semata-mata digantungkan pada jangka waktu perjanjian yang disepakati tersebut. Sebagaimana diketahui secara prinsip setiap perjanjian yang dilahirkan selalu menimbulkan suatu perikatan hukum, yakni :107 “suatu hubungan hukum antara suatu jumlah terbatas subject-subject hukum (rechtssubjecten), oleh karena mana seorang atau beberapa orang dari mereka (debiteuren / schuldenaren) terhadap yang lain atau lainlainnya (crediteuren / schuldeisers) wajib melakukan suatu perbuatan tertentu dan yang lain berhak atas perbuatan yang demikian dari para debitur”
106
Pasal 5 ayat (1) Perjanjian Kerja Sama Antara PT. Jamsostek dengan Klinik Sehat Sehati R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Perikatan, (Surabaya : Penerbit PT. Bina Ilmu, 1984), hal. 10 107
Universitas Sumatera Utara
74
Selanjutnya terhadap perikatan hukum tersebut baru dapat berakhir oleh beberapa hal yang disebutkan dalam Pasal 1381 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, yakni salah satunya oleh perbuatan hukum pembayaran. Adapun tindakan yang dimaksudkan oleh undang-undang dengan perkataan pembayaran ialah pelaksanaan atau pemenuhan tiap perjanjian secara suka rela, artinya tidak dengan paksaan atau eksekusi. “Jadi perkataan pembayaran itu oleh undang-undang tidak melulu ditujukan pada penyerahan uang saja, tetapi penyerahan setiap barang menurut perjanjian, dinamakan pembayaran.”108 Selanjutnya “batasan pengertian pembayaran tidaklah diartikan hanya sebagai suatu pembayaran sejumlah uang, akan tetapi dipahami secara lebih luas sebagai setiap tindakan pemenuhan prestasi, walau bagaimanapun sifat dan bentuk prestasi tersebut”.109 Sehingga dengan demikian, apabila jangka waktu perjanjian telah berakhir dan kemudian Pihak Pertama terbukti belum menunaikan pembayaran uang kapitasi yang seharusnya telah dibayarkan kepada Pihak Kedua, maka dapat pula dikatakan perikatan hukum antara kedua belah pihak belumlah berakhir meskipun jangka waktu perjanjian telah berakhir, sampai uang kapitasi tersebut telah lunas dibayarkan oleh Pihak Pertama.
108
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata Pokok-Pokok Hukum Perdata, Op. Cit, hal. 100 Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku II Hukum Perikatan dengan Penjelasannya, Op. Cit,hal. 157 109
Universitas Sumatera Utara
75
Kondisi tersebut di atas sebetulnya juga tersirat pada ketentuan dalam
Pasal
9
perjanjian
kerjasama
tersebut.
Jika
seandainya
keterlambatan pembayarannya terjadi untuk periode bulan terakhir pada jangka waktu perjanjian, di dalamnya disepakati mengenai ketentuan denda yang perhitungannya maksimal sampai dengan 30 (tiga puluh) hari kalender setelah jangka waktu perjanjian kerja sama telah berakhir, atau dengan kata lain kewajiban pembayaran uang kapitasi beserta denda 5 % (lima persen) masih akan menjadi kewajiban Pihak Pertama meskipun jangka waktu perjanjian telah berakhir, suatu kewajiban yang menurut Pasal 5 ayat (3) perjanjian kerjasama tersebut tetap harus ditunaikan meskipun perjanjian telah berakhir jangka waktunya. 6) Denda dan Sanksi Penerapan sanksi dan denda berupa penundaan pembayaran terhadap setiap keterlambatan pembayaran atau keterlambatan pelaporan sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 9 perjanjian kerjasama tersebut, belum cukup untuk dinyatakan sebagai sebuah bentuk pertanggung jawaban para pihak terhadap tindakan wanprestasi yang dilakukan. Seperti yang diketahui, sesuai dengan ketentuan Pasal 1243 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, pertanggung jawaban para pihak terhadap tindakan wanprestasi adalah berbentuk kewajiban untuk menanggung
Universitas Sumatera Utara
76
penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan. Untuk memahami hal tersebut sangat perlu untuk memahami pengertian biaya, kerugian dan bunga. Definisi dari “biaya” adalah sebagai segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata telah dikeluarkan oleh salah satu pihak,110 dan “kerugian”
