BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kasus peledakan bom yang dilakukan oleh kelompok teroris umumnya bermotif ideologi, politik, agama, ekonomi atau balas dendam dan mendapat perhatian luas dari masyarakat baik didalam negeri maupun dunia internasional karena dapat menimbulkan rasa takut ditengah kehidupan masyarakat serta secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap kesetabilan keamanan dalam negeri dan dapat berdampak negatif terhadap investasi asing maupun menghambat pertumbuhan ekonomi nasional. Sejak tahun 2000-an hingga pertengahan tahun 2009 Puslabfor Polri dan semua Labfor Cabangnya di Polda-Polda diseluruh Indonesia telah banyak melakukan pemeriksaan baik terhadap Tempat Kejadian Perkara maupun analisis barang bukti ledakan bom yang terjadi di beberapa wilayah Republik Indonesia dimana kasus terakhir diperiksa adalah ledakan bom di JW Marriot-Ritz Carlton yang terjadi pada bulan Juli 2009 yang lalu. Dan dari data di Puslabfor Polri diperoleh data bahwa > 70 % dari kasus bom yang dianalisa menggunakan bahan peledak utama (main charge) campuran kalium klorat, sulfur dan aluminium powder. Kasus bom lainnya yang mendapat perhatian dunia adalah bom Bali I tahun 2002 yang
cukup dahsyat dan banyak memakan korban manusia serta
menimbulkan kerugian harta benda yang besar, sehingga ada pendapat yang menyatakan bahwa ledakan tersebut berasal dari ledakan mikro nuklir. Dari analisis residu ledakan yang dilakukan oleh Puslabfor
Polri dan
Australian Federal Police (AFP) terdapat perbedaan hasil anslisis yaitu Puslabfor Polri tidak menemukan adanya ion klorat, tetapi menemukan Tri Nitro Toluena (TNT), Cyclotrimethylenetrinitramine atau cyclonit ( RDX) dan Pentaerythritol tetranitrate ( PETN ), sementara AFP menemukan adanya ion klorida, ion kalium dan ion sulfat dalam konsentrasi tinggi tetapi tidak menemukan TNT, RDX dan PETN, sehingga AFP menyimpulkan bahwa bahan peledak utama bom Bali I menggunakan campuran bahan peledak kalium klorat dan sulfur.
1
Universitas Sumatera Utara
Perbedaan hasil analisa ini menjadi menarik untuk dipelajari oleh karena itu diperlukan penelitian dan pembuktian secara ilmiah sehingga tidak menimbulkan polemik ditengah masyarakat. Kami berpendapat bahwa tidak ditemukannya ion klorat pada analisis yang dilakukan Puslabfor Polri adalah disebabkan oleh mekanisme ledakan bom Bali I menggunakan booster TNT yang dililiti detonating cord sesuai dengan keterangan salah satu tersangka yakni Ali Imron dalam Buku Putih Bom Bali (2004), sehingga dari ledakan booster memperbesar shock wave (gelombang kejut) dan menghasilkan suhu cukup tinggi ( > 20000C ) yang dapat mengubah kalium klorat ( titik didih 4000C) dan sulfur (titik didih 4450C) menjadi fase uap, akibatnya antara shock wave dan suhu tinggi saling bersinergi untuk meledakkan main charge dan terjadi reaksi yang dahsyat karena berlangsung pada fase uap. Oleh karena reaksi berjalan pada fase uap maka reaksi yang terjadi lebih sempurna yang berarti konsentrasi ion klorat yang terdekomposisi lebih tinggi atau dengan kata lain ion klorida dan ion sulfat yang terbentuk semakin tinggi, sebaliknya konsentrasin ion klorat yang sisa semakin rendah. Campuran kalium klorat, sulfur dan aluminium powder digolongkan sebagai flash powder yang banyak digunakan pada industri kembang api, petasan, korek api yang biasanya menghasilkan cahaya dan jika terjadi ledakan biasanya lemah atau ledakan berkekuatan rendah. Namun demikian jika dirancang dengan formulasi tertentu dan menggunakan wadah atau kontainer kuat dan sempit (confined) maka campuran ini dapat terdetonasi sehingga pada kondisi ini bahan peledak tersebut sudah dapat digolongkan sebagai bahan peledak high explosive. Campuran bahan peledak kalium klorat yang sudah dikenal antara lain adalah dengan bahan organik seperti gula atau minyak yang dikelompokkkan sebagai Improvised Explosive Devic (Saferstein, 2002). Pada buku The Terrorist Hanbook, Gunzenboom Pyro-Technologies (2002) dijelaskan bahwa kelompok teroris telah menegembangkan penggunaan kalium klorat sebagai bahan peledak untuk bom rakitan yaitu dengan campuran vaselin atau petroleum jelly dengan perbandingan sebagai berikut yaitu kalium klorat 9 bagian berbanding vaselin 1 bagian dimana apabila terhadap campuran ini diberi shock wave akan terjadi ledakan yang lebih kuat dari black powder
