BAB I PENGANTAR
A. Latar belakang Indonesia adalah negara hukum modern (welfare state)1 yang hendak mewujudkan masyarakat adil dan sejahtera berdasarkan Pancasila. Indonesia juga merupakan negara kebangsaan yang religius (religious nation state), yakni negara yang tidak berdasarkan atas agama tertentu namun juga tidak sekuler.2 Politik hukum dalam konsep negara kebangsaan yang religius adalah mewujudkan negara hukum modern yang religius (religious welfare state).3 Pelaksanaan dari konsep negara hukum modern diwujudkan dalam berbagai macam tindakan pemerintah. Asas legalitas digunakan sebagai dasar bagi aparatur pemerintah untuk melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adanya keterbatasan dalam mengatasi permasalahan yang dinamis dalam masyarakat menjadikan aparatur pemerintah harus aktif mencari solusi mengatasi permasalahan tersebut. Pelaksanaan doktrin kebebasan bertindak (discretionary power) dengan menggunakan freies ermessen, memungkinkan aparatur pemerintah bertindak untuk mengutamakan tercapainya
1
Rumusan Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) tahun 1945 hasil amandemen ketiga. 2 Moh. Mahfud MD, 2012, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Cet. II, Rajawali Pres, Jakarta, hlm. 281. 3 Hifdhil Alim, “Akuntabilitas Pengelolaan Zakat”, Seminar Nasional Zakat untuk Kesejahteraan Bangsa, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, tanggal 14 Juni 2014. 1
2
tujuan daripada berpegang teguh kepada ketentuan hukum.4 Namun tentunya kebebasan tersebut ada batasannya. Batasan tersebut ada dalam wilayah asas-asas hukum yang dikenal dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB). Penormaan AAUPB di Indonesia terdapat dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Asas-asas tersebut selain menjadi rambu bagi aparatur pemerintah, juga merupakan dasar gugatan bagi masyarakat terhadap suatu tindakan pemerintah yang melanggar hak-hak mereka.5 Ridwan H.R. menyatakan AAUPB tersebut merupakan salah satu tolak ukur untuk menilai apakah tindakan pemerintah itu sejalan dengan konsepsi negara hukum atau tidak. 6 Salah satu aspek pembangunan yang berkembang setelah lahirnya orde reformasi adalah pengembangan dan pendayagunaan Pranata Islam dalam masyarakat. Beberapa bentuk Pranata Islam yang ada dalam masyarakat Indonesia diantaranya telah diformalisasikan menjadi peraturan perundang-undangan. Satu dari Pranta Islam yang telah diformalisasikan menjadi peraturan perundangundangan adalah pengelolaan zakat. Kebijakan pengelolaan zakat di Indonesia bersifat open legal policy yakni kebijakan pengaturan zakat disesuaikan dengan
4
M. Nata Saputra, 1988, Hukum Administrasi Negara, Rajawali, Jakarta, hlm. 15. 5 S.F. Marbun, 2001, Menggali dan Menemukan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik di Indonesia, tulisan pada Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, hlm. 201-211. 6 Ridwan H.R, 2006, Hukum Administrasi Negara, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 241.
3
kebutuhan masyarakat.7 Berlakunya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengeloaan Zakat, maka era baru pengelolaan zakat di Indonesia dimulai. Pasal 5 dan 6 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 memberi legitimasi kepada Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) untuk melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional. Peran sentral BAZNAS baik di tingkat pusat, wilayah, maupun daerah diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan zakat di Indonesia. Pasal tersebut juga menegaskan kedudukan BAZNAS sebagai bagian dari aparatur pemerintah. Selaku bagian dari aparatur pemerintah, BAZNAS dalam melaksanakan tugasnya harus berpedoman hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk
mengantisipasi
kekosongan
hukum
dalam
memecahkan
permasalahan zakat di masyarakat yang dinamis, BAZNAS juga memiliki kewenangan untuk mengambil kebijakan yang didasarkan kepada AAUPB sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999. AAUPB tersebut juga menjadi pedoman bagi aparatur BAZNAS dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Salah satu kegiatan penting dalam pengelolaan zakat adalah distribusi zakat. Distribusi zakat menjadi salah satu faktor penentu apakah zakat berhasil dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan baik oleh syariat Islam maupun peraturan perundang-undangan. Zakat wajib didistribusikan kepada Mustahik sesuai dengan
7
Hifdhil Alim, Loc.cit.