adalah berkurangnya harta
kekayaan yang disebabkan adanya kerusakan atau kerugian, 111 serta pengertian “bunga” adalah kerugian dalam bentuk kehilangan keuntungan (winstderving) yang telah dapat dibayangkan atau dihitung oleh kreditur,112 maka dapat dipastikan bahwa sanksi denda dan penundaan tersebut di atas bukan termasuk bentuk pertanggung jawaban para pihak terhadap keadaan wanprestasi yang dimaksudkan oleh undang undang Sanksi denda berupa penundaan pembayaran tersebut pada intinya serupa dengan klausul mengenai bunga, provisi dan denda akibat keterlambatan pembayaran angsuran pada perjanjian kredit dengn pihak bank. Terhadap bentuk sanksi yang demikian ini menurut Agus Yudha Hernoko tak lebih hanya sebagai instrument pengikat agar debitur menepati kewajiban kontraktualnya dengan sebaik-baiknya.113 7) Pengakhiran Perjanjian 110
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta : Penerbit PT. Pembimbing Masa, 1969), hal. 52 Salim HS, Op. Cit, hal. 182 112 Subekti, Hukum Perjanjian, Op. Cit ,hal. 52 113 Agus Yudha Hernoko, Op. Cit,hal. 202 111
Universitas Sumatera Utara
77
Pengakhiran perjanjian di dalam perjanjian kerjasama ini dapat terjadi ”oleh dua hal yakni yang pertama, karena kesepakatan para pihak untuk mengakhirinya.”114 dan yang kedua, ”karena pembatalan perjanjian (ontbinding) oleh Pihak Pertama.”115 Pembatalan perjanjian diatur di dalam Pasal 1266 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, yang pada intinya menyatakan bahwa setiap perjanjian yang disepakati selalu dianggap mencantumkan syarat batal ketika salah satu pihak melakukan wanprestasi. Sehingga dengan demikian untuk dapat dilakukan pembatalan atau pemutusan perjanjian, debitur harus dinyatakan lalai terlebih dahulu (in mora stelling) oleh pihak kreditur.116 Hal terpenting yang perlu disampaikan terkait pemberlakuan Pasal 8 ayat (1) huruf (b) perjanjian kerjasama di atas adalah Pihak Pertama atau Pihak kedua tidak dapat dengan serta merta melakukan pemutusan perjanjian ketika syarat batal tersebut terpenuhi, akan tetapi terlebih dahulu harus dimintakan kepada hakim. Bahkan untuk syarat batal yang dinyatakan
secara
tegas
dalam
perjanjian,
maka
pembatalan
perjanjiannyapun harus tetap dimintakan kepada hakim.117 Jika syarat batal tidak secara tegas dinyatakan, maka hakim berwenang untuk 114 115
Pasal 5 ayat (1) Perjanjian Kerja Sama Antara PT.Jamsostek dengan Klinik Sehat Sehati Pasal 8 ayat (1) huruf (b) Perjanjian Kerja Sama Antara PT.Jamsostek dengan Klinik Sehat
Sehati 116 117
Agus Yudha Hernoko, Op. Cit,hal. 301 Subekti, Hukum Perjanjian, Op. Cit, hal. 56
Universitas Sumatera Utara
78
memberikan tenggang waktu bagi debitur untuk memenuhi prestasi kepada kreditur.118 Konsekuensi yang timbul dari pemberlakuan Pasal 1266 KUHPerdata tersebut di atas menjadikan ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1) huruf (b) perjanjian kerjasama ini tidak memiliki kekuatan hukum untuk langsung dijalankan tanpa proses persidangan, kecuali jika di dalam perjanjian kerjasama tersebut ditambahkan satu pasal yang menyatakan bahwa para pihak bersepakat untuk mengesampingkan pemberlakuan Pasal 1266 KUHPerdata tersebut di atas. Pasal 1266 KUHPerdata tersebut dapat dibenarkan untuk dikesampingkan dengan argumentasi karena memang dikehendaki secara bersama oleh para pihak (perhatikan ketentuan Pasal 1338 ayat (2) Kitab Undang Undang Hukum Perdata).119 Pasal 1266 tersebut termasuk norma hukum
yang bersifat menambahkan, dengan demikian memiliki
karateristik mengatur atau melengkapi, sehingga dengan demikian diperbolehkan untuk disimpangi atas dasar kesepakatan para pihak.120 Berdasarkan yurisprodensi HR 20 Desember 1850, W 11203, dan HR 17 Februari 1961m NJ 1961, No. 437, terbuka peluang bagi para pihak untuk mengesampingkan ketentuan Pasal 1266 ayat (2), (3) dan (4) 118
