BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Kesehatan adalah bagian integral dari pembangunan nasional. Tujuan penyelenggaran pembangunan Kesehatan untuk meningkatkan kesadaran kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Keberhasilan pembangunan kesehatan berperan penting dalam peningkatan kualitas dan daya saing sumber daya manusia. Salah satu sasaran pembangunan kesehatan dalam RPJMN 2015-2019 adalah meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar. Puskesmas merupakan salah satu penyelenggara pelayanan kesehatan dasar milik pemerintah. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat merupakan landasan hukum penyelenggaraan Puskesmas. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya di wilayah kerjanya. Jaminan Kesehatan Nasional telah resmi dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2014. Fasililitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (FKTL) harus bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional. FKTP meliputi puskesmas, praktek dokter, dokter gigi, klinik pratama atau yang setara, dan rumah sakit kelas D atau yang setara. Berbeda dengan FKTP swasta puskemas memiliki fungsi ganda yaitu selain menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan juga menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat. Peran ganda tersebut yang menempatkan puskesmas sebagai ujung tombak pembangunan kesehatan, oleh karena itu keberlangsungan hidup puskesmas sangat penting untuk mewujudkan tujuan pembangunan kesehatan di tengah persaingan pelayanan kesehatan dasar yang semakin tajam Puskesmas sekarang ini masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat karena belum memberikan kontribusi maksimal dalam pelayanan kesehatan (Anggraeny, 2013). Analisa data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004
terhadap pelayanan puskesmas menunjukkan bahwa penilaian pasien puskesmas rawat jalan dalam hal waktu menunggu, keramahan petugas, kejelasan informasi, keikutsertaan mengambil keputusan pengobatan, kepercayaan terhadap petugas, kebebasan memilih tempat berobat, dan kebersihan ruangan pengobatan dan toilet termasuk kategori cukup memuaskan (Supardi dkk, 2004). Hasil penelitian Mudhiarta (2003) tentang Kualitas pelayanan Kesehatan Puskesmas di Jawa Tengah menunjukkan bahwa kualitas pelayanan kesehatan puskesmas masih rendah, yang ditunjukkan dengan kurang baiknya hubungan dokter/petugas dengan pasien, belum terciptanya rasa nyaman dan aman dalam pemberian pelayanan, pengetahuan dan kompetensi petugas pelayanan kesehatan belum memadai, dan belum terpenuhinya ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan. Kondisi kualitas pelayanan puskesmas berdasarkan penelitian di atas masih dipandang kurang baik oleh masyarakat sehingga dapat membahayakan keberlangsungan hidup puskesmas. Saat ini banyak puskesmas yang menerapkan sistem Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dalam pengelolaan keuangan. Sumber pendapatan puskesmas meliputi kapitasi dari BPJS kesehatan dan retribusi. Pendapatan tersebut secara langsung digunakan sebagai operasional puskesmas. Apabila dana kapitasi dan retribusi rendah maka puskesmas tidak mampu membiayai biaya operasionalnya yang berarti keberlangsungan hidup Puskesmas dalam ancaman. Dana kapitasi yang menguntungkan FKTP juga menarik minat dokter praktek swasta dan klinik pratama untuk bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Hal ini menimbulkan persaingan antar FKTP dalam menarik pasien untuk memperoleh dana kapitasi BPJS kesehatan. Puskesmas harus mampu mempertahankan dan meningkatkan pelanggan dengan memberikan pelayanan yang memuaskan kepada pasien. Pelanggan haruslah merupakan prioritas utama organisasi. Kelangsungan hidup organisasi tergantung pada pelanggan (Tjiptono dan Diana, 2003). Keuntungan menjaga kepuasan pasien menurut Rundle-Thiele, Sharyn & Russell-Bennett (2010) adalah meningkatkan loyalitas, mengurangi komplain, pasien akan merekomendasikan
pemanfaatan pelayanan kepada orang lain, pasien akan melaksanakan treatment medis dan farmasi secara penuh, dan peningkatan kualitas kesehatan pasien. Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator
penting kualitas