4
syariat Islam.8 Pendistribusian zakat tersebut dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan.9 Niat baik pemerintah ini belum sepenuhnya terwujud, fakta di lapangan menunjukkan bahwa pendistribusian zakat pada BAZNAS umumnya belum sejalan amanat Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 dan Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999. Data untuk menguatkan argumentasi di atas dapat dijabarkan dalam pelaksanaan tugas BAZNAS Kota Yogyakarta sebagai berikut. Hasil survey dari Badan Pusat Statistik menyatakan jumlah penduduk miskin Kota Yogyakarta pada tahun 2012 tercatat sebanyak 37.400 jiwa atau 9,49 persen. Pada tahun 2013, jumlah itu menurun menjadi 35.516 jiwa atau 8,82 persen10. Kondisi tersebut seharusnya mendorong lembaga pengelola zakat di Kota Yogyakarta utamanya BAZNAS Kota Yogyakarta untuk memaksimalkan penyaluran zakat yang tidak lain ditujukan untuk kaum miskin. Berdasarkan data pada media informasi resmi milik BAZNAS Kota Yogyakarta pada laman www.baznas.jogjakota.go.id, akhir tahun 2012 terdapat saldo dana zakat yang relatif besar yakni sebesar Rp. 968.241.853,-.11 Kenyataan demikian menjadi ironi, disaat saldo BAZNAS Kota Yogyakarta melimpah namun dalam waktu yang sama kondisi masyarakat miskin di Kota Yogyakarta relatif tinggi. 8
Lihat Pasal 25 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat. 9
Lihat Pasal 26, Ibid. Yulianingsih, “Empat Strategi Penanggulangan Kemiskinan Dikembangkan”, http://www.cpps.or.id, tanggal akses 1 Juli 2015. 11 Admin, “Rekapitulasi Penerimaan dan Pengeluaran Zakat dan Infaq BAZNAS Kota Yogyakarta”,.http://www.baznas.jogjakota.go.id, tanggal akses 30 Juni 2015. 10
5
Data lainnya berkaitan dengan transparansi proses distribusi zakat pada BAZNAS Kota Yogyakarta. Distribusi zakat berdasarkan Standar Operasional Prosedur dan Pelayanan Pentasyarufan (SOP3) Zakat dan Infaq BAZNAS Kota Yogyakarta semester II tahun 201112 dilakukan melalui Program Jogja Cerdas, Jogja Taqwa dan Jogja Sejahtera. Sasaran ketiga program sebagai saluran pendistribusian zakat adalah masyarakat miskin/ kurang sejahtera di wilayah Kota Yogyakarta. Kenyataan ini menimbulkan pertanyaan apakah dana zakat yang dikelola oleh BAZNAS Kota Yogyakarta hanya untuk golongan miskin saja ataukah ada pendistribusian kepada golongan Mustahik yang lainnya. Hasil penelitian Sularno13 mengungkapkan kendala yang dihadapi pada bidang distribusi zakat pada Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kabupaten/ Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah belum terdatanya dengan baik para Mustahik. Akibatnya zakat yang diberikan belum dapat didayagunakan secara optimal, terutama pendayagunaan zakat secara produktif. Fakta lainnya dari penelitian Sularno14, BAZDA di DIY masih mempunyai kendala sumber daya manusia yang merangkap jabatan sehingga tugas utama mereka di BAZDA hanya digunakan sebagai pekerjaan sampingan. Fakta ini tentunya bertolak belakang dengan semangat profesionalitas pengelolaan zakat sebagaimana amanat UndangUndang Nomor 23 tahun 2011.
12
Lampiran Peraturan Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kota Yogyakarta Nomor 1 tahun 2009 tentang Pedoman Pengumpulan, Pengelolaan, Pentasyarufan Zakat dan Infaq Badan Amil Zakat Daerah Kota Yogyakarta. 13 Sularno, “Pengelolaan Zakat oleh Badan Amil Zakat Daerah Kabupaten/ Kota se-Daerah Istimewa Yogyakarta”, Jurnal Ekonomi Islam La Riba, Volume IV, Nomor 1, Juli, 2010. 14 Ibid.
6
Keseluruhan data di atas timbul akibat dari kebijakan yang diambil oleh aparatur BAZNAS Kota Yogyakarta. Tentunya dalam mengambil kebijakan tersebut aparatur BAZNAS Kota Yogyakarta telah melakukan kajian dan mendasarkannya kepada hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku termasuk didalamnya AAUPB.
B. Perumusan masalah Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan tersebut, maka perumusan masalah yang menjadi fokus pembahasan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah penerapan AAUPB khususnya asas keterbukaan, asas profesionalitas dan asas akuntabilitas dalam mewujudkan pelayanan yang berkualitas, terbuka dan akuntabel pada kegiatan pendistribusian zakat oleh BAZNAS Kota Yogyakarta selama periode tahun 2012 sampai dengan 2013? 2. Faktor-faktor apa saja yang menunjang dan menghambat penerapan AAUPB khususnya ketiga asas tersebut di atas dalam mewujudkan pelayanan yang berkualitas, terbuka dan akuntabel pada kegiatan pendistribusian zakat oleh BAZNAS Kota Yogyakarta selama periode tahun 2012 sampai dengan 2013?
