BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Kompleks Candi Prambanan merupakan salah satu cagar budaya Indonesia yang menjadi salah satu daftar warisan budaya dunia (world heritage list) dibawah UNESCO sejak tahun 1991 dengan nomor C 642. Kewajiban sebagai salah satu warisan dunia dibawah UNESCO adalah menyusun penataan ruang pengelolaan Kawasan Candi Prambanan. Sebagai warisan budaya dunia yang berharga bagi dunia dan nasional, Candi Prambanan dalam perencanaan dan pemanfaatan ruangnya harus dilaksanakan sesuai aturan zonasi sebagai kawasan khusus. Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) telah membuat kajian Zonasi Kawasan Kompleks Candi Prambanan untuk menyusun rencana pengelolaan pada tahun 1979. Berbagai kebijakan telah disusun dalam mengelola Kawasan Prambanan mulai tahun 1981 hingga tahun 2008. Pada tahun 2012 Ditjen Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum melakukan kegiatan penyusunan Materi Teknis dan Rancangan Perpres KSN Candi Prambanan. Melalui evaluasi yang panjang berkenaan dengan banyaknya lembaga yang terkait, maka Rancangan Perpres KSN Candi Prambanan baru diajukan awal tahun 2014. Berkenaan dengan tahun politis, hingga saat ini Perpres KSN Candi Prambanan masih belum ditetapkan oleh Presiden. Dalam perkembangannya hingga terbentuknya Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Perpres KSN Candi Prambanan belum dikeluarkan.
1
Materi Teknis dan Rancangan Perpres KSN Candi Prambanan diharapkan menjadi pedoman dasar dalam melakukan koordinasi dan sinkronisasi dalam pengambilan kebijakan pengembangan dan pelestarian KSN Candi Prambanan. Banyaknya lembaga yang terlibat merupakan suatu permasalahan tersendiri untuk menciptakan kerjasama yang baik guna mendukung keberhasilan pengelolaan Kawasan Strategis Nasional Prambanan. Lembaga yang terlibat dalam pengelolaan KSN Prambanan meliputi tiga kementerian, yaitu Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Pendidikan Dasar dan Menengah, serta Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara. Lembaga yang berada dibawah Kementerian Dalam Negeri meliputi Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman, Pemerintah Daerah Kabupaten Klaten, Pemerintah Propinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Dibawah Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Pendidikan Dasar dan Menengah adalah Balai Pengelola Cagar Budaya Prambanan Yogyakarta dan Balai Pengelola Cagar Budaya Jawa Tengah. Sedangkan yang berada dibawah Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara adalah PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko. Perbedaan kepentingan dan tujuan pengelolaan antar lembaga menjadi permasalahan dalam menciptakan kerjasama pengelolaan terpadu dalam menyelaraskan penataan ruang secara bersama dalam satu visi. Balai Pengelolaan Cagar Budaya (BPCB) Prambanan memiliki tugas menjaga kelestarian obyek candi dari sisi kepurbakalaannya. Pemerintah daerah memiliki tugas memaksimalkan pertumbuhan ekonomi kawasan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang
2
ada di wilayahnya. Pemerintah Propinsi memiliki tugas penciptaan hubungan pembangunan dan kebijakan pembangunan antar pemerintah daerah Kabupaten atau Kota yang ada di wilayahnya. Kementerian merupakan lembaga negara yang bertugas menjalankan pemerintahan dan pembangunan sesuai bidangnya. PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko adalah pengelola pariwisata dengan harapan mendapatkan pemasukan keuntungan sebesar – besarnya.
I.2. Identifikasi Masalah Zona KSN Prambanan terbagi dalam lima zona, yaitu zona 1 (zona inti), Zona 2 (zona penyangga), Zona 3 (zona landskap budaya yang dilindungi), Zona 4 (arkeologi, antropologi atau zona minat bersejarah), Zona 5 (zona pengembangan sosial-ekonomi dan budaya). Permasalahan muncul pada Zona I hingga Zona III, karena terkait hubungan fungsi lindung arkeologis hingga landskap sebagai benda purbakala dan fungsi pemanfaatan arkeologis hingga lanskap sebagai obyek wisata. Permasalahan Zona I adalah terjadi tarik menarik antara pengelola zona I yaitu BPCP dengan PT. Taman Wisata Candi Prambanan yaitu terkait Pemanfaatan candi sebagai tempat wisata atau daya tarik utama candi dalam menjaga keausan candi atau kerusakan candi oleh wisatawan untuk mempertahankan situs kepurbakalaannya. Terbaginya wilayah Candi Prambanan menjadi dua BPCB Daerah Istimewa Yogyakarta dan BPCP Jawa Tengah memerlukan bentuk kerjasama pengelolaan yang terpadu karena sebenarnya satu wilayah pengelolaan Zona I dengan fungsi yang sama.
