BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia
telah mengembangkan nanoteknologi
dengan dibentuknya
Masyarakat Nano Indonesia (MNI) yang dibentuk pada tanggal 28 April 2005. Nanoteknologi telah menjadi harapan ummat manusia dalam menyelesaikan berbagai permasalahan teknologi yang dihadapi saat ini. Dengan nanoteknologi, material dapat dirancang sedemikian rupa dalam orde nanometer, sehingga sifat-sifat yang belum dikenal dapat diakses. Aplikasi nanoteknologi akan membuat revolusi baru dalam dunia industri, dan diyakini bahwa pemenang persaingan global di masa yang akan datang adalah negara-negara yang dapat menguasai nanoteknologi dan mengintegrasikannya dalam seluruh aspek ilmu pengetahuan dan teknologi di negaranya. Untuk menguasai nanoteknologi, bangsa Indonesia memerlukan kerjasama berbagai pihak dan mensinergikan berbagai potensi yang ada. Nanoteknologi mendeskripsikan ilmu mengenai sistem serta peralatan berproporsi nanometer. Satu nanometer sama dengan sepersejuta millimeter. Nanoteknologi berdampak di bidang ilmu pengetahuan dan kerekayasaan serta setiap sisi kehidupan manusia dalam dekade pertama abad ke-21 ini. Banyak yang percaya produk nanoteknologi mampu menyembuhkan sebagian besar penyakit medis pada manusia. Memang aplikasi sebagian besar inovasi di bidang nanoteknologi saat ini tidak hanya bersifat spekulatif dan teoritis, tapi sudah banyak juga yang menjadi aplikatif praktis. Misalnya tabung nanokarbon, molekul karbon berbentuk pipa yang berstruktur unik serta mempunyai sifat-sifat arus listrik yang lebih baik. Tabung nanokarbon sudah diaplikasikan pada layar beresolusi tinggi dan memperkuat materimateri di bidang industri. Aplikasi praktis nanoteknologi yang lainnya adalah untuk packing, bidang kesehatan dan bidang otomotif (Mancini, dkk. 2008; Kumar, dkk. 2009). Nanopartikel digunakan pencegah kotor pada pakaian dimana pada permukaan direkatkan bulu-bulu dengan ukuran nanometer sehingga mirip permukaan daun talas. Polimer ukuran nanometer mulai dari 10 nm hingga 100 nm dipergunakan untuk cat tembok luar, perekat, pelapis kertas, pelapis kain, juga
1 Universitas Sumatera Utara
kosmetik sebagai penahan sinar UV. Penahan cahaya matahari juga merupakan contoh penggunaan nanopartikel. Karena ukuran yang kecil sehingga mudah didispersikan dan mengabsorb sinar UV. Penggunaan penahan cahaya ini sangat luas di Australia hingga menguasai pasar hingga 60%. Nanopartikel aluminium dipergunakan untuk campuran propelan (bahan bakar) yang mampu mempercepat pembakaran hingga dua kali lipat. Nanotembaga dicampurkan minyak pelumas untuk mencegah keausan mesin. Nanokalsium dan posfat komposit dipergunakan sebagai tulang sintetis sebagai pengganti tulang manusia. Penggunaan komposit mempunyai keuntungan antara lain: ringan, tahan korosi, umur pakai lebih panjang dan memiliki sifat elastisitas yang tinggi. Teknologi nanopartikel, khususnya dalam semikonduktor telah memperluas aplikasi dalam bidang biologi dan biomedik. Senyawa semikonduktor yang berdimensi nanometer ini dapat dipergunakan sebagai sensor untuk sel-sel tubuh manusia, mampu mendeteksi kanker sehingga pengobatan akan lebih efektif (Chang, dkk. 2000; Bielecki, dkk. 2005; Bhushan, 2007; Busnaina, 2007; Abdullah, 2008). Nanopartikel dapat terjadi secara alamiah ataupun melalui proses sintesis oleh manusia. Sintesis nanopartikel bermakna pembuatan partikel dengan ukuran yang kurang dari 100 nm dan sekaligus mengubah sifat atau fungsinya. Orang umumnya ingin memahami lebih mendalam mengapa nanopartikel dapat memiliki sifat atau fungsi yang berbeda dari material sejenis dalam ukuran besar (bulk). Dua hal utama yang membuat nanopartikel berbeda dengan material konvensional dalam ukuran partikel penyusunnya yaitu: (a) karena ukurannya yang kecil, nanopartikel memiliki nilai perbandingan antara luas permukaan dan volume yang lebih besar jika dibandingkan dengan partikel sejenis. Ini membuat nanopartikel bersifat lebih reaktif. Reaktivitas material ditentukan oleh atom-atom di permukaan, karena hanya atom-atom tersebut yang bersentuhan langsung dengan material lain; (b) ketika ukuran partikel menuju orde nanometer, maka hukum fisika yang berlaku lebih didominasi oleh hukum-hukum fisika kuantum (Garces, dkk. 2000; Jordan, dkk. 2005, Abdullah, 2008). Sifat-sifat yang berubah pada nanopartikel biasanya berkaitan dengan fenomena-fenomena berikut ini. Pertama adalah fenomena kuantum sebagai akibat keterbatasan ruang gerak elektron dan pembawa muatan lainnya dalam partikel.
