BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP FRANCHISOR APABILA FRANCHISEE TIDAK MELAKSANAKAN SISTEM USAHA ATAU STANDAR KUALITAS YANG TELAH DITENTUKAN DALAM PERJANJIAN FRANCHISE DOORSMEER MOBIL PAC A. Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Franchise Doorsmeer Mobil PAC Pihak-pihak dalam perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC adalah pemilik/pemberi
franchise
(franchisor)
dan
penerima/pengguna
franchise
(franchisee). Dari beberapa rumusan pengertian perjanjian maka untuk perjanjian terdiri dari : 1. Ada pihak-pihak Sedikitnya dua orang pihak ini disebut subyek perjanjian dapat manusia maupun badan hukum dan mempunyai wewenang melakukan perbuatan hukum seperti yang ditetapkan undang-undang. 2. Ada persetujuan antara pihak-pihak Persetujuan antara pihak-pihak tersebut sifatnya tetap bukan merupakan suatu perundingan. Dalam perundingan umumnya dibicarakan mengenai syarat-syarat dan obyek perjanjian maka timbullah persetujuan. 3. Ada tujuan yang akan dicapai Mengenai tujuan para pihak hendaknya tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan tidak dilarang oleh undang-undang.
34
Universitas Sumatera Utara
35
4. Ada prestasi yang dilaksanakan. Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak sesuai dengan syarat-syarat perjanjian, misalnya pembelian berkewajiban untuk membeli harga barang dan penjual berkewajiban menyerahkan barang. 5. Ada bentuk tertentu lisan atau tulisan. Perlunya bentuk tertentu karena ada ketentuan undang-undang yang menyebutkan bahwa dengan bentuk tertentu suatu perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan bukti yang kuat. 6. Ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian. Dari syarat-syarat tertentu dapat diketahui hak dan kewajiban para pihak. Syaratsyarat ini terdiri syarat pokok yang menimbulkan hak dan kewajiban pokok.51 Selanjutnya yang menjadi subjek hukum – pihak dalam perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC, yaitu : a.
Franchisor/pemberi franchise, adalah orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan franchise yang dimilikinya kepada penerima franchise. Dengan kata lain, perusahaan yang memberikan lisensi, berupa paten, merek perdagangan, merek jasa, maupun lainnya kepada franchisee.
b.
Franchisee/penerima franchise, adalah orang perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh pemberi franchise untuk memanfaatkan dan/atau
51
R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, 1994, hal. 53
Universitas Sumatera Utara
36
menggunakan franchise yang dimiliki pemberi franchise. Dengan kata lain, perusahaan yang menerima lisensi dari Franchisor. c.
Pihak-pihak yang kena dampaknya dari perjanjian franchise : 1.
Franchisee lain dalam system franchise (franchising system) yang sama.
2.
Konsumen atau klien dari franchisee maupun masyarakat pada umumnya.
B. Bentuk Perjanjian Franchise dan Bentuk Franchise Pada dasarnya bentuk perjanjian franchise dibuat secara tertulis berupa akta dibawah tangan dan akta otentik, sedangkan bentuk perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC berupa akta otentik yang dibuat dihadapan notaris oleh para pihak franchisor dan franchisee. Istilah akta merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu acta, dalam bahasa Prancis di sebut dengan acte, sedangkan dalam bahasa Inggris di sebut dengan istilah deed. Akta adalah surat atau tulisan yang berupa suatu dokumen formal. 52 Menurut Abdullah Hasan akta adalah suatu pernyataan tertulis yang merupakan kehendak para pihak yang dibuat oleh seseorang atau oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti dalam pasal hukum.53 Menurut Pasal 1866 KUHPerdata alat-alat bukti terdiri atas, bukti tulisan, bukti dengan saksi, persangkaa, pengakuan, sumpah. Menurut Pasal 1867
52
Hadiyani Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, (Jakarta : Sinar Harapan, 1988), hal, 15. 53 Abdullah Hasan, Perancangan Kontrak, (Jakarta : Sinar Grafika, 2007), hal, 21.
Universitas Sumatera Utara
37
KUHPerdata, pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan otentik maupun dengan tulisan dibawah tangan. Dari defenisi yang disebutkan di atas dapat dikatakan bahwa akta merupakan suatu surat/tulisan yang berisi pernyataan kehendak dari para pihak/orang yang berkepentingan dalam pembenaran tulisan/surat tersebut, pernyataan kehendak yang dibuat secara tertulis tersebut memuat klausul-klausul yang diberikan dengan perbuatan hukum dari orang/para pihak yang membuatnya. Dari segi jenisnya akta dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu : Akat dibawah tangan dan Akta Otentik. Perbedaan akta otentik dan akta dibawah tangan adalah sebagai berikut : 1. Akta Otentik (Pasal 1868 BW) Akta otentik dibuat dalam bentuk sesuai dengan yang ditentukan oleh Undang-Undang, harus dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang, mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna (mempunyai kekuatan
pembuktian
formil
mengenai
waktu,
tanggal
pembuatan,
penandatanganan, tempat pembuatan, identitas yang hadir dan mempunyai kekuatan pembuktian materiil, kalau kebenarannya dibantah, sipenyangkal harus membuktikan ketidakbenarannya. 2. Akta Dibawah Tangan Tidak terikat bentuk formal, melainkan bebas, dapat dibuat bebas oleh setiap subjek hukum yang bekepentingan, apabila diakui oleh penandatangan tidak disangkal baru mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, sama halnya dengan akta otentik, tetapi bila kebenarannya disangkal, pihak yang
Universitas Sumatera Utara
38
mengajukan sebagai bukti yang harus membuktikan kebenarannya (melalui bukti saksi-saksi). Perjanjian franchise dapat dilakukan dalam bentuk akta dibawah tangan dan dapat pula dibuat dalam bentuk akta otentik. Pembuatan akta otentik perjanjian franchise dibuat oleh pejabat publik/umum dalam hal ini adalah seorang Notaris. Akta otentik yang dibuat oleh notaris merupakan suatu alat bukti yang paling sempurna apabila terjadi perselisihan (perkara) di depan pengadilan. Rumusan yang diberikan oleh Depdagri54 yang merupakan hasil penelitian dengan IIPM Jakarta55 hanya memberikan uraian bahwa karakter kontrak kerja sama dalam bisnis franchise tersebut diharapkan : 1. Ada kesepakatan kerja sama yang tertulis 2. Selama kerja sama tersebut pihak franchisor mengizinkan franchisee menggunakan merek dagang dan identitas usaha milik franchisor dalam bidang usaha yang disepakati. Penggunaan identitas usaha tersebut akan menimbulkan asosiasi pada masyarakat adanya kerja sama produk dan jasa dengan franchisor. 3. Selama kerja sama tersebut pihak franchisor memberikan jasa penyiapan usaha dan melakukan pendampingan berkelanjutan pada franchise. 4. Selama kerja sama tersebut franchisee mengikuti ketentuan yang telah disusun oleh franchisor yang menjadi dasar usaha yang sukses. 54
1996.
55
Sebelum Departemen tersebut digabung dengan Departemen Perindustrian pada tahun Hasil Penelitian Depdag dan IPPM
Universitas Sumatera Utara
39
5. Selama kerja sama tersebut franchisor melakukan pengendalian hasil dan kegiatan dalam kedudukannya sebagai pimpinan sistem kerja sama. 6. Kepemilikan dari badan usaha yang dijalankan oleh franchisee adalah sepenuhnya franchisee. Secara hokum franchisor dan franchisee adalah dua badan usaha yang terpisah. Sebagaimana dikemukakan oleh Douglas J. Queen, bentuk franchise terdiri atas :56 a.
Franchise Format Bisnis Disini franchise memperoleh hak untuk memasarkan dan menjual produk
pelayanan di wilayah tertentu dengan standar operasional dan pemasaran. Adapun jenis format bisnis franchise terdiri atas :57
b.
1.
Franchise pekerjaan;
2.
Franchise usaha; dan
3.
Franchise investasi
Franchise Distribusi Produk Dalam bentuk franchise ini, franchise memperoleh lisensi eksklusif untuk
memasarkan produk dari suatu perusahaan tunggal dalam lokasi yang spesifik. Di samping itu, franchisor dapat juga memberikan franchise wilayah, di mana franchisee ataupun sub pemilik franchise membeli hak untuk mengoperasikan/ 56
Douglas J. Queen, Pedoman Membeli dan Menjalankan Franchise: Tuntutan Langkah Demi Langkah Menuju Keberhasilan Suatu Franchise, PT. Elex Media komputindo, Jakarta, 1993, hal. 5-7. 57 Juajir Sumardi, Aspek-Aspek Hukum Franchise dan Perusahaan Transnasional, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal. 18.
Universitas Sumatera Utara
40
menjual franchise di wilayah geografi tertentu. Sub pemilik franchise bertanggung jawab atas beberapa atau seluruh pemasaran franchise, melatih dan membantu pemegang franchise baru, dan melakukan pengendalian dukungan operasi serta program penagihan royalty. Franchise wilayah memberikan kesempatan kepada pemegang franchise induk untuk mengembangkan rantai usaha agar perkembangannya lebih cepat, di mana keahlian manajemen dan resiko terhadap financial merupakan tanggung renteng antara pemegang franchise induk dengan sub pemegangnya. Namun demikian tentu saja pemegang induk menarik royalti dan penjualan produk. Adapun Lieberman, membagi operasi bisnis franchise ke dalam tiga kategori, yaitu : a.
Distributorship or product Franchise Melalui lisensi manufaktur seorang distributor menjual produk produknya, misalkan automobile dealership, gasoline station operation.
b.
Business Format Franchises Franchisee menjadi bagian (anggota kelompok) dari usaha yang dimiliki oleh franhchisor, misalkan fast food chains, real estate brokerages, dan beberapa firma akunting yang dijalankan melalui system ini,
c.
Manufacturing Plants Franchisor memberi izin kepada franchisee untuk menjual produknya di bawah standar yang dipersyaratkan franchisor. Bentuk semacam ini biasanya untuk produk-produk barang elektronik.
Universitas Sumatera Utara
41
Kemudian
di
Amerika
Serikat,
Federal
Trade
Commision
mengidentifikasikan franchise ke dalam 3 jenis yaitu : a.