3
Permasalahan Zona II adalah perlunya pengendalian perubahan guna lahan. Letak zona penyangga yang strategis menjadikan wilayah ini memiliki potensi ekonomi yang tinggi. Godaan untuk merubah guna lahan menjadi fungsi lain yang bernilai ekonomi lebih tinggi menjadi kendala serius pengendalian guna lahan ditambah sektor ini pengelolaan oleh perusahaan yang memiliki arahan untuk mencari keuntungan. Konflik paling terkenal adalah adanya rencana pembangunan hotel oleh PT. Taman Wisata Candi Prambanan di sebelah Kantor PT. Taman yang mendapatkan protes oleh berbagai kalangan dan ahli, hal ini disebabkan lokasi rencana pembangunan yang berada di Zona II yang seharusnya tidak membolehkan adanya bangunan untuk kegiatan ekonomi yang merubah lanskap sekitar candi. Permasalahan Zona III adalah berada pada kewenangan pemerintah daerah dan pemerintah provinsi. Pada Zona ini perlu kerjasama dalam pengelolaan, kesepakatan standard, pelayanan publik, perubahan guna lahan, dan pemberian insentif kepada masyarakat yang berada pada zona ini. Terdapat standard yang harus disepakati bersama guna meminimalisir dampak terhadap Candi. Adanya hotel di wilayah Kabupaten Klaten merupakan respon perkembangan wisata, sedangkan pembagian hasil hanya mendapatkan parkir saja. Pembangunan Pasar Prambanan bertingkat di seberang jalan Kompleks Candi karena kurangnya koordinasi struktur bangunan di Zona III. Sesuai
peraturan
Menteri
Pendayagunaan
Aparatur
Negara
tidak
diperkenankan adanya lembaga baru dalam pengelolan kawasan menyulitkan memberikan solusi untuk membentuk lembaga baru mengelola KSN Prambanan dengan melibatkan berbagai lembaga yang terkait. Tidak terlembaganya
4
pengelolaan bersama, memberi dampak terhadap penganggaran untuk kegiatan bersama. Lembaga ini dibutuhkan karena mampu sebagai titik temu perselisihan dan mencari solusi dalam perubahan kebijakan dan dinamika Kasawan Prambanan.
I.3. Batasan Masalah Penelitian adalah wilayah RKSN Prambanan dan lembaga-lembaga pemerintah yang terkait dengan pengelolaan Zonasi KSN Prambanan sesuai tujuan pengelolaan untuk cagar budaya serta arkeologi dan pariwisata. Wilayah yang menjadi kajian adalah wilayah yang memiliki kekhususan fungsi guna lahan yaitu Zona I hingga Zona III dalam naungan Subkawasan Pelestarian (SP) I, karena terkait kebijakan UNESCO terhadap pemanfaatan ruangnya.
I.4. Rumusan Masalah Perubahan Penggunaan Lahan RKSN Prambanan belum memiliki keselarasan dakarenakan terjadinya perubahan kebijakan dan perubahan aturan dalam penyusunan dan pemberian kewenangan dalam menyusun kebijakan terhadap kawasan. Belum terwujud konsep tata ruang yang mendukung kebijakan UNESCO dikarenakan masih sulitnya untuk menciptakan kesepahaman antar lembaga. Berbagai permasalahan pemanfaatan sesuai fungsi Zonasi sudah sering dilanggar, karena landasan hukum belum kuat atau belum ditetapkan Sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN). Arahan kebijakan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara untuk tidak membentuk lembaga baru harus disikapi dengan menciptakan bentuk kerjasama
5
antar lembaga dan antar wilayah. Diharapkan bentuk tersebut mampu menaungi seluruh lembaga dan pemerintah daerah maupun propinsi yang terlibat, agar konflik dalam memanfaatkan kawasan untuk kepentingan bersama dapat dihindarkan. Sesuai kewenangan Perencanaan Penataan Ruang dan pembuat usulan penetapan fungsi ruang yang berada pada Kementerian Pekerjaan Umum khususnya Direktur Jenderal Penataan Ruang, maka diharapkan Kementerian PU ikut pula terlibat ambil bagian dalam lembaga pengelola terpadu KSN Prambanan.
I.5. Pertanyaan Penelitian 1. Siapa saja stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan Subkawasan Pelestarian I RKSN Prambanan? 2. Bagaimana konflik dalam pemanfaatan ruang Subkawasan Pelestarian I RKSN Prambanan? 3. Bagaimana penanganan konflik dalam pemanfaatan ruang Subkawasan Pelestarian I RKSN Prambanan? 4. Bagaimana konsensus dalam pemanfaatan ruang Subkawasan Pelestarian I RKSN Prambanan?
I.6. Tujuan Penelitian Memahami stakeholder yang terlibat dalam menata Kawasan Candi Prambanan yang berlangsung paska kajian zonasi oleh JICA 1979. Melakukan eksplorasi konflik pemanfaatan ruang dan penanganan konflik. Menemukan
6
bentuk-bentuk konsensus dalam menyelesaikan permasalahan pemanfaatan ruang pada Kawasan Candi Prambanan.