C. Tujuan penelitian 1. Mengetahui dan mengkaji penerapan AAUPB khususnya asas keterbukaan, asas profesionalitas dan asas akuntabilitas dalam mewujudkan pelayanan yang
7
berkualitas, terbuka dan akuntabel pada kegiatan pendistribusian zakat oleh BAZNAS Kota Yogyakarta selama periode tahun 2012 sampai dengan 2013. 2. Mengetahui dan mengkaji faktor-faktor yang menunjang dan menghambat penerapan AAUPB khususnya ketiga asas tersebut di atas dalam mewujudkan pelayanan
yang
berkualitas,
terbuka
dan
akuntabel
pada
kegiatan
pendistribusian zakat oleh BAZNAS Kota Yogyakarta selama periode tahun 2012 sampai dengan 2013.
D. Manfaat penelitian Melihat kepada latar belakang permasalahan dan tujuan penelitian yang akan dicapai, setidaknya penelitian ini memperkaya kajian mengenai penerapan AAUPB dalam kegiatan pendistribusian zakat khususnya oleh BAZNAS Kota Yogyakarta. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan keilmuan dibidang hukum khususnya hukum administrasi negara. Penelitian ini bermanfaat untuk melihat penerapan konsep religious welfare state yang dianut oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konsep tersebut meneguhkan kedudukan negara untuk menjamin kebebasan beragama bagi pemeluknya dalam rangka mencapai kesejahteraan dimana salah satunya adalah melalui pranata keagamaan. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan
pertimbangan
bagi
para
pemangku
kepentingan
terkait
pengembangan kebijakan di bidang pengelolaan zakat di Indonesia.
dalam
8
E. Keaslian penelitian Sepanjang pengetahuan peneliti, masalah dalam penelitian ini belum diteliti oleh peneliti lain sebelumnya. Penelitian terdahulu yang telah dilaksanakan memiliki perbedaan dengan penelitian ini. Perbedaan tersebut meliputi lingkup permasalahan, obyek, lokasi maupun waktu penelitian. Berdasarkan data tersebut maka penelitian ini adalah asli. A. Muin Fahmal15 dalam penelitiannya mengulas permasalahan sebagai berikut: 1. Sejauh mana konsep good governance dan asas asas umum pemerintahan yang layak menjadi bagian dari aparat administrasi negara dalam melaksanakan wewenangnya? 2. Sejauh mana hukum dan perencanaan hukum administrasi dirancang melalui langkah-langkah strategi dengan elemen-elemen hukum? Penelitian A. Muin Fahmal16 di atas memilki perbedaan dengan penelitian ini. Perbedaan tersebut meliputi: (1) Perbedaan obyek dan lokasi penelitian; dan (2) Perbedaan tujuan penelitian. Penelitian berikutnya dilaksanakan oleh Nurbadi Yunarko.17 Permasalahan pada penelitian tersebut adalah:
15
A. Muin Fahmal, 2006, Peran Asas Asas Umum Pemerintahan yang Layak dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih, UII Press, Yogyakarta, hlm. 126. 16 Ibid. 17 Nurbadi Yunarko, 2008, Analisis Ijin Pertambangan Daerah dalam Penerapan Asas Asas Umum Pemerintahan yang Layak (Studi Kasus pada Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Pertambangan Kabupaten Kulon Progo), Skripsi Program Sarjana pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, tidak diterbitkan.