Business Format Franchise Franchisee diberi lisensi untuk melakukan usaha dengan menggunakan paket bisnis dan merek yang telah dikembangkan oleh franchisor, misalnya jenis ini ada paket usaha fast food, hotel, dan bisnis bantuan serta pelayanan (business aid and services).
b.
Product Franchise Franchisor menghasilkan produk dan franchisee menyediakan outlet untuk produk yang dihasilkan oleh franchisor. Jenis franchise ini dipakai misalnya pada keagenan sepatu, pompa bensin, dan lain-lain.
c.
Business Opportunity Ventures Franchisee mendistribusikan produk dan jasa sesuai dengan system yang diterapkan oleh franchisor walaupun produk dan jasa tersebut tidak menggunakan merek dagang franchisor, contoh dari jenis ini adalah vending machine. Secara singkat Bryce Webster mengemukakan bentuk-bentuk franchise ke
dalam 4 kategori, yaitu : 58 a.
Product Franchise Pada bentuk ini, franchisee berdasarkan lisensi yang diperoleh dari 58
Muhammad Hidayana, Perlindungan Hukum terhadap Perjanjian Franchise Di Indonesia, UI, Jakarta, 1995. hal. 56.
Universitas Sumatera Utara
42
franchisor menjual barang-barang hasil produksi franchisor, sehingga membawa merek
dagang
franchise.
Hubungan
yang
muncul
adalah
hubungan
distributorship antara franchisee dengan franchisor. Franchise bentuk ini, dewasa ini masih digunakan antara lain pada industri automotif. b.
Manufacturing Franchises Pada bentuk ini, franchisor memberikan bahan-bahan rahasia (secret ingredients atau know how) yang menjadi dasar bagi produksi franchisor. Franchisee hanya tinggal menjual produksi barang-barang tersebut sesuai dengan standar produksi dan merek yang telah ditetapkan oleh franchisor. Contoh dari bentuk ini adalah pada industri soft drink, antara lain coca cola, pepsi, dan lainlain.
c.
Business Format Franchising Sebagaimana pengertian sebelumnya, bentuk ini sangat popular dewasa ini. Franchisor memberikan lisensi kepada franchisee untuk menggunakan nama franchisor. Namun dalam mengikuti metode standar pengoperasian dan berada di bawah pengawasan franchisor. Di samping itu, franchisee harus membayar fee atau royalti kepada franchisor. Sebagaimana contohnya adalah fast food chain seperti California Fried Chicken, McDonald’s, Texas Fried Chicken.
d.
Business Opportunity Ventures Franchisee di sini menggunakan sistem yang dimiliki franchisor dalam menjalankan dan menjual produknya. Bentuk franchise yang semacam ini dapat dicontohkan antara lain seperti vending machine (penjualan mesin).
Universitas Sumatera Utara
43
Dari berbagai bentuk franchise yang dikemukakan tersebut di atas sebenarnya ada beberapa kesamaan yang mendasar meski penamaan bentuk-bentuk franchise berbeda-beda. Kesamaan yang mendasar dari bentuk-bentuk franchise yang berkembang dan dikembangkan selama ini adalah penggunaan sistem kerja dengan sistem bisnis franchise yang telah distandarkan oleh franchisor bagi mekanisme bisnis franchise yang akan dijalankan oleh franchisee. C. Jenis Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) 1.
Merek Dagang Menurut Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 merek adalah tanda yang berupa gambar, nama kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa,59 merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya,60 merek dagang menjadi objek perjanjian franchise oleh karena merek dagang yang semula menjadi hak monopoli franchisor untuk menggunakan pada barang-barang atau jasa-jasa yang dijualnya kemudian disebabkan perjanjian franchise, franchisee diberi izin untuk menggunakan pada produk yang dijualnya, merek dagang dapat dikatakan jantung dari perjanjian franchise. 59 60
Lihat Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek. Lihat Pasal 1 angka (2) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
Universitas Sumatera Utara
44
Dalam perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC pemilik franchise (franchisor) memiliki hak merek atas nama Bengkel Sehat-Pro Auto Clinic yang diberikan (dilisensikan) kepada penerima franchise (franchisee) untuk menggunakan hak merek tersebut selama jangka waktu tertentu. 2.
Rahasia Dagang (Trade Secret) Menurut Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum dibidang teknologi dan/atau bisnis mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha dan juga dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang.61 Hak rahasia dagang adalah hak atas rahasia dagang yang timbul berdasarkan UndangUndang ini. Rahasia Dagang memiliki 4 macam unsur, yaitu : a. Informasi di bidang teknologi dan/atau bisnis b. Yang dijaga kerahasiaanya c. Tidak diketahui oleh umum, dan d. Memiliki nilai komersial.62 Rahasia dagang atau trade secret ini sangat penting terutama dalam hal franchise chain-style business atau business format franchise dan manufacturing franchise karena pada kedua macam franchise tersebut franchisee diberi hak untuk mengetahui dan mempergunakan rahasia-rahasia
61
Lihat Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Insa Budi Maulana, dan Dwi Koendoro BR, 2001, “Komik Tentang Perlindungan HAKI di Indonesia”, Yayasan Klinik HAKI (IP Clinic) dan Japan International Cooperation Agency (JICA), Jakarta, hal. 67. 62
Universitas Sumatera Utara
45
tersebut. Sehubungan dengan hal itu, dalam rumusan perjanjian akan ditentukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang menyangkut kewajiban franchisee untuk tidak menyingkapkan rahasia tersebut kepada pihak ketiga dan menentukan lebih lanjut unsur manajemen perusahaan franchisee yang boleh dan tidak boleh mengetahui rahasia tersebut, pembatasan kepada franchisee di dalam menggunakan rahasia tersebut, dan sanksi-sanksi yang dapat dituntutkan kepada franchisee apabila kewajiban-kewajiban tersebut dilanggar. Trade secret, knowledge dan know-how bukan merupakan hak milik mutlak yang mendapat perlindungan khusus sebagaimana paten, merek dagang, ataupun hak cipta. Oleh karena itu perlindungan yang paling efektif dapat diperoleh dari perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Rahasia dagang tidak dikenal adanya permohonan pendaftaran hak seperti dibidang HAKI lainnya. Bidang rahasia dagang hanya mengenal adanya permohonan pemberian lisensi rahasia dagang dan permohonan pengalihan rahasia dagang. Dalam pemberian lisensi rahasia dagang, pihak pemilik atau pemegang rahasia dagang tetap menjaga kerahasiaan temuannya dengan cara mengirim tenaga ahli yang khusus ditugaskan untuk menjalankan kerahasiaannya temuannya tersebut. Hal ini juga dijumpai dalam perjanjian doorsmeer mobil PAC. Dari sudut franchisor (franchise), franchise dapat dianggap sebagai sekelompok hak milik intelektual; dari sudut franchisee (franchise), franchise dapat dianggap sebagai paket bisnis; sedangkan dari sudut hukum, franchise adalah suatu
Universitas Sumatera Utara
46
kontrak atau perjanjian kerja sama standar, dari sudut pemerintah dan masyarakat umum dianggap sebagai hubungan kemitraan usaha.63 Objek dalam perjanjian franchise adalah lisensi. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Franchisor kepada franchisee. Berdasarkan kriteria tersebut, maka lisensi dibagi menjadi tiga macam : 64 a.
Licence exchange contract, yaitu perjanjian antara para pesaing yang bergerak dalam kegiatan yang sama atau memiliki hubungan yang erat, sehingga disebabkan masalah-masalah teknis, mereka tidak dapat melakukan kegiatan tanpa adanya pelanggaran hak-hak termasuk hak milik perindustrian dari pihak lain.
b.
Return contract, artinya perjanjian ini tampak dari luarnya saja sebagai perjanjian lisensi, namun sebenarnya bukan perjanjian lisensi dalam arti sebenarnya. Perjanjian tersebut dibuat semata-mata untuk tujuan penyelundupan pajak, dengan cara seolah-olah suatu cabang perusahaan di suatu negara tertentu membayar royalti kepada perusahaan induknya di negara lain.
c.
Perjanjian lisensi dalam arti sebenarnya, tanpa camouflaging effects sebagaimana diuraikan di atas. Pemberian lisensi dalam franchise seyogianya digolongkan sebagai lisensi
dalam arti yang sebenarnya. Franchise diselenggarakan berdasarkan perjanjian 63
V. Winarto, Pengembangan Franchise (Franchise) di Indonesia; Aspek Hukum dan Non Hukum, Makalah dalam Seminar Aspek-Aspek Hukum Tentang Franchising oleh Ikadin Cabang Surabaya, 23 Oktober 1993, hal. 8. 64 Handri Raharjo, Hukum Perjanjian Di Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2009), hal. 135
Universitas Sumatera Utara
47
tertulis antara pemberi franchise dengan penerima franchise dengan memerhatikan hukum Indonesia. Perjanjian lisensi dan franchise, sebagaimana perjanjian pada umumnya, harus memenuhi “Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian” seperti diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata,65 yaitu adanya : a. Kesepakatan mereka yang mengikat diri; b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; c. Suatu hal tertentu; d. Suatu sebab yang halal. Syarat sah pertama berkaitan dengan asas kebebasan berkontrak, sehingga dalam membuat kesepakatan tidak ada unsur paksaan, kekeliruan, dan penipuan. Syarat sah kedua berkaitan dengan syarat kecakapan hukum, di mana dalam Pasal 1330 KUHPerdata dinyatakan bahwa ada 2 hal yang tergolong tidak cakap hukum,66 yaitu : a. Orang di bawah umur, yaitu orang yang belum kawin atau belum berumur 21 tahun; dan b. Orang yang berada di bawah pengampuan, yaitu orang dewasa yang telah berumur di atas 21 tahun tetapi tidak mampu karena : pemabuk, gila, pemboros.
65 66
Lihat Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Lihat Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Universitas Sumatera Utara
48
Syarat sah ketiga berkaitan dengan objek hukum atau benda yang diperjanjikan, yang dapat berupa benda berwujud, benda tidak berwujud, benda bergerak, atau benda tidak bergerak. Syarat sah keempat mengharuskan suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan hukum yang berlaku.67 Perjanjian lisensi HAKI dan Franchise tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang No. 8/1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang 8/1999 menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang mencatumkan klasul baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat di baca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.68 Pelarangan ini diperlukan karena dalam praktik di lapangan banyak ditemui adanya perjanjian baku yang dibuat secara sepihak oleh produsen yang dapat merugikan konsumen, karena perjanjian tersebut memuat aturan-aturan yang tidak jelas, tersembunyi, sulit dipahami, atau mengandung berbagai macam tafsir yang berpotensi menimbulkan konflik di kemudian hari. Perjanjian lisensi HAKI dan Franchise tidak boleh melanggar UndangUndang 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), sesuai Pasal 35 huruf (a), memiliki tugas melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan
67
hal, 35.
