BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan kulitas sumber daya manusia (SDM). Salah satu upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah
terciptanya pembangunan kesehatan
yang
adil dan
merata,
yang
mengupayakan agar masyarakat berada dalam keadaan sehat secara optimal, baik fisik, mental, dan sosial serta mampu menjadi generasi yang produktif. (Depkes, 2002) Pembangunan kesehatan juga meliputi pembangunan berwawasan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan keluarga serta pelayanan kesehatan (Depkes, 2000). Berbagai masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat turut mempengaruhi upaya pelaksanaan peningkatan derajat kesehatan masyarakat, salah satunya adalah masalah gizi. Ketidakseimbangan gizi dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia (Latief, 1999) Kekurangan gizi menjadi masalah yang umum di negara-negara berkembang. Masalah gizi utama di Indonesia di dominasi oleh masalah gizi kurang yaitu Kurang Energi Protein (KEP), Anemia Besi, Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) dan kurang Vitamin A (KVA). Disamping itu juga terdapat masalah gizi mikro lainya seperti defisiensi zink yang sampai saat ini belum terungkap karena adanya keterbatasan ilmu pengetahuan dan teknologi gizi. (Supariasa, 2002)
Universitas Sumatera Utara
Anak usia sekolah dasar (SD) merupakan generasi penerus bangsa yang dapat membawa perubahan bagi bangsa dan negara. Mereka merupakan kelompok yang rawan terhadap masalah kurang gizi. Rendahnya status gizi anak-anak sekolah akan berdampak negatif pada peningkatan kuliatas Sumber Daya Manusia (SDM). Masalah gizi pada anak usia sekolah adalah masalah kesehatan yang menyangkut masa depan dan kecerdasan serta memerlukan perhatian yang lebih serius. Anak sekolah dasar sedang mangalami pertumbuhan secara fisik dan mental yang diperlukan guna menunjang kehidupannya di masa datang, guna mendukung keadaan tersebut maka anak sekolah dasar memerlukan kondisi tubuh yang optimal dan bugar, sehingga memerlukan status gizi yang baik, dan anak sekolah dapat di jadikan perantara dalam penyuluhan gizi keluarga dan masyrakat sekitarnya. (Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat, 2001) Perhatian terhadap anak usia Sekolah Dasar (SD) semakin ditingkatkan, terutama dalam hal yang berkaitan dengan masalah gizi. Perhatian terhadap kelompok ini perlu, karena kenyataannya golongan ini merupakan sumber daya manusia yang sangat potensial yang perlu diberikan perhatian, pembinaan dan pengawasan yang sedini mungkin agar menghasilkan kualitas yang baik. Pertumbuhan anak yang baik dalam lingkungan yang sehat penting untuk menciptakan generasi penerus yang berkualitas dan berpotensi. (Santoso S, 1999) Berbagai masalah kesehatan dijumpai di kalangan anak sekolah, diantaranya adalah kurangnya pertumbuhan fisik secara optimal. Salah satu faktor yang sangat menentukan adalah faktor gizi. Kurang gizi pada masa ini akan mengakibatkan terganggunya pertumbuhan badan, mental, kecerdasan dan mudah terserang penyakit
Universitas Sumatera Utara
infeksi. Di samping kurang gizi, ditemukan juga masalah kesehatan pada anak yang disebabkan gizi lebih yang dapat menyebabkan kegemukan dan anak beresiko menderita penyakit degeneratif. Pada dasarnya seiring dengan pertambahan usia anak, ragam makanan yang diberikan harus bergizi lengkap dan seimbang. Peran zat gizi ini penting untuk menunjang tumbuh kembang anak, termasuk untuk menunjang kecerdasannya. Dalam hal pengaturan pola konsumsi makan, orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam memilih jenis makanan yang bergizi seimbang. Dikatakan juga bahwa bila terdapat kebiasaan makan yang jelek pada anak, selain dipengaruhi oleh kebiasaan keluarga yang jelek juga dipengaruhi oleh pendapatan keluarga yang rendah. Dengan pendapatan terbatas, tidak terpenuhinya variasi dan jumlah makanan yang dibutuhkan dalam mengembangkan kebiasaan gizi yang baik pada anak. Keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama dan terpenting sehingga kondisi keluarga akan sangat berpengaruh terhadap pendidikan anak. Peranan sosial ekonomi keluarga terhadap pendidikan anak sangat luas dan uraian ini bergantung dari sudut orientasi mana akan dilakukan. Dari sudut ekonomi, keluarga adalah organisasi ekonomi primer. Kondisi ekonomi yang kurang atau kemiskinan akan berpengaruh besar terhadap kondisi fisik dan mental tiap anggota keluarga. (Singgih, 2000) Kurang gizi pada anak sekolah pada umumnya disebabkan karena kebiasaan makan anak yang tidak teratur. Dimana pada masa ini anak mulai memilih sendiri makanan yang disenangi dan sudah menyukai makanan di luar rumah. Selain dari