I.7. Manfaat Penelitian Memberikan gambaran konflik dan konsensus yang terjadi dalam Kawasan Candi Prambanan pasca kajian Zonasi JICA tahun 1979 hingga saat ini. Memberikan informasi dampak konflik dan konsensus terhadap pemanfaatan ruang kawasan, sehingga mampu menjadi masukan dalam merumuskan kebijakan ke depan agar mampu menyeimbangkan antara dampak dan penyesuaian arahan UNESCO.
I.8. Keaslian Penelitian Penelitian Kawasan Candi Prambanan sudah banyak yang dilakukan. Namun rung lingkup kajian yang dilakukan dalam penelitian tersebut lebih pada unsur arkheologi, pariwisata, sejarah dan kebijakan pengelolaan. Namun untuk menyentuh bidang proses, dinamika, konflik masih belum ada. Dalam penelitian lain terdapat bentuk penelitiannya tentang kerjasama antar daerah dalam pengelolaan infrastruktur, Pariwisata, dan kerjasama antar daerah lintas propinsi. Hal ini juga dijadikan gambaran bentuk kebijakan kawasan yang berada dalam lintas propinsi. Berikut tabel bentuk penelitian yang sudah dilakukan:
7
Tabel.I.1. Daftar Penelitian Terkait No. 1
Judul Thesis Evaluasi
Penulis
Kebijakan
Pengelolaan Candi-Candi
Ari Setyastuti, Metode 2005.
Di
Kawasan
Pendekatan
evaluasi
formal,
evaluasi keputusan teoritis dan metode benchmarking.
Prambanan (Analisis
Metode dan Pokok Bahasan
Pokok Berdasarkan
Bahasan
pengelolaan
Pengembangan
bentuk
Pariwisata yang Berkelanjutan)
model
menyangkut dan
struktur
organisasi
maupun
mekanisme pengelolaan. 2.
Konflik Antar Stakeholders
Bambang
Metode deskriptif kualitatif
Dalam Pemanfaatan Lahan Di
Susilo
bersifat eksploratif. Pokok
Wilayah Pesisir Kabupaten
Bahasan keragaman konflik,
Kulon Progo.
penyebab konflik, resolusi yang telah dilakukan antar stakeholder
dalam
pemanfaatan lahan di wilayah pesisir
Kabupaten
Kulon
Progo. 3.
Kerjasama
Pembangunan Chandra
Fuji Metode deskriptif kualitatif
Daerah Studi Kasus Kabupaten Asmara,
dengan pendekatan deduktif
Ketapang dengan Kabupaten
rasionalistik. Pokok bahasan
Sukamara
mendiskripsikan
kerjasama
pembangunan daerah untuk mensinergikan
pelaksanaan
program pembangunan.
Bersambung…
8
Lanjutan Tabel I.1. 4.
Pelestarian Lanskap Budaya
Manggar Sari Metode Penelitian Kualitatif
Kawasan Prambanan
Ayuati, 2011.
yang Bersifat Analitis. Pokok Bahasan
Kajian
Terhadap
Kebijakan-Kebijakan Diterapkan
Yang
Terhadap
Kawasan Prambanan Untuk Mendapatkan Manajemen
Suatu Yang
Ideal
Untuk Melestarikan Lanskap Budaya 5.
Kerjasama
Antar
Daerah R.
Budhi Metode Deskriptif Kualitatif
Melalui Skema “Kartamantul” Harso
Dengan Pendekatan Induktif.
Dalam
Pokok
Penanganan
dan Suwarno
Bahasan
Deskripsi
Pengelolaan Air Limbah Study
Bentuk
Kasus
Pengelolaan Limbah Secara
IPAL
Sewon,
Yogyakarta.
Kerjasama
Komunal Secara Terpadu
Sumber: Thesis Paskasarjana. Pengelolaan Kawasan Strategis Prambanan tergolong unik, karena yang terlibat antara lain pemerintah daerah, Balai Pelestarian Cagar Budaya, swasta, BUMN dan Masyarakat. Sedangkan BPCB terdapat dua lembaga BPCP DIY dan BPCP Jawa Tengah yang berbagi ruang pengelolaan. Kawasan Candi Prambanan juga memiliki letak strategis yaitu di tepi jalur arteri yang menghubungkan dua kota besar yaitu Kota Yogyakarta dan Kota Surakarta. Penelitian ini dilakukan kepada pemegang kebijakan lembaga-lembaga dan pemerintah daerah yang terlibat dalam pengelolaan terpadu Kawasan Strategis Nasional Prambanan serta melihat dampak pada pembentukan ruangnya. Dalam penelitian kali ini masih juga melihat keterlibatan pengelolaan oleh kelompok
9
maupun organisasi masyarakat. Hal ini dilakukan karena terkait keterbatasan lembaga-lembaga, pemerintah daerah dan swasta oleh aturan yang berlaku dan strategi menghadapinya. Penelitian juga dilakukan dalam memahami penanganan konflik untuk menyelesaikan bentuk-bentuk konflik yang terjadi.
10