Iswi Hariyani, Prosedur Mengurus HAKI yang benar. Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2010.
68
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, “Hukum Perlindungan Konsumen”, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004. hal. 108.
Universitas Sumatera Utara
49
prakti monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur Pasal 4 sampai Pasal 16. Sesuai Pasal 36 huruf (I) KPPU dapat menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan UndangUndang 5/1999.69 D. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam perjanjian franchise, harus ada keseimbangan antara hak dan kewajiban di antara kedua belah pihak, yaitu pemberi franchise (franchisor) dan penerima franchise (franchisee). Hak franchisor menurut Kepmen Perindustrian dan Perdagangan No. 259/MPP/Kep/1997 tanggal 30 Juli 1997 adalah :70 1.
Melakukan pengawasan jalannya franchise;
2.
Memperoleh laporan berkala atas jalannya usaha franchise tersebut;
3.
Melaksanakan inspeksi pada usaha franchisee untuk memastikan semua berjalan sebagaimana mestinya;
4.
Sampai batas tertentu, mewajibkan franchisee dalam hal-hal tertentu membeli barang-barang tertentu dari franchisor;
5.
Mewajibkan franchisee untuk merahasiakan, HAKI, penemuan, atau ciri khas usaha franchise tersebut;
69
Lihat Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 70 Republik Indonesia, Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.259 /MPP/Kep /1997 tanggal 30 Juli 1997
Universitas Sumatera Utara
50
6.
Mewajibkan franchisee untuk tidak melakukan kegiatan yang sejenis, serupa, atau apa saja yang bisa menimbulkan persaingan usaha baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha franchise tersebut;
7.
Menerima pembayaran royalty fee;
8.
Meminta dilakukannya pendaftaran atas franchise yang diberikan kepada franchisee;
9.
Jika franchise berakhir, franchisor berhak meminta kepada franchisee untuk mengembalikan semua data, informasi maupun keterangan yang diperoleh franchisee selama masa pelaksanaan franchise;
10. Jika franchise berakhir, franchisor berhak melarang kepada franchisee untuk memanfaatkan lebih lanjut semua data, informasi, maupun keterangan yang diperoleh franchisee selama masa pelaksanaan franchise; 11. Jika franchise berakhir, franchisor berhak untuk tetap mewajibkan franchisee untuk tidak melakukan kegiatan yang sejenis, serupa, atau apa saja yang bisa menimbulkan persaingan usaha baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha franchise tersebut; 12. Pemberian franchise, kecuali yang bersifat eksklusif, tidak menghapuskan hak franchisor untuk tetap memanfaatkan, menggunakan, atau melaksanakan sendiri Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), penemuan, atau ciri khas franchise tersebut. Di sisi lain, pemberi franchise juga memiliki kewajiban untuk mengimbangi hak - haknya. Kewajiban franchisor menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan
Universitas Sumatera Utara
51
Perdagangan No. 259 /MPP/Kep /1997 tanggal 30 Juli 1997 adalah :71 1.
Memberikan segala macam informasi yang berhubungan dengan HAKI, penemuan, atau ciri khas franchise, misalnya sistem manajemen usaha, cara penjualan atau cara penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik franchise, dalam rangka pelaksanaan franchise yang diberikan tersebut;
2.
Memberikan bantuan pada franchisee berupa pembinaan, bimbingan, dan pelatihan kepada franchisee. Kewajiban Franchisee menurut Kepmen Perindustrian dan Perdagangan
No.259 /MPP/Kep /1997 tanggal 30 Juli 1997 adalah:72 1.
Melaksanakan seluruh instruksi yang diberikan oleh franchisor kepadanya guna melaksanakan HAKI, penemuan, atau ciri khas usaha franchise tersebut,
2.
Memberikan keleluasaan kepada franchisor untuk melakukan pengawasan dan inspeksi berkala maupun secara tiba-tiba guna memastikan bahwa franchisee telah melaksanakan franchise yang digunakan dengan baik,
3.
Memberikan laporan berkala ataupun laporan khusus atas,
4.
Sampai batas tertentu, membeli barang modal atau barang-barang tertentu dari franchisor,
5.
Menjaga kerahasiaan HAKI, penemuan, atau ciri khas usaha franchise tersebut, baik selama ataupun setelah berakhirnya masa pemberian franchise,
71
Republik Indonesia, Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.259 /MPP/Kep /1997 tanggal 30 Juli 1997 72 Ibid;
Universitas Sumatera Utara
52
6.
Melaporkan segala pelanggaran HAKI, penemuan, atau ciri khas usaha franchise tersebut yang terjadi dalam praktik,
7.
Tidak memanfaatkan HAKI, penemuan, atau ciri khas usaha franchise tersebut selain dengan tujuan melaksanakan franchise yang diberikan,
8.
Melakukan pendaftaran franchise,
9.
Tidak melakukan kegiatan yang sejenis, serupa, atau apa saja yang bisa menimbulkan persaingan usaha, baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha franchise tersebut,
10. Melakukan pembayaran royalty fee yang telah disepakati bersama, 11. Jika franchise berakhir, mengembalikan semua data, informasi, maupun keterangan yang diperoleh franchisee selama masa pelaksanaan franchise, 12. Jika franchise berakhir, tidak lagi memanfaatkan lebih lanjut semua data, informasi, maupun keterangan yang diperoleh franchisee selama pelaksanaan franchise, 13. Jika franchise berakhir, tidak lagi melakukan kegiatan yang sejenis, serupa, atau apa saja yang bisa menimbulkan persaingan usaha baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha franchise tersebut. Dalam
perjanjian
franchise doorsmeer mobil PAC yang dilakukan
franchisor dan franchisee terdapat pengaturan mengenai hak dan kewajiban para pihak, yaitu: 1. Hak-Hak franchisor yang disebutkan dalam perjanjian franchise antara lain:
Universitas Sumatera Utara
53
a. Memberikan hak eksklusif kepada franchisee selama jangka 4 (empat) tahun waktu perjanjian franchise berlangsung, b. Mendapatkan franchise fee dan royalty fee dari pihak franchisee, c. Mendapatkan laporan secara berkala dari pihak franchisee mengenai jalannya franchise, d. Menetapkan sistem standar operasional yang wajib dilaksanakan oleh pihak franchisee, e. Mewajibkan pihak franchisee untuk tidak menyebarkan informasi yang sifatnya rahasia, f. Mewajibkan pihak franchisee untuk tidak melakukan kegiatan usaha yang sejenis, serupa atau apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya persaingan usaha baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha franchise tersebut, g. Berhak untuk menentukan supplier yang akan digunakan oleh pihak franchisee, h. Mewajibkan pihak kedua mengimplementasikan segala perubahan yang ditetapkan dan yang dianggap perlu oleh pihak franchisor, i. Memeriksa usaha yang dijalankan oleh pihak franchisee, 2. Sedangkan kewajiban dari franchisor antara lain : a.
Pihak franchisor mengijinkan pihak franchisee menjalankan bisnis dan melakukan kegiatan promosi dengan menggunakan merek dagang Bengkel Sehat-Pro Auto Clinic menurut ketentuan-ketentuan dalam perjanjian,
Universitas Sumatera Utara
54
b.
Pihak franchisor akan memberi petunjuk kepada pihak franchisee mengenai pembelian perlengkapan dan stok awal,
c.
Pihak franchisor akan menyediakan dukungan pelatihan untuk pegawai baru yang direkrut oleh pihak franchisee,
d.
Pihak franchisor akan menyediakan dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan bagi pihak franchisee melalui komunikasi telepon, surat, fax, dan email, dalam hal manajemen umum, operasional sehari-hari, serta strategi pemasaran dan promosi lokal,
e.
Pihak franchisor melakukan langkah-langkah perlindungan atas segala Hak Kekayaan Intelektual Bengkel Sehat-Pro Auto Clinic, bila ada laporan pelanggaran hak kekayaan intelektual yang disampaikan oleh pihak franchisee,
f.
Pihak franchisor akan mengkomunikasikan secara tertulis kepada pihak franchisee mengenai setiap perubahan yang dilakukan terhadap sistem franchise-nya,
g.
Pihak franchisor akan memberikan petunjuk dan informasi tentang harga barang dan cara negosisasi dengan supplier langsung, agar pihak franchisee dapat mendapatkan harga yang kompetitif,
h.
Pihak franchisor akan melakukan kunjungan 2 kali setahun, untuk melakukan evaluasi bisnis dan audit franchise.
3. Hak-hak dari franchisee yang disebutkan dalam perjanjian franchise antara lain :
Universitas Sumatera Utara
55
a.
Pihak franchisee memiliki hak untuk menjalankan bisnis dengan mengunakan atribut milik pihak franchisor, yaitu bengkel Sehat-Pro Auto Clinic.
b.
Pihak franchisee memiliki hak untuk mendapatkan pelatihan awal atau training bagi pihak franchisee dan para pegawainya,
c.
Pihak franchisee mempunyai hak untuk mendapatkan dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan dengan pihak franchisor,
d.
Berkesempatan dan dimungkinkan untuk memperpanjang kerjasama dengan syarat kedua belah pihak telah melakukan kesepakatan terlebih dahulu paling lambat 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu franchise,
4. Sedangkan kewajiban pihak franchisee antara lain adalah : a.
Pihak franchisee wajib membayar franchise fee dan royalty fee kepada pihak franchisor,
b.
Pihak franchisee wajib menjalankan bisnisnya menurut petunjuk tertulis yang diatur dalam pedoman operasional, termasuk perubahan-perubahan yang akan terjadi di waktu yang akan dating,
c.
Pihak franchisee wajib untuk tunduk pada setiap peraturan dan persyaratan lainnya yang mengatur operasional bisnis ini dilokasinya,
d.
Pihak franchisee wajib mendapatkan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pihak franchisor untuk penentuan tanggal launching outlet,
e.
