1
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Renang merupakan salah satu cabang olahraga yang cukup populer di
Indonesia. Pada kenyataannya aktivitas berenang ini diikuti oleh banyak orang mulai anak-anak, dewasa, bahkan orang tua laki maupun perempuan. Sebagai tambahan, kolam renang dapat menjadi sangat terkenal sebagai pusat fitness dan rehabilitasi (Clement, 1997). Kecelakaan di kolam renang dapat terjadi pada semua orang, baik yang sudah biasa berenang apalagi yang belum bisa berenang. Salah satu jenis kecelakaan yang sering terjadi di kolam renang adalah tenggelam dan merupakan salah satu risiko terbesar dalam aktivitas renang sehingga terjadinya kematian. Mengurangi kemungkinan tenggelam atau jenis cedera air lainnya merupakan tanggung jawab bersama antara guru pendidikan jasmani, instruktur renang, orang tua, orang dewasa, dan lifeguard. Pada umumnya tenggelam merupakan kecelakaan, baik kecelakaan secara langsung maupun tenggelam yang terjadi secara tidak langsung. Namun demikian membekali diri dengan kemampuan pengetahuan keamanan dan penyelamatan merupakan sebuah tindakan bijak bagi mengatasi kecelakaan tenggelam di kolam renang (Sismadiyanto, 2009). Beberapa kasus menggambarkan kejadian tenggelam akibat pengawasan yang lemah, fasilitas yang kurang memadai, dan yang paling penting karena kegagalan dalam penanganan kasus darurat dalam kecelakaan di dalam air. Sepanjang tahun 2006-2007, tercatat 2 (dua) orang meninggal dunia karena tenggelam di berbagai kolam renang di Yogyakarta. Pertama, seorang siswi kelas 3 sekolah dasar yang tergabung dalam kelompok Panti Asuhan berjumlah 40 anak beserta 4 orang pendamping dewasa sedang berekreasi di kolam renang. Awalnya keempat pendamping ini menghitung jumlah anak, berdoa, dan memberikan ramburambu peringatan sebelum seluruh anak masuk ke kolam renang. Namun pada akhir kegiatan, terdapat satu siswa yang tenggelam dan tidak tertolong. Setelah
Universitas Sumatera Utara
2
ditemukan siswa tersebut sudah dalam keadaan kaku dan sekujur tubuh berwarna lebam. Tiga bulan kemudian setelah kejadian pertama, terjadi lagi korban tenggelam. Kali ini seorang siswa kelas 6 sekolah dasar yang menjadi korban. Tidak seperti biasanya, hari Sabtu waktu itu bertepatan dengan libur nasional. Tidak ada pendamping yang mengikuti. Korban ini tenggelam setelah melakukan loncat yang terlambat diketahui oleh orang terdekat maupun pengawas kolam renang. Kasus kedua ini lebih komplek penyebabnya, yaitu anak yang bersangkutan memiliki keterampilan renang yang kurang, panik, tidak ada pengawasan dari orang dewasa/orang tua/pengawas kolam renang, mengabaikan risiko tenggelam dengan berani berenang di kolam loncat pada kedalaman tujuh meter. Pada tahun 2014 pula, berlakunya insiden tenggelam pada seorang anak laki-laki yang berusia enam tahun di Hairos Water Park Jln.Jamin Ginting Medan. Korban yang tenggelam di dalam kolam renang itu tidak bisa berenang dan tidak diketahui oleh pengawas kolam renang. Setelah pengawas kolam renang mengeluarkan korban dari kolam renang, korban didapati sudah lagi tidak bergerak. Korban kemudian dibawa ke RSUP H Adam Malik. Kasus tenggelam lainnya yang mengakibatkan kematian terutama karena terlambat diketahui oleh pengawas kolam renang (lifeguard) dan karena pertolongan pertama yang terlambat pula. Berdasarkan pengertian yang diadopsi World Health Organization (WHO) pada tahun 2002, menyatakan bahwa tenggelam merupakan suatu proses kejadian gangguan pernapasan akibat perendaman
(submersion) atau pencelupan
(immersion) dalam cairan. Proses kejadian tenggelam diawali dengan submersion yaitu gangguan pernapasan baik karena jalan nafas seseorang berada di bawah permukaan cairan ataupun immersion yaitu air hanya menutupi bagian wajahnya saja (Szpilman D, 2012). Melihat dari beberapa kasus di kolam renang. Ada banyak hal yang perlu diperhatikan dan dihindari oleh pengunjung ketika sedang berada di kolam renang antara lain bersenda gurau saat berenang, berenang di tempat yang dalam padahal keterampilan berenangnya rendah, berenang di kolam dalam tanpa pengawasan dari pendamping maupun pengawas kolam renang atau lifeguard (Sismadiyanto, 2009).
