BAB I PENDAHULUAN
I.1.
LATAR BELAKANG Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan
pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sebagai sebuah negara, kemandirian pangan merupakan komponen dasar dan strategis guna mencapai kedaulatan pangan. Kemandirian pangan menurut Undang-Undang nomor 18 tahun 2012 adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi dan kearifan lokal secara bermartabat (Republik Indonesia, 2012). Dengan kondisi saat ini dimana nilai impor terutama terhadap komoditas pangan kita termasuk tinggi maka diperlukan kebijakan yang komprehensif terhadap hal ini. Salah satunya adalah dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 10 tahun 2012 yang menyatakan salah satu upaya peningkatan produksi pertanian sebagai program prioritas unggulan, salah satunya adalah dengan melakukan revitalisasi industri pupuk (Republik Indonesia, 2012). Pemanfaatan pupuk sebagai penambah nutrien tanaman komoditas di Indonesia masih di dominasi pupuk anorganik dikarenakan aplikasinya yang
1
mudah, ketersediaan di pasaran dibanding pupuk organik dan kadar unsur hara didalamnya. Akan tetapi pupuk anorganik mempunyai kelemahan yaitu secara akumulatif dalam jangka panjang dapat merusak kandungan hara dan struktur tanah. Saat ini degradasi lahan atau yang sering disebut lahan kritis Indonesia pada tahun 2008 telah mencapai ± 77.806.881 ha dengan kategori kritis mencapai 23.306.233 dan sangat kritis mencapai 6.890.566 ha (Fauzi dkk, 2008). Paradigma tersebut harus mulai diubah dengan lebih menonjolkan pada pengelolaan lingkungan yang berbasis green environment. Hal itu dapat terwujud salah satunya dengan memanfaatan pupuk organik sebagai pilihan utama media pemupukan pada tanaman komoditas di dunia pertanian. Salah satu bahan pupuk organik yang potensial dari sisi ekonomi adalah dari sludge biodigester, dikarenakan dengan aplikasi integrated farming, perkebunan-peternakan-biogas tidak diperlukan biaya untuk bahan utamanya akan tetapi memanfaatkan salah satu produk biogas itu sendiri. Perkembangan teknologi industri pupuk di Indonesia sudah sedemikian pesat akan tetapi tetap tidak akan bisa meninggalkan 3 tantangan mendasar industri pupuk untuk mencari solusi dari keinginan pasar dalam hal ini petani untuk mendapatkan baik kualitas hasil maupun kemudahan dalam mengaplikasikan pupuk setiap produsen di lahan mereka, yaitu : percepatan masa tanam, controlled release fertilizer (CRF) dan peningkatan jumlah hasil komoditi dalam satu kali masa panen tanpa mengurangi kualitas hasil itu sendiri. Untuk menjawab tantangan pasar dalam industri pupuk di Indonesia, salah satu teknologi yang digunakan adalah dengan mengaplikasikan bentuk menjadi
2
granul pada pupuk organik karena bentuk granul bisa dibuat lebih besar, dengan kekuatan mekanis yang masih bagus dan ketahanannya terhadap efek hidrolisis dari air (moisture), serta lebih mudah diaplikasikan di sawah karena bentuknya yang rapi dan kadar airnya yang sudah rendah dan aplikasi coating yang bertujuan mengontrol pelepasan kandungan hara yang ada dalam pupuk organik granul tersebut. Studi tentang aplikasi bentuk menjadi granul dan coating salah satunya menggunakan zeolit ini menunjukkan bahwa pelepasan nitrogen antara yang bercoating dan uncoated hampir sama atau tidak signifikan perbedaannya. Dalam penelitian ini akan dipelajari modifikasi komposisi pupuk organik granul dengan penambahan zeolit, karbon dan abu terbang bagas limbah industri gula untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pelepasan nitrogen, fosfat dan kalium.
I.2.
KEASLIAN PENELITIAN Berbagai penelitian telah dilakukan sebelumnya mempelajari pengaruh
aplikasi penambahan binder. Dari beberapa hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pupuk dengan penambahan inert material akan melepas senyawa dari dalam inti granul lebih lambat dibanding yang tidak ditambahkan keduanya. Kamalakar, dkk (2011), melakukan penelitian tentang efek penambahan binding agent (kapur) dan inert material (fly ash) juga ukuran partikel fly ash pada pupuk zinc sulfate terhadap pelepasan nutrien. Dari penelitian dan pengamatan yang dilakukan didapat kesimpulan bahwa dengan penambahan binding agent dan inert material akan memperkuat ikatan antar molekul yang berakibat terhadap pelepasan nutrien yang lebih lambat.