Universitas Sumatera Utara
perubahan pola makan, anak-anak pada usia ini juga mengalami pergeseran status gizi karena tingkat pengetahuna dan kebiasaan jajannya. (Santoso S, 1999) Berdasarkan data FAO (2006), sekitar 854 juta orang di dunia menderita kelaparan kronis dan 820 juta diantaranya berada di negara berkembang. Dari jumlah terebut, 350-450 juta atau lebih dari 50% diantaranya adalah anak-anak, dan 13 juta di antaranya berada di Indonesia (Unilever, PT 2007). Menurut penelitian LIPI (2004) Lebih dari sepertiga (36,1%) anak usia sekolah di Indonesia menderita gizi kurang dan hasil SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga, 2004), menunjukkan bahwa terdapat 18% anak usia sekolah dan remaja 5-17 tahun berstatus gizi kurang. Prevalansi gizi kurang paling tinggi pada anak usia sekolah dasar (21%). Berdasarkan hasil survei terhadap 600 ribu anak sekolah dasar di 27 propinsi menunjukkan bahwa anak sekolah yang mengalami gangguan pertumbuhan berkisar antara 13,6% dan 43,7%. (Jalal, 1998) Sedangkan dari hasil Survei Tinggi Badan Anak Baru Sekolah (TBABS) tahun 1994 dan 1999 di kota dan desa menunjukkan bahwa tidak terlihat perubahan perbaikan gizi yang bermakna dari hasil pengukuran tersebut. Pada tahun 1994, prevalensi gizi kurang menurut TB/U anak usia 6-9 tahun (anak pendek) adalah 39,8% pada tahun 1999 prevalensi ini hanya berkurang 3,7% yaitu menjadi 36,1%. Dapat disimpulkan bahwa anak Indonesia yang baru masuk sekolah keadaan gizinya masih jauh dibandingkan dengan rujukan, masih sekitar 40% anak di kategorikan pendek. Selain itu masih dijumpai sekitar 9-10% anak yang di kategorikan sangat pendek. (PERSAGI, 2004)
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 ditemukan angka kekurusan di Sumatera Utara adalah 12.4% untuk anak laki-laki dan 9.7% pada anak perempuan, angka kekurusan pada anak baru sekolah di Kota Medan adalah 11.1% pada anak laki-laki dan 7.4% pada anak perempuan. Angka ini lebih tinggi dari angka kekurusan Provinsi Sumatera Utara yaitu 12,4% pada anak laki-laki dan 9,7% pada anak perempuan. Kecamatan Sunggal, sebagai salah satu kecamatan yang berada di wilayah administrasi Kota Medan juga memiliki prevalensi kekurusan yang tinggi. Sebanyak 3,7% anak sekolah mengalami masalah kesehatan khususnya masalah gizi.(Laporan Tahunan Puskesmas Sunggal tahun 2007). Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu dialakukan penelitian tentang kecenderungan status gizi anak baru masuk sekolah di Kecamatan Sunggal tahun 2007-2010. 1.2. Permasalahan Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi permasalahan peneliti adalah bagaimana kecenderungan status gizi anak baru masuk sekolah dasar di Kecamatan Sunggal sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 1.3. Tujuan 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui kecenderungan status gizi anak baru masuk sekolah dasar di Kecamatan Medan Sunggal tahun 2007-2010
Universitas Sumatera Utara
1.3.2. Tujuan Khusus 1.
Untuk mengetahui status gizi anak baru masuk sekolah dasar di SD Negeri 064020 tahun 2007-2010, berdasarkan BB/U, TB/U, dan IMT/U
2.
Untuk mengetahui status anak baru masuk sekolah dasar di SD Darma Pala tahun 2007-2010, berdasarkan BB/U, TB/U, dan IMT/U
1.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi Puskesmas sebagai masukan untuk menentukan suatu kebijakan dalam menyususun Program Unit Kesehatan Sekolah (UKS) 2. Sebagai masukan bagi pihak sekolah tentang status gizi muridnya
Universitas Sumatera Utara