1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Ayam Pelung (Gallus gallus domesticus) merupakan salah satu sumberdaya genetik ternak lokal yang berasal dari Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Ayam Pelung memiliki tubuh yang besar dibandingkan dengan ayam lokal lainnya. Selain itu ayam ini juga memiliki suara yang khas (melung) dengan ciri suara yang panjang, mengalun, bervolume besar dan berirama. Ayam Pelung dewasa memiliki berat rata-rata 2,904 g/ekor pada betina dan 4,002 g/ekor pada pejantan (Iskandar dkk., 2004 dalam Iskandar & Susanti, 2007). Berat Ayam Kampung hanya berkisar 1,5-1,8 kg pada jantan dewasa dan 1,0-1,4 kg pada betina dewasa (Diwyanto & Prijono, 2007). Pelestarian Ayam Pelung memiliki arti penting guna pemanfaatan dimasa yang akan datang. Ayam Pelung dapat digunakan untuk memperbaiki sumber genetik ayam lokal sebagai ayam konsumsi. Selain itu, Ayam Pelung berpeluang digunakan untuk membentuk galur unggul baru yang lebih menjanjikan apabila diadaptasikan di Indonesia (Nataamijaya, 2005, 2010; Rusdin, 2007). Hal ini penting mengingat antusiame masyarakat terhadap daging ayam lokal cenderung meningkat dari tahun ke tahun (Sulandari dkk., 2007). Ayam Pelung dikembangkan oleh masyarakat Cianjur karena memiliki suara yang bagus (khas) dan dapat kompetisikan. Ayam Pelung jarang dipelihara sebagai hewan pedaging. Hal ini dikarenakan harga jual Ayam Pelung akan jauh
1
2
lebih tinggi apabila memiliki suara yang indah, terlebih ayam tersebut pernah menjadi juara pada kompetisi tarik suara (Rusdin, 2007). Berdasarkan keindahan suara yang disenangi masyarakat inilah yang menjaga eksistensi Ayam Pelung hingga saat ini. Kompetisi tarik suara Ayam Pelung sering diadakan oleh beberapa instansi. Salah satunya oleh pemerintah Kabupaten Cianjur yang diselenggarakan secara rutin dan merupakan media untuk mempertahankan eksistensi Ayam Pelung dari kepunahan (Iskandar & Susanti, 2007). Langkah konservasi Ayam Pelung seharusnya diimbangi dengan informasi yang memadahi. Masih banyak masyarakat yang belum mengetahui karakteristik suara Ayam Pelung yang bagus. Permintaan Ayam Pelung dari tahun ke tahun terus meningkat karena semakin terkenal suaranya yang khas. Pada tahun 1994 populasi Ayam Pelung hanya berkisar 4-6 ribu dan diperkirakan populasi ini meningkat sampai puluhan ribu pada tahun 2007 (Iskandar & Susanti, 2007). Namun demikian, seiring meningkatnya populasi, semakin sulit pula ditemukannya ayam dengan kualitas suara bagus (Jatmiko. 2001). Suara kukudur yang merupakan salah satu ciri Pelung mulai sulit ditemukan (Jatmiko, 2001). Berat badan Ayam Pelung juga cenderung berkurang dari tahun ke tahun, hal ini diduga diakibatkan oleh persilangan dengan kerabat dekat (inbreeding) (Jatmiko, 2001; Rusdin, 2007). Guna pelestarian kriteria tersebut diperlukan suatu tindakan karakterisasi, perencanaan, dan konservasi sehingga kekayaan genetik Indonesia tetap terjaga. Kriteria penilaian pada kompetisi tarik suara Ayam Pelung hanya berdasarkan cita-rasa penilai (Juri) (Jarmani & Nataamijaya, 1996; Jatmiko, 2001). Penilaian melalui juri memiliki kelemahan yaitu terbatasnya kemampuan juri untuk
3