Agus Yudha Hernoko, Op. Cit,hal. 302 Gunawan Widjaja, Memahami Prinsip Keterbukaan (Aanvullend Recht) dalam Hukum Perdata, (Jakarta : Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 296 120 Agus Yudha Hernoko, Op. Cit,hal. 302 119
Universitas Sumatera Utara
79
Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sehingga dengan demikian harus dinyatakan bahwa hak yang dimiliki para pihak berdasarkan ketentuan tersebut secara tegas telah dilepaskan.121 8) Force Majeur Ketentuan tentang force majeur diatur di dalam Pasal 10 perjanjian kerjasama, disepakati mengenai beberapa hal sebagai berikut : a) Batasan pengertian force majeur b) Kewajiban untuk memberitahukan secara tertulis tentang keadaan force majeur yang terjadi kepada pihak kreditur (Pihak Pertama atau Pihak Kedua) untuk selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kalender setelah force majeur tersebut terjadi, dengan disertai bukti-bukti tentang keadaan force majeur tersebut dan akibat-akibatnya terhadap pelaksanaan perjanjian. c) Para pihak juga bersepakat melepaskan haknya untuk mengajukan alasan force majeur jika mengalami keterlambatan pemberitahuan tertulis tentang keadaan force majeur tersebut. Pencantuman batasan pengertian force majeur di dalam perjanjian, sebetulnya lebih berfungsi untuk memberikan gambaran kepada para pihak mengenai keadaan dan kondisi yang termasuk dalam ruang lingkup pengertian force majeur, bukan untuk
121
Herlien Budiono, Op. Cit, hal. 200
Universitas Sumatera Utara
80
memberikan pembatasan mengenai peristiwa-peristiwa tertentu yang dapat mengakibatkan keadaan memaksa bagi para pihak tidak dapat menuntaskan prestasinya. Sehingga dengan demikian apabila di dalam perjanjian kerjasama tersebut tidak mencantumkan klausul mengenai batasan pengertian force majeur, maka para pihak tetap memiliki hak untuk mengajukan alasan force majeur jika terjadi peristiwa seperti yang dimaksudkan tersebut, karena pada dasarnya hukum telah memberikan penghargaan yang sama kepada debitur untuk mempertahankan hakhak kontraktualnya dengan mengajukan eksepsi yang salah satunya sebagaimana diatur dalam Pasal 1244, 1245, 1444 dan Pasal 1445 Kitab Undang Undang Hukum Perdata.122 Terkait dengan ketentuan yang mewajibkan para pihak menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai keadaan force majeur yang terjadi dalam batas waktu tertentu, maka berdasarkan ketentuan Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Perdata, klausul tersebut tetap memiliki kekuatan hukum untuk dipatuhi oleh pihakpihak yang bersepakat mengenai hal tersebut, termasuk terhadap konsekuensi jika terjadi keterlambatan pemberitahuan tersebut. Namun demikian batas waktu pemberitahuan sampai dengan 7 (tujuh) hari setelah peristiwa force majeur tersebut, tetap bukan sebuah 122
Agus Yudha Hernoko, Op. Cit, hal. 269
Universitas Sumatera Utara
81
ketentuan yang bersifat mutlak, khususnya jika para pihak mengalami keterlambatan yang disebabkan oleh keadaan force majeur tersebut atau oleh sebab peristiwa dan keadaan memaksa lainnya. Substansi peristiwa dan keadaan force majeur tidaklah abai atau hilang hanya oleh sebuah pelanggaran batas waktu pemberitahuan tentang keadaan force majeur tersebut. Para pihak tetap mempunyai hak untuk mengajukan eksepsi dengan berdasarkan pada alasan force majeur, meskipun untuk kondisi yang demikian tersebut harus melalui proses pembuktian di muka hakim. 9) Penyelesaian Perselisiahan Penyelesaian sengketa dalam perjanjian kerjasama pemberian pelayanan kesehatan diatur dalam Pasal 11, yang menyatakan bahwa penyelesaian sengketa antara para pihak diselesaikan melalui musyawarah dan peradilan umum yaitu di Pengadilan Negeri Binjai f. Penutup (Testimonium Clause) Dalam klausula ini memuat keterangan tentang jumlah rangkap dari ikatan kerjasama dan kekuatan hukumnya. Perjanjian kerjasama ini ditutup dengan kata atau kalimat yang menyatakan bahwa kontrak itu dibuat dalam rangkap 3 (tiga), 2 (dua) diantaranya bermaterai cukup dan
