Khumarga, Penelitian tentang Waralaba (Franchise)
PENELITIAN TENTANG WARALABA (FRANCHISE) APAKAH MERUPAKAN SALAH SATU BENTUK PERJANJIAN TERTENTU YANG DIATUR DALAM KUHPERDATA D.Khumarga (Dosen Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan) ABSTRACT Franchise agreement is generally an agreement between a supplier of a product or service or an owner of a desired trademark or copyright (FRANCHISOR), and a reseller (FRANCHISEE) under which the franchisee agrees to sell the franchisor's product or service or to do business under the franchisor's name. A franchise is an agreement which gives the transferee the right to distribute, sell or provide goods, services or facilities, within a specified area, the cost of obtaining a franchise may be amortized over the life of the agreement. In agreement, a franchise is a capital asset and results in capital gains, or loss if all significant powers, rights on continuing interests are transferred pursuant to the sale of a franchise Keywords: Franchise; Franchisor; Franchisee; Agreement; Trademark; Copy right; Amortize; Capital asset; Capital gains; the right; Supplier; Specified area.
I. Pendahuluan Pengertian Istilah franchise berasal dari kata kerja Perancis yakni 'affrancir' yang berarti 'to free'. Sehingga 'to franchise' berarti memberikan suatu kebebasan untuk berbuat sesuatu dalam
konteks wirausaha untuk menjalankan sendiri suatu usaha tertentu di wilayah yang tertentu pula. 1 Selanjutnya dalam kepustakaan lain Lloyd T. Tarbutto mengatakan bahwa kata 1
Dov Izraeli, Franchising and The Total Distribution System, (London: Longman, 1972), hal.3
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No. I, Juli 2002
J
Khumarga, Penelitian tentang Waralaba (Franchise)
franchise yang berasal dari kata kerja 'affranchir' dapat pula diartikan sebagai 'free from servitute'2 (bebas dari perhambaan). Hal mana terlibat dari hubungan antara Pemberi Franchise dan Penerima Franchise dewasa ini merupakan hubungan yang seimbang / sederajat atau hubungan koordinasi dan bukan hubungan yang bersifat subordinasi. Ada berbagai definisi yang terus dikembangkan oleh para pakar, pengamat, dan praktisi yang tergabung dalam berbagai asosiasi waralaba (franchise) di dunia international, guna menggambarkan konsep dasar dari franchise. Henry Campbell Black,3 dalam Black's Law Dictionary memberikan beberapa pengertian mengenai franchise sebagai berikut: 1) Franchise is a special privilege to do certain things con2
Lloyd T. Tarbutton, Franchising: The How - To Book (Englewood Cliffs, N.J., 1986), hal.2. 3 Baca Black, Black's Law Dictionary, Sixth Edition (T.tp: Minn West Publishing Co. 19990), hal 685 2
Law Review, Fakultas Hukum
ferred by government on individual or corporation, and which does not belong to citizens generally of common right; e.g., right granted to offer cable television service. 2) Franchise is a privilege or sold, such as to use a name or to sell product or service. The right given by a manufacturer or supplier to a retailer to use his products and name on terms and conditions mutually agreed upon. 3) Franchise is a license from owner of a trade mark or trade name permitting another to sell a product or service under that name or mark. Dari beberapa pengertian di atas, Black melihat franchise sebagai suatu preferen atau suatu hak istimewa yang diberikan oleh franchisor (pemberi) terhadap individu atau perusahaan untuk melakukan sesuatu yang belum merupakan hak dari setiap warga negara. Di samping itu, franchise juga merupakan hak istimewa atas suatu penjualan barang dan jasa, dimana hak tersebut diberikan oleh pemberi franchise kepada penerima franchise untuk menggunakan namanya sesuai persyaratan yang ditentukan. Juga Pelita Harapan, Vol. II, No. J, Juli 2002
Khumarga, Penelitian tentang Waralaba (Franchise)
merupakan suatu lisensi dari pemilik merk dagang atau nama dagang yang diperbolehkan kepada pihak lain untuk menjual suatu produk atau pelayanan berdasarkan merk atau nama dagang tersebut. David J. Kauffmann, 4 mendefinisikan franchise sebagai berikut: Franchising is a system of marketing and distribution whereby a small independent businessman (the franchisee) is granted-in return for a feeāthe right to market to goods and services of another (the franchisor) in accordance with the established standards and practise of the franchisor, and with its assistance. Dengan demikian, Kauffman melihat dimana suatu betuk atau sistem pemasaran dan pendistribusian dimana suatu bisnis berskala kecil dan independen yang merupakan "Franchise" (Penerima Franchise) di berikan hak untuk memasarkan barang dan jasa dari pihak lain yang disebut sebagai "Franchisor" (Pemberi Fran4
Kauffmann, Op.cit.. hal.17
chise) sesuai yang ditentukan, serta pihak franchisee akan membayar "fee" sedangkanpihak franchisor akan memberikan bantuannya.5 Lebih lanjut kaufmann6 mengemukakan perkembangan franchise ini sebagai berikut: Franchising is the evolutionary business response to the massive amounts of capital required to establish and operate a company owned network ofproduct or service vendors. Jadi disamping sebagai suatu sistem pemasaran serta pendistribusian barang dan jasa, maka franchise merupakan wujud dari suatu evolusi dalam dunia bisnis.