2 Universitas Sumatera Utara
Fenomena ini berimbas pada beberapa sifat material seperti perubahan warna yang dipancarkan, transparansi, kekuatan mekanik, konduktivitas listrik, dan magnetisasi. Kedua adalah perubahan rasio jumlah atom yang menempati permukaan terhadap jumlah total atom. Fenomena ini berpengaruh pada perubahan titik didih, titik beku, dan reaktivitas kimia. Perubahan-perubahan tersebut diharapkan dapat menjadi keunggulan nanopartikel dibandingkan dengan partikel sejenis dalam keadaan bulk (Ubale, dkk. 2007; Abdullah, dkk. 2008; Deerinck, 2008). Sintesis nanopartikel dapat dilakukan dalam fasa padat, cair, maupun gas. Proses sintesis juga
dapat berlangsung secara fisika atau kimia. Proses sintesis
secara fisika tidak melibatkan reaksi kimia, yang terjadi hanya pemecahan material besar menjadi material berukuran nanometer, atau penggabungan material berukuran sangat kecil, seperti kluster, menjadi partikel berukuran nanometer tanpa mengubah sifat bahan. Proses sintesis secara kimia melibatkan reaksi kimia dari sejumlah material awal (precursor) sehingga dihasilkan material lain yang berukuran nanometer, contohnya adalah pembentukan nanopartikel garam dengan mereaksikan asam dan basa yang bersesuaian (Warad, 2004; Abdullah, dkk. 2008). Pembentukan nanopartikel telah dibuat dengan berbagai metode, tetapi proses terbentuknya nanopartikel tersebut sangat tergantung pada kondisi sintesis. Dalam hal ini, beberapa kondisi sintesis yang memberikan efek pada pembentukan nanopartikel yaitu berupa temperatur reaksi, lama pengadukan reaksi, suhu plasma, atmosfir sintesis dan ada tidaknya modifikasi permukaan partikel serta zat penstabil. Metode preparasi atau sintesis menjadi faktor yang sangat penting. Metode sintesis nanopartikel sangat mempengaruhi ukuran, bentuk, beserta distribusi ukuran partikel yang dihasilkan, ikatan kimia pada permukaan partikel dan sifat lainnya. ZnS
adalah logam semikonduktor II-VI yang materialnya
biasa
diaplikasikan di dunia industri optoelektronik (untuk perangkat elektroluminisens, sel surya dan peralatan optoelektronik lainnya). Sifat optik dan listrik dari seng sulfida bergantung pada ukuran partikel. Seng sulfida mempunyai lebar celah antara 3,503,70 eV dalam rentang UV. Hal ini digunakan sebagai bahan utama untuk memancarkan dioda cahaya (Rema, dkk. 2007; Murugadoss, dkk. 2009). Wageh, dkk. (2003) telah membuat nanopartikel zinc sulfida (ZnS) dengan stabiliser adalah mercaptoacetic acid, diperoleh ukuran partikel 4 nm dan lebar celah
3 Universitas Sumatera Utara
sekitar 4,2 eV. Dari hasil UV-Vis absorbsi dan Photoluminisens bahwa pancaran band edge diperbaiki dengan meningkatnya waktu pengadukan. Kousik Dutta, dkk. (2009), menghasilkan ZnS nanopartikel dengan ukuran 5 nm dengan menggunakan thioglycerol. Dari hasil photoluminescene diperoleh puncak intensitas gelombang berada sekitar 270 sampai 330 nm. Hasil penelitian Borah, dkk. (2008), membentuk semikonduktor ZnS nanopartikel yang dilekatkan di dalam matriks polimer Polyvinyl Alcohol (PVA) dengan reaksi kimia, diperoleh ukuran partikel 5-7 nm dan puncak intensitas gelombang sekitar 315 nm dan 425 nm pada suhu kamar. Penelitian lain adalah nanopartikel ZnS dengan metode suhu rendah dimana Zn(CH3COO)2.2H2O ditambahkan air kemudian diaduk dan ditambahkan thioasetamid, menghasilkan fase padatan putih yang diisolasi dalam ruangan vakum filtrasi. Hasil yang diperoleh adalah seng sulfida dalam bentuk bubuk dan agregat kristalin yang membentuk nanopartikel yang