Setelah launching outlet, pihak franchisee wajib melakukan rekrutmen pegawai sendiri menurut petunjuk yang telah ditetapkan oleh pihak franchisor,
Universitas Sumatera Utara
56
f.
Pihak franchisee wajib untuk mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan keseluruhan operasional bisnisnya dalam jumlah dan waktu menurut jadwal yang ditentukan oleh pihak franchisor dan harus dinyatakan lulus terlebih dahulu oleh pihak franchisor,
g.
Pihak franchisee wajib berkonsultasi dan meminta persetujuan tertulis pihak franchisor sebelum melakukan pemasangan iklan, produksi kop surat, amplop, papan reklame, brosur, dan materi promosi lainnya,
h.
Pihak franchisee wajib menyediakan dana operasional yang cukup untuk menjalankan bisnisnya,
i.
Pihak franchisee wajib mengimplentasikan segala perubahan yang ditetapkan dan yang dianggap perlu oleh pihak franchisor,
j.
Pihak franchisee wajib menjalankan bisnisnya dengan standar etika yang tinggi, termasuk membayar tagihan kepada semua pemasok tepat waktu, dan menanggapi keluhan pelanggan dengan cermat,
k.
Pihak franchisee wajib memelihara kebersihan dan kelayakan penampilan outlet-nya menurut standar yang ditetapkan oleh pihak franchisor,
l.
Pihak franchisee wajib mengijinkan setiap orang yang diutus oleh pihak franchisor untuk melakukan pemeriksaan dan audit terhadap pihak franchisee namun tidak terbatas pada aspek pembukuan pihak franchisee, audit gudang milik
pihak
franchisee
sebagai
tempat
penyimpanan
barang-barang
operasional, dan atau audit lainnya yang berkaitan dengan operasional bisnisnya, utusan ini akan membawa surat keterangan atau penugasan,
Universitas Sumatera Utara
57
m. Pihak franchisee hanya akan membeli dari pihak franchisor atau supplier yang ditunjuk atau disetujui, segala bentuk bahan promosi, produk, dan perlengkapan lainnya menurut spesifikasi yang ditetapkan. n.
Pihak franchisee tidak diperkenankan memiliki, memberikan petunjuk atau konsultasi, dan atau mengoperasikan usaha yang mirip dan berpotensi menjadi pesaing terhadap bisnis doorsmeer mobil PAC selama jangka waktu franchise dan setelah berakhirnya hubungan franchise dalam kurun waktu 3 tahun, sebagai akibat tidak diperpanjangnya perjanjian franchise maupun sebagai akibat pencabutan atau pengakhiran perjanjian franchise karena pelanggaranpelanggaran oleh pihak franchisee.
E. Penyelesaian Sengketa Berdasarkan surat perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC yang dibuat dihadapan notaris, hal-hal lain yang tidak atau belum cukup diatur dalam akta ini dan juga perselisihan-perselisihan yang mungkin timbul akan diselesaikan oleh para pihak secara musyawarah dan atau membuat perjanjian tambahan (Pasal 11 akta perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC).73 F. Pelaksanaan perjanjian franchise dan Perlindungan Hukum bagi para pihak Syarat sahnya perjanjian dapat diketemukan dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yang berbunyi “Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 (empat) 73
Lihat Pasal 11 Akta Perjanjian Franchise Doorsmeer Mobil PAC.
Universitas Sumatera Utara
58
syarat“ : 74 a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya ; b. Kecakapan untuk membuat perjanjian ; c. Hal tertentu ; d. Suatu sebab yang halal. Keempat unsur tersebut selanjutnya dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang digolongkan kedalam : a. Dua unsur pokok yang menyangkut subyek (pihak) yang mengadakan perjanjian (unsur subjektif); 1. Terjadinya kesepakatan secara bebas diantaranya para pihak yang mengadakan atau melangsungkan perjanjian (kesepakatan bebas). Menurut ketentuan yang diatur dalam KUHPerdata dikatakan bahwa pada dasarnya kesepakatan bebas dianggap terjadi pada saat perjanjian dibuat oleh pihak kecuali dapat dibuktikan bahwa kesepakatan tersebut terjadi karena adanya kekhilafan, paksaan, maupun penipuan, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1321 KUHPerdata yang berbunyi :75 “ Tiada suatu perjanjian pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan “. Kedua belah pihak dalam suatu perjanjian harus mempunyai kemauan yang bebas untuk mengikatkan diri dan kemauan itu harus dinyatakan, pernyataan dapat dilakukan dengan tegas atau secara diam-diam. 74 75
Lihat Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Lihat Pasal 1321 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Universitas Sumatera Utara
59
2. Kecakapan Untuk Bertindak Dalam hal ini kedua belah pihak harus cakap menurut hukum untuk bertindak sendiri, ada beberapa golongan orang oleh Undang-Undang dinyatakan “Tidak Cakap” untuk melakukan perbuatan sendiri. Perbuatan hukum tersebut adalah bagi mereka yang dibawah umur, orang dibawah pengawasan dan perempuan yang telah kawin Pasal 1330 KUHPerdata. Hal-hal yang berhubungan dengan kecakapan, kekuasaan dan kewenangan bertindak dalam rangka perbuatan untuk kepentingan diri pribadi orang perorangan diatur dalam Pasal 1329 sampai dengan Pasal 1331 KUHPerdata. Menurut ketentuan Pasal 1329 KUHPerdata menyatakan bahwa :76 “setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatanperikatan jika oleh Undang-Undang tidak dinyatakan tidak cakap “. Menurut ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata, yang dimaksdu dengan belum dewasa adalah :77 “mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin. Apabila perkawinan dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa. Mereka yang belum dewasa dan tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada dibawah perwalian atas dasar dan dengan cara sebagaimana diatur dalam bagian ketiga, keempat, kelima dan keenam bab ini “. jadi ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata memberi arti yang luas mengenai kecakapan bertindak dalam hukum yaitu: 76 77
Lihat Pasal 1329 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Lihat Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Universitas Sumatera Utara
60
1. Seorang baru dikatakan dewasa jika ia : a. Telah berusia 21 tahun, atau b. Telah menikah; c. Seorang anak yang sudah menikah tetapi kemudian perkawinannya dibubarkan sebelum ia genap berusia 21 tahun tetap dianggap telah dewasa. 2. Anak yang belum dewasa dalam setiap tindakannya dalam hukum diwakili oleh : a. Orang tuanya, dalam hal anak tersebut masih berada dibawah kekuasaan orang tua. b. Walinya, jika anak tersebut sudah tidak berada dibawah kekuasaan orang tuanya. Dengan berlakunya Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 dalam Pasal 50 menyatakan bahwa :78 a. Anak yang belum mencapai umum delapan belas tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada di bawah kekuasaan wali; b. Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya. 3.
Orang yang ditaruh dibawah pengampuan.
Ketentuan mengenai pengampuan diatur dalam Pasal 433 KUHPerdata yang menyatakan bahwa :79 78
Lihat Pasal 50 Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974
Universitas Sumatera Utara
61
“Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap harus ditaruh dibawah pengampuan, pun jika ia kadangkadang cakap mempergunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditaruh dibawah pengampuan karena keborosannya”. Permintaan pengampuan menurut Pasal 436 KUHPerdata harus diajukan kepada Pengadilan Negeri dan dengan menurut surat penetapan Pengadilan Negeri, tempat dimana orang tersebut diletakkan dibawah pengampuan. Disamping syarat subyektif dan syarat obyektif diatas, terdapat azasazas hukum khusus yang dapat dipergunakan sebagai dasar pelengkap untuk dipergunakan oleh para pihak dalam perjanjian Franchise, yaitu antara lain : a. Azas Kebebasan Berkontrak. Diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata menentukan bahwa semua perjanjian / persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Namun hal-hal yang diperjanjikan harus tidak dilarang dalam Undang-Undang serta tidak berlawanan dengan kesusilaan yang baik dan tidak melanggar ketertiban umum Pasal 1337 KUH.Perdata. b. Azas Konsensualitas. Menurut azas ini bahwa perjanjian sudah dianggap ada sejak detik terjadi atau tercapainya kesepakatan tentang hal-hal yang diperjanjikan dengan formalitas tertentu. Dalam azas ini hal yang perlu diperhatikan jika memperpanjang kontrak kerjasama atau memperbaharui kontrak adalah hal-hal lama yang diperjanjikan perlu ditentukan dalam perjanjian 79
Lihat Pasal 433 Kitab Undang-Undang Perdata.
Universitas Sumatera Utara
62
pembaharuan karena bukan tidak mungkin hal-hal lama akan menjadi sumber sengketa antara kedua belah pihak. c. Azas Itikad Baik. Dalam pelaksanaan perjanjian Franchise ini merupakan suatu rangkaian proses timbal balik antara pihak pemilik lisensi dengan penerima lisensi sehingga pihak pemilik lisensi harus benar-benar bias menjamin hak-hak yang akan diberikan kepada pihak penerima lisensi sekaligus harus memenuhi kewajibannya. Perjanjian Franchise merupakan suatu sistem dalam pemasaran barang dan jasa yang melibatkan dua pihak (franchisor dan franchisee). Sistem ini merupakan suatu kiat untuk memperluas usaha dengan cara menularkan sukses. Dengan demikian dalam sistem ini harus terdapat pelaku bisnis yang sukses terlebih
dahulu
dimana
kesuksesan
yang
diperolehnya
tersebut
akan
disebarluaskan kepada pihak lain. Manfaat utama bagi pemilik franchise (franchisor atau pengusaha yang sukses) adalah pengurangan risiko dan investasi modal yang diperlukan untuk suatu keperluan internal atau melalui pembagian bersama keahliannya dan kesuksesannya, maka dalam pembagian keahlian dan kesuksesanya kepada pihak franchisee harus membayar biaya berupa royalty yang berkelanjutan sepanjang keahlian dan kesuksesan pihak franchisor masih digunakan, demikian pula franchisor dapat memperoleh laba melalui pendistribusian barang jika paket franchise tersebut adalah franchise distribusi. Namun demikian franchisor
Universitas Sumatera Utara
63
memikul tanggung jawab tambahan atas bisnisnya yang menuntut banyak usaha, dalam hal ini kewajiban franchisor maka harus bersedia membangun susunan manajemen yang menyediakan dukungan kepada para franchisee.80 Dalam paket dukungan tersebut termasuk komitmen untuk melatih memasarkan, mengendalikan mutu dan dukungan yang berkelanjutan. Disamping itu franchisor juga akan menyediakan pelayanan pemilihan lokasi dan kajiannya, rancangan fasilitas dalam hal bisnis yang mempergunakan peralatan khusus dan bergantung pada arus pelanggan yang terkendali seperti pemeliharaan kendaraan bermotor mempunyai rancangan denah dan teknik peragaan produk yang khas. Juga dalam hal periklanan, pihak franchisor bertanggung jawab untuk melakukan koordinasi dan melaksanakan program periklanan serta promosi.81 Bagi franchisee dapat menikmati suatu sistem bisnis teruji yang dimiliki oleh franchisor yang dalam banyak hal dilengkapi dengan nama dagang yang sudah diterima oleh khalayak ramai. Dengan membuka usaha yang nama dagang dan jenisnya sudah dikenal oleh khalayak ramai maka pihak franchisee terhindar dari risiko yang cukup besar, sebab para pelanggan (khalayak ramai) sudah kenal betul dengan nama dan jenis barang dan jasa yang baru dibuka oleh franchisee sehingga khalayak ramai tidak ragu lagi dengan kualitas yang selama ini dipunyai oleh franchisor yang sukses.