5
Jadi Francise dapat dianggap sebagai bentuk perkawinan/perpaduan antara bisnis berskala besar dan berskala kecil dimana francisor dapat memperoleh sumber-sumber baru dari perluasan modal, pendistribusian pasar baru, pihak penjaja produknya, sementara franchisee memperoleh produk, keahlian, stabilisas dan kecerdasan pemahaman tentang pemasaran yang dimiliki franchisor sebagai perusahaan yang telah maju dan besar. 6 Kaufmann, Ibid., hal. 17-18
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No. 1, Juli 2002
3
Khumarga, Penelitian tentang Waralaba (Franchise)
Douglas J. Quenn7 memberikan pengertian franchise sebagai berikut: Mem-franchise-kan adalah suatu metode perluasan pemasaran dan bisnis. Suatu bisnis memperluas pasar dan distribusi produk serta pelayanan dengan membagi bersama standar pemasaran dan operasional. Pemegang franchise yang membeli suatu bisnis yang menarik manfaat dari kesadaran pelanggan akan nama dagang, system teruji dan pelayanan lain yang disediakan pemilik franchise. Abdurrahman 8 dalam Ensiklopedia ekonomi Keuangan 7
J. Quenn. Pedoman Membeli dan Menjalankan Franchisee, diterjemahkan oleh PT Elex Media Komputindo, (Jakarta, 1993), hal. 4-5. Lebih lanjut dalam buku tersebut Queen mengemukakan bahwa pemilik franchise memperkenankan pemegang franchise menggunakan nama dagang, produk, teknik dan proses franchise, sementara mengharuskan diikutinya standar melalui suatu persetujuan lisensi. Kekuatan system dan kemauan baik yang diasosiasikan dengan nama, sebagian besar bergantung pada taatnya pemegang franchise mengikuti system secara konsisten dan mutu produk yang sudah diketahui umum dimiliki oleh organisasi tersebut. 8 Abdurrahman A., Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, Cet. 2,( Jakarta: Pradnya Paramita, 1790), hal. 424. 4
Perdagangan, memberikan pengertian franchise sebagai berikut: Franchise adalah suatu pesetujuan/perjanjian antara leveransir dan pedagang eceran atau pedagang besar, yang mengatakan bahwa yang tersebut pertama itu memberikan kepada yang tersebut terakhir, suatu hal untuk memperdagangkan produknya, dengan syarat-syarat yang disetujui kedua belah pihak. Dalam konferensi pers mengenai konsep perdagangan baru: waralaba, sistem pemasaran vertical franchising, yang dilaksanakan di Jakarta oleh IPPM pada tanggal 25 Juni 1991, dikemukakan beberapa definisi franchise antara lain sebagai berikut: 1. Franchise adalah system pemasaran atau distribusi barang dan jasa, dimana sebuah perusahaan induk (franchisor) memberikan kepada individu suatu perusahaan lain (franchisee) yang berskala kecil dan menengah, hak istimewa untuk melakukan suatu sistem usaha tertentu, dengan cara
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No. I, Juli 2002
Khumarga, Penelitian tentang Waralaba (Franchise)
tertentu, waktu tertentu, dan disuatu tempat tertentu. 2. Franchise adalah sebuah metode pendistribusian barang dan jasa kepada masyarakat konsumen, yang dijual kepaa pihak lain yang berminat. Pemilik dari metode yang dijual ini disebut "franchisor", sedang pembeli hak untuk menggunakan metode itu disebut "franchisee". 3. Franchising adalah suatu hubungan berdasarkan kontrak antara "franchisor" dan "franchisee". Franchisor menawarkan dan berkewajiban menyediakan pehatian terus menerus paa bisnis dari Franchisee melalui penyediaan pengetahuan dan pelayanan. Franchisee beroperasi dengan menggunakan nama dagang, format, atau prosedur yang dipunyai serta dikendalikan oleh Franchisor. Rooseno Harjowidigdo, 9 mengemukakan mengenai franchise ini sebagai berikut:
Kerjasama di bidang perdagangan atau jasa dengan bentuk franchise ini dipandang sebagai salah satu cara untuk mengembangkan sistem usaha di lain tempat, franchisor secara ekonomi sangat untung karena ia mendapat management fee dari franchisee, barang produknya bisa tersebar ke tempat lain dimana franchisee mengusahakan franchisenya, dan bagi konsumen yang memerlukan barang hasil produksi franchisee cepat didapat serta dalam keadaan "fresh" dan belum atau tidak rusak. Lebih lanjut Rooseno, 10 mengemukakan definisi sebagai berikut: Franchise adalah suatu sistem usaha yang sudah khas atau memiliki ciri mengenai bisnis di bidang perdagangan atau jasa, berupa jenis produk dan bentuk yang diusahakan, identitas perusahaan (logo, desain, merk bahkan termasuk pakaian dan penampilan karyawan perusahaan), rencana pemasaran dan bantuan operasional.
