BAB I PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kesatuan di Asia Tenggara yang terletak di garis khatulistiwa dan berada di antara Benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Karena letaknya yang berada di antara dua benua dan dua samudra, iajuga disebut sebagai Nusantara atau Kepulauan Antara.Indonesia terdiri dari 17.508 pulau dan merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Dengan populasi sebesar 222 juta jiwa pada tahun 2006, Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia serta negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia, pun secara resmi bukan merupakan negara Islam (www.indonesia.go.id). Sejarah
Indonesia
memang
banyak
dipengaruhi
oleh
bangsa
lainnya.Kepulauan Indonesia menjadi wilayah perdagangan penting setidaknya sejak abad ke-7, yaitu ketika Kerajaan Sriwijaya di Palembang menjalin hubungan agama dan perdagangan dengan Tiongkok dan India. Kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha telah tumbuh pada awal abad Masehi, diikuti para pedagang yang membawa agama Islam, serta berbagai kekuatan Eropa yang saling bertempur untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah Maluku semasa era penjelajahan samudra. Setelah berada di bawah penjajahan Belanda, Indonesia yang saat itu bernama Hindia-Belanda menyatakan kemerdekaannya di akhir Perang Dunia II. (www.id.wikipedia.org) Sebelum menjadi negara kesatuan, Indonesia sempat menyandang status sebagai negara federalis, Republik Indonesia Serikat pada 27 Desember 1949. Saat itulah terdapat banyak negara bagian di Indonesia, salah satunya adalah Negara Sumatera Timur (Sinar: 565). NST didirikan oleh Belanda dalam usaha mempertahankan daerah kaya minyak, perkebunan tembakau dan karet.NST saat ini telah menjadi Provinsi Sumatera Utara. Bagi Belanda, hasil perkebunan karet dan minyak sangat penting dalam usaha penjajahan wilayah Indonesia saat itu. Sebelumnya pada 8 Oktober 1947, Belanda juga mendeklarasikan Daerah Istimewa Sumatera Timur dengan
Universitas Sumatera Utara
gubernur Dr Tengku Mansur, seorang bangsawan Kesultanan Asahan yang juga ketua organisasi Persatuan Sumatera Timur (Blackwell, 2008: 172). Sebelum resmi menjadi negara bagian, Sumatera Timur dikenal dengan daerah yang
memiliki beberapa wilayah kerajaan seperti Kerajaan Langkat,
Kerajaan Deli, Kerajaan Serdang, (kini Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai), Kerajaan Asahan, Kedatukan di Batubara, Kerajaan Panai, Kerajaan Bilah, Kerajaan Kota Pinang dan Kerajaan Kualuh-Leidong di Kabupaten Asahan dan Kabupaten Labuhan Batu, Kerajaan Simalungun dan Kerajaan-Kerajaan di Tanah Tinggi Karo (Sinar: i). Banyak sejarah penting mengiringi perjalanan Sumatera Timur.Dan yang paling meninggalkan jejak karena dianggap sebagai peristiwa paling kejam hingga saat ini adalah Revolusi Sosial Sumatera Timur(Aziddin, 1948: 6).Revolusi sosial merupakan sebuah gerakan sosial di Sumatera Timur oleh rakyat terhadap penguasa kesultanan Melayu yang mencapai puncaknya pada bulan Maret 1946. Revolusi ini dipicu oleh gerakan kaum komunis yang hendak menghapuskan sistem kerajaan dengan alasan antifeodalisme.Revolusi melibatkan mobilisasi rakyat yang berujung pada pembunuhan anggota keluarga kesultanan Melayu yang dikenal pro-Belanda namun juga golongan menengah pro-Republik dan pimpinan lokal administrasi Republik Indonesia (Kahin, 2003: 412). Banyak bangsawan meregang nyawa dengan cara brutal. Dan yang paling berdarah adalah Kerajaan Langkat, juga Asahan (www.lenteratimur.com). Perihal Langkat, terjadinya Revolusi Sosial bermula saat Soekarno-Hatta menyatakan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 di Jakarta.Kabar tersebutsampai di Langkat setelah utusan dari Sumatera M Amir dan Tengku Hassan kembali dari Jawa, dan pada 4 Oktober 1945 barulah bendera Merah Putih dikibarkan di Sumatera (PandjiRa’jat, 1947). Selanjutnya pada 5 Oktober 1945, Sultan Mahmud yang saat itu menjabat sebagai pimpinan Istana Kerajaan Langkat kemudian menyatakan penggabungan negaranya dengan Negara Republik Indonesia. Kemudian sejak tanggal 22 Oktober 1945, beberapa tentara Sekutu menduduki beberapa tempat penting untuk melucuti senjata dan memulangkan tentara Jepang, mulai dari Gebang,