Universitas Sumatera Utara
yaitu dengan kecepatan detonasi berada pada area kecepatan detonasi high explosive atau dengan kata lain sifat ledakan yang terjadi relatif kuat. Menurut J. Kohler dan Rudolf Meyer dalam bukunya “Explosive” edisi keempat tahun 1993, bahwa penggolongan bahan peledak low explosive dan high explosive adalah didasarkan pada kecepatan detonasinya yaitu dengan kecepatan detonasi pada kisaran antara 1500 - 9000 m/det digolongkan kedalam bahan peledak high explosive, sedangkan dengan kecepatan yang lebih rendah dari 1500 m/det digolongkan dalam bahan peledak low explosive. Dari penelitian yang dilakukan Puslabfor Bareskrim Polri bekerja sama dengan PT. Dahana Tasikmalaya pada tahun 2007 diperoleh hasil bahwa kecepatan detonasi dari campuran kalium klorat, sulfur dan aluminium dalam kontainer pipa paralon dan pipa besi yang dipicu oleh detonator pabrik diperoleh kecepatan detonasi sebesar 2700 m/det, hal ini menunjukkan bahwa kecepatan detonasi campuran bahan peledak tersebut berada pada kisaran kecepatan detonasi high explosive. Penelitian terhadap penggunaan kalium klorat sebagai bahan peledak adalah sangat terbatas dimana penelitian biasanya dilakukan dalam skala laboratorium terutama berkaitan dengan sifat-sifat klorat sebagai oksidator kuat
terutama
berkaitan dengan sifat kinetika kimianya. Lajos Szirovica (2009) telah mempelajari sifat kinetika reaksi klorat (ClO3 - ) dengan SO3- dan H2SO3 yaitu untuk menentukan kecepatan reaksi dengan mengukur konsentrasi dari konsentrasi Cl-
dan H+. Demikian juga
publikasi atau informasi tentang
penggunaan kalium klorat sebagai bahan peledak khususnya bahan peledak high explosive sangat terbatas dan sulit diperoleh tetapi publikasi yang ada umumnya hanya berkaitan dengan penggunaanya sebagai pyrotechnic atau kebutuhan pada dunia industri yang lainnya. Oleh karena itu kami ingin melakukan penelitian tentang penggunaan bahan kimia campuran tepung kalium klorat, sulfur dan aluminium ini sebagai bahan peledak yang bersifat high explosive yaitu dengan merancang ledakan bom rakitan menggunakan kontainer pipa galvanis serta sebagai pemicu ledakan dibuat bervariasi antara lain berupa detonator rakitan, detonator pabrik, detonator pabrik dengan tandem booster TNT, dan memodifikasi booster dengan memberi lapisan plat Pb maupun membuat rongga antara booster dengan main charge.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian juga dilakukan peledakan dengan menggunakan booster daya gel magnum sebagai perbandingan. Selanjutnya masing-masing bom rakitan sesuai dengan rancangan tersebut diatas diledakan dan dihitung kecepatan detonasinya menggunakan Dautriche Methode untuk mengetahui pengaruh dari penggunaan tandem booster terhadap kecepatan detonasi bahan peledak tersebut. Analisis terhadap residu ledakan dilakukan secara kualitatif dengan reaksi kimia (spot test) dan dengan alat Ion Scan, selanjutnya analisis kuantitatif dilakukan dengan metode Kromatografi Ion untuk mengetahui konsentrasi ion klorat yang terdekomposisi menjadi ion klorida sehingga diharapkan dapat menjelaskan permasalahan yang berkaitan dengan bom Bali I 2002 terutama tentang adanya perbedaaan hasil analisis dari Puslabfor Bareskrim Polri dengan temuan Polisi Federal Australia tentang bahan peledak utama yang digunakan.