9
Abdurrahman A., Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan,Cet. 2, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1970), hal. 424. Law Review, Fakultas Hukum Universitas
Ibid.Ml 5. Harapan, Vol. II, No. 1, Juli 2002
5
Khumarga, Penelitian tentang Waralaba (Franchise)
Martin D. Fern," melihat franchise dari aspek unsurnya, yang mensyaratkan adanya 4 unsur, yaitu sebagai berikut: 1) pemberian hak untuk berusaha dalam bisnis tertentu; 2) lisensi untuk menggunakan tanda pengenal usaha, biasanya suatu merk dagang atau merk jasa, yang akan menjadi ciri pengenal dari bisnis franchisee; 3) lisensi untuk menggunakan rencana pemasaran dan bantuan yang luas oleh franchisor kepada franchisee; dan 4) pembayaran oleh franchisee kepada franchisor berupa sesuatu yang bernilai bagi franchisor selain dari harga borongan bonafide atas barang yang terjual. R.T. Dorl, 12 juga mengemukakan unsure-unsur franchise sebagai berikut: " Untuk memahami masalah ini secara jelas, baca lebih lanjut Martin D. Fern, Warren's Form of Agreement, (USA: Mattew Bender, 1992). 12 R.T. Dorl, :Franchising and Licensing in the USA", sebagaimana dikutip oleh Rooseno, Op.cit., hal. 3-4. 6
There is little opportunity for the franchisee to negotiate terms. Contracts vary considerably, but the following four salient aspect area usually always found, (1) Definition of the parties to the contract and to the product, service, trade secret, trade name or thing which the franchisor grants, (2) A description of the franchisors undertakings. Usually this includes such points as training the franchisee, making a market/area survey, making known methods of operation, granting an exclusive area of operation, planning facilities, equipment and so on; (3) A description of the franchisees undertaking. These points usually cover such things as leasing facilities, agreement to perform certain duties and task in a specified manner such as advertising, bookkeeping, purchase of supplies from franchisor, etc; (4) Other details on the term of the agreement, royalties or coverage to be paid, liabilities of the parties, insurance coverage, loan repayments, assign ability of the franchise contract, sale ability of the
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol: II, No. 1, Juli 2002
Khumarga, Penelitian tentang Waralaba (Franchise)
franchise, cancellation of the contract and forth. Dominique Voillemont,13 memberikan pengertian franchise sebagai suatu cara melakukan kerjasama di bidang bisnis antara dua atau lebih perusahaan, satu pihak bertindak sebagai franchisor dan pihak lain sebagai franchisee, pada mana di dalamnya diatur, bahwa pihak franchisor sebagai pemilik suatu merk dan know how, memberikan haknya kepada franchisee untuk melakukan kegiatan bisnis berdasarkan merk know how itu. Sedangkan V. Winarto,14 menyarankan suatu pengertian Waralaba atau franchise sebagai berikut: Waralaba adalah hubungan kemitraan antara usahawan yang 13
Dominique Voillement, "Franchising" French", dalam Felix O. Soebagio, "Perlindungan Bisnis Franchise",MaA;a/a/! Seminar tentang Peluang Bisnis Waralaba (Franchise) dan Pengembangannya di Indonesia, (Jakarta: LPPM-AFI, 1993) 14 Lihat V. Winarto, "Pengembangan Waralaba (Franchising) di Indonesia Aspek Hukum dan Non Hukum", Aspekaspek Hukum Tentang Franchise, (Surabaya: Ikatan Advokat Indonesia, Tahun publikasi tidak terbaca), hal. 8.
usahanya kuat dan sukses dengan usahawan yang relatif baru atau lemah dalam usaha tersebut dengan tujuan saling menguntungkan, khususnya dalam bidang usaha penyediaan produk dan jasa langsung kepada konsumen.
Selanjutnya V. Winarto, 15 mengidentifikasi karakteristik pokok yang terdapat dalam sistem bisnis waralaba atau franchise ini sebagai berikut: 1) Ada kesepakatan kerjasama yang tertulis. 2) Selama kerjasama tersebut, pihak pengwaralaba (franchisor) mengizinkan pewaralaba (franchisee) menggunakan merk dagang dan identitas usaha milik pengwaralaba dalam bidang usaha yang disepakati. Pengguna identitas usaha tersebut akan menimbulkan asosiasi pada masyarakat adanya kesamaan produk dan jasa dengan pengwaralaba. 3) Selama kerjasama tersebut pihak pengwaralaba memberikan jasa penyiapan usaha 15
Ibid., hal. 8-9
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No. I, Juli 2002
7
Khumarga, Penelitian tentang Waralaba (Franchise)
dan melakukan pedampingan berkelanjutan pada pewaralaba. 4) Selama kerjasama tersebut pewaralaba mengikuti ketentuan yang telah disusun oleh pengwaralaba yang menjadi dasar usaha yang sukses. 5) Selama kerjasama tersebut pengwaralaba melakukan pengendalian hasil dan kegiatan kedudukannya sebagai pimpinan sistem kerjasama. 6) Kepemilikan dari badan usaha yang dijalankan oleh pewaralaba (franchisee) adalah sepenuhnya pada pewaralaba (franchisee). Secara hukum pengwaralaba dan pewaralaba adalah dua badan usaha yang terpisah. Daniel V. Davidson, 16 mengemukakan definisi franchise sebagai berikut: Franchise means an oral written contract or agreement, either ex16
Daniel V. Davidson dkk., "Business law...", dalam Setiawan, "Perjanjian Franchising:, "Aspek-aspek Hukum tentang Franchise, (Surabaya: Ikatan Advokat Indonesia Cabang Surabaya, Tahun publikasi tidak terbaca) hal. 31. 8
press of implied, in which a person grants to another person, a license to use a trade name, service mark, logotype of related characteristic in which there is a community interest in the business of offering, selling, distributing or services at wholesale or retail, leasing or other wise and in which the franchise is required to pay, directly or indirectly a franchise fee. Berdasarkan definisi seperti yang diuraikan di atas, Setiawan 17 mengemukakan bahwa, dari segi hukum franchising melibatkan bidang-bidang hukum perjanjian, khususnya perjanjian tentang pemberian lisensi, hukum tentang nama perniagaan, merk, paten, model dan desain. Bidang-bidang hukum tersebut dapat dikelompokkan dalam bidang hukum perjanjian dan bidang hukum tentang hak milik intelektual (intellectual property rights). Dari beberapa pengertian yang dikemukakan diatas, terlihat bahwa sistem bisnis franchise melibatkan dua pihak. Pertama "Franchisor", yaitu wirausaha sukses pemilik produk, jasa, atau 7
Ibid
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No. I, Juli 2002
Khumarga, Penelitian tentang Waralaba (Franchise)
sistem operasi yang khas dengan merk tertentu, yang biasanya telah didaftarkan. Kedua "Franchisee", yaitu perorangan dan/atau pengusaha lain yang dipilih oleh franchisor atau yang disetujui permohonannya untuk menjadi franchisee oleh pihak franchisor, untuk menjalankan usaha dengan menggunakan nama dagang, merk, atau sistem usaha miliknya itu, dengan syarat memberi imbalan kepada franchisor beruapa uang dalam jumlah tertentu pada awal kerja sama dijalin (uang pangkal) dan atau pada selang waktu tertentu selama jangka waktu kerja sama (royalty).