merata. X-ray Diffraction (XRD) dan Scaning Electron Microscopy (SEM) menghasilkan struktur kubik bertipe blende. Hasil spektrum infra merah diperoleh seng sulfida memiliki transmitansi yang baik dengan bilangan gelombang dari 400 sampai 4000 cm-1. UV-Vis dari seng sulfida memiliki daya absorbsi yang kuat dengan panjang gelombang dari 250 sampai 300 nm (Dumbrava, dkk. 2009). Ada beberapa cara untuk menghasilkan nanopartikel, yaitu dengan menggunakan Metalorganic Chemical Vapor Deposition (MOCVD) dan Molekul Beam Epitaxy (MBE). Cara ini cukup mahal karena menggunakan peralatan yang canggih. Maka pada saat ini banyak peneliti dengan menggunakan sintesis koloid (colloidal synthesis) karena ini hanya menggunakan proses kimia dan biaya relatif murah. Metode proses larutan dapat dibagi 5 kategori : (1) sol-gel processing, (2) precipitation method, (3) water-oil microemulsions method, (4) polyol method dan (5) hydrothermal synthesis (Guozhong, 2004; Hosokawa, dkk. 2007; Abdullah, 2008). Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kopresipitasi dan metode sol-gel. Metode kopresipitasi digunakan untuk membuat nanopartikel ZnS, sedangkan metode sol-gel digunakan untuk membuat nanokomposit PVA/ZnS. Kedua metode ini menggunakan larutan di dalam proses pembuatannya sehingga disebut juga ”wet method”. Metode kopresipitasi adalah metode yang menggunakan
4 Universitas Sumatera Utara
dua zat atau lebih dalam larutan yang mengalami pengendapan. Pada metode sol-gel, sesuai namanya larutan mengalami perubahan fase sol (koloid yang mempunyai padatan tersuspensi dalam larutannya dan kemudian menjadi gel (koloid tetapi memiliki fraksi solid yang lebih besar daripada sol). Bahan-bahan yang digunakan sebagai katalis atau pelarutnya adalah urea, etanol, PVA, atau asam sitrat. Metode sol-gel dilakukan melalui proses kimia dimulai dari zat dalam bentuk ion dengan ukuran angstrom (10-10 m) kemudian ditambahkan suatu pereaksi kimia sehingga ion tersebut bereaksi menghasilkan partikel yang lebih besar sampai dicapai ukuran nano (Brinker dan Scherer, 1990; Sakka, 2003). PVA merupakan salah satu jenis polimer yang hidrofilik yang banyak digunakan dalam berbagai bidang khususnya kimia, farmasi dan kesehatan. PVA dapat dicampur dengan materi lain untuk mendapatkan komposit yang lebih baik sesuai dengan kegunaannya. Gea (2010) telah mencampur PVA dengan selulosa bakteri untuk mendapatkan modulus elastisitas yang tinggi, Campos, dkk. (2012) mencampur PVA dengan perak (Ag) untuk mendapatkan sifat konduktivitas yang lebih tinggi. Zhang (2011) menambah graphene oxide pada PVA untuk menghasilkan komposit yang memiliki kekuatan tarik yang tinggi. Produk yang dihasilkan akibat proses ini umumnya mempunyai sifat fisik yang baik, tidak beracun dan mempunyai kemampuan menyerap air yang relatif tinggi dan biokompatibel (Sun, dkk. 2009). Hidrogel PVA berikatan silang (crosslink) merupakan salah satu hasil modifikasi polimer PVA. Hidrogel ini mempunyai struktur jaringan berbentuk tiga dimensi yang memungkinkan masuknya zat-zat lain ke dalamnya. Oleh karena itu matriks hidrogel banyak digunakan untuk immobilisasi obat, sel, enzim, dan polisakarida (Erizal dan Rahayu, 2009) Hidrogel PVA merupakan salah satu jenis hidrogel yang pada beberapa tahun belakangan ini dikembangkan untuk aplikasi, baik untuk keperluan di bidang kimia maupun kesehatan dan biomedis. Hal ini disebabkan hidrogel ini mempunyai sifat yang unik antara lain mempunyai suhu transisi 58oC dengan derajat hidrolisis sebagian dan 85oC dengan derajat hidrolisis penuh. Karena titik leleh PVA ini relatif rendah, maka diperlukan suatu penguat yang dapat memperbaiki sifat fisis dari material tersebut. PVA ini juga peka terhadap suhu, sehingga beberapa peneliti untuk memodifikasinya sebagai bahan baru. Pada penelitian ini dibuat nanopartikel