80
Dewi Hartanti, Bisnis Franchise Modal 2 Juta, Cet. I, Indonesia Cerdas, Yogyakarta, 2009,
hal. 28-36
81
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
64
Bagi calon franchisee patut disadari bahwa mencari suatu franchise atau bisnis apapun merupakan suatu proses yang cukup rumit, pembelian suatu bisnis mungkin saja merupakan pembelian tunggal terpenting dalam kehidupan seseorang, hal itu tidak dapat dibandingkan dengan pembelian penting lainnya seperti membeli rumah atau mobil yang tidak melibatkan masalah bahan, operasional dan menejemen, dimana rumah dan mobil tersebut dengan relatif mudah untuk dijual kembali. Oleh karena itu suatu keputusan yang keliru dalam pembelian suatu bisnis ini dapat berakibat utang dalam jumlah besar dan berlanjut seperti pembayaran kembali pinjaman bank atau pembayaran sewa berkepanjangan. Diperlukan suatu ketelitian yang mendalam terhadap bisnis franchise yang mana paling baik dan mendukung serta dapat dijalankan ditempat calon franchisee berada. Setelah menentukan pilihan untuk membeli dan mengoperasikan bisnis yang di-franchise-kan dalam suatu industri yang memenuhi persyaratan baik pendanaan maupun pribadi maka penelitian pembelian siap dimulai. Dalam rangka penelitian tersebut, calon franchisee dapat melakukan langkah-langkah antara lain sebagai berikut : a. Melakukan kontak awal dengan pihak franchisor. Salah satu metode termudah untuk memperoleh informasi mengenai pemilik franchise (franchisor) adalah dengan menjawab iklan yang menawarkan kesempatan franchise atau apabila sedang mengunjungi suatu usaha yang di-
Universitas Sumatera Utara
65
franchise-kan sehingga calon franchisee dapat melakukan kontak langsung guna mengetahui informasi yang akurat dari petugas pemilik franchise. Setelah kontak awal terjadi biasanya pemilik franchise (franchisor) akan mengajukan paket informasi yang terdiri dari bahan promosi disertai daftar pertanyaan yang berfokus kepada kemampuan finansial calon franchisee dan data pribadi lain yang sangat dibutuhkan oleh franchisor untuk menentukan keputusan dalam penjualan bisnis yang di-franchise-kan. b. Melakukan pengkajian terhadap pemilik franchise yang akan dipilih. Tujuan pengkajian ini adalah untuk mengenal franchisor dan bisnis yang difranchise-kan lebih baik, sehingga calon franchise tumbuh kepercayaannya atas kemampuan pemilik dan keberhasilan usaha yang di-franchise-kan tersebut. Sumber informasi lain yang dapat digunakan untuk mengkaji franchisor adalah paket penjelasan franchise yang dibuat oleh pemilik franchise dimana di dalamnya mengandung informasi minimum tentang pemilik franchise dan usaha franchise yang ia promosikan. c. Mengkaji aspek-aspek finansial yang timbul dari pembelian franchise tersebut. Aspek-aspek finansial yang perlu dikaji dalam hal ini adalah sejauh mana imbalan dari mengoperasikan suatu bisnis akan disertai dengan kewajiban finansial. Untuk mengetahui hal ini maka dapat dilihat pada dokumen penjelasanyang dibuat oleh pemilik franchise, jika tidak jelas maka sebaiknya
Universitas Sumatera Utara
66
calon pemegang franchise meminta perincian yang mendetail mengenai kewajiban finansial seperti misalnya : perkiraan investasi modal untuk peralatan, gedung, biaya awal pembukuan dan biaya franchise yang harus dibayarkan kepada pemilik franchise. d. Mengkaji produk dan pelayanan yang unik dari usaha yang akan di franchise kan. Dalam pengkajian ini diperhatikan adalah persesuaian produk dan pelayanan dengan lokasi dimana hal tersebut akan dipasarkan. Suatu contoh, produk musim dingin tidak akan sesuai bila jual dilokasi yang beriklim panas. Demikian pula suatu makanan, belum tentu disukai oleh konsumen di tempat tertentu tapi dilokasi lain yang berbeda. e. Mengkaji merk dagang dan dukungan staf pemilik franchise yang diberikan kepada franchisee. Merk dagang atau nama dagang dari suatu bisnis yang berhasil adalah aset yang paling berharga, oleh karena itu perlu diketahui merk dagang tersebut sudah mendapat perlindungan hukum seperti paten di negara atau lokasi dimana akan dijalankan oleh calon franchisee dan juga apakah masyarakat sudah mengenal nama dagang tersebut. Disamping itu perlu pula dipertimbangkan mengenai sejauh mana dukungan staf pemilik franchise terhadap franchisor misalnya koordinasi pemasaran, pengendalian mutu, pelatihan dan bantuan operasional. Setelah menentukan suatu keputusan bahwa pembelian bisnis franchise siap dilakukan
Universitas Sumatera Utara
67
maka selanjutnya harus diperhatikan suatu bentuk kerjasamanya. Secara praktik bentuk kerjasama dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu aspek formal, yaitu landasan paling utama dalam hal ini adalah perjanjian kerjasama yang dituangkan secara tertulis. Untuk sempurnanya landasan kerjasama formal ini, maka perlu memperhatikan suatu pedoman atau suatu kebiasaan yang telah berlaku umum (jika belum terdapat ketentuan hukum yang mengaturnya secara khusus) dalam pembuatan proses menuju kesempatan franchise. Aspek relational yang sifatnya operasional dan tidak menutup kemungkinan juga berupa hubungan emosional. Dalam kerjasama ini juga masih ditemukan dalam praktek sejumlah masalah untuk mengatasi masalah masalah operasional yang tergolong kerja sama yang beraspek relational ini dapat dilakukan dengan melalui pendidikan dan pengadaan sarana konsultasi. Dalam hal ini baik pihak calon franchisor maupun pihak calon franchisee sudah harus sepakat untuk melakukan hubungan kerjasama yang saling menguntungkan tersebut dengan penuh kejujuran dan saling percaya satu sama lain. Untuk itu aspek formal dan aspek relational harus benar-benar diperhatikan sebagai dasar bagi hubungan kerjasama di bidang bisnis franchise ini. Berbagai analisis yang menyangkut materi perjanjian yaitu manajemen, royalti, serta penyelesaian sengketa akan memunculkan perhatian khusus bagi campur tangan negara atas lalu lintas franchising terutama aspek perlindungan hukum terhadap franchisee, persoalan yang muncul terhadap bisnis franchise yang ada selama ini tidak terlepas pula oleh aturan atau ketentuan yang secara
Universitas Sumatera Utara
68
tegas mengatur bisnis franchise, sehingga perjanjian yang ada merupakan bentuk perjanjian yang tidak terdaftar/dibawah tangan (unregistered). Pengaturan franchising melalui campur tangan negara bukan berarti berseberangan dengan prinsip-prinsip pasar bebas/perdagangan bebas (free market/free trade), namun lebih tertuju pada penciptaan iklim bisnis franchise yang fair dan transparan, keseimbangan hak dan kewajiban para pihak merupakan dasar bagi pengaturan franchising yang telah begitu marak di Indonesia, disamping itu campur tangan oleh negara, pada prinsipnya, dilakukan sebagai upaya untuk mendinamisasikan perekonomian kelas menengah ke bawah sebagai mitra bisnis dengan perusahaan franchise, bukan dalam pengertian campur tangan yang pertentangan dengan asas kebebasan berkontrak, campur tangan yang dimaksud lebih ditujukan pada pembentukan kebijaksanaan bagi perjanjian franchise yang dibuat para pihak. Ada 2 aspek pokok yang menjadi perhatian menyangkut campur tangan pemerintah/negara, kaitannya untuk melindungi secara hukum keberadaan franchisee dalam suatu perjanjian franchise dengan membuat peraturan tentang franchise secara khusus, mencakup aspek internal dan aspek eksternal. 1. Aspek Internal Aspek Internal ini dimaksud terutama menyangkut eksistensi perjanjian franchise yang eksistensi perjanjian franchise yang ada baik dalam hal pendaftaran (registration), kewajiban untuk terbuka (disclose) bisnis
Universitas Sumatera Utara
69
franchisor kepada franchisee, jangka waktu, royalti maupun persoalan pemutusan hubungan (termination). Mengingat
peraturan
pemerintah
dikeluarkan
sebagai
peraturan
pelaksana daripada undang-undang, maka peraturan pemerintah mengenai franchisee menjadi pedoman bagi para pihak dalam membuat perjanjian franchisee. Sehingga dalam membuat suatu perjanjian franchisee harus mematuhi ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Peraturan pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pasal 3, untuk melakukan usaha franchisor harus memiliki kriteria sebagai berikut:82 1. Memiliki ciri khas usaha. Dalam perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC adalah pemilik konsep pemasaran, persiapan dan penjualan atas usaha franchise yang mempunyai ciri khas jenis usaha doorsmeer. 2. Terbukti sudah memberikan keuntungan. Dalam perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC,
franchisor sudah membuktikan memberikan
keuntungan karena telah menjalankan bisnis doorsmeer mobil sejak tahun 1989, dan telah membangun citra dan reputasi bisnisnya dengan baik dan secara berkelanjutan mengembangkan bisnisnya untuk mencapai standar yang berkualitas tinggi. 3. Memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis. Dalam perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC 82
Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba.