3)
4)
Karakteristik Waralaba Dari beberapa definisi waralaba (franchise) yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum karakteristik dasar suatu waralaba (franchise) dalam setiap "Business Format Franchise" adalah:18 1) Hams selalu terdapat kontrak yang memuat semua kehendak para pihak. 2) Pengwaralaba (franchisor) harus memberikan pelatihan
5)
6)
7) Mandelsohn, Op.cit.,hal.6.
untuk pewaralaba (franchisee) dalam segala aspek yang menyangkut bisnis waralaba (franchise) yang akan dimasukinya sampai pada pembukaan dari bisnis tersebut serta membantu pada permulaannya. Ketika bisnis telah berjalan, pengwaralaba (franchisor) harus memelihara kepentingan yang berkesinambungan dalam memberikan pewaralaba (franchise) dorongan dalam semua aspek dari pengoperasian bisnis tersebut. Pewaralaba (franchisee) diijinkan di bawah pengawasan pengwaralaba (franchisor) untuk menjalankan bisnis di bawah nama dagang, format dan/atau prosedur, dan dengan itikad baik yang mana dimiliki oleh pengwaralaba (franchisor). Pewaralaba (franchisee) harus memasukkan modal dalam usahanya dari sumber keuangan sendiri. Pewaralaba (franchisee) harus memiliki dan berhak secara penuh untuk mengelola bisnisnya sendiri. Pewaralaba (franschisee) akan membayar pada
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No. 1, Juli 2002
9
Khumarga, Penelitian tentang Waralaba (Franchise)
pengwaralaba (franchisor) atas hak yang ia peroleh di satu pihak dan di pihak lain untuk pelayanan yang berkesinambungan diberikan oleh pengwaralaba (franchisor).
Tabel Padanan Franchise No.
it
Inggris
Franchise
Indonesia
Waralaba
Arti Sistem keterkaitan usaha pemasaran yang saling menguntungkan
Pewalabaan
Kegiatan usaha dengan system waralaba
Padanan Istilah Franchise Dalam hubungannya dengan pengembangan waralaba (franchise) di Indonesia, institusi pendukung yang secara aktif menunjang kegiatan pewaralabaan (franchising), dalam hal ini Institut PPM (Pendidikan Pembinaan Manajemen), telah merumuskan suatu padanan istilah franchise sebagai buah hasil diskusi dengan Harimurti Kridolaksono, seorang pakar bahasa dan sastra Indonesia.19
19
"Teknik Menjual Sukses, sebuah Terobosan Awal", laporan hasil Franchise Business Seminar yang diadakan IPPM dari tanggal 16 hingga 19 Desember, manajemen 76 (JanuariFebruari 1992): 51. 10
2.
Franchising
Istilah
3.
Franchisor
Pengwaralaba
4.
Franchisee
Pewaralaba
Pihak yang memberikan hak waralaba Pihak yang diberi hak waralaba.
Istilah ini sedang dimasyarakatkan untuk menghilangkan kesan asing dalam praktek bisnis waralaba (franchise) di Indonesia. Hal ini terbukti di Institut PPM sekarang ini terdapat suatu unit yang dikenal sebagai "unit pengembangan waralaba". Melihat perkembangan yang pesat dari lembaga waralaba (franchise) ini serta adanya upaya pengembangan waralaba (franchise) menjadi suatu topik bahasan menyebabakan lembaga waralaba (franchise) menjadi
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No. 1, Juli 2002
Khumarga, Penelitian tentang Waralaba (Franchise)
suatu topik bahasan yang menarik untuk dibahas oleh para ahli karena lembaga waralaba (franchise) dan sifat lembaga itu sendiri yang dapat ditinjau dari berbagai disiplin ilmu. Hal ini pula mengakibatkan tidak ada satupun definisi yang sifatnya universal yang dapat diterima oleh semua pihak. Suatu Perjanjian Lisensi Karena definisi yang diberikan oleh Internasional Franchise Association dianggap belum sempurna dan belum dapat mewakili karekteristik waralaba (franchise) secara keseluruhan, maka British Franchise Association (BFA) yang merupakan asosiasi para pengwaralaba (franchisor) Inggris kemudian mengembangkan definisi yang mereka anggap lebih lengkap untuk menggambarkan waralaba (franchise), yakni sebagai berikut.20 "A contractual license granted by one person (the franchisor) to another (franchisee) which: 20
John Adams dan Prichard Jones, Franchising, (London: Butterworth, 1987), hal. 9.