Universitas Sumatera Utara
82
berlaku sebagai asli,123 maksudnya telah memenuhi ketentuan yang berlaku, seperti materai Rp. 6.000,.(enam ribu rupiah) dan mempunyai kekuatan hukum yang sama. g. Tanda Tangan Kontrak ini ditandatangani oleh para pihak atau yang mewakili dan bertindak untuk dan atas nama disamping itu pula sangat diperlukan adanya saksi-saksi dalam suatu kontrak, yang sekurangnya dua orang saksi. Di dalam pembuktian itu bahwa kesaksian seorang saksi adalah sama dengan tanpa kesaksian Pasal 1905 KUH Perdata (unus nullus rule). Kontrak ini ditandatangani oleh para pihak atau yang mewakili dan bertindak untuk dan atas nama badan usaha tanpa dihadiri oleh saksi-saksi Berdasarkan penjelasan dari dokumen perjarjian tersebut diatas, maka dapat dipahami bahwa isi ketiga dokumen perjanjian kerjasama di atas secara sederhana semuanya dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu : a. Unsur Esensiali Unsur esensiali merupakan unsur yang harus ada dalam suatu kontrak yang merupakan hal pokok sebagai syarat yang tidak boleh diabaikan. Menurut Ahmadi Miru, bahwa “kontrak lahir jika disepakati tentang hal yang pokok atau unsur esensial dalam suatu kontrak.”124
123
Lihat Pasal 13 Perjanjian Kerjasama Pemberian Pelayanan Kesehatan Antara PT.Jamsostek dengan Klinik Sehat Sehati 124 Ahmadi Miru, Op. cit. Hal. 31
Universitas Sumatera Utara
83
Syarat ini memang ditentukan atau diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, apabila tidak sesuai maka kontrak ini menjadi tidak sah dan tidak mengikat para pihak. Hal pokok atau unsur esensiali dalam perjanjian kerjasama ini adalah berupa prestasi pokok dan biaya. Prestasi pokok dalam perjanjian ini yakni pemberian pelayanan kesehatan kepada peserta Jamsostek dan keluarganya oleh pihak klinik kesehatan atas penunjukan pihak PT.Jamsostek Cabang Binjai. Sedangkan hal pokok lainnya yang termasuk dalam unsur esensiali adalah pembiayaan. Pola pembiayaan yang dilakukan pihak PT.Jamsostek kepada pihak klinik kesehatan sebagai imbalan atas jasa pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta Jamsostek atau tertanggung adalah dengan sistem kapitasi. Klausula yang mengatur tentang pembayaran terdapat dalam Pasal 6 perjanjian kerjasama ini, bahwa Pihak Pertama akan memberikan penggantian biaya pelayanan kesehatan atas jasa pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Pihak Kedua setiap bulannya dihitung menurut hitungan perhitungan perkapita/perkepala, perbulan dengan cara praupaya pada setiap tanggal 10 bulan berjalan, dengan dasar perhitungan sesuai dengan lampiran 1 (satu) perjanjian ini. Ketentuan mengenai penetapan harga dan perubahan-perubahanya diatur dalam Pasal 1333 KUHPerdata yaitu berkaitan dengan objek
Universitas Sumatera Utara
84
perjanjian, karena suatu perjanjian haruslah mempunyai objek-objek tertentu, sekurang-kurangnya dapat ditentukan. b. Unsur Naturalia Unsur naturalia ini umumnya dijumpai dalam perjanjian tertentu, dianggap tidak ada kecuali dinyatakan sebaliknya. Naturalia ini merupakan ketentuan yang bersifat umum, suatu syarat yang biasanya dicantumkan dalam perjanjian. Namun, tanpa pencantuman syarat yang dimaksud, suatu perjanjian tetap sah dan tidak mengakibatkan suatu perjanjian menjadi tidak mengikat. Menurut Ahmadi Miru, “unsur naturalia merupakan unsur yang telah diatur dalam undang-undang sehingga apabila tidak diatur oleh para pihak dalam kontrak, undang-undang yang mengaturnya.”125 Dalam kontrak perjanjian kerjasama ini, unsur naturalia terdapat pada Pasal 8 ayat (1) huruf (b) Pihak Pertama berhak memutuskan perjanjian kerjasama dengan Pihak Kedua, apabila Pihak Kedua tidak menjalankan
kewajiban
yang telah ditentukan setelah dilakukan