Berahrang, hingga ke beberapa tempat
Universitas Sumatera Utara
lainnya. Dan pada akhir tahun saat tentara Sekutu melakukan razia di Tebingtinggi, mereka juga sempat mengadakan kunjungan kehormatan kepada Sultan Langkat sebagai penguasa daerah. Kaum Komunis dan kaum Kiri lainnya menggunakan peristiwa ini sebagai fitnah adanya konspirasi bahwa Sultan Langkat adalah orang yang anti Republik (Sinar: 492-493). Gesekan dan perang dingin antara Kerajaan Langkat dengan laskar-laskar terus terjadi.Ketegangan memuncak pada 3 Maret 1946.Malam itu, Bupati Tengku Amir Hamzah beserta seluruh pembesar kerajaan diculik dan dibawa ke Kebon Lada (daerah Pungai).Amir Hamzah adalah Pangeran Langkat Hilir sekaligus seorang penyair besar yang turut menggelorakan gerakan anti kolonialisme melalui gagasan Indonesia.Mereka kemudian disiksa dan dipancung oleh algojo Mandor Iyang, orang yang pernah mengabdikan diri di Istana Kerajaan Langkat (Sinar: 494). Akan tetapi, Sultan Mahmud tak turut dibunuh.Ia ditangkap dan diasingkan hingga kemudian wafat karena sakit. Dari artikel Maret Berdarah di Sumatera Timur, 67 Tahun Silamyang dipublikasikan oleh media online lenteratimur.com pada 19 Maret 2013, dijelaskan bahwa kedua putri Sultan Mahmudjuga diperkosa di depan Sultan Mahmud sendiri, dan kisah pemerkosaan itu jadi cerita turun temurun di keluarga mereka hingga saat ini. Pada memoar itu juga tercantum kutipan dari Tengku Amaliah, istri Tengku Amir Hamzah, yang menceritakan kisah ketika suaminya yang diculik. Kutipan itu diambil dari buku hariannya (www.lenteratimur.com) Suatu pagi di Bulan Maret 1946. Serombongan Barisan Pemuda berbaris sambil bernyanyi-nyanyi lewat di depan Istana Binjai. Sore, beberapa orang datang ke istana mengambil Amir dengan alasan ‘dipinjam’ sebentar. Nanti akan dibawa kembali…. Kini, jika berkunjung ke Mesjid Azizi di Tanjung Pura, kita akan menemukan makam Tengku Amir Hamzah dan petinggi Kerajaan Melayu lainnya yang telah dipindahkan dari kuburan korban pembantaian di Kebon Lada pada tahun 1948 lalu. Itulah alasan mengapa Aziddin dalam bukunya Revolutie Antie Sociaal (1948) mengatakan bahwa hari itu adalah hari yang tidak boleh dilupakan oleh seluruh rakyat Indonesia.Ia menyebutnyasebagai hari paling jahat dan paling
Universitas Sumatera Utara
kejam yang dilakukan oleh Volksfront. Volksfront adalah front rakyat yang dimotori oleh Partai Komunis Indonesia.Mereka juga kerap disebut-sebut berasal dari Nasional Pelopor Indonesia (Napindo), Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo), Ku Tui Sin Tai (Barisan Harimau Liar), Hizbullah, dan buruh-buruh Jawa dari perkebunan serta kaum tani (www.lenteratimur.com). Dari rentetan peristiwa yang terjadi di Sumatera Timur saat terjadi revolusi sosial, khususnya di Langkat, sudah barang tentu media juga ikut ambil peran, baik itu sebagai pelapor, interpreter, wakil publik, watchdog, ataupun advokasi.Yang
(idealnya)
melaporkan
peristiwa-peristiwa
yang
diluar
pengetahuan masyarakat dengan netral tanpa prasangka (Ishwara, 2005: 7-8). Para wartawan pun terjun langsung ke tempat kejadian sebagai pengamat pertama,dengan persepsi dan interpretasi berbeda-beda untuk kemudian disebarluaskan melalui media massa tempat ia bekerja. Media massa adalah agen sosialisasi sekunder yang dampak penyebarannya paling luas dibanding agen sosialisasi lain. Meskipun dampak yang diberikan media massa tidak secara langsung terjadi, namun cukup signifikan dalam memengaruhi seseorang, baik dari segi kognisi, afeksi maupun konatifnya (Gabner, 2007: 8). Media massa memiliki peran besar dalam membentuk opini masyarakat tentang tokoh atau sekelompok orang tertentu. Pesan yang terus disampaikan melalui simbol-simbol atau istilah tertentu secara berulang-ulang dapat membentuk pandangan tersendiri bagi masyarakat.Pandangan ini bisa positif atau negatif. Pencitraan yang sudah begitu melekat dalam masyarakat ini kemudian berkembang menjadi stereotip yang kemudian diteruskan intra dan inter generasi (Gabner, 2007: 9). Begitu halnya dengan Revolusi Sosial Sumatera Timur, khususnya di Langkat.Pandangan yang berkembang dari peristiwa tersebut adalah terhapusnya sistem kerajaan yang ada merupakan keinginan kelompok tertentu yang menganut paham antifeodal, dengan membunuh para petinggi Kesultanan Melayu.Lantas informasi itulah yang berkembang di masyarakat, dengan latar belakang peristiwa yang bermacam-macam. Nurdin