5 Universitas Sumatera Utara
ZnS sebagai penguat dan PVA sebagai matriks, sehingga terbentuk nanokomposit PVA/ZnS. Penelitian ini menggunakan metode kopresipitasi untuk mendapatkan nanopartikel ZnS dan metode sol-gel untuk mendapatkan nanokomposit PVA/ZnS. Metode sol-gel merupakan salah satu metode yang cukup mudah dan sederhana dalam pembuatan nanopartikel dengan menggunakan peralatan yang tidak memerlukan dana yang terlalu tinggi. Nanopartikel ZnS dicampur dengan PVA menggunakan pengaduk magnet untuk menghasilkan nanokomposit PVA/ZnS. Sampel yang sudah terbentuk dikarakterisasi dengan menggunakan XRD untuk menguji struktur dan phase yang terbentuk; peralatan SEM untuk mengetahui morfologi permukaan; Universal Testing Mechanic model UTC untuk menguji mekanis dan DSC untuk uji termal.
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana cara pembuatan nanopartikel ZnS dengan metode kopresipitasi. 2. Bagaimana struktur dan morfologi dari nanopartikel ZnS. 3. Bagaimana cara pembuatan nanokomposit PVA/ZnS dengan metode sol-gel. 4. Bagaimana pengaruh campuran nanopartikel ZnS dan PVA terhadap sifat mekanik nanokomposit PVA/ZnS. 5. Bagaimana pengaruh campuran nanopartikel ZnS dan PVA terhadap sifat termal nanokomposit PVA/ZnS.
1.3. Pembatasan Masalah Mengingat luasnya permasalahan dalam penelitian ini, keterbatasan waktu dan kemampuan peneliti sehingga sasaran yang dicapai lebih sesuai maka penelitian ini dibatasi: 1. Matriks yang digunakan pada penelitian ini adalah PVA dan penguatnya adalah nanopartikel ZnS 2. Komposisi campuran antara PVA dan ZnS dibatasi pada komposisi berat 0%, 1%, 2%, 3% dan 4% untuk ZnS
6 Universitas Sumatera Utara
3. Karakterisasi nanopartikel
ZnS yang dilakukan adalah uji XRD untuk
menentukan struktur dan ukuran dari nanopartikel ZnS, dan SEM untuk mengetahui morfologi 4. Karakterisasi nanokomposit PVA/ZnS yang dilakukan adalah uji mekanik yaitu kekuatan tarik, perpanjangan putus dan modulus Young. Uji SEM dan EDS untuk mengetahui morfologi dan kandungan zat pada nanokomposit. Uji termal dengan DSC untuk menentukan titik leleh.
1.4. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui cara pembuatan nanopartikel ZnS dengan metode kopresipitasi. 2. Menentukan struktur, ukuran dan morfologi dari nanopartikel ZnS 3. Mengetahui cara pembuatan nanokomposit PVA/ZnS dengan metode sol-gel. 4. Menentukan pengaruh campuran nanopartikel ZnS dan PVA terhadap sifat mekanik nanokomposit PVA/ZnS 5. Menentukan pengaruh campuran nanopartikel ZnS dan PVA terhadap sifat termal nanokomposit PVA/ZnS
1.5. Manfaat Penelitian Pembuatan sampel-sampel yang berskala nanometer memberikan informasi yang dapat ditindaklanjuti sesuai dengan karakteristik yang dihasilkan. Dengan adanya studi awal ini diharapkan dapat memberikan kesempatan untuk menghasilkan material yang dapat digunakan sesuai karakteristik yang akan dihasilkan. Apabila hasil-hasil ini dikembangkan bersama dengan industri maka dihasilkan suatu alat yang siap pakai. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan chasing, packing, film tipis dan bahan plastik yang mempunyai kekuatan mekanik yang lebih kuat dan mempunyai titik leleh yang lebih tinggi.
7 Universitas Sumatera Utara