pembinaan dan peringatan oleh Pihak Pertama. Sebetulnya klausul ini tidak perlu dimasukkan dalam perjanjian, karena hukum perdata telah menerapkan syarat umum dalam perjanjian yaitu syarat batal. Menurut Pasal 1266 KUHPerdata, “syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan 125
yang
Ibid
Universitas Sumatera Utara
85
bertimbal
balik,
manakala
salah
satu
pihak
tidak
memenuhi
kewajibannya.” c. Unsur Aksidentalia Unsur aksidentalia merupakan hal khusus (particular) yang dinyatakan dalam perjanjian, yang disetujui oleh para pihak. Kata aksidentalia berarti bisa ada atau telah diatur dan bisa juga tidak diatur, bergantung pada keinginan para pihak jika merasa perlu untuk memuat atau tidak. “unsur aksidentalia merupakan unsur yang nanti ada atau mengikat para pihak, jika para pihak memperjanjikannya.”126 Jadi ini merupakan suatu syarat yang tidak diharuskan ada, tetapi boleh juga dicantumkan oleh para pihak untuk keperluan tertentu, dengan maksud sebagai suatu kepastian. Dan hal ini dimungkinkan oleh undangundang atas dasar asas kebebasan berkontrak, asalkan hal tersebut tidak bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan, dan undang-undang. Unsur aksidentalia dalam perjanjian kerjasama ini terdapat dalam Pasal 8 ayat (2) huruf (c), Pihak Pertama berkewajiban memberikan Daftar Nama Tertanggung (DNT) dan pilihan kliniknya kepada Pihak Kedua pada awal perjanjian kerjasama ini sebagai dasar pembayaran kapitasi bulan berjalan. Setelah mempelajari ketiga dokumen perjanjian kerjasama tersebut, bahwa ketiga dokumen perjanjian kerjasama mempunyai isi dan 126
Ibid
Universitas Sumatera Utara
86
bentuk yang sama, sehingga diyakini berlaku juga bagi semua klinik lain yang telah bekerjasama dengan PT.Jamsostek (Persero) Binjai untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta JPK.. Perbedaan diantara ketiga dokumen perjanjian kerjasama dengan yang lainnya terdapat pada judul, komparisi dan penutup, berkaitan dengan nama dan identitas pihak kedua. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan syarat dan kondisi yang sama dalam setiap perjanjian kerjasama pemberian pelayanan kesehatan kepada peserta JPK.Jamsostek, sehingga tidak terdapat diskriminasi perlakuan syarat dan kondisi dalam perjanjian kerjasama tersebut yang harus dipatuhi oleh pihak mitra.127 Pembuatan kontrak tidak disyaratkan suatu format tertentu karena dalam undang-undang tidak ada ketentuan yang secara tegas menentukan tentang format kontrak yang baik.128 Hal yang paling penting diperhatikan oleh para pihak adalah syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Ahmadi Miru menyatakan, bahwa ”pada umumnya kontrak terbagi atas tiga bagian utama, yaitu bagian pendahuluan, bagian isi dan penutup”129 Apabila dikaitkan dengan
pola atau bentuk penyusunan
127
Wawancara dengan Bapak Umardin Lubis, Kepala Cabang PT.Jamsostek Binjai, Pada tanggal 12 Agustus 2012 128 Ahmadi Miru, Op. Cit. Hal. 147 129 Ibid
Universitas Sumatera Utara
87
perjanjian kerjasama di atas, maka bagian kontrak kerjasama jaminan pemeliharaan kesehatan dapat dirinci sebagai berikut : a. Bagian Pendahuluan Seperti yang telah diuraikan di atas, bagian pendahuluan dalam perjanjian kerjasama ini terdiri dari : judul, pembukaan berisi tanggal pembuatan perjanjian dan ditandatangani, identitas para pihak dan premis. b. Bagian isi Pada bagian ini meliputi beberapa hal yaitu pengertian atau definisi, kewenangan hukum, hak dan kewajiban, ruang lingkup pelayanan, jangka waktu, denda dan sanksi, pengakhiran kerjasama dan force majeur serta penyelesaian perselisihan. c. Bagian Penutup Dalam perjanjian kerjasama ini, bagian penutup terdiri dari kata penutup dan ruang tanda tangan. Selanjutnya juga dapat disimpulkan bahwa pola atau anatomi perjanjian kerjasama ini telah sesuai standar ikatan kerjasama yang ditentukan dalam Buku Petunjuk Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Bagi Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK)
Universitas Sumatera Utara
88
2.
