BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alinea keempat tertulis bahwa salah satu tugas dari negara adalah mensejahterakan rakyat dengan pembangunan nasional, dimana tujuan dari pembangunan nasional itu sendiri adalah untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah Negara Republik Indonesia sebagai salah satu upayanya mewujudkan hal tersebut membuat peraturan perundang-undangan mengenai lembaga pembiayaan sebagai sumber pembiayaan alternatif yang potensial untuk menunjang pertumbuhan perekonomian nasional.1 Lembaga pembiayaan dalam ketentuan Peraturan perundang-undangan di Indonesia digolongkan kedalam lembaga keuangan non bank ( Selanjutnya disebut LKNB), kegiatan lembaga pembiayaan diatur berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan, lembaga pembiayaan ini baru tumbuh dan berkembang seiring dengan adanya Paket Deregulasi Tahun 1988, yaitu Paket Deregulasi 27 Oktober 1988 ( Pakto 88) dan Paket Deregulasi 20 Desember 1988 ( Pakdes 88 )2, namun seiring dengan berkembangnya lembaga pembiayaan di Indonesia, bukan hanya dampak 1 2
Sunaryo, 2008. Hukum Lembaga Pembiayaan, Sinar Grafika,hlm.1 Ibid
2
positifnya saja yang dirasakan oleh negara dan masyarakat, melainkan juga dampak negatif berupa maraknya bentuk tindak pidana kejahatan yang menggunakan jasa lembaga pembiayaan. Salah satu bentuk tindak pidana kejahatan dengan menggunakan Jasa lembaga pembiayaan yang sangat merugikan baik bagi negara dan masyarakat karena berpotensi untuk merusak tatanan perekonomian nasional adalah Tindak Pidana Pencucian Uang ( Selanjutnya Disebut TPPU). Bentuk TPPU di Indonesia sebenarnya telah banyak merugikan Perekonomian nasional Indonesia, hal tersebut dapat kita lihat dari pelaporan Financial Action Task Force (on Money Loundring) (Selanjutnya Disebut FATF). FATF selaku organisasi internasional yang bertanggung jawab untuk memeriksa perkembangan teknik pencucian uang, menganalisis langkah hukum yang telah ditempuh pemerintah negara tertentu untuk menanggulangi pencucian uang yang terjadi di negaranya dan menetapkan langkah-langkah yang masih harus diambil untuk memberantas TPPU, pada tahun 2001 FATF telah mengeluarkan laporan pendahuluan tentang Indonesia sehubungan dengan kriteria penilaian negaranegara dan wilayah-wilayah yang tidak kooperatif dalam menerapkan kerjasama internasional dalam memberantas TPPU. Menyingkapi laporan dari FATF, Pemerintah Negara Republik Indonesia pada tahun 2009, melalui Bank Indonesia menyatakan mengadopsi rekomendasi FATF terbaru yang dikenal sejak lama sebagai rekomendasi 40 + 9 sebagai standar Internasional yang digunakan untuk mencegah dan memberantas TPPU dan pendanaan terorisme, terdapat penyesuaian Terminologi dari sebelumnya
3
menggunakan Terminologi “Know Your Customer”
menjadi Terminologi
“CDD/Customer due diligence” 3. Aplikasi dari diterapkannya rekomedasi tersebut bagi LKNB, pada khususnya lembaga pembiayaan dapat kita lihat dengan diundangkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 45/KMK.06/2003 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.012/2006 yang juga telah diubah dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30/ PMK 010/2010 Tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah bagi Lembaga Keuangan Non Bank, peraturan inilah yang pertama kali memperkenalkan Terminologi Prinsip Customer due diligence dalam Ketentuan Pasalnya, yaitu dalam Pasal 7, 8, 12 dan 13. Urgensi dari diterapkannya Customer due diligence dalam peraturan ini adalah tidak lain untuk menerapkan rekomendasi ke 10 dari FATF yang menetapkan peraturan untuk mengetahui identitas dan penyimpanan data nasabah untuk mengetahui latar belakang dan identitas dari nasabah.4 Adanya Penerapan Terminologi Prinsip Customer due diligence dalam LKNB, pada khususnya lembaga pembiayaan, sejauh ini telah berlaku selama 2 ½ ( dua setengah) Tahun, dalam waktu yang masih singkat tersebut, jelas dibutuhkan beragam upaya agar penerapan Prinsip Customer due diligence pada LKNB, khususnya Lembaga Pembiayaan dapat berlaku efektif. Pentingnya dilakukan upaya lebih tersebut di lontarkan oleh Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman
3
http://www.bi.go.id, Prinsip Mengenal Nasabah dan Anti Pencucian Uang, Program Anti Pencucian Uang Dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT) http://www.bi.go.id/web/id/Perbankan/Prinsip+Mengenal+Nasabah+dan+Anti+Pencucian+Uang /, 4 juli 2013 4 Money Laundring Material Related to FATF Review of Indonesia, Bussiness Advisory Indonesia,Rec Financial Action Task Force, Tahun 2002, hlm 9
4
D. Hadad, menurutnya pelaporan transaksi mencurigakan di lembaga keuangan non perbankan masih sangat rendah, edukasi perlu ditingkatkan kepada para petugas lembaga jasa keuangan untuk melaporkan transaksi yang dinilai mencurigakan.