mengungkapkan
media
massa
hendaknya
tak
sekadar
memberitakan peristiwa semata, namun juga mengevaluasi dan menganalisis
Universitas Sumatera Utara
setiap kejadian lewat keahlian wartawan menginterpretasikan pesan dan fakta dari lapangan. Media massa juga harus melakukan interpretatis (Nurdin, 2003: 93). Bagimana media menyajikan suatu isu menentukan bagaimana khalayak memahami dan mengerti suatu isu (Eriyanto, 2002: 217). Jika masyarakat mengamini stereotip yang ditanamkan oleh media massa, maka hal tersebut akan diteruskan ke generasi selanjutnya. PandjiRa’jat adalah suratkabar yang terbit pertama kali pada 15 November 1945. Awalnyasuratkabar yang beralamat di Jalan Gambir No. 9, Jakarta, ini terbit sekali dalam sepekan, yaitu hari Kamis. Namun sejak 18 Juni 1946, suratkabar ini terbit dua kali dalam seminggu yaitu hari Selasa dan Jumat.Surat kabar ini berisi empat halaman disetiap terbitnya. Awalnya Pandji Ra’jat terbit dengan 1000 eksemplar dan hanya dapat disirkulasikan di lingkungan masyarakat yang kecil, tapi seiring berjalannya waktu jumlahnya bertambah menjadi 20.000 eksemplar dan tersebar di tempat yang dapat dikunjungi di seluruh Indonesia, Malaya, Siam, Indo Cina, Australia, Arabia, serta ke Negeri Belanda (Pandji Ra’jat, 1946). Kini koran ini, sebagaimana koran-koran terbitan lama, dikumpulkan oleh lembaga bernama Institute for War, Holocaust and Genocide Studies di Belanda, dan dapat diakses melalui situs resminya http://noid.x-cago.com. Untuk melihat konstruksi media tentang Melayu saat Revolusi Sosial Sumatera Timur di Kesultanan Langkat, media ini dinilai cukup mewakili.Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melihat konstruksi Melayu di PandjiRa’jat khususnya saat Revolusi Sosial Sumatera Timur yang terjadi di Kesultanan Langkat sejak Maret 1946 sampai Desember 1948.
I.2
Fokus Masalah Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan permasalahannyaadalah : “Bagaimana Konstruksi Melayu saat Revolusi Sosial Sumatera Timur di Kesultanan Langkat dalam Surat Kabar PandjiRa’jat?”
Universitas Sumatera Utara
Agar tidak terjadi ruang lingkup penelitian yang terlalu luas dan akan mengaburkan penelitian, maka perlu dibuat pembatasan masalah. Pembatasan masalah yang akan diteliti adalah : 1. Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif, bertujuan untuk melihat bagaimana wartawan PandjiRa’jat menulis peristiwa Revolusi Sosial Simatera Timur di Kerajaan Langkat yang melibatkan rakyat Melayu. 2. Penelitian ini menggunakan analisis framing dengan memakai pisau analisis model Gamson dan Modigliani. 3.
Penelitian dilakukan pada surat kabarPandjiRa’jat yang dipublikasikan sejak terjadinya Revolusi Sosial Sumatera Timur yaitu pada Maret 1946 hingga Desember 1948.
I.3
Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis naskah tentang rakyat Melayu saat Revolusi Sosial Sumatera Timur di Kesultanan Langkat dalam surat kabar PandjiRa’jat. 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Melayu dikemas melalui pemberitaan surat kabar PandjiRa’jat. 3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna isi pesan yang terkandung dalam naskah surat kabar PandjiRa’jat.
I.4
Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan berguna untuk memperkaya khazanah penelitian tentang media dan bidang jurnalistik. 2. Secara
akademis,
penelitian
ini
dapat
disumbangsihkan
kepada
Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, guna memperkaya bahan penelitian dan sumber bacaan. 3. Secara praktis, diharapkan bermanfaat bagi pembaca agar lebih kritis terhadap informasi yang disajikan dan memberikan masukan pemikiran kepada pihak-pihak yang membutuhkan.
Universitas Sumatera Utara