Bentuk Perjanjian Kerjasama Perjanjian secara umum dapat dibedakan menurut berbagai cara, sehingga
muncul bermacam-macam perjanjian, yaitu :130 a. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian dengan meletakkan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak yang membuat perjanjian b. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan kewajiban pada salah satu pihak saja, seperti hibah, penitipan dengan CumaCuma, pinjam pakai dan lain-lain c. Perjanjian dengan percuma adalah perjanjian menurut hukum terjadi keuntungan pada salah satu pihak saja. d. Perjanjian konsensuil, riil dan formil Perjanjian konsensuil adalah perjanjian dianggap sah jika telah terjadi konsensus atau sepakat antara para pihak yang membuat perjanjian. Perjanjian riil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi barangnyapun harus diserahkan. Sedangkan perjanjian formil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi undang-undang mengharuskan perjanjian tersebut harus dibuat dengan bentuk tertentu secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat umum Notaris atau PPAT e. Perjanjian bernama atau khusus dan perjanjian tak bernama Perjanjian bernama atau khusus adalah perjanjian yang telah diatur dengan ketentuan khusus dalam KUHPerdata Bab V sampai dengan Bab XVII, misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, hibah dan lain-lain. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam undangundang Berdasarkan jenis perjanjian tersebut, maka perjanjian kerjasama Jaminan Pemeliharaan Kesehatan antara PT.Jamsostek Kantor Cabang Binjai dengan Klinik Kesehatan termasuk perjanjian konsensuil, karena perjanjian dianggap sah setelah terjadi konsensus atau kata sepakat antara para pihak yang membuat perjanjian. Selanjutnya dilihat dari bentuknya, maka kontrak atau perjanjian dibedakan menjadi :
130
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, (Jakarta : Alfabeta, 2003), hal. 82-81
Universitas Sumatera Utara
89
a. Perjanjian tertulis adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan. b. Perjanjian lisan adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan (cukup kesepakatan para pihak). Pada dasarnya suatu perjanjian tidak harus dibuat dalam suatu bentuk tetentu, artinya dapat dibuat dalam bentuk tertulis dan dapat juga juga dalam bentuk yang tidak tertulis, hal ini tersirat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi “semua perjanjian dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Hal ini dimaksudkan untuk menyatakan tentang kekuatan perjanjian yaitu kekuatan yang sama dengan suatu undang-undang. Kekuatan seperti itu diberikan kepada semua perjanjian yang dibuat secara sah. Dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata tersebut dapat dikatakan bahwa pasal itu seolah-olah membuat suatu pernyataan bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian apa saja dan itu akan mengikat kita sebagaimana mengikatnya undang-undang. Jelaslah bahwa suatu perjanjian dapat dibuat secara lisan dan tulisan. Pada umumnya perjanjian yang dibuat secara tertulis maka ia bersifat sebagai alat pembuktian apabila terjadinya perselisihan.131 Dalam ketentuan pasal 37 ayat (1) Peraturan pemerintah No 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja dinyatakan bahwa, ”Pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan kepada peserta JPK-Jamsostek
131
Mariam Darus Badrulzaman, Penjelasannya Op. Cit ,hal. 89
KUHPerdata Buku II Hukum Perikatan dengan
Universitas Sumatera Utara
90
dilakukan oleh Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) berdasarkan perjanjian secara tertulis dengan Badan Penyelenggara. Ketiga dokumen perjanjian kerjasama tersebut pembuatannya mengikuti pola kontrak baku, oleh karena telah memenuhi ciri-ciri yang terdapat dalam perjanjian baku, yaitu sebagai berikut : a. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisi (ekonominya) lebih kuat Ditinjau dari segi permodalan dan sarana, maka posisi PT. Jamsostek lebih kuat bila dibandingkan dengan posisi klinik kesehatan. Kondisi ini menyebabka klinik kesehatan harus tunduk pada segala ketentuan yang di tetapkan oleh PT. Jamsostek, tanpa dapat menentukan, menawar atau merubah isi perjanjian. Pihak klinik hanya mengikuti saja dan apabila setuju atau menerima isi kontrak tersebut maka ia menandatanganinya, seandainya tidak setuju maka pihak klinik tidak perlu menandatangani dan
