BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Kemiskinan telah membawa dampak pada keterlantaran, ketunaan sosial hingga masalah
sosial lainnya. Krisis global membawa dampak di berbagai sektor baik di bidang ekonomi maupun sosial. Dampak di bidang ekonomi adalah menurunnya pertumbuhan ekonomi, menurunnya produktivitas, lesunya perdagangan dan termasuk pemutusan hubungan kerