BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk menciptakan
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Masyarakat yang adil dan makmur tersebut diartikan tidak hanya cukup sandang, pangan, dan papan saja tetapi justru harus diartikan sebagai cara bersama untuk memutuskan masa depan yang dicita-citakan dan juga turut secara bersama mewujudkan masa depan tersebut. Semangat untuk mewujudkan masa depan tersebut merupakan amanah dari mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 juncto Pasal 28 H ayat (1) dan Pasal 33 UUD 1945. 4 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28H ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tempat tinggal mempunyai peran strategis dalam pembentukan watak dan kepribadian bangsa serta sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif. Oleh karena itu, negara bertanggung jawab untuk menjamin pemenuhan hak akan tempat tinggal dalam bentuk rumah yang layak dan terjangkau. 5
4
M. Rizal Arif, Analisis Kepemilikan Hak Atas Tanah Satuan Rumah Susun Dalam Kerangka Hukum Benda, Bandung, Nuansa Aulia, 2009, hlm 13. 5 Lihat Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Universitas Sumatera Utara
Pembangunan perumahan yang dilakukan oleh pemerintah maupun pengembang merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Pembangunan perumahan ditujukan agar seluruh rakyat Indonesia menempati rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur. Rumah yang layak adalah bangunan rumah yang sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya. Lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur adalah lingkungan yang memenuhi persyaratan penataan ruang, persyaratan penggunaan tanah, penguasaan hak atas tanah, dan kelayakan prasarana dan sarana lingkungannya. 6 Meningkatnya kebutuhan akan perumahan dan permukiman sangat erat kaitannya dengan kependudukan, seperti jumlah penduduk, laju pertumbuhannya, dan perubahan rata-rata jumlah jiwa keluarga. Hal tersebut merupakan masalah yang dihadapi, terutama di kota-kota besar di Indonesia, sepeti Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan Semarang. 7 Menurut A.P Parlindungan, 8 pembangunan rumah susun, terutama di wilayah perkotaan, merupakan suatu kemutlakan sebagai akibat terbatasnya tanah untuk perumahan tersebut dan permintaan akan papan semakin tinggi. Dalam rangka peningkatan daya guna dan hasil guna tanah bagi pembangunan perumahan dan permukiman, serta mengefektifkan penggunaan tanah terutama di daerah-daerah yang berpenduduk padat, maka perlu dilakukan 6
Dr. Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Jakarta, Kencana Prenada Group, 2010, hlm 75. 7 A.P.Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Perumahan dan Pemukiman dan Undang-Undang Rumah Susun, Bandung, Mandar Maju, 2001, hlm 91. 8 M. Rizal Arif, Analisis….Op.Cit., hlm 15
Universitas Sumatera Utara
penataan atas tanah sehingga pemanfaatannya betul- betul dapat dirasakan oleh masyarakat banyak. Dengan demikian di kota-kota besar perlu diarahkan pembangunan perumahan dan permukiman yang diutamakan sepenuhnya pada pembangunan rumah susun. 9 Pembangunan rumah susun menjadi solusi bagi penataan kawasan kumuh. Menurut Lampiran Perpres No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), menyebutkan bahwa di wilayah perkotaan telah meningkat luas permukiman kumuh dari 40.053 Ha pada tahun 1996 menjadi 47.500 Ha pada tahun 2000. Pembangunan rumah susun juga akan membantu mengatasi kemacetan lalu lintas dan dapat menekan serta menghemat biaya transportasi yang pada akhirnya dapat menekan inefisiensi di dalam pembangunan ekonomi Indonesia. 10 Di samping itu, rumah susun dibangun sebagai upaya pemerintah guna memenuhi masyarakat perkotaan akan papan yang layak dalam lingkungan yang sehat. Selain itu, hal ini juga dijadikan sebagai salah satu alternatif pemecahan masalah pengadaan lahan yang sangat sulit didapat di wilayah- wilayah kota-kota besar di Negara berkembang, seperti Indonesia yang sangat padat penduduknya akibat urbanisasi, misalnya yang terjadi di Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, dan Medan. Guna memenuhi kebutuhan penting masyarakat perkotaan tersebut di atas, dibentuklah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.
9
Dr. Urip Santoso, Pendaftaran…Op.Cit., hlm 77 M. Rizal Arif, Analisis Kepemilikan….. Op. Cit., hlm. 14.
10
Universitas Sumatera Utara
Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tersebut di bagian konsideran “menimbang a” menyatakan bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan peningkatan taraf hidup rakyat, khususnya dalam usaha pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok perumahan sebagaimana diamanatkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), diperlukan peningkatan usaha penyediaan perumahan yang layak, dengan harga yang dapat dijangkau oleh dayaguna rakyat terutama golongan masyarakat yang mempunyai penghasilan rendah.
11
Selanjutnya konsideran “menimbang b” mengatakan bahwa dalam rangka peningkatan daya guna dan hasil guna tanah bagi pembangunan perumahan dan untuk lebih meningkatkan kualitas lingkungan permukiman terutama di daerahdaerah yang berpenduduk padat tetapi hanya tersedia luas tanah yang terbatas, dirasakan perlu untuk membangun perumahan dengan sistem lebih dari satu lantai, yang dibagi atas bagian-bagian yang dimiliki bersama dan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki secara terpisah untuk dihuni, dengan memperhatikan faktor sosial budaya. Menurut A.P Parlindungan latar belakang diterbitkannya Undang Undang Rumah Susun tersebut adalah untuk menjamin dan mengusahakan rakyat banyak agar dapat memiliki tempat tinggal, dalam hal ini rumah susun, artinya di samping semakin sedikitnya tanah yang dapat digunakan untuk membangun rumah secara horizontal, aspek ekonomi dalam arti kebutuhan akan adanya tempat tinggal /
11
Oloan Sitorus & Balans Sebayang, Kondominium dan Permasalahannya, Yogyakarta, Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 1998, hlm 14.
Universitas Sumatera Utara
rumah untuk rakyat kebanyakan yang digunakan sebagai tempat hunian menjadi pertimbangan diterbitkannya undang-undang tersebut. 12 Berdasarkan tujuan pembentukan UURS, sekaligus diketahui bahwa latar belakang pembangunan rumah susun adalah sebagai berikut 1.
13
:
Untuk memenuhi pemerataan kebutuhan perumahan rakyat, khususnya yang berpenghasilan rendah. Pasal
5
UURS
menegaskan
keberpihakan
untuk
mengutamakan
pembangunan rumah susun bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah. A.P Parlindungan menyayangkan ketentuan Pasal 5 UURS ini oleh karena pada waktu ini juga sudah berkembang rumah-rumah flat yang akan dihuni oleh penduduk golongan ekonomi menengah ke atas dengan fasilitas yang lebih baik. A.P Parlindungan berpendapat pembangunan rumah-rumah flat tersebut perlu diatur juga dalam suatu peraturan sendiri. 2.
Untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna pembangunan perumahan serta lebih meningkatkan lingkungan permukiman di daerah-daerah yang berpenduduk padat, tetapi hanya tersedia luas tanah yang terbatas. Kedua hal itu mengharuskan dilaksanakan dan ditingkatkannya pembangunan rumah susun. Seiring dengan berkembangnya zaman fungsi bangunan bertingkat
tersebut tidak hanya untuk hunian namun juga untuk usaha ataupun perindustrian. Berbeda pendapat dengan A.P Parlindungan sebelumnya, Boedi Harsono mengatakan bahwa walaupun tujuan utama disusunnya UURS adalah untuk 12
Arie S Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, Penerbit Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, Jakarta, 2005, hal. 282 13 Oloan Sitorus & Balans Sebayang, Kondominium…Op cit. hlm 14
Universitas Sumatera Utara
memberikan landasan hukum bagi pembangunan gedung bertingkat dengan bagian-bagiannya
untuk
dihuni,
terutama
bagi
golongan
masyarakat
berpenghasilan rendah, namun ketentuan-ketentuannya dengan penyesuaianpenyesuaian seperlunya, menurut pasal 24 undang-undang rumah susun ini dapat diberlakukan juga untuk bangunan-bangunan bagi keperluan lain, seperti perkantoran dan pertokoan, dan lain sebagainya. Demikian pun ketentuanketentuan undang-undang rumah susun tersebut dapat diberlakukan juga bagi pembangunan rumah susun yang terdiri atas satuan rumah susun mewah. 14 Pertumbuhan bangunan bertingkat untuk hunian atau usaha akan semakin bertambah pesat, seiring semakin pesatnya pertumbuhan penduduk perkotaan yang semakin meningkat pendapatan per kapitanya. Di Kota Medan misalnya, bangunan bertingkat telah menjamur memenuhi kota. Di antaranya merupakan tempat usaha atau pusat perbelanjaan yang juga dikategorikan sebagai rumah susun, seperti Cambridge Square City, J.W Marriot dan lain-lain. Dikatakan demikian karena sertifikat atas bangunan bertingkat tersebut merupakan sertifikat rumah susun yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kota Medan. Namun peraturan yang ada saat ini tidaklah melaju secepat perkembangan jaman. Undang Undang Nomor 16 tahun 1985 tersebut dianggap tidak memadai lagi untuk menghadapi tuntutan demi tuntutan akan kebutuhan setiap orang terutama tempat tinggal yang terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan partisipasi masyarakat serta tanggung jawab dan kewajiban Negara dalam penyelenggaraan rumah susun. Untuk itu perlu diadakan penyempurnaan
14
Ibid, hlm. 1
Universitas Sumatera Utara
peraturan perundang-undangan yang dapat mengcover semua permasalahan yang menyangkut rumah susun. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, maka diterbitkanlah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Lahirnya undang-undang tersebut juga merupakan instruksi dari Pasal 46 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang menetapkan bahwa ketentuan mengenai rumah susun diatur sendiri dengan undang-undang. Terjadi perbedaan substansi antara Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985. Perbedaan substansi tersebut tentunya akan memberikan dampak bagi pembangunan rumah susun dan bangunan bertingkat ke depannya. Banyak hal yang tidak diatur dalam UndangUndang Nomor 16 Tahun 1985 kini disempurakan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011. Dengan demikian perlu ditilik sudah sampai manakah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 diterapkan dan bagaimanakah dampaknya bagi perkembangan pembangunan rumah susun.
B.
Permasalahan Berdasarkan pada pengamatan penulis yang bersumber dari beberapa
literatur baik yang berbentuk peraturan perundang-undangan maupun yang menggambarkan kondisi sosial politik masyarakat Indonesia dewasa ini, maka untuk pahaman lebih lanjut, penulis mengemukakan beberapa permasalahan yang berkisar sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1.
Apa yang dimaksud dengan rumah susun dan bangunan bertingkat?
2.
Bagaimana proses pembangunan rumah susun/bangunan bertingkat dan perkembangan pengaturannya di Indonesia
3.
Bagaimanakah penerapan dan implikasi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun terhadap semua bangunan bertingkat ?
C.
Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai
berikut: a. Untuk
mengetahui
perkembangan
pengaturan
hukum
tentang
bangunan bertingkat di Indonesia b. Untuk mengtahui penerapan serta implikasi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun terhadap semua bangunan bertingkat 2. Manfaat Diharapkan penelitian yang dilakukan ini akan memberikan manfaat antara lain: a. Secara teoritis Skripsi ini diharapkan bermanfaat sebagai tambahan dokumentasi dalam segi hukum terhadap persoalan pembangunan bangunan bertingkat di Indonesia serta dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan hukum Agraria dalam penyelenggaraan Negara dan Pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
b. Secara praktis Secara praktis penulisan skripsi diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi siapapun yang memiliki ketertarikan pada bidang agraria, khususnya mengenai pelaksanaan pembangunan rumah susun di Indonesia.
D.
Keaslian Penulisan Penulisan skripsi ini merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Sepanjang yang telah ditelusuri dari perpustakaan dan di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, serta sepengetahuan dari penulis, skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun terhadap semua bangunan bertingkat ” belum pernah ditulis sebagai skripsi dan skripsi ini asli serta bukan plagiat ataupun diambil dari skripsi orang lain. Semua ini merupakan implikasi etis dari sebuah proses penemuan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ada skripsi yang sama, maka akan dipertanggungjawabkan sepenuhnya oleh penulis.
E.
Tinjauan Kepustakaan Untuk memberikan pemahaman terhadap penelitian ini, berikut akan
diberikan beberapa pengertian terkait dengan objek penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
Bangunan Gedung Bertingkat menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung mengartikan bahwa bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. Sedangkan kata “bertingkat” menunjukkan adanya lapis lantai pada bangunan gedung tersebut. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun merumuskan bahwa rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Satuan rumah susun atau yang disebut sarusun adalah unit rumah susun yang tujuan utamanya digunakan secara terpisah dengan fungsi utama sebagai tempat hunian dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum. Dengan demikian SRS adalah ruang dalam bangunan rumah susun yang akan dimiliki secara individual dan digunakan secara terpisah. Keharusan setiap SRS mempunyai sarana penghubung ke jalan umum merupakan penegasan hak pemilik SRS untuk mempunyai aksesibilitas ke jalan umum, dan antisipasi agar hak aksesibilitas tersebut tidak mengganggu SRS milik orang lain. Suatu penegasan
Universitas Sumatera Utara
ketentuan yang dibutuhkan untuk mengakomodasi keamanan dan kenyamanan masing-masing pemilik SRS. F.
Metode Penelitian Untuk dapat merampungkan penyajian skripsi ini dan agar dapat
memenuhi kriteria sebagai tulisan ilmiah, diperlukan data yang relevan dengan skripsi ini. Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan itu, maka diterapkan metode pengumpulan data sebagai berikut: 1.
Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian empiris, menggunakan studi lapangan
(field research) sebagai sumber data utama dari penelitian, dan menggunakan studi literature sebagai data sekunder, mengambil lokasi kota Medan yang mencakup 21 kecamatan dengan luas wilayah 265,10 km2.