kontrak itu
dianggap tidak pernah ada. Hal ini sesuai dengan keterangan yang diperoleh dari dr. Hj. Kiki Indriaty, selaku pimpinan klinik Adisma Husada, bahwa pihak klinik tidak ikut menentukan isi perjanjian kerjasama, karena telah ditetapka secara sepihak oleh PT.Jamsostek, pihak klinik hanya tinggal menandatangani saja setelah diberikan kesempatan untuk membaca dan mempelajarinya.132
132
Wawancara dengan dr. Kiki selaku pimpinan klinik Adisma Husada , tanggal 17 September 2012
Universitas Sumatera Utara
91
Abdul Kadir Muhammad menyatakan bahwa ciri dari perjanjian baku adalah format (termasuk rumusan isi) perjanjian yang dibakukan, sehingga rumusan isi tidak dapat diganti, diubah atau dibuat dengan cara lain, karena kontrak sudah dicetak lebih dahulu.133 b. Terdorong oleh kebutuhan menjadi alasan pihak klinik kesehatan menerima perjanjian Pada dasarnya yang menjadi alasan Pihak klinik kesehatan ingin bekerjasama menjadi Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) JPK-Jamsostek dan bekerjasama dengan PT. Jamsostek adalah karena terdorong oleh kebutuhan akan mendapatkan pekerjaan, sehingga akhirnya pihak klinik kesehatan bersedia untuk menerima dan tunduk pada isi perjanjian tersebut dan seluruh peraturan perundang-undangan dan peraturan intern yang ditetapkan oleh PT. Jamsostek.. c. Bentuk tertulis Perjanjian kerjasama tersebut dibuat dalam bentuk tertulis dan diberi nama Perjanjian Kerjasama Pemberian Pelayanan Kesehatan Melalui Klinik kepada Peserta Program JPK-Jamsostek. Selanjutnya berdasarkan wawancara dengan Bapak Umardin Lubis, dikatakan bahwa ”dokumen perjanjian kerjasama dibuat dalam tiga rangkap, dua diantaranya bermaterai cukup dan
133
Abdul Kadir Muhammad, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1992), hal 6
Universitas Sumatera Utara
92
berlaku sebagai asli, setelah ditandatangani masing-masing diserahkan kepada para pihak dan copynya diperuntukkan untuk keperluan administrasi.”134 Penulisan kontrak kerjasama perlu mempergunakan bahasa yang baik dan benar sesuai aturan tata bahasa yang berlaku. Penggunaan bahasa baik bahasa Indonesia maupun bahasa asing haruslah tepat, singkat, jelas dan sistematis. Jika dalam penulisan tersebut tidak jelas, maka tentunya akan menghilangkan eksistensi substansi perjanjian tersebut. d. Dipersiapkan secara massal dan kolektif. Format perjanjian kerjasama program jaminan pemeliharaan kesehatan, dipersiapkan terlebih dahulu oleh PT. Jamsostek dalam jumlah yang relatif banyak sesuai dengan kebutuhan. Perjanjian baku menurut Mariam Darus Badrulzaman, mengandung kelemahan karena syarat-syarat yang ditentukan secara sepihak dan pihak lainnya terpaksa menerima keadaan itu karena posisinya yang lemah.135 Walaupun perjanjian kerjasama pemberian pelayanan kesehatan melalui klinik kesehatan bagi peserta program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) merupakan perjanjian baku, namun
tetap merupakan perjanjian yang
mengikat para pihak yang menandatanganinya, walaupun harus diakui bahwa klausula yang terdapat dalam perjanjian baku tersebut banyak mengalihkan beban tanggung gugat dari pihak perancang perjanjian baku (PT Jamsostek) 134
Wawancara dengan Pimpinan Klinik kesehatan Sehat Sehati, tanggal 14 Ahustus 2012 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 37 135
Universitas Sumatera Utara
93
kepada pihak lawannya (PPK) , namun setiap kerugian yang timbul di kemudian hari akan tetap ditanggung oleh para pihak yang harus bertanggung gugat berdasarkan klausula perjanjian tersebut.
Universitas Sumatera Utara