pelayanan kesehatan (Schoenfelder, 2012). Kepuasan terhadap layanan kesehatan sangat penting agar
konsumen tetap mau membeli layanan kesehatan untuk
memenuhi biaya fasilitas kesehatan (McGlynn, 1997). Menurut Sjahruddin (2015), Lei & Jolibert (2012) dan Rundle-Thiele, Sharyn & Russell-Bennett (2010), Kepuasan pasien akan meningkatkan loyalitas terhadap pelayanan kesehatan. Loyalitas merupakan suatu bukti bahwa pasien tersebut selalu menjadi pelanggan, yang memiliki kekuatan dan sikap positif terhadap pelayanan kesehatan. Pelanggan yang loyal adalah mitra bagi penyelenggara pelayanan kesehatan (Koentjoro, 2007). Kementrian kesehatan berusaha meningkatkan mutu pelayanan kesehatan Puskesmas melalui pengembangan dan akreditasi puskesmas. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 Pasal 39 ayat (1) mewajibkan puskesmas untuk diakreditasi secara berkala paling sedikit 3 tahun sekali. Akreditasi juga merupakan salah satu persyaratan kredensial sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 tahun 2013 Tentang pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional Pasal 6 ayat (2). Akreditasi puskesmas adalah suatu pengakuan oleh lembaga eksternal yaitu komisioner akreditasi puskesmas terhadap kesesuaian
pada standart
akreditasi yang telah ditetapkan (dr. HR Dedi Kuswenda, 2014). Akreditasi puskesmas merupakan salah satu mekanisme regulasi yang bertujuan untuk mendorong upaya peningkatan mutu dan kinerja pelayanan puskesmas yang dilakukan oleh lembaga independen yang diberi Kewenangan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Kebijakan akreditasi pukesmas oleh Kementrian Kesehatan bertujuan untuk (1) memberikan keunggulan kompetitif (2) memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap fasyankes (3) menjamin diselenggarakannya pelayanan kesehatan primer kepada pasien dan masyarakat (4) Meningkatkan pendidikan kepada staf fasilitas pelayanan kesehatan primer untuk memberikan
pelayanan terbaik bagi masyarakat (5) Meningkatkan pengelolaan resiko pada pelayanan pasien(6) membangun dan meningkatkan kerja tim antar staf puskesmas (7) meningkatkan realibilitas dalam pelayanan, ketertiban dalam pendokumentasian dan konsistensi dalam bekerja dan (8) meningkatkan keamanan dan berkerja (dr. HR Dedi Kuswenda, 2014). Kementrian Kesehatan Mentargetkan untuk bisa mengakreditasi 5.600 puskesmas hingga akhir tahun 2019. Puskesmas Wonosobo I merupakan puskesmas terakreditasi pertama di Indonesia. Status akreditasi Puskesmas Wonosobo I adalah Terakreditasi madya. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas pelayanan kesehatan di Puskesmas Wonosobo I sudah memenuhi standar pelayanan dasar Puskesmas dari Kementrian Kesehatan. Puskesmas Wonosobo I adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Dinas Kesehatan Kabupaten Wonosobo. Puskesmas Wonosobo I terletak di Desa Pagerkukuh Kecamatan Wonosobo. Visi Puskesmas Wonosobo I yaitu “Menjadi Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Yang Bermutu Sesuai Standar Nasional Tahun 2019” dengan Motto Pelayanan “Kepuasan Anda Merupakan Kebanggaan Kami”. Puskesmas Wonosobo I merupakan salah satu puskesmas yang berada di wilayah perkotaan Jumlah Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Wonosobo I sebesar 70.125 jiwa. Kompetitor terdekat pelayanan kesehatan dasar di wilayah Puskesmas Wonosobo I terdiri dari 1 klinik Kesehatan Ibu dan Anak, 15 dokter praktek swasta dan 8 dokter gigi praktek swasta. Jumlah Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang kerjasama dengan BPJS Kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Wonosobo I yaitu dua praktek dokter swasta dan dua praktek dokter gigi swasta. Jumlah Kunjungan Puskesmas Wonosobo I tahun 2014 sebesar 66.224 pasien atau 94% dari jumlah penduduk. Kunjungan pasien di Puskesmas Wonosobo I paling tinggi dibandingkan dengan kunjungan pasien di puskesmas puskesmas lain di Wilayah Kabupaten Wonosobo. Kunjungan pasien hampir empat kali lipat dibandingkan kunjungan puskesmas lain di Kabupaten Wonosobo. Perbandingan
jumlah kunjungan puskesmas di Kabupaten Wonosobo dapat dilihat pada gambar 1. Gambar 1 Grafik Kunjungan Pasien Puskesmas Di Kabupaten Wonosobo Tahun 2014.