2.
Sumber data Isi atau materi dalam skripsi ini diambil dari data sekunder. Adapun data
sekunder yang dimaksud ialah: a. Bahan hukum primer, 15 yakni : Bahan yang mempunyai kekuatan mengikat secara umum maupun mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-pihak yang berkepentingan yaitu berupa peraturan perundang-undangan yang mengikat dan ditetapkan
15
Roni Hanitjo Soemitro, Metode Penelitian Hukum Dan Jurimetri, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1988, hlm 64.
Universitas Sumatera Utara
oleh pihak yang berwenang. 16 Bahan hukum primer dalam tulisan ini diantaranya UUD 1945.
b. Bahan hukum sekunder, yakni : Bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap hukum primer. Bahan hukum sekunder berupa buku, majalah, karya ilmiah, maupun artikel-artikel lainnya yang berhubungan dengan obyek yaitu semua dokumen yang merupakan informasi, atau kajian yang berkaitan dengan penelitian, seperti: seminar-seminar, jurnal-jurnal hukum, majalahmajalah, koran-koran, karya tulis ilmiah, dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan di atas. 17 c. Bahan hukum tertier, yakni : Bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus, ensiklopedia dan lain-lain. 18
3.
Alat/ instrument penelitiaan Alat atau instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
berupa: a. Studi dokumen (Library Research)
16
Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1988, hlm. 19. 17 Roni Hanitjo Soemitro, Op. Cit., hal 64. 18 Ibid, hlm. 64
Universitas Sumatera Utara
Yaitu dengan mempelajari, mengumpulkan dan/atau mengutip bahanbahan bacaan yang bersifat teoritis ilmiah baik milik umum maupun milik instansi terkait terkait, data dari arsip instansi pemerintahan yang berwenang dalam bidang pembangunan bangunan bertingkat, dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan bangunan bertingkat. b. Wawancara dan observasi (Field Research) Yaitu dilakukan dengan melakukan wawancara langsung dengan pejabat dari instansi yang berwenang dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional Kantor Wilayah Sumatera Utara dan Kantor Pertanahan Medan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pendaftaran bangunan bertingkat di Kota Medan.
4.
Analisis penelitian Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan
(library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan. Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut: 19
19
, Ibid, hlm. 63.
Universitas Sumatera Utara
a. Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian. b. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui, artikel-artikel media cetak maupun
elektronik,
dokumen-dokumen
pemerintah
dan
peraturan
perundang-undangan c. Mengelompokkan data-data yang relevan dengan permasalahan. d. Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian.
G.
Sistematika Penulisan Sebagai karya ilmiah, skripsi ini memiliki sistematika yang teratur,
terperinci di dalam penulisannya agar dimengerti dan dipahami maksud dan tujuannya. Tulisan ini terdiri dari lima bab yang akan diperinci lagi dalam sub bab. Adapun kelima bab itu terdiri dari: 1.
BAB I PENDAHULUAN, dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang apa yang menjadi latar belakang penulis tertarik dalam menyajikan materi yang diteliti, Perumusan Masalah yang akan diangkat dalam skripsi ini, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, dan di bagian akhir Sistematika Penulisan.
2.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG RUMAH SUSUN, pada bab ini akan dibahas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Pengertian Rumah Susun, Asas-Asas Pembangunan Rumah Susun, Tujuan Pembangunan
Universitas Sumatera Utara
Rumah Susun, Penerapan Asas dalam Hukum Tanah pada Konsep Rumah Susun, Tanah Untuk Pembangunan Rumah Susun, serta Prinsip Nasionalitas Pembangunan Rumah Susun. 3.
BAB
III
BANGUNAN
BERTINGKAT
DAN
PENGATURAN
HUKUMNYA DI INDONESIA, dalam bab ini akan dibahas mengenai definisi dan klasifikasi bangunan bertingkat, Perbedaan dan Persamaan Bangunan Bertingkat Rumah Susun (Hunian) dan Bangunan Bertingkat Tempat Usaha Bersusun (Bukan Hunian), serta Perkembangan Pengaturan untuk Bangunan Bertingkat di Indonesia. 4.
BAB IV BANGUNAN BERTINGKAT DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN, dalam bab ini akan dibahas mengenai Perbandingan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011, Penerapan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2011 untuk Semua Bangunan Bertingkat, dan Implikasi Penerapan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 terhadap Semua Bangunan Bertingkat.
5.
BAB V PENUTUP, dalam bab ini memuat Kesimpulan dan Saran sebagai hasil dari pembahasan skripsi ini secara keseluruhan.
Universitas Sumatera Utara