1.2 . Perumusan Permasalahan Campuran tepung kalium klorat, sulfur, dan aluminium yang dalam kehidupan sehari-hari dikenal sebagai bahan pyrotechnic dan banyak digunakan pada pembuatan korek api dan petasan atau juga dikenal sebagai flash powder untuk pembuatan kembang api, dalam penggunaannya
hanya menimbulkan
ledakan kecil (low explosive) disertai timbulnya asap atau nyala api. Akan tetapi pada kenyataannya di Indonesia khususnya sejak tahun 2000 hingga kasus terakhir pada bulan Juli 2009 yang lalu kelompok teroris banyak menggunakannya
sebagai
bahan
peledak
high
expolsive
yang
dapat
menimbulkan kerusakan yang besar disertai dengan korban manusia dan kebakaran hebat. Salah satu kasus bom rakitan yang menjadi perhatian dunia karena ledakannya sangat dahsyat dan menimbulkan kerusakan harta benda yang besar disertai kebakaran hebat maupun memakan korban manusia cukup banyak adalah Bom Bali tahun 2002. Dari aspek hukum dan investigasi Polri sudah berhasil menangkap dan membongkar jaringan teroris pelaku bom tersebut, tetapi dari aspek ilmiah khususnya tentang jenis bahan peledak yang digunakan masih ada kontroversi yang perlu dibuktikan secara ilmiah yaitu adanya perbedaan hasil analisis antara
Universitas Sumatera Utara
Polri yang tidak menemukan klorat sedangkan Polisi Federal Australia menyimpulkan bahwa bahan peledak yang digunakan adalah klorat. Diperkirakan timbulnya ledakan yang sangat kuat (high explosive) adalah disebabkan oleh penggunaan tandem booster TNT pada rangkaian bom rakitan tersebut seperti yang diterangkan oleh salah satu tersangka Ali Imron, maka dengan adanya booster tersebut akan menghasilkan suhu ekstra tinggi yang berarti bahwa reaksi berjalan pada fase uap/gas sehingga terjadi reaksi yang dahsyat dan ledakan bersifat high explosive. Berdasarkan penjelasan diatas maka dalaqm penelitian ini dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu : Apakah penggunaan tandem booster TNT yang pada ledakannya menghasilkan suhu ekstra tinggi dapat mengubah campuran bahan peledak tepung kalium klorat, sulfur dan aluminium menjadi fase uap mengakibatkan reaksi yang terjadi lebih cepat dan dahsyat sehingga sifat ledakan menjadi high explosive, dan ion klorat tidak terdeteksi lagi pada residu ledakan tetapi terdeteksi sebagai ion klorida
sebagai mana hasil analisis Australian Federal Police pada residu
ledakan bom Bali tahun 2002.
1.3.
Hipotesa. Bahwa pada reaksi suhu ekstra tinggi yang dihasilkan dari ledakan
tandem booster TNT, campuran bahan peledak tepung kalium klorat, sulfur dan aluminium dapat diubah menjadi fase uap dahsyat serta ledakan
sehingga reaksi lebih cepat dan
ledakan yang terjadi bersifat high explosive dan pada residu
tidak terdeteksi lagi ion klorat tetapi sebagai ion klorida dalam
konsentrasi tinggi.
1.4.
Tujuan Penelitian. Untuk membuktikan apakah penggunaan tandem booster TNT pada bom
rakitan dengan rangkaian yang menyerupai atau ada kemiripan dengan rangkaian bom Bali 2002 dapat mengubah kecepatan detonasi bahan peledak campuran tepung kalium klorat, sulfur dan aluminium menjadi high explosive karena reaksi
Universitas Sumatera Utara
berjalan pada suhu tinggi yang dapat mengubah campuran bahan peledak tersebut menjadi fase uap, sehingga pada`residu ledakan tidak ditemukan ion klorat ditemukan tetapi terdeteksi sebagai ion klorida dalam konsentrasi tinggi.
1.4.
Manfaat Penelitian.
Dari hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk : a.
Sebagai bahan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan bahan peledak (explosive material) terutama pemanfaatan kalium klorat sebagai bahan peledak high explosive. b.
Untuk memberi masukan kepada pimpinan Polri dalam menyamakan
pandangan dan pendapat antara Polri dan Australian Fedral Police khususnya tentang analisis residu bom Bali I tahun 2002. c.
Penelitian
ini juga diharapkan bermanfaat bagi petugas Puslabfor
Bareskrim Polri sebagai pedoman analisis residu bahan peledak dan untuk antisipasi terhadap aksi peledakan bom yang mungkin dilakukan oleh teroris dimasa mendatang.
Universitas Sumatera Utara