Universitas Sumatera Utara
70
standar atas pelayanan dan barang dan/ atau jasa yang ditawarkan oleh franchisor dibuat secara tertulis dalam Panduan Standar Manual Operasional. 4. Mudah diajarkan dan diaplikasikan. Dalam perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC, jenis franchise yang diperjanjikan adalah doorsmeer dimana pihak franchisor selain memberikan Pedoman Standar Manual Operasional juga menyelenggarakan pelatihan awal atau training bagi franchisee dan para pegawainya. 5. Adanya dukungan yang berkesinambungan. Dalam perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC, franchisor akan memberikan dukungan yang berkesinambungan bagi franchisee berupa dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan melalui komunikasi telepon, surat dan email dalam hal manajemen umum, operasional sehari-hari, strategi pemasaran dan promosi lokal, serta akan senantiasa mengevaluasi dan melakukan perbaikan pada sistem franchise termasuk namun tidak terbatas pada aspek operasional sehari-hari dan menyediakan pelatihan yang dibutuhkan dalam rangka perubahan dan perbaikan yang akan dilakukan nanti. 6. Hak Kekayaan Intelektual yang terdaftar, franchisor telah mendaftarkan merek dagangnya yaitu Bengkel Sehat-Pro Auto Clinic. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Franchise Pasal 4 ayat (1) tertulis yang menyatakan “franchise diselengarakan berdasarkan perjanjian tetulis antara pemberi franchise dengan penerima franchise dengan
Universitas Sumatera Utara
71
memperhatikan hukum Indonesia”. Berdasarkan Pasal diatas, perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis.83 Selain itu berdasarkan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007, perjanjian franchise harus memuat klausula paling sedikit:84 1. Nama dan alamat para pihak. dalam perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC disebutkan bahwa para pihak yang mewakili franchisor dan pihak franchisee. 2. Jenis Hak Kekayaan Intelektual. Dalam perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC franchisor mempunyai Hak Kekayaan Intelektual terhadap Sehat Pro Auto Clinic karena telah mendaftarkan merek dagangnya. 3. Kegiatan usaha. Dalam perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC dijelaskan kegiatan usaha yang akan dilakukan adalah membuka franchise doorsmeer mobil PAC. 4. Hak dan kewajiban para pihak. Didalam perjanjian franchise tersebut sudah dijelaskan hak dan kewajiban franchisor dan hak dan kewajiban franchisee yang dituangkan dalam Pasal 5 dan Pasal 6 perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC. 5. Bantuan fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan dan pemasaran yang memberikan franchise kepada franchisee. Dalam perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC mengenai bantuan fasilitas, bimbingan operasional, 83 84
Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba
Universitas Sumatera Utara
72
pelatihan dan pemasaran juga sudah diperjanjikan dengan dituangkan dalam berbagai Pasal dalam perjanjian franchise yang mereka lakukan. 6. Wilayah usaha. Dalam perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC wilayah pemasaran yang mereka sepakati adalah bertempat di kawasan Jalan Medan – Banda Aceh Jeunieb-Bireuen Provinsi Aceh dimana franchisor memberikan izin kepada franchisee untuk menjalankan usaha franchise-nya di daerah tersebut. Dengan adanya wilayah usaha ini maka tidak diperbolehkan ada franchise doorsmeer mobil PAC lain dalam wilayah pemasaran tersebut kecuali sudah mendapatkan izin dari franchisor. 7. Jangka waktu perjanjian. Jangka waktu franchise yang disepakati dalam franchise doorsmeer mobil PAC adalah 4 tahun dihitung mulai dari tanggal penandatanganan perjanjian yaitu mulai tanggal 13 Juli 2010 hinggal tanggal 13 Juli 2014. 8. Tata cara pembayaran imbalan. Mengenai tata cara pembayaran diatur dalam Pasal 5 perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC yang menyatakan franchise fee sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) untuk masa franchise selama 4 (empat) tahun dan royalty fee tersebut dihitung dari hasil net profit yang diperoleh franchisee yakni sebesar 15 % (lima belas persen) dari profit yang diperhitungkan 3 (tiga) bulan sekali yang harus dibayarkan oleh franchisee kepada franchisor paling lambat tanggal 15 (lima belas) setelah dilakukan perhitungan. Apabila franchisee lalai untuk royalty fee selama 30 (tiga puluh) hari di hitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran,
Universitas Sumatera Utara
73
maka pihak kedua dikenakan denda uang sebesar 3 % (tiga persen) dari yang seharusnya dibayarkan oleh franchisee kepada franchisor, denda mana wajib dibayar oleh franchisee dengan seketika dan sekaligus kepada franchisor. 9. Kepemilikan. Perubahan kepemilikan, dan hak ahli waris. Mengenai hal ini diatur dalam Pasal 8 perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC yang berisi pihak kedua hanya dapat melakuan perubahan kepemilikan perusahaan apabila sudah mendapat persetujuan tertulis dari pihak franchisor. Bila pemegang saham mayoritas pihak franchisee mengalami kematian atau kelumpuhan permanen maka kepemilikan saham secara otomatis beralih kepada ahli waris yang sah menurut hukum. Bila ahli waris dianggap tidak memenuhi syarat untuk mengambil ahli bisnis maka pihak franchisor berhak menempatkan tim manajemen konsultasi khusus dengan biaya sewajarnya, berdasarkan perjanjian konsultasi khusus. Bila ahli waris dianggap tidak memenuhi syarat untuk mengambil alih bisnis, atau tidak berminat untuk menjalankan bisnis tersebut maka ahli waris tersebut berhak menawarkan sahamnya kepada pihak lain. 10. Penyelesaian sengketa. Mengenai masalah penyelesaian sengketa dalam perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC diatur dalam Pasal 11 yang menyatakan apabila terjadi perbedaan pendapat, perselisihan, pelanggaran satu atau beberapa isi dari Pasal-Pasal dalam perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC, maka para pihak sepakat untuk menempuh jalur musyawarah dan/atau membuat perjanjian tambahan (addendum) tersendiri di luar
Universitas Sumatera Utara
74
perjanjian PAC ini. Apabila dalam kurun waktu 90 hari tidak dihasilkan kesepakatan mufakat mengenai penyelesaian akibat perbedaan pendapat, perselisihan, pelanggaran satu atau beberapa isi dari Pasal-Pasal dalam perjanjian ini, maka para pihak sepakat menunjuk Badan Arbitase Nasional Indonesia yang berkedudukan di Medan sebagai satu-satunya tempat penyelesaian perselisihan, dan sepakat untuk mengangap keputusan yang dihasilkan adalah keputusan yang final dan mengikat para pihak untuk melaksanakannya. Segala biaya yang timbul dari penyelesaian melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia dibebankan kepada pihak yang kalah dan menunjuk kepada keputusan final dari badan tersebut. 11. Tata cara perpanjangan, pengakhiran, pemutusan perjanjian. Mengenai pengakhiran perjanjian diatur Pasal 3 ayat (1) dimana apabila jangka waktu perjanjian sudah berakhir dan pihak franchisee tidak mengajukan permohonan perpanjangan masa franchise. Sedangkan mengenai pemutusan perjanjian diatur dalam Pasal 3 ayat (2) yang menyatakan jangka waktu franchise dapat berakhir lebih cepat dari tanggal yang tercantum dari Pasal 3 ayat (1) apabila pihak
franchisor
memutuskan
hubungan
franchising
karena
terjadi
pelanggaran oleh pihak franchisee terhadap perjanjian ini. Selain itu dalam membuat perjanjian franchise harus memperhatikan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 yang menyatakan “Pemberi franchise wajib memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan
Universitas Sumatera Utara
75
operasional manajemen, pemasaran, penelitian, dan pengembangan kepada penerima franchise secara berkesinambungan”. Mengenai hal ini juga sudah diatur di dalam perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC yaitu tentang kewajiban franchisor terhadap franchisee yang isinya antara lain: 1. Franchisor akan memberikan metode dan teknik cara-cara menjalankan usaha sepertia teknik penjualan, teknik promosi dan perdagangan yang berhubungan dengan sistem usaha dan akan memberikan jasa dan bantuan menjalankan usaha pada franchise. 2. Franchisor dari waktu ke waktu akan menerbitkan Standard Operational Procedure (SOP) yang akan menjadi sumber acuan antara lain, bentuk-bentuk formulir yang diperlukan untuk mengoperasikan bengkel doorsmeer mobil PAC tersebut. 3. Franchisor akan menyelenggarakan program latihan secara periodik bagi franchisee dan orang-orangnya pada lokasi-lokasi yang ditentukan oleh franchisor. Dalam Pasal 11 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 dinyatakan “Penerima franchise wajib mendaftarkan perjanjian franchise”. Dalam perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC, franchisee sebagai penerima franchise telah mendaftarkan perjanjian franchise-nya. Berdasarkan analisa diatas dapat dilihat bahwa perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2007 tentang Franchise.