(a) Permit or requires the franchisee to carry on to carry on during the period of the franchise a particular business under a specified name belonging to or associated with the franchisor; and (b) entitles the franchisor to exercise continuing during the period of the franchise of the manner in which the franchisee carries on the business which is the subject of the franchise; and (c) obliges the franchisor to provide the franchisee with assistance in carrying on the business which is the subject of the franchise (in relation to the training staff, merchandising, management or otherwise); and (d) requires the franchisee periodically during the period of the franchise to pay to the franchisors sums of money in consideration for the franchise or for goods or servi ces provided by the franchisor to the franchisee; and (e) which is not transaction between a holding company and its subsidiary (as defined in Section 154 of the same
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No. I, Juli 2002
II
Khumarga, Penelitian tentang Waralaba (Franchise)
holding company or between and individual and a company controlled by him." Secara bebas dapat diterjemahkan sebagai berikut: Waralaba (franchise) adalah suatu contractual license (perjanjian lisensi) yang diberikan oleh satu pihak yakni pengwaralaba (franchisor) kepada pihak lain yakni pewaralaba (franchisee) yang: a. mengijinkan atau menghendaki pewaralaba (franchisee) untuk menjalankan suatu usaha tertentu dibawah atau menggunakan nama tertentu adalah kemampuan pengwaralaba (franchisor) dalam jangka waktu tertentu; b. pengwaralaba (franchisor) berhak untuk melakkan pengawasan terus-menerus selama periode waralaba (franchise) mengenai cara pewaralaba (franchise) menjalankan usaha yang menjadi tujuan dari franchise bersangkutan, dan; c. mengharuskan pengwaralaba (franchisor) untuk memberikan bantuan kepada pewaralaba (franchise) dalam menjalankan bisninsnya 12
sesuai dengan objek waralabanya (franchisenya), seperti: melatih para staf, perdagangan dan manajemen atau dengan kata lain; d. mewajibkan pewaralaba (franchisee) untuk secara periodic selama periode waralaba (franchise) berlangsung membayar sejumlah uang pada pengwaralaba (franchisor) sebagai imbalan untuk waralaba (franchise) atau untuk barang atau jasa yang diberikan pengwaralaba (franchisor) kepada pengwaralaba (franchisee) dan; e. bukan suatu transaksi antara holding company dan anak perusahaannya atau antara anak-anak perusahaan dari induk yang sama atau antara individu dengan perusahaan yang dikuasainya. Bersifat Multi Aspek Pandangan umum mengenai pengertian waralaba (franchise) yang mencerminkan kepentingan masing-masing pihak dari berbagai aspek adalah sebagai berikut:21 21
Janet Housden, Franchising and Other Business Relationship in Hotel Catering Services. (London, 1984), hal. 35-36.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No. 1, Juli 2002
Khumarga, Penelitian tentang Waralaba (Franchise)
Aspek Ekonomi - suatu sistem distribusi untuk barang dan jasa; - dibentuk untuk pendistribusian secara terbatas dan terpilih barang dan jasa yang diwaralabakan (difranchisekan) pada lokasi tertentu; menghasilkan ketergantungan secara ekonomi, misalnya antara kedua belah pihak. Aspek Hukum - perjanjian antara dua subyek hukum yang berbeda; - berdasarkan perjanjian tertulis; - mengenai pelimpahan hak (extension of rights) dari suatu produk atau peralatan atau metode usaha kepada pihak lainnya. Aspek Keuangan - melibatkan dua pihak dengan kemampuan keuangan mandiri (idependent financial status); - memerlukan pemasukan modal awal (capital contribution) dari pewaralaba (franchisee) untuk unit-unit yang diwaralabakan (difranchisekan), untuk membayar antara lain: uang pangkal (iniLaw Review, Fakultas Hukum Universitas
-
-
tial franchise fee), royalty (royalty), dan pemasokan (supply) barang dan jasa dari pengwaralaba (franchisor); mempertahankan hak dari masing-masing pihak untuk kemandirian keuangan (financial independence) dari unitunit yang terpisah; menciptakan tingkat saling ketergantungan dalam keuangan (financial interpendence) untuk hasil-hasil usaha.