Universitas Sumatera Utara
3
Tenggelam dalam waktu lebih dari 5 menit memiliki tingkat risiko kematian yang tinggi. Demikian pula dengan waktu pertolongan pertama yang cepat dan tepat akan sangat membantu proses pengeluaran air di dalam paru-paru dan dengan tepat diberi tindakan untuk merangsang kesadaran. Misalnya dengan memiringkan tubuh korban dan menepuk bagian punggung (Sismadiyanto, 2009). Inisiansi pemberian pertolongan pertama sangat penting untuk segera dilakukan agar korban dapat terhindar dari kematian atau kecacatan yang lebih parah. Pengetahuan mengenai teknik pemberian bantuan hidup dasar dan penanganan korban tenggelam sangat diperlukan dalam menghadapi situasi kegawatdaruratan. Bantuan hidup dasar (BHD) adalah usaha sederhana yang dilakukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam nyawa seseorang sehingga dapat mempertahankan kehidupannya untuk sementara. BHD dilakukan sampai bantuan atau pertolongan lanjutan datang. Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat medik yang bertujuan untuk mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi. Sebagian tindakan bantuan sederhana ini tidak memerlukan peralatan (AHA, 2010). Pada kondisi napas dan denyut jantung berhenti maka sirkulasi darah dan transportasi oksigen berhenti, sehingga dalam waktu singkat organorgan tubuh terutama organ fital akan mengalami kekurangan oksigen yang berakibat fatal bagi korban dan mengalami kerusakan. Resusitasi Jantung Paruh (RJP) atau Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) adalah suatu tindakan darurat sebagai suatu usaha untuk mengembalikan keadaan henti nafas atau henti jantung (kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah kematian biologis (Dede Kharisma Yanti Bala, 2004). Tujuan bantuan hidup dasar adalah mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi, memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang mengalami henti jantung atau henti nafas melalui Resusitasi Jantung Paru (RJP) (Dede Kharisma Yanti Bala, 2004). Oleh karena itu, tingkat pengetahuan dalam melaksanakan keterampilan dasar-dasar keamanan air bagi pengawas kolam renang (lifeguard), yang
Universitas Sumatera Utara
4
diharapkan mampu mengakomodir dan mengatasi berbagai permasalahan dan fenomena tenggelam seperti pemberian pertolongan pertama atau bantuan hidup dasar pada masyarakat. Selanjutnya memberikan pembekalan kepada pengawas kolam renang baik di kolam renang umum dan kolam renang di tempat rekreasi agar menguasai teknik-teknik penyelamatan di kolam renang.
1.2.
Rumusan Masalah Bagaimanakah gambaran tingkat pengetahuan pengawas kolam renang
tentang bantuan hidup dasar di Kota Medan?
1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui gambaran pengetahuan pengawas kolam renang tentang bantuan hidup dasar. 1.3.2. Tujuan Khusus Mengetahui gambaran pengetahuan pengawas kolam renang tentang definisi dan tujuan bantuan hidup dasar, tahapan airway, tahapan breathing, tahapan circulation, tahapan disability dan juga tahapan exposure. 1.4.
Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Pengawas Kolam Renang Sebagai bahan referensi untuk melakukan bantuan hidup dasar dan meningkatnya kualitasnya dalam melakukan tugas untuk menyelamatkan masyarakat di kolam renang. 1.4.2. Bagi Penulis Meningkatkan pengetahuan penulis tentang bantuan hidup dasar dan cara evakuasi pada korban hampir tenggelam di kolam renang.
Universitas Sumatera Utara
5
1.4.3. Bagi Manejmen Kolam Renang Dapat memberikan masukkan untuk meningkatkan mutu pengawas kolam renang dan upaya-upaya promotif untuk lebih meningkatkan program yang terkait dengan cara penyelamatan korban hampir tenggelam di kolam renang.
Universitas Sumatera Utara