9
1. Apakah Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Pertambangan Kabupaten Kulon Progo telah mengimplementasikan asas-asas umum pemerintahan yang layak khususnya asas keterbukaan, asas akuntabilitas dan asas kepastian hukum dalam mekanisme pemberian Ijin Pertambangan Daerah (IPD) seperti yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 dan Keputusan
Menteri
Pendayagunaan
Aparatur
Negara
nomor
KEP/26/M.PAN/2/2004? 2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dalam implementasi asas-asas umum pemerintahan yang layak khususnya kepada ketiga asas tersebut diatas? 3. Upaya
apa
yang
dilakukan
untuk
mengatasi
kendala
dalam
mengimplementasikan asas-asas umum pemerintahan yang layak khususnya kepada tiga aspek diatas? Penelitian Nurbadi Yunarko18 di atas memilki perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Perbedaan tersebut terletak pada obyek dan lokasi penelitian. Penelitian lainnya dikemukakan oleh Anny Zuhraini19 dengan pokok permasalahan sebagai berikut: 1. Sejauh mana penerapan prinsip transparancy, prinsip accountability, prinsip responsibility, prinsip independency, dan prinsip fairness Terhadap Kinerja
18
Ibid. Anny Zuhraini, 2009, Pengaruh Prinsip Transparancy, Prinsip Accountability, Prinsip Responsibility, Prinsip Independency, dan Prinsip Fairness Terhadap Kinerja Ekonomi Lembaga Pengelolaan Zakat (Studi di BAZ dan LAZ) Provinsi DIY, Skripsi Program Sarjana pada Fakultas Syari’ah Universitas Sunan Kalijaga, Yogyakarta, tidak diterbitkan. 19
10
Ekonomi Lembaga Pengelolaan Zakat khusunya di BAZ dan LAZ Provinsi DIY? 2. Bagaimana pengaruh prinsip transparancy, prinsip accountability, prinsip responsibility, prinsip independency, dan prinsip fairness Terhadap Kinerja Ekonomi di BAZ dan LAZ Provinsi DIY? Penelitian Anny Zuhraini di atas memiliki perbedaan dengan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Letak perbedaan tersebut adalah: (1) Perbedaan metodologi dan kajian penelitian; dan (2) Perbedaan kurun waktu pelaksanaan penelitian. Yulkarnain Harahab20 dalam penelitiannya menemukan bahwa mekanisme pengumpulan zakat pada Badan Amil Zakat Kabupaten Sleman (BAZ Kab. Sleman) berasal dari pemotongan gaji PNS dan penerimaan zakat dari non PNS. Adapun pendistribusian dan pendayagunaan dana zakat sebagian besar untuk kelompok fisabilillah berdasarkan proposal yang diajukan kepada BAZ. Mekanisme pertanggungjawaban kepada publik terkait pengelolaan dana zakat pada BAZ Kab. Sleman melalui laporan pengelolaan zakat kepada Muzzaki serta memberi laporan kepada DPRD Kab. Sleman setiap tahun. Faktor penghambat pelaksanaan fungsi BAZ Kab. Sleman adalah kurangnya komitmen serta keterbatasan waktu pengurus, kurang fasilitas dan kepemimpinan yang kurang partisipatif. Faktor pendukungnya adalah dukungan politik dari Pemerintah Kab. Sleman dan komitmen dari sebagian kecil pengurus. Perbedaan penelitiaan di atas 20
Yulkarnain Harahab, 2004, Pelaksanaan Undang-Undang nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat oleh Badan Amil Zakat Kabupaten Sleman, Laporan Penelitian Dana Masyarakat UGM tahun 2004, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, tidak diterbitkan.
11
dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah: (1) Perbedaan lokasi dan obyek penelitian; dan (2) Perbedaan kurun waktu dan peraturan perundangundangan yang menjadi acuan. Hasil penelitian lainnya dikemukakan oleh Ira Alia Maerani.21 Dalam penelitiannya ditemukan aplikasi nilai-nilai Islam sudah terakomodir dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Semarang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Zakat. Nilai-nilai yang terkandung dalam Perda tersebut meliputi: (1) Nilai Ketuhanan (Ketauhidan); (2) Kemanusiaan; (3) Persaudaraan; (4) Tanggung jawab; dan (5) Keadilan. Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah: (1) Perbedaan lokasi dan obyek penelitian; (2) Perbedaan jenis dan metode penelitian; dan (3) Perbedaan kurun waktu pelaksanaan penelitian. Hasil penelitian keenam adalah karya Rahmawati Muin mengenai sistem distribusi.22 Dalam karyanya Rahmawati mengemukakan distribusi mengandung arti pembagian atau penyaluran sesuatu kepada pihak lain. Teori distribusi diharapkan dapat mengatasi masalah distribusi pendapatan antara berbagai kelas dalam masyarakat. Prinsip distribusi dalam ekonomi Islam adalah pemecahan kebutuhan bagi semua makhluk, menimbulkan efek positif bagi pemberi itu sendiri, menciptakan kebaikan antara golongan kaya dan golongan miskin, serta mengurangi kesenjangan pendapatan. Dalam Islam, dikenal dua sistem distribusi 21
Ira Alia Maerani, 2011, Aplikasi Nilai-Nilai Islam dalam Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengelolaan Zakat dan Problematikanya pada Era Otonomi Daerah di Kota Semarang, Tesis pada Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung, Semarang, tidak diterbitkan. 22 Rahmawati Muin, “Sistem Distribusi dalam Perspektif Ekonomi Islam”, Jurnal ASSETS, Volume 3, Nomor 1, tahun 2013.
12
utama, yaitu distribusi secara komersial yang mengikuti mekanisme pasar dan distribusi yang bertumpu pada aspek keadilan sosial masyarakat, dalam hal ini melalui penyaluran zakat, infaq, sadaqah. Dengan adanya zakat selain membersihkan harta sipemiliknya juga ia berfungsi sebagai dana masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan sosial juga mengurangi kemiskinan. Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian yang dilaksanakan oleh Rahmawati Muin bersifat teoritis, sedangkan penelitian penulis lebih bersifat empiris.