Aspek Operasional memerlukan pemasukan yang berkesinambungan dari awalnya oleh pengwaralaba (franchisor), seperti perencanaan, pengelolaan, latihan para tenaga kerja, dan pemasokan barang jasa pelayanan. menuntut pemasukan dari awal yang berkesinambungan oleh pewaralaba (franchisee), seperti tenaga kerja dan pengawasan terhadap unit-unit yang diwaralabakan (diwaralabakan). - Meliputi pengawasan (control) secara timbal balik atas produk dan pelaksanaan operasi dari unit yang d i w a r a l a b a k a n (difranchisekan). Harapan, Vol. II, No. I, Juli 2002
13
Khumarga, Penelitian tentang Waralaba (Franchise)
Keunggulan dan kelemahan sistem Waralaba (Franchise) Ditinjau dari Sudut Kepentingan Franchisor : a. Beberapa keuntungan sistem waralaba (franchise) bagi pengwaralaba (franchisor), adalah: 1. Perluasan usaha dengan cepat, karena tidak perlu menanggung sendiri seluruh biaya perluasan; 2. Penguasaan pasar melalui pewaralabaanpewaralabaan (franchiseefranchisee) yang mengetahui dengan baik situasi dengan baik situasi pemasaran di lokasi masing-masing, dan dikombinasikan dengan penguasaan pasar secara global oleh pengwaralaba (franchisor); 3. Pemilikan pribadi atas unit usaha menambah besar motivasi pewaralabaan (franchisee) dan meningkatkan semangat kerjanya; 4. Penekanan biaya operasi karena sebagian besar ditanggung oleh pewaralaba (franchisee); 5. Distribusi yang lebih cepat dan terpilih yang bermula 14
dari seleksi calon pewaralaba (franchisee); 6. Biaya asuransi dan pembiayaan gaji staf adalah tanggungan pewaralaba (franchisee); 7. Hasil pengembalian investasi tinggi dalam jangka panjang. Pada satu dua tahun hasil belum terlibat karena pengeluaran masih besar, tetapi dalam tahun ketiga atau keempat dan selanjutnya hasil pengambilan investasi akan cukup tinggi; 8. Karyawan tidak banyak diperlukan, karena pada pengwaralabaan (franchising) tidak membutuhkan banyak tenaga kerja, kantor pusat suatu sistem waralaba (franchise) jauh lebih ramping daripada perusahaan yang memiliki jaringan cabang-cabang. b. Beberapa kerugian dari menerapkan sistem waralaba (franchise) bagi pengwaralaba (franchisor), adalah: 1. Terikat dalam kewajiban membantu pewaralaba (franchise) yang merupakan rutinitas yang melelahkan.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No. 1, Juli 2002
Khumarga, Penelitian tentang Waralaba (Franchise)
2. Persaingan antar pewaralaba (franchise), yang dapat merusak hubungan antara pewaralaba (franchisee) satu sama lain maupun dengan pewaralaba (franchisor), sehingga dapat mengganggu usaha yang sedang berjalan; 3. Kesulitan mencari pewaralaba (franchisee) yang tepat, karena harus memperhitungkan banyak factor; 4. Pengawas atas unit-unit usaha yang harus dilakukan secara kontinue dan ketat; 5. Berkurangnya keuntungan, karena sebagian besar - biaya operasi ditanggung pewaralaba (franchisee) berarti sebagian besar keuntungan dimiliki pewaralaba (franchisee). Ditinjau dari sudut kepentingan Franchise a. Beberapa keuntungan dari menerapkan sistem waralaba (franchise) bagi pewaralaba (franchisee) adalah: 1. Nama dan merek dagang terkenal dimana Law Review, Fakultas Hukum Universitas
pewaralaba (franchisee) menggabungkan diri dalam suatu usaha waralaba (franchisee) dengan nama dan merek dagang terkenal, sehingga tidak perlu bersusah payah membangun citra dagang sendiri. 2. Walaupun pewaralaba (franchise) hanya mempunyai pengalaman bisnis yang terbatas, tetapi melalui bisnis dengan sistem waralaba (franchise) ini ia akan dapat memperoleh latihan-latihan dan bantuan secara terusmenerus dari pengwaralaba (franchisor) yang merupakan perusahaan terkenal dan dengan demikian dapat menghindari pewaralaba (franchisee) dari learning the hard way. 3. Produk yang telah dikenal masyarakat luas, akan menambah kemungkinan bahwa usaha tersebut akan mendapat keuntungan. 4. Dalam beberapa kasus, seorang pewaralaba (franchisee) mungkin juga menerima bantuan keungan dari seorang pengwaralaba Harapan, Vol. II, No. I, Juli 2002
15
Khumarga, Penelitian tentang Waralaba (Franchise)
(franchisor). Tetapi bantuan tersebut sekedar sumbangan karena diberikan atas pertimbangan keberhasilan bisnis dengan sistem waralaba (franchise). Di satu pihak bantuan tersbut dimaksudkan untuk mencegah kegagalan usaha waralaba (franchise) dari pewaralaba (franchisee) karena itu berarti pengwaralaba (franchisor) juga akan mengalami kerugian. Sedangkandilain pihak, bantuan dimaksudkan untuk memperkuat keuangan usaha waralaba (franchise). 5. Pewaralaba (franchisee) dapat memanfaatkan program-program publisitas dan periklanan yang membantu keberhasilan penjualan produk-produk atau jasa-jasa pengwaralaba (franchisor). 6. Standarisasi produk dan kualitas, sistem dan metoda pengelolaan, serta pembukaan, akan mengurangi beban kerja pewaralaba (franchisee). 7. Pemilihan lokasi yang matang dan terencana, 16