3
Escobar, dkk (2003), meneliti tentang efek penggunaan pupuk tradisional dan pupuk Nitrogen Slow-Release pada pertumbuhan tanaman Zaitun, sekaligus mempelajari tentang kehilangan Nitrogen karena leaching. Pupuk tradisional yang dipakai adalah Urea, Ammonium Sulfat, Ammonium Nitrat dan Kalsium Nitrat. Sedangkan Pupuk Nitrogen Slow-Release yang dipakai adalah Greenmaster (Urea ber-coating Sulfur), Basammon, Floranid dan Multicote (Urea ber-coating Resin). Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah pertumbuhan Zaitun lebih baik ketika diberikan Pupuk Nitrogen Slow-Release dan total kehilangan Nitrogen dari leaching pada Pupuk Nitrogen Slow-Release lebih kecil dibanding tradisional yang tidak di-coating. Sharma (1979) telah melakukan penelitian mengenai Controlled-Release Fertilizer (CRF). Berbagai penelitiandan pengamatan yang dilakukan membawa pada suatu kesimpulan bahwa pupuk dengan coating memiliki kecenderungan pelepasan nutrien jauh lebih lambat dibanding jika tidak dengan coating. Pengamatan yang dilakukan meliputi berbagai jenis inti granul dan jenis pelapis yang digunakan. Dalam penelitian ini disebutkan bahwa kebanyakan dari Urea berlapis Sulfur mempunyai 10-15% bagian yang tak terlapis sempurna yang menjadi tempat difusi nutrien paling cepat, tetapi setelah 24-48 jam pelepasan nutrien melambat sebanding dengan 1% urea terkandung per hari. Jonathan (2014), telah melakukan penelitian mengenai efek parameter proses granulasi terhadap pelepasan nitrogen pupuk granul. Parameter proses yang dipelajari adalah ketebalan coating dan temperatur pengeringan juga merumuskan model matematis untuk kuantifikasi kecepatan pelepasan nitrogen dari pupuk
4
organik granul sebagai dasar formulasi pupuk controlled-released fertilizer (CRF). Dalam penelitian didapat kesimpulan bahwa nilai pelepasan nitrogen paling kecil adalah pada CRF menggunakan fine sludge dengan komposisi coating zeolit 90% sludge 10% (FS 9:1) memberikan total persen pelepasan nitrogen sebesar 1,527% dibanding sedangkan yang uncoated nilai total pelepasan nitrogen sebesar 3,263%. Nilai pelepasan nitrogen antara pupuk ber-coating dan pupuk ber-uncoated tidak terlalu signifikan. Penelitian ini adalah pengembangan penelitian yang telah dilakukan oleh Jonathan (2014). Berdasarkan kesimpulan penelitian tersebut bahwa coating pada pupuk organik granul tidak mudah dilakukan dan ternyata pengaruhnya dalam memperlambat pelepasan nitrogen tidak terlalu besar dibandingkan dengan zeolit yang dicampurkan langsung pada inti granulnya, maka penelitian ini akan difokuskan pada pencampuran bahan-bahan yang bersifat adsorptif langsung pada granul. Bahan yang akan diuji sebagai campuran sludge digester adalah zeolit, karbon aktif, dan abu terbang bagas. Kebaruan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian CRF yang diuraikan di atas adalah bahan campuran pupuk yang merupakan bahan asli Indonesia. Penelitian ini masih bersifat eksploratis, sehingga analisis dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian ini akan menjadi dasar bagi pengembangan selanjutnya.
5
I.3.
MANFAAT PENELITIAN Manfaat dari penelitian adalah : 1. Meningkatkan efisiensi pemupukan sehingga secara langsung meningkatkan nilai ekonomi tanaman komoditi petani. 2. Mencegah pencemaran lingkungan dari limbah peternakan dan pupuk sintetis. 3. Mengembalikan kesuburan alami tanah.
I.4.
TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari variasi pupuk granul dengan penambahan zeolit, karbon dan abu terbang bagas limbah industri gula akan terhadap pelepasan nitrogen, fosfat dan kalium.
6