Dalam
memuluskan
langkah
tersebut
dan
mendukung
pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme, OJK telah menjalin kerjasama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan ( PPATK)5. Adanya hal tersebut menunjukkan bahwa perlu diadakannya penelitian mengenai bentuk penerapan Customer due diligence pada lembaga pembiayaan, agar dapat diperoleh data bagaimana bentuk penerapan Prinsip tersebut selama ini dalam Lembaga Pembiayaan selaku sumber pembiayaan alternatif yang potensial untuk menunjang pertumbuhan perekonomian nasional. Berdasarkan data PPATK selaku Lembaga Independen yang bertugas memberantas TPPU, pada Tahun 2012 PPATK menemukan ada sekitar Rp 100.000.000.000.000.000,00 ( Seratus Triliun Rupiah ) beredar yang diduga berasal dari praktik penyimpangan. Jumlah itu berasal dari 108.145 Transaksi mencurigakan yang diterima PPATK, jumlah pelaporan tersebut berasal dari Penyedia Jasa keuangan Bank sebesar 54,5% dan Penyedia Jasa Keuangan Non Bank sebesar 45,5 Persen6. Jumlah uang beredar yang diduga berasal dari praktik tindak pidana tersebut jelas dapat semakin banyak apabila tidak diantisipasi
5
http://www.infobanknews.com . Ojk : Pelaporan Transaksi Mencurigakan Industri Keuangan Non Bank Rendah. http://www.infobanknews.com/2013/06/ojk-pelaporan-transaksi-mencurigakan-industrikeuangan-non-bank-rendah/ 18 Juni 2013 6 http:// Nasional.kompas.com. Nilai Transaksi Mencurigakan 2012 Capai Rp.100 Triliun http://nasional.kompas.com/read/2013/01/02/17384835/Nilai.Transaksi.Mencurigakan.2012.Ca pai.Rp.100.Triliun, 2 Januari 2013
5
dengan baik, apabila terus berlanjut adanya hal itu akan merusak stabilitas perekonomian nasional. Berdasarkan atas latar belakang tersebut diatas dapat terlihat bahwa adanya suatu bentuk TPPU dalam LKNB telah mencapai 45.5 persen dari 108.145 Transaksi mencurigakan, dengan kata lain terdapat 49.205 pelaporan transaksi mencurigakan pada tahun 2012 bagi LKNB, namun jumlah pelaporan tersebut menurut Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D. Hadad, masih sangat rendah dibandingkan dengan jumlah transaksi mencurigakan yang sebenarnya terjadi. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa tujuan dasar dari perusahaan penyedia jasa lembaga pembiayaan selaku LKNB adalah untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dari bidang usahanya tersebut, sehinggga potensi untuk tidak sepenuhnya diterapkan prinsip Customer due diligence oleh LKNB tetap terbuka apabila adanya prinsip ini tidak sesuai untuk diterapkan dengan kondisi sosiologis masyarakat Indonesia saat ini. Suatu peraturan perundang-undangan yang pada hakekatnya dibentuk untuk mensejahterakan negara dan masyarakat seyogyanya juga memperhatikan faktor tersebut dan juga faktor kesejahteraan perusahaan selaku penggiat bisnis, dengan dipengaruhi kondisi sosiologis masyarakat indonesia saat ini yang jelas berbeda dengan kondisi sosiologis masyarakat negara lain, pada khususnya uni eropa yang mendirikan FATF sebagai pencipta terminologi Customer due diligence, belum tentu penyedia jasa lembaga pembiayaan Indonesia dapat secara efektif memberlakukan prinsip ini tanpa terancam turunnya pendapatan perusahaan, maka dari itu perlulah diteliti mengenai dampak positif dari Penerapan Prinsip
6