berdasarkan pengalaman pengwaralaba. 8. Pewaralaba (franchisee) dapat menabung karena pembelian bahan-bahan baku, produk-produk atau jasa-jasa dari pengwaralaba (franchisor) dengan harga yang relatif murah dibandingkan apabila pewaralaba (franchisee) membelinya dari sumbersumber lain. 9. Program latihan, yang biasanya sudah termasuk dalam paket yang ditawarkan. Latihan diberikan untuk para pegawai dan juga para pengelola, dan biasanya pewaralaba (franchisor) memandang penting hal tersebut. 10. Nasihat pengelolaan usaha, karena pengwaralaba (franchisor) berkewajiban membimbing pewaralaba (franchsie) dalam pengelolaan dan pengoperasian usaha. 11. Bantuan perancangan, diberikan pengwaralaba (franchisor) dalam usaha mencapai dan menjaga keseragaman unit waralaba (franchisee)nya di setiap lokasi.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. 11, No. 1, Juli 2002
Khumarga, Penelitian tentang Waralaba (Franchise)
12. Sistem operasi yang sudah teruji, yang dapat dipantau dari bonifidtas perusahaan pengwaralaba (franchisor) dan juga pewaralabapewaralaba (franchiseefranchisee) yang sudah ada. b. Beberapa kerugian dari menerpakan sistem waralaba (franchise) 1. Pewaralaba (franchisee) tidak merupakan boss dalam bisnis sendiri. la mempunyai mitra, seorang pengwaralaba (franchisor), yang mempunyai kedudukan yang kuat. Pewaralaba (franchisor) biasanya melibatkan dirinya dalam hal-hal bisnis yang kecil sekalipun. Pengwaralaba (franchisor) dapat meminta pengwaralaba (franchisee) untuk menyeragamkan operasi dengan operasi bisnis yang rinci dari peng waralaba(franchisor). Pengwaralaba (franchisee) harus menangani semua produk atau jasa milik pengwralaba (franchisor) walaupun pewaralaba Law Review, Fakultas Hukum Universitas
(franchisor) membuat keputusan-keputusan binis untuk seluruh jaringan waralaba (franchise) meskipun keputusankeputusan tersebut mungkin tidak baik untuk pewaralaba (franchisee). 2. Dalam penguasaan bersama bisnis yang bersangkutan, pewaralaba (franchisee) juga harus membagi keuntungankeuntungan. Biasanya keuntungan usaha waralaba (franchisee) juga harus dibagi keuntungan itu. Biasanya keuntungan usaha waralaba (franchise) ini didasarkan atas royalty yang merupakan prosentase dari penjualan kotor. Dengan demikian, pengwaralaba (franchisor) menuntut agar bagaimana juga pembayaran royalty harus dilakukan tanpa melihat apakah pewaralaba (franchisee) memperoleh keuntungan yang cukup atau tidak. 3. kemampuan pewaralaba (franchise) untuk menyesuaikan diri dengan Harapan, Vol. II, No. 1, Juli 2002
17
Khumarga, Penelitian tentang Waralaba (Franchise)
pasar lokal dapat dibatasi oleh pewralaba (franchisor). Mengingat bahwa keseragaman merupakan salah satu karakteristik dari produkproduk dan jasa-jasa waralaba (franchise), pengwaralaba (franchisor) mungkin tidak menyetujui penurunan harga untuk menghadapi persaingan atau untuk merubah cara produksi pewaralaba (franchise) guna menyesuaikan dengan selera lokal. 4. Perjanjian waralaba dapat mengandung banyak ketentuan yang terutama menguntungkan pengwaralaba (franchisor), baik karena tidak adanya perangkat-perangkat hukum nasional yang mengatur usaha waralaba (franchise), juga karena pengwaralaba (franchisor) secara objektif dapat mengklaim bahwa ia berpengalaman dalam bisnis yang bersangkutan dan memahaminya lebih baik dari pada pewaralaba (franchisee).
18
Misalnya mengenai kota penjualan, pengwaralaba (franchisor) mempunyai kedudukan yang lebih dominan dalam terminasi perjanjian waralaba (franchise). Oleh karena kedudukan yang tidak seimbang ini, maka pemerintah Indonesia merasa perlu membuat suatu pedoman (guide-line) agar sistem waralaba (franchise) bisa diarahkan menjadi perjanjian yang menguntungkan kedua belah pihak22. Bahkan T. Mulya Lubis berpendapat bahwa sebaiknya pemerintah membuat kontrak standar mengenai perjanjian waralaba (franchise) agar dapat digunakan sebagai acuan oleh para pihak. Artinya, kontrak standar hanyalah acuan yang tidak mengikat secara hukum tetapi hanya membantu pewaralaba (franchisee), agar tidak menjadi mitra yang lemah.23 Kompas, Loc.cit., Lubis. Loc.cit.,
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No. 1, Juli 2002
Khumarga, Penelitian tentang Waralaba (Franchise)
5. Jika pengwaralaba (franchisor) menimbulkan suatu hubungan masyarakat yang negatif, pewaralaba (franchsee) akan terkena akibat. Misalnya skandal manajemen dari pewaralaba (franchisor) juga akan mencoreng nama pengwaralaba (franchisee). 6. Dalam usaha waralaba (franchise), pengwaralaba (franchisor) selalu menuntut suatu laporan yang rinci tentang apa yang dilakukan oleh pewaralaba. 7. Bahwa pengajuan gugatan atas keluhan terhadap pengwralaba adalah sangat sukar, bahkan seringkali tidak dimungkinkan. Hubungan antara dengan Lisensi
Waralaba
Sistem waralaba (franchise), menurut T. Mulya Lubis adalah salah satu bentuk kerjasama yang pada dasarnya adalah salah satu bentuk dari "licensing".24
24
Lubis, Loc.cit.,
Pada dasarnya perjanjian waralaba (franchise) adalah suatu bentuk dari lisensi hak milik intelektual atau lisensi know-how dan lisensi dapat juga diberlakukan pada perjanjian waralaba (franchise).25 Namun dalam pengertiannya, dapat kita bedakan pengertin antara waralaba (franchise) dengan lisensi, dimana pada waralaba (franchise), pewaralaba (franchisee) beroperasi dengan nama dan identitas dari pengwaralaba (franchisor), sedangkan pada lisensi tidak demikian halnya. Lebih lanjut hal-hal yang membedakan lisensi dari waralaba (franchise) adalah sebagai berikut:26 1. Produk atau proses yang merupakan pokok dari lisensi umumnya hanyalah salah satu dari banyak kegiatan usaha lisensi dan kemungkinan 25