Sumber : Rekapitulasi Laporan SP2TP Dinas Kesehatan Kabupaten Wonosobo Tahun 2014. Jumlah kunjungan lama di Puskesmas Wonosobo I Tahun 2015 selalu lebih tinggi dibandingkan jumlah kunjungan baru. Kunjungan pasien lama yang tinggi menunjukkan adanya loyalitas pasien. Jumlah kunjungan pasien lama dan baru Puskesmas Wonosobo I Tahun 2015 dapat dilihat dalam Tabel 1. Tabel 1. Jumlah Kunjungan Pasien Lama dan Baru Puskesmas Wonosobo I Tahun 2015 Kunjungan Lama Kunjungan Baru Bulan TOTAL Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan Januari 1713 2991 451 889 6044 Februari 1113 2936 734 1060 5843 Maret 1341 1302 618 3090 6351 April 1341 1302 618 3090 6351 Mei 1843 2834 621 773 6071 Juni 1557 2585 496 864 5502 Juli 1038 1844 443 980 4305 Agustus 1579 2558 479 891 5507 September 1418 2651 674 1040 5783 Sumber : Rekapitulasi Laporan SP2TP Dinas Kesehatan Kabupaten Wonosobo Tahun 2015.
Tabel 1 menunjukkan bahwa rata rata kunjungan pasien ke Puskesas Wonosobo I adalah 230 pasien per hari. Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di Puskesmas Wonosobo I tinggi sehingga mampu bersaing dengan fasilitas pelayanan kesehatan dasar pemerintah maupun swasta lainnya di wilayah Kecamatan Wonosobo. Puskesmas yang dicintai masyarakat sangat penting pada era persaingan bebas saat ini. Berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pola Tata Kelola Badan Layanan Umum Daerah Puskesmas Wonosobo, Puskesmas Wonosobo I menerapkan pola BLUD dalam sistem pengelolaan anggaran puskesmas. Sumber pendapatan puskesmas berasal dari kapitasi BPJS dan retribusi. Berdasarkan Keputusan Bupati Wonosobo Nomor 440/467/2014 Tentang Penetapan Puskesmas Se Kabupaten Wonosobo Sebagai Puskesmas Yang Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD, pengelolaan keuangan dengan pola BLUD dilaksanakan di seluruh puskesmas di Kabupaten Wonosobo. Penerapan BLUD memungkinkan puskesmas mengalami kebangkrutan apabila pendapatan tidak memenuhi biaya operasional puskesmas. Penelitian ini dilaksanakan untuk menganalisa bagaimana kepuasan dan loyalitas pasien Puskesmas Wonosobo I sehingga dapat dijadikan rujukan dalam peningkatan kualitas pelayanan puskesmas Wonosobo I maupun puskesmas lain agar lebih dicintai dan dipercaya masyarakat sesuai dengan slogan Kementrian Kesehatan “Puskesmas Lebih Dekat Dengan Kita”, sehingga diharapkan puskesmas mampu bertahan di tengah persaingan FKTP yang semakin tajam. Peningkatan kunjungan pasien pukesmas juga akan mempermudah deteksi dini penyakit dan KLB di masyarakat. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka permasalahan penelitian ini adalah bagaimana kepuasan dan loyalitas pasien terhadap pelayanan BP Umum Puskesmas Wonosobo I. C.Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kepuasan dan loyalitas pasien terhadap pelayanan BP Umum Puskesmas Wonosobo I.
Tujauan khusus penelitian ini adalah untuk : 1. Mendeskripsikan Gambaran Umum Pelayanan Rawat Jalan BP Umum Puskesmas Wonosobo I. 2. Mengukur karakteristik pasien BP Umum Puskesmas Wonosobo I. 3. Mendeskripsikan kepuasan pasien BP Umum Pukesmas Wonosobo I. 4. Mendeskripsikan loyalitas pasien BP Umum Pukesmas Wonosobo I. 5. Mengukur hubungan kepuasan terhadap loyalitas pasien BP Umum Puskesmas Wonosobo I. 6. Mengidentifikasi faktor faktor yang berhubungan dengan loyalitas pasien terhadap pelayanan BP Umum Puskesmas Wonosobo I. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Puskesmas Wonosobo I a. Memberi masukan kepada manajemen Puskesmas Wonosobo I tentang kepuasan dan loyalitas pasien dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan jumlah pelanggan. b. Sebagai dasar dan langkah awal evaluasi berkala dalam peningkatan kualitas pelayanan kepada pasien. 2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Wonosobo Memberi masukan kepada Dinas Kesehatan tentang kepuasan dan loyalitas pasien terhadap pelayanan puskesmas sebagai dasar kebijakan pembinaan dan peningkatan kualitas pelayanan Puskesmas. 3. Bagi Peneliti a. Menambah wawasan tentang kepuasan dan loyalitas pasien terhadap pelayanan Puskesmas. b. Menambah wawasan tentang hubungan kepuasan dan loyalitas pasien berdasarkan karakteristik pasien. 4. Bagi Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat UGM Untuk menambah kepustakaan tentang penerapan Manajemen Puskesmas dan dapat memberi masukan bagi peneliti di masa mendatang mengenai kepuasan dan loyalitas pasien terhadap pelayanan BP Umum Puskesmas Wonosobo I.