Customer due diligence oleh Perusahaan penyedia jasa lembaga pembiayaan Indonesia, agar dapat diketahui segi positif mana dalam penerapan prinsip ini yang dapat menunjang kinerja perusahaan dalam memperoleh keuntungan agar dapat menjaga eksistensi perusahaan tersebut dalam menyediakan jasa pembiayaan bagi masyarakat. Dalam pembahasan latar belakang sebelumnya telah dinyatakan bahwa dengan diterapkannya Costumer Due Diligence yang merupakan terminologi yang diciptakan oleh FATF, dimana dalam penciptaan terminologi tersebut terpengaruh oleh kehidupan sosiologis masyarakat eropa yang pastinya berbeda dengan kondisi sosiologis masyarakat Indonesia, timbulnya perbedaan faktor sosiologis dengan masyarakat Indonesia seharusnya bukan sebagai pemakluman bagi perusahaan penyedia jasa pembiayaan LKNB untuk tidak menerapkan prinsip ini, maka dari itu menurut penulis juga perlu diteliti bagaimana praktik penerapan sanksi oleh pemerintah terhadap penyedia jasa pembiayaan LKNB yang tidak menerapkan prinsip tersebut dalam praktik usahanya. Adanya hal tersebut mendorong penulis untuk mengadakan penelitian terkait dengan efektifitas penerapan Customer due diligence pada Lembaga Pembiayaan demi menunjang terwujudnya pembangunan nasional dikemudian hari sesuai dengan yang cita-citakan pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Berdasarkan atas hal-hal tersebut, maka penelitian yang diusulkan oleh penulis diberi judul : ”PENERAPAN
CUSTOMER
DUE
DILIGENCE
PADA
LEMBAGA
PEMBIAYAAN BERDASARKAN PMK NO.30/PMK 010/2010 TENTANG PRINSIP MENGENAL NASABAH BAGI LEMBAGA KEUANGAN NON
7
BANK”. Diharapkan dari penelitian ini dapat ditemukan langkah yang tepat, baik oleh pemerintah maupun penyedia jasa keuangan lembaga pembiayaan untuk membuat penerapan Customer due diligence yang efektif dan dapat secara optimal mencegah dan memberantas TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia. B. Rumusan Permasalahan Berdasarkan atas latar belakang permasalahan tersebut diatas, maka dirumuskanlah permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana bentuk penerapan Customer due diligence berdasarkan PMK No.30/PMK 010/2010 pada penyedia jasa lembaga pembiayaan? 2. Apakah penerapan Customer due diligence Berdasarkan PMK No.30/PMK 010/2010
berdampak
positif
terhadap
kebijakan identifikasi
dan
penerimaan nasabah oleh Penyedia Jasa lembaga pembiayaan? 3. Bagaimana bentuk penerapan sanksi terhadap penyedia jasa keuangan lembaga pembiayaan yang tidak menerapkan ketentuan Customer due diligence Berdasarkan PMK No.30/PMK 010/2010? C. Tujuan Penelitian Berangkat dari permasalahan yang ada, maka Penulis merumuskan tujuan dari dilakukannya penelitian hukum ini, baik dari segi subjektif Penulis maupun segi objektif permasalahan. 1. Tujuan Subjektif Tujuan Subjektif dalam penelitian ini bertujuan agar penulis benar-benar dapat menguasai sistematika dan regulasi yang mengatur bentuk kebijakan identifikasi dan penerimaan nasabah dalam Lembaga Pembiayaan serta
8
mengetahui perkembangan langkah-langkah pencegahan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme pada lembaga pembiayaan di Indonesia, agar penulis dapat memahami langkah ideal dalam tataran penerapan Customer due diligence dari berbagai sudut pandang pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Penelitian yang dilakukan oleh penulis ini merupakan pemenuhan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) 2. Tujuan Objektif Agar diperoleh data mengenai bentuk penerapan Customer due diligence oleh penyedia jasa lembaga pembiayaan, semenjak diberlakukannya ketentuan tersebut hingga sampai penelitian ini dilakukan. Dengan dibuatnya penelitian ini diharapkan dapat diketahui perkembangan positif dari diterapkannya Customer due diligence sebagai sarana kebijakan identifikasi dan penerimaan nasabah oleh Penyedia Jasa Lembaga Pembiayaan. Agar diketahui praktik penerapan sanksi terhadap penyedia jasa lembaga pembiayaan yang tidak menerapkan ketentuan Customer due diligence. D. Keaslian Penelitian Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis ini belum pernah dilakukan atau diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi manapun. Sepanjang pengetahuan penulis, segala bentuk penulisan hukum yang akan dituliskan oleh penulis bukan merupakan karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain.