mendengar dan menilai suara ayam dalam jumlah banyak. Pendengaran setiap juri mempunyai kepekaan yang berbeda sehingga hasil penilaian menjadi kurang akurat dan objektif (Purnamasari, 2006). Kondisi emosional dewan juri sangat berpengaruh terhadap kebijakan penentuan juara sehingga hasilnya kurang maksimal (objektif). Berdasarkan kondisi diatas diperlukan pemahaman bersama untuk mengenal suara Ayam Pelung. Pengkaderan pemahaman karakter suara Ayam Pelung terhadap para penggemar pemula akan mengalami kesulitan tanpa adanya media pembantu. Media tersebut dapat berupa visualisasi suara menggunakan software analisis suara beserta keterangan-keterangannya. Kualitas suara makhluk hidup seringkali dikaitkan dengan faktor genetik dan lingkungan (Sudrajad, 2003). Pola pewarisan suara Ayam Pelung sampai saat ini belum diketahui dengan jelas (Rusdin, 2007). Terdapat banyak pendapat mengenai pola pewarisan kualitas suara mempersulit para peternak untuk persilangan guna mendapatkan Ayam Pelung kualitas juara. Menurut Rusdin (2007) pola pewarisan suara pada Ayam Pelung memiliki beberapa versi. Versi pertama yaitu suara diturunkan dari kedua tetua. Biasanya informasi ini berasal dari peternak ayam yaitu suara diturunakan dari tetua jantan dan betina. Versi kedua menyebutkan bahwa kualitas suara diturunkan dari tetua jantan saja, hal ini yang mengakibatkan seringnya terjadi pinjam-meminjam pejantan diantara penghobi yang memiliki pejantan dengan kualitas suara bagus, dengan harapan suara anakan akan memiliki suara yang bagus. Sedangkan versi yang ketiga diturunkan dari induk betina, keterangan ini berasal dari mayoritas sesepuh yang ahli Ayam Pelung.
4
Pemahaman penurunan suara pada Ayam Pelung akan mempermudah untuk mendapatkan Ayam Pelung juara. Gen yang sering dikaitkan dengan kemampuan bersuara adalah gen Forkhead box P2 (FoxP2), yang merupakan faktor transkripsi (Lai et al., 2001; MacDermot, et al., 2005). Kajian yang dilakukan Lai et al., (2001) dan MacDermot et al., (2005) menyebutkan mutasi pada gen ini menjadikan manusia mengalami kesulitan berbicara, sedangkan uji coba yang dilakukan pada mencit menunjukkan hewan kurang tanggap terhadap rangsangan yang diberikan (Kurt et al., 2009; Groszer et al., 2008; Haesler et al., 2007). Melalui penelitian ini diharapkan mampu mengkonfirmasi apakah terdapat perbedaan sekuen gen FoxP2 antara Ayam Pelung (penyanyi) dengan Ayam Kampung dan Broiler (non-Penyanyi).
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Bagaimana karakter dasar suara pada Ayam Pelung? 2. Bagaimana karakter suara Ayam Pelung juara dibandingkan dengan karakter Ayam Pelung non-juara? 3. Bagaimana pola pewarisan suara pada Ayam Pelung? 4. Bagaimana sekuen gen FoxP2 pada Ayam Pelung yang dibandingkan dengan ayam non-penyanyi?
5
C. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui karakter dasar suara Ayam Pelung. 2. Mengetahui karakter suara Ayam Pelung juara dibandingkan dengan karakter Ayam Pelung non-juara. 3. Mengetahui pola pewarisan suara pada Ayam Pelung. 4. Mengetahui sekuen gen FoxP2 pada Ayam Pelung yang dibandingkan dengan ayam non-penyanyi.
D. Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan media untuk mempermudah pemaham suara Ayam Pelung bagi penggemar Ayam Pelung pemula. 2. Sebagai informasi karakter Ayam Pelung juara yang dikaitkan antara faktor bioakustik, genetik dan lingkungan. 3. Diharapkan
dapat
diaplikasikan
ke
jenis
burung
lainnya,
sehingga
mempermudah para penggemar burung penyanyi untuk mengenal kualitas burung secara mudah dan praktis. 4. Penelitian ini diharapkan sebagai cikal bakal dan penggerak penelitian bioakustik di Indonesia, sehingga hewan-hewan penyanyi di Indonesia dapat terdokumentasikan dengan baik. 5. Sebagai tindak lanjut mengenai keterkaitan gen FoxP2 terhadap kemampuan bervokalisasi.