Thomas R. Goin, "Perjanjianperjanjian Lisensi Technical Assistence dan Franchising dari Sudut Pandang Pihak Asing" makalah pada Diskusi Panel beberapa permasalahan Hukum di Sekitar Penanaman Modal, )Jakarta: 1920Juni 1990), hal. 16. 26 Housden, Op.cit., hal. 38.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No. J, Juli 2002
19
Khumarga, Penelitian tentang Waralaba (Franchise)
sebagai tambahan dari barang ataupun proses yang telah dijalankan licensee sendiri. 2. Perjanjian lisensi tidak harus menuntut hubungan yang erat dan berkesinambungan dari kedua belah pihak. 3. Licensor jarang meminta ataupun mendapatkan kewenangan pengawasan operasional yang setingkat dengan kewenangan pengwaralaba (franchisor). Di Amerika Serikat, istilah lisensi seringkal dipakai untuk waralaba (franchise)-hal mana dikemukakan pula oleh T. Mulya Lubis, bukan untuk menyamarkan, tetapi untuk menekankan segi yuridis dari perjanjian waralaba (franchise), jadi sebagai istilah hukum/legal term bagi waralaba (franchise). Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara waralaba (franchise) dengan lisensi dimana waralaba (franchise) adalah bentuk yang lebih komprehensif daripada lisensi, karena dalam system waralaba (franchise) yang menjadi tujuan akhir tidak hanya 20
meningkatkan produksi dan kualitas dari pelayanan tetapi juga cara menyajikan dan memasarkan produk atau jasa sehingga suatu uniformitas dari citra dan produk yang dihasilkan. DAFTAR PUSTAKA A. Abdurrahman, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, Cet. 3, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1970). Trias Andati, "Aspek Keuangan dari Waralaba", Makalah disampaikan pada Seminat Pewaralabaan (Franchising), (Jakarta: 27 Mei 1992), hal. 4. Black, Henry Campbell. Black's Law Dictionary, Sixth Edition, (T.tp: Minn West Publishing Co, 1990). Barrows, Collins. Franchising Small Business and Enterpreneurship, (London: Mac Millan Education, 1989). Burstiner, Irving. Basic Retailing. (Homewood, III,. 1986), hal. 101. Davidson V. Daniel dkk. "Business Law ...", dalam Setiawan, "Perjanjian Franchising", Aspek-
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No. I, Juli 2002
Khumarga, Penelitian tentang Waralaba (Franchise)
aspek Hukum tentang Franchise, (Surabaya: Ikatan Advokat Indonesia Cabang Surabaya, Tahun publikasi tidak terbaca), hal. 31.
Hutagalung, Bermand, "Strategi Internasionalisasi Bisnis Franchise". Business News, 514/7-81991, hal. 1.
Dorl, R.T. "Franchising and Licensing in the USA ", sebagaimana dikutip oleh Rooseno, op.cit., hal. 3-4.
"Mengenal Konsep Dasar Franchise", Business News, 5120/19-6-1991, hal. 2.
Fern, D. Martin. Warren's Form of Agreement, (USA: Mattew Bender, 1992). Fitzgerald, Robert, "apakah Pewaralabaan itu", Makalah disampaikan pada seminar Pewrabaan (Franchising). Jakarta: 27 Mei 1992), hal. 2. Harjowidigdo, "Perpektif Penganturan Perjanjian Franchise", Makalah Pertemuan Ilmiah tentang Usaha Franchise dalam Menunjang Pembangunan Ekonomi, (Jakarta: BPHN, 14-16 Desember 1993), hal. 1.
Izraeli, Dov. Franchising and The Total Distributio System, (London: Longman, 1972), hal. 2. Jones, Prichard & John Adams. Franchising, (London: Butterworth, 1987), hal. 9. J. Queen, Pedoman Membeli dan Menjalankan Frnachise, diterjemahkan oleh PT. Elex Media Komputindo, (Jakarta, 1993), hal. 4-5 Kaufmann, Op.cit., hal. 17. Ibid., hal. 17-18. Kompas, hoc, cit.,
Housden, Janet. Franchising and Other Business Relationship in Hotel and Catering Services, (London: 1984). Op. cit., hal. 38.
Mulya Lubis. "Sistem Franchise Ditinjau dari Hukum Indonesia," Business News, 5136/26-7-1991, hal. 1. Lubis. hoc. Cit., Mandelsohn. Op. cit., hal. 6.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No. 1, Juli 2002
21
Khuniarga, Penelitian tentang Waralaba (Franchise)
Mandelson. ''The Guide to Franchising, (Oxford: Perganon Press, 1982) hal. 6. Matusky, Gregory with Steven S. Raab Blueprint for Franchising A Business, (New york: N., 1987) hal. 21.
V. Winarto. "Pengembangan Waralaba (Franchising) di Indonesia Aspek Hukum dan Non Hukum", Aspek-aspek Hukum Tentang Franchise, (Surabaya: Ikatan Advokat Indonesia, Tahun publikasi tidak terbaca), hal. 8.
R. Goin, Thomas, "Perjanjianperjanjian Lisensi Technical Assistence dan Franchising dari Sudut Pandang Pihak Asing" makalah pada Diskusi Panel Beberapa Permasalahan Hukum di Sekitar Modal, (Jakarta: 19-20 Juni 1990), hal. 16. T. Tarbutton, Lioyd. Franchising: The How To Book (Englewood Cliffs, NJ., 1986), hal.2. Op. cit., hal. 1. Op. Cit., hal. 3. Voillement, Dominique, "Franchising" French, dalam Felix O. Soebagio, "Perlindungan Bisnis Franchise", Makalah Seminar tentang Peluang Bisnis Waralaba (Franchise) dan Pengembangannya di Indonesia, (Jakarta: LPPM-AFI, 1993).
22
Law Review, Fakultas Hukum Vniversitas Pelita Harapan, Vol. II, No. I, Juli 2002