9
Adapun penelitian mengenai prinsip mengenal nasabah yang merupakan terminologi terdahulu dari Terminologi “Customer due diligence” berdasarkan atas hasil observasi penulis , pernah juga ditulis oleh beberapa mahasiswa fakultas hukum Universitas Gadjah Mada, di bagian hukum dagang penulis menemukan penulisan hukum berjudul “Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) dalam transaksi perbankan” yang ditulis oleh Ike Merdeka Wati, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada angkatan 2002 dan “Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) Bagi lembaga keuangan non bank pada perusahaan perasuransian di yogyakarta” yang ditulis oleh Alifa Prasasti Rahmaningrum, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Angkatan 2007, Dalam Ranah Hukum Pidana penulis menemukan penulisan hukum berjudul “ Pelaksanaan prinsip Mengenal nasabah Oleh BPR di Jawa Tengah Dalam Rangka Membantu Terwujudnya Sistem Anti Pencucian Uang” yang ditulis oleh Dody Nugraha Mahasiswa Magister Hukum Bisnis Unversitas Gadjah Mada Angkatan 2007, dan Penulisan Hukum ” Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Oleh Bank Dalam Upaya Mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang” Yang ditulis oleh Dina Febriana Mahasiswa Fakultas Hukum Unversitas Gadjah Mada Angkatan 2002. Adanya Penulisan Hukum tersebut berbeda dengan penulisan hukum yang akan diangkat oleh penulis, Mayoritas penelitian penulisan hukum tersebut ditinjau dari penerapannya dalam perbankan dan perasuransian. Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis, dilakukan dalam ranah Lembaga Pembiayaan
10
sebagai LKNB serta akan terlihat pengkajian mengenai sebab pengubahan terminologi antara prinsip “Know Your Customer” menjadi
“Customer due
diligence” Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menambah penelitian sebelumnya serta memperkaya lapangan penelitian dan penulisan hukum yang bersifat akademis. E. Kegunaan Penelitian Hasil dari penulisan hukum ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada khalayak umum, pemerintah maupun akademisi baik dari segi teoritis maupun praktis. 1. Kegunaan Teoritis Hasil dari penelitian hukum ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada ilmu hukum khususnya di bidang ilmu hukum lembaga Pembiayaan sebagai sumber kepustakaan untuk menyingkapi permasalahan yang berkembang di dunia lembaga pembiayaan ,pada khususnya permasalahan dalam hal pemanfaatan Lembaga Pembiayaan sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme, sehingga pembuat undang-undang dapat membuat ketentuan
perundang-undangan
yang
lebih
efektif
sesuai
dengan
perkembangan zaman serta menaungi kepentingan segala pihak, baik pelaku usaha, masyarakat, negara maupun dunia internasional. Mengingat bahwa bentuk pembiayaan dengan memanfaatkan Lembaga keuangan non bank dapat menjadi sarana paling efektif dalam mengembangkan perekonomian Negara Indonesia dengan basis usaha masyarakat yang mandiri.
11
2. Kegunaan Praktis Dengan hasil penelitian hukum ini. Penulis berharap dapat memberikan sampel mengenai bentuk pelaksanaan Customer due diligence di Indonesia dan bentuk keefektifitasan penerapannya pada saat ini, ditinjau dari kebutuhan perkembangan Lembaga Pembiayaan Di Indonesia. F. Sistematika Penulisan Bab I. Pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, keaslian penelitian, kegunaan penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan. Bab II. Pengantar tentang Lembaga Pembiayaan, Tinjuan Umum tentang Lembaga pembiayaan yang terdiri dari sejarah lembaga pembiayaan, hukum lembaga pembiayaan di Indonesia,Definisi-definisi terkait dengan lembaga pembiayaan di Indonesia, Tinjauan umum organisasi internasional atas pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia,Tinjauan Customer due diligence di Dunia, Tinjauan aspek hukum pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia pada lembaga pembiayaan, Tinjauan Customer due diligence di Indonesia Bab III. Cara Penelitian yang menguraikan metode penelitian yang berisi tentang jenis penelitian dan data yang akan digunakan dalam penelitian, cara memperoleh data dan analisis data. Bab IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan yaitu penjabaran tentang perolehan data-data yang dianalisa berdasarkan permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini.
12
Bab V. Penutup yang terdiri dari kesimpulan yang memuat pernyataan singkat dari penulis terkait dengan hasil penelitian serta saran sebagai rekomendasi dari penulis dalam kaitannya dengan Penelitian yang dilakukan.