Universitas Sumatera Utara
76
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pembuatan perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku. 2. Aspek Eksternal Aspek ini pada prinsipnya merupakan garis besar kebijaksanaan pembentukan serta penerapan peraturan (yang menyangkut bisnis franchise) oleh Negara mengatur praktek franchising yang semakin marak bahkan masuk hingga daerah tingkat II. Campur tangan Negara dalam mengatur franchising tidak terlepas atas 2 hal pokok, yaitu proses pra perjanjian dilangsungkan oleh para pihak dan pelaksanaan perjanjian. Namun demikian secara umum dapat ditegaskan bahwa aspek eksternal disini adalah pembentukan peraturan yang baik secara langsung maupun tidak langsung menyangkut praktek franchising di Indonesia, seperti peraturan tentang antitrust/anti monopoli, peraturan tentang persaingan usaha (fair business practices). Sebagaimana di Amerika Serikat ketentuan anti trust diatur dalam The Sherman Act, The Clayton Act yang diamandemen dengan Robinson PatmanAct dan The Federal Trade Commission Act, di mana The Sherman Act mengatur 2 ketentuan dasar yang berkaitan dengan perilaku bisnis illegal (Restraint of trade dan monopoli) The Clayton Act dibuat untuk mencegah empat bentuk praktek
Universitas Sumatera Utara
77
bisnis anti persaingan yaitu price discrimination, exclusive dealing and tying contract, anti competitive corporate merger dan interlocking directorates.85 Dalam hal pra perjanjian memang perlu pengaturan tentang mekanisme pendaftaran (registration) terhadap bisnis franchise dan kewajiban untuk memberikan informasi secara terbuka kepada calon franchisee. Hal ini dilakukan agar jangan sampai bisnis franchise yang masuk tersebut merusak sistem perekonomian di Indonesia. Selain itu dapat diantisipasi pula strategi kemitraan yang dapat dilakukan melalui bisnis franchise, seperti melakukan kemitraan dengan pengusaha menengah ke bawah untuk turut dalam franchising yang ada melalui produk-produk tertentu yang dapat dihasilkan, seperti dalam hal alat-alat yang dapat diproduksi pengusaha lokal dapat diserahkan kepadanya. Paling tidak dengan sistem kemitraan semacam ini akan menghindari monopoli dalam bisnis franchise. Akan tetapi perlu diperhatikan, umumnya dilihat dari perjanjian franchise (terutama dengan pihak asing) yang ada selama ini terlihat pihak franchisee (pengusaha lokal) dalam hal barang barang yang akan dikonsumsi di wilayahnya harus diimpor dari Negara asal/principal/franchisor. Penggunaan
terhadap
barang-barang
lokal
harus
seijin
franchisor/prinsipalnya. Tentunya hal semacam ini tidak sejalan dengan globalisasi perdagangan dan tidak memacu perekonomian di daerah atau Negara franchisee. Dalam konteks semacam ini dapat dipahami bahwa aspek 85
Ridwan Khairandy, Urgensi Pengaturan Undang-Undang Anti Monopoli di Indonesia, Jurnal Hukum Ekonomi Edisi IV Tahun 1996, h. 14-16
Universitas Sumatera Utara
78
kepentingan perekonomian Negara franchisee tidak terlindungi. Hal ini di indikasikan pula bahwa bentuk perjanjian franchise yang ada selama ini (sebelum dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 1997) menunjukan bahwa franchisee tidak terlindungi. Hal ini diindikasikan pula bahwa bentuk perjanjian franchise yang ada selama ini, sebelum dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 1997, tidak didaftarkannya (registration) sebagaimana perjanjian lisensi pada umumnya serta tidak adanya keterbukaan (disclosure) dari pihak franchisor. Dalam pra perjanjian franchise ini dapat diawasi pula materi-materi yang memunculkan ketidakseimbangan dalam prakteknya sehingga dapat dicegah terjadinya sengketa di kemudian hari hanya karena ketidak seimbangan yang terdapat di dalam perjanjian franchise tersebut. Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam perjanjian franchise adalah aspek hukum persaingan usaha, karena bentuk usaha franchise ini sangat rentan mengarah ke dalam bentuk persaingan usaha tidak sehat. Oleh sebab itu dalam membuat perjanjian franchise dan pelaksanaan kegiatannya tidak boleh bertentangan dengan hukum persaingan usaha itu sendiri serta menghambat persaingan usaha sehat. Sehingga apabila dalam perjanjian yang berkaitan dengan franchise terdapat unsur yang ternyata dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat, seperti penetapan harga jual, pembatasan pasokan, keharusan untuk membeli produk lain yang tidak terkait dengan franchise dari franchisor; pembagian wilayah, dan larangan untuk
Universitas Sumatera Utara
79
melakukan kegiatan usaha yang sama setelah berakhirnya perjanjian franchise, maka ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tetap dapat diterapkan terhadap pelaku usaha yang mengadakan perjanjian tersebut. Penerapan ketentuan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut pada prinsipnya sejalan dengan ketentuan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UU UMKM) yang menentukan bahwa dalam melaksanakan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 UU UMKM, para pihak mempunyai kedudukan hukum yang setara dan terhadap para pihak berlaku hukum Indonesia. Pasal 26 UU UMKM antara lain mengatur kemitraan dengan pola franchise. Di dalam Pasal 29 UU UMKM kemudian menyebutkan bahwa pelaku usaha yang ingin mem-franchise-kan bisnisnya harus memberikan prioritas bagi usaha kecil dan menengah. Selain itu franchise juga harus mengutamakan penggunaan barang yang berasal dari dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu yang diharuskan dalam franchise tersebut. UMKM merupakan bagian dari dunia usaha dan perekonomian nasional yang mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya dan tujuan pembangunan ekonomi pada khususnya. Sampai saat ini masalah yang sering dihadapi oleh UMKM adalah masalah permodalan, keterbatasan Sumber
Universitas Sumatera Utara
80
Daya Manusia, keterbatasan pengembangan produk, dan keterbatasan akses pemasaran. Oleh karena itu, diharapkan sektor atau pelaku usaha modal besar seperti pelaku usaha franchise mampu menjadi sumber kekuatan terhadap perkembangan dari UMKM itu sendiri dalam hal kemitraan usaha. Untuk mencegah terjadinya praktik franchise yang dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat, diadakannya lembaga independen untuk mengawasi iklim persaingan usaha, yaitu Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). KPPU merupakan komisi negara independen yang dibentuk UndangUndang Nomor 5 Tahun 1999, yang berperan penting dalam pembentukan perekonomian Indonesia yang efisien dengan menjamin adanya kepastian hukum dalam menjalankan usaha. Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 35 butir f Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, bahwa KPPU bertugas antara lain menyusun pedoman yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, KPPU mengeluarkan Peraturan KPPU Nomor 6 Tahun 2009 sebagai pedoman pengecualian penerapan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 terhadap perjanjian yang berkaitan dengan franchise. Perjanjian franchise yang memuat klausul penetapan harga dan persyaratan untuk membeli pasokan barang atau jasa dari pemberi franchise ditinjau dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dan Peraturan KPPU yang berkaitan dengan klausul penetapan harga, KPPU menilai franchisee adalah pelaku usaha mandiri sehingga sesungguhnya bisa menetapkan harga sendiri,
Universitas Sumatera Utara
81
namun franchisor menilai klausul penetapan harga semata-mata untuk menciptakan keseragaman, menjaga reputasi dan sistem franchise, juga mengenai harga franchisor-lah yang lebih faham. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, yang dilarang adalah perjanjian penetapan harga antar pelaku usaha pesaing, sedangkan franchisor dengan franchisee bukanlah pelaku usaha pesaing. Sehingga KPPU harus berhati-hati dalam menyatakan klausul penetapan harga menyebabkan persaingan usaha tidak sehat. Mengenai klausul penunjukkan pemasok dari franchisor, franchisor menilai klausul tersebut untuk menjaga sistem, standar kualitas, reputasi, dan sistem pemasok yang sudah dikomputerisasi termasuk pemasok produk UMKM. Namun KPPU menilai hal tersebut merupakan entry barrier bagi pelaku usaha lain khususnya UMKM dalam memasok barang atau jasa kepada franchisee dengan kualitas yang sama, contoh di doorsmeer mobil PAC peralatan operasional dan suku cadang hanya dipasok oleh pemasok tertentu yang ditunjuk oleh franchisor. Sehingga melanggar ketentuan Pasal 30 ayat 1 dan 2 UU UMKM, Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, PP No. 42 Tahun 2007 serta Peraturan KPPU No. 6 Tahun 2009. Bentuk pengawasan yang dapat dilakukan KPPU terhadap perjanjian franchise dalam mencegah persaingan usaha tidaksehat bagi UMKM, KPPU berperan penting dalam pembentukan perekonomian Indonesia yang efisien dengan menjamin adanya kepastian hukum dalam menjalankan usaha. KPPU
Universitas Sumatera Utara
82
mengawasi dengan melaksanakan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, pelaksanaan penegakan hukum terkait dengan larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang bertujuan untuk membentuk perekonomian Indonesia yang efisien dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif, yang memberikan kepastian bahwa setiap pelaku usaha memiliki kesempatan yang sama dalam berusaha. Selain itu, KPPU juga melakukan pencegahan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Akan tetapi dalam kenyataannya, KPPU hanya bersifat pasif dalam melakukan pengawasan dan pencegahan, khususnya terhadap suatu perjanjian kegiatan usaha franchise, sepanjang tidak ada laporan maka KPPU tidak akan bertindak. Padahal untuk mencegah terjadinya persaingan usaha tidak sehat atau pratek monopoli, KPPU harus bertindak aktif turun ke lapangan, terbukti dengan masih ditemukannya klausul perjanjian franchise yang berpotensi menghambat persaingan usaha yang sehat dan menghambat tercapainya asas demokrasi ekonomi. Usaha Franchise dalam sepuluh tahun terakhir ini berkembang sangat pesat, begitu menggiurkannya mengembangkan usaha dengan metode franchise, namun
banyak pula yang salah mengartikannya sehingga beberapa praktek
usaha franchise dinegara ini kadang-kadang menyesatkan. Ada beberapa alasan
Universitas Sumatera Utara
83
yang membuat pemilik usaha yang telah sukses tertarik untuk me-franchise-kan usahanya yaitu :86 1. Menjadi lebih efisiensi dalam operasional usaha; 2. Memperluas pangsa pasar dan membangun kekuatan merek; 3. Franchise dijadikan sistem untuk mendapatkan dan mempertahankan pelanggan lebih banyak dan lebih membangun loyalitas pelanggan; 4. Terbentuknya kekuatan ekonomi dalam jaringan distribusi; 5. Mencapai target pelanggan lebih efektif melalui kerjasama promosi; 6. Menjual produk dan jasa ke jaringan distributor yang berdedikasi; 7. Menggantikan kebutuhan personel franchisor dengan para operator milik franchisee; 8. Franchisee bermotivasi tinggi karena menyangkut pengembalian investasi dan keuntungan usaha. Ada hubungan yang khas di usaha franchise yaitu franchisor dan franchisee berbagi resiko dalam memperluas pangsa pasar dan pengembangan sumber daya serta potensi lokal dimasing-masing lokasi franchisee. Dengan panduan format bisnis milik franchisor, diharapkan tingkat resiko kegagalan dapat diminimalisasi, karena franchisor-pun senantiasa melakukan perbaikan dan pengembangan sistem agar dapat bersaing dengan bisnis lainnya. Franchisee
86
Evi Diah Puspitawati, Usaha Franchise-Mempersiapkan Usaha Franchise, http://www.konsultanfranchise.com/usaha-franchise-mempersiapkan-usaha-franchise/,terakhir diakses 29 April 2013
Universitas Sumatera Utara
84
diharapkan bisa bertanggung jawab pada usaha yang dijalankannya dengan komitmen yang tinggi untuk berhasil. Perusahaan yang memilih franchise sebagai metode pengembangan usahanya, harus memahami dan mempersiapkan beberapa hal seperti :87 1.