E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian tentang kepuasan dan loyalitas pasien sudah pernah dilakukan oleh : 1. Rahmqvist & Bara (2010) meneliti tentang hubungan umur status kesehatan dan latar belakang pasien lain terhadap kepuasan pasien di berbagai unit pelayanan rumah sakit di Otergotland Swedia. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif untuk mengetahui hubungan karakteristik dan kepuasan pasien. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa kepuasan pasien secara subyektif juga dipengaruhi karakteristik pasien. 2. Anbori, A et al (2010) meneliti kepuaan pasien dan loyalitas terhadap rumah sakit swasta di Sana’a Yaman. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif untuk mengetahui faktor determinan loyalitas pasien. Kesimpulan penelitian ini adalah jenis kelamin, reliability dan asurance mempengaruhi loyalitas pasien dan tidak ada hubungan antara tangible dan responsiveness terhadap loyalitas pasien. 3. Sack, C et al (2011) meneliti hubungan akreditasi dengan kepuasan pasien terhadap pelayanan rumah sakit di Jerman. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif untuk meneliti hubungan akreditasi rumah sakit dengan kepuasan pasien. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah tidak ada hubungan antara akreditasi dengan kepuasan pasien. 4. Lei & Jolibert (2012) meneliti tiga model hubungan antara kualitas, kepuasan pasien dan loyalitas pasien pada tiga rumah sakit di Cina. Penelitian menggunakan metode kuantitatif untk menguji hubungan persepsi pasien terhadap kualitas, kepuasan pasien dan loyalitas pasien. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah bahwa persepsi terhadap kualitas akan mempengaruhi kepuasan pasien dan kepuasan pasien akan mempengaruhi loyalitas pasien. 5. Sjahruddin (2015) meneliti hubungan kepuasan pasien, kepercayaan dan loyalitas pasien terhadap pelayanan kesehatan di Makasar dengan metode kuantitatif. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah bahwa kepuasan pasien berpengaruh terhadap kepercayaan yang pada akhirnya akan meningkatkan loyalitas.
6. Mawardi (2010) meneliti tentang Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap pelayanan puskesmas di Kota Banjarmasin dengan metode kuantitatif deskriptif. Kesimpulan penelitian ini bahwa secara umum masyarakat Banjarmasin sudah puas dengan pelayanan puskesmas. Masyarakat puas dengan kondisi fasilitas puskesmas,
waktu
tunggu
pelayanan , transparan pelayanan dan etika pelayanan, satu-satunya yang dinilai kurang memuaskan adalah prosedur pelayanan dokter. 7. Anam, As'adul (2011), melakukan analisis kepuasan pelanggan internal dan eksternal sebagai dasar penyusunan quality frame work dengan metode studi kasus di Puskesmas Kabupaten Banyuwangi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada kesenjangan antara persepsi dan harapan pelanggan internal dan eksternal terhadap mutu pelayanan puskesmas. 8. Corputty (2010) meneliti dampak kebijakan pelayanan kesehatan gratis terhadap kepuasan pasien dalam menerima pelayanan kesehatan Puskesmas Di kota Ambon dengan metode deskriptif kualitatif. Kesimpuan penelitian ini adalah tingkat
kepuasan
masyarakat
masih
jauh
dari
harapannya
ditinjau dari segi akses pelayanan, dalam arti masyarakat belum puas dengan pelayanan gratis yang diterima dari puskesmas Perbedaan dengan penelitian lain yaitu dalam penelitian ini dilakukan analisis hubungan kepuasan pasien terhadap loyalitas pasien di Puskesmas dengan metode kuantitatif serta alasan alasan yang mempengaruhi loyalitas pasien dipelajari secara lebih mendalam dengan metode kualitatif. Sedangkan perbedaan dengan penelitian Anbori et al (2010) adalah pada metode dan lokasi penelitian, penelitian tersebut menggunakan metode kuantitatif dan dilaksanakan di Yaman sedangkan penelitian ini menggunakan mixed methods dan dilaksanakan di Indonesia.