Sudah ada bisnis model yang dijalankan dan terbukti berhasil dengan baik, menguntungkan, standarisasi dijalankan secara konsisten, sistem yang terbukti efektif dan efisien serta tidak tergantung pada figur pembuat sistem.
2.
Tim manajemen yang kuat, yang terdiri dari orang-orang yang punya kemampuan
yang
memadai
untuk
memahami
industri
dan
mengembangkannya (termasuk aspek legal), yang semua itu nantinya akan menjadi metode pengembangan. 3.
Modal yang cukup untuk memulai, mempertahankan dan mengembangkan program franchise serta memastikan dapat menyediakan program dukungan awal dan berkelanjutan bagi franchisee-nya. Kurang matangnya perencanaan bisnis dan struktur modal yang tidak memadai, seringkali menyebabkan gagalnya franchisor dalam melakukan ekspansi.
4.
Merek dagang harus sudah terdaftar, serta identitas usaha lainnya yang sudah distandarisasi seperti : design outlet, logo, seragam, signage, kartu nama, kop surat, packaging dan merchandise lainnya.
87
Evi Diah Puspitawati, Usaha Franchise-Mempersiapkan Usaha http://www.konsultanfranchise.com/usaha-franchise-mempersiapkan-usaha-franchise/, diakses 29 April 2013
Franchise, terakhir
Universitas Sumatera Utara
85
5.
Standard Operating Prosedur (SOP) yang tercetak dan didokumentasikan dengan baik untuk panduan operasional maupun administrasi serta panduan lainnya yang tidak mudah ditiru atau diduplikasi oleh pesaing, serta memastikan franchisee memahami nilai-nilai yang dimiliki perusahaan untuk dijalankan secara konsisten selama jangka waktu perjanjian dan franchisor melakukan kontrol kualitas yang objektif bagi penerapan SOP tersebut
6.
Mempunyai program pelatihan (training) yang komprehensif bagi franchisee, baik yang dilakukan di kantor pusat perusahaan maupun di cabang-cabang dimana franchisee berada sehingga transfer of knowlegde berjalan dengan baik dan duplikasi usaha bisa tercapai sesuai target yang diinginkan. Program pelatihan bukan hanya diawal kerjasama saja, melainkan juga pelatihanpelatihan yang berkelanjutan.
7.
Dukungan staff pelatihan (trainer) yang terampil dan mempunyai komunikasi yang baik serta staff khusus lainnya yang selalu siap untuk memberi bantuan pada franchisee, melakukan kunjungan dan monitoring ke outlet franchisee secara periodik atau pada waktu-waktu tertentu yang diperlukan dalam upaya mengontrol standard kualitas operasional yang dijalankan franchisee.
8.
Dokumen legal lainnya sesuai dengan ketentuan
pemerintah yang
berhubungan dengan usaha franchise serta perjanjian franchise yang lengkap dalam mengatur hak dan kewajiban franchisor dan franchisee. 9.
Mempunyai standard produk atau jasa yang dikembangkan oleh franchisor dengan kualitas standard yang baku dan mampu mendistribusikan pada
Universitas Sumatera Utara
86
franchisee secara tepat waktu, tepat jumlah dan tepat kualitas. Franchisor juga harus peka pada perubahan perilaku konsumen dan trend-trend baru yang berkembang di masyarakat sehingga franchisor mempunyai banyak cara untuk selalu menjadi yang terdepan bahkan beberapa puluh langkah lebih maju dari pesaing. 10. Perlu kehati-hatian dalam menentukan kriteria lokasi yang akan dijadikan standar agar pengembangan desain arsitekturnya menjadi tidak rumit dan biaya yang dibutuhkan masih cukup terjangkau. 11. Franchisor memahami akan terjadinya kompetisi baik langsung maupun tidak langsung dalam menjalankan sistem usaha franchise ini, sehingga perlu dipersiapkan bagaimana strategi pemasaran produk dan layanannya. 12. Perlu dibina hubungan yang baik dengan pemasok (supplier), pemilik tanah atau developer, pemerintahan daerah dan sumber daya lainnya yang terkait dengan operasional agar tercipta hubungan kerja yang profesional dan berkelanjutan. 13. Sistem
perekrutan
calon
franchisee
yang
memungkinkan
bisa
mengidentifikasi dan menyaring calon yang punya kualifikasi keuangan yang memadai, ketajaman bisnis dan pemahaman tentang industri yang akan diperlukan oleh franchisee untuk sukses. 14. Mempunyai sistem pelaporan dan pencatatan yang efektif untuk menjaga performa franchisee dan memastikan bahwa pembayaran royalti dilaporkan
Universitas Sumatera Utara
87
secara tepat waktu, akurat dan konsisten berdasarkan format laporan yang telah ditentukan franchisor. 15. Adanya Research & Development (R&D) yang terus dikembangkan untuk produk dan layanan secara berkelanjutan. 16. Fasilitas sistem komunikasi yang memadai untuk bisa menjangkau komunikasi dengan franchisee diseluruh wilayah usaha, membina hubungan yang baik, mengembangkan dialog yang sehat dan terbuka dengan para franchisee sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya konflik dan kasus hukum dalam jaringan franchise. 17. Memanfaatkan teknologi untuk pemasaran lokal, nasional maupun regional, yang dirancang untuk memudahkan calon franchisee dan pelanggan dalam mengakses informasi atau program yang sedang dijalankan.
G. Upaya Yang Dapat Ditempuh Franchisor Apabila Franchisee Tidak Melaksanakan Sistem Usaha Atau Standard Kualitas Yang Telah Ditentukan Dalam Perjanjian Franchise Doorsmeer Mobil PAC. Kepentingan para pihak dalam penggunaan klausula eksonerasi dalam perjanjian kerjasama franchise Bengkel Sehat-Pro Auto Clinic Jalan Medan – Banda Aceh Jeunieb – Bireuen Provinsi Aceh, bila dilihat dari pemberi franchise yaitu melindungi usaha franchise-nya dari kerugian yang diperbuat oleh pihak lawannya baik sengaja atau tidak sengaja dalam perjanjian. Sedangkan dari pihak penerima franchise, lebih banyak pengaturan dan tanggung jawab yang dipikul dalam menjalankan perjanjian dengan pemberi franchise.
Universitas Sumatera Utara
88
Menurut Adrian Sutedi alam bukunya Hukum Franchise menyebutkan hal-hal yang diatur oleh hukum dan peraturan perundang-undangan merupakan yang harus ditaati oleh para pihak dalam perjanjian waralaba, jika para pihak mematuhi semua peraturan tersebut, maka tidak akan muncul masalah dalam pelaksanaan perjanjian waralaba akan tetapi, sering terjadi penyimpangan, penyimpangan menimbulkan wanprestasi, wanprestasi terjadi ketika salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana tertera di dalam perjanjian franchise. Adanya wanprestasi dapat menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak, terhadap kerugian yang ditimbulkan dalam pelaksanaan perjanjian franchise ini berlaku perlindungan hukum bagi pihak yang di rugikan, yaitu pihak yang dirugikan berhak menuntut ganti rugi kepada pihak yang menyebabkan kerugian, kemungkinan pihak yang dirugikan mendapat ganti rugi, merupakan bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh hukum Indonesia. Hal ini dapat mengajukan perlindungan hukum bagi para pihak yang dirugikan. Perlindungan hukum dalam suatu perjanjian merupakan unsur yang sangat penting yang terus ada. Perlindungan hukum di sini terkait dengan masalah perlindungan hak bagi para pihak dalam perjanjian, apabila ada salah satu pihak dalam perjanjian dirugikan oleh pihak lain dalam suatu perjanjian. Setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik untuk melindungi para pihak dalam perjanjian franchise diperlukan perlindungan hukum para pihak yaitu penyelesaian sengketa perjanjian.
Universitas Sumatera Utara
89
Perjanjian kerjasama franchise Bengkel Sehat-Pro Auto Clinic Jalan Medan – Banda Aceh Jeunieb – Bireuen Provinsi Aceh. Menurut Pasal 11 menyebutkan halhal lain yang tidak atau belum cukup diatur dalam akta ini dan juga perselisihanperselisihan yang mungkin timbul akan diselesaikan oleh para pihak secara musyawarah dan/atau membuat perjanjian tambahan (addendum) tersendiri di luar akta ini. Klausula diatas dapat disimpulkan bahwa setiap sengketa diselesaikan dengan musyawarah dan tidak tertutup kemungkinan penyelesaian sengketa kerjasama franchise Bengkel Sehat-Pro Auto Clinic Jalan Medan – Banda Aceh Jeunieb – Bireuen Provinsi Aceh dapat diselesaikan di Pengadilan Negeri setempat. Penyelesaian sengketa dengan musyawarah adalah cara penyelesaian yang efektif mengingat franchise merupakan usaha kerjasama antara pihak yang dapat saling menguntungkan, sudah selayaknya dapat diselesaikan dengan baik, sedangkan penyelesaian di pengadilan dapat mempengaruhi reputasi atau nama baik kedua belah pihak, dalam untuk mendapatkan keputusan. Selain itu upaya yang dapat ditempuh franchisor apabila franchisee tidak melaksanakan sistem usaha atau standar kualitas yang telah ditentukan dalam perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC adalah dengan memberikan surat teguran dan teguran keras, apabila franchisee tidak mengindahkan teguran tersebut, maka franchisor akan memberikan surat peringatan 1, surat peringatan 2, dan surat peringatan 3, apabila franchisee tidak juga mengindahkan adanya surat teguran dan peringatan tersebut maka penutupan layanan akses, penetapan denda atau pemutusan
Universitas Sumatera Utara
90
hubungan kerjasama akan diterbitkan oleh franchisor dan atau master franchise kepada franchisee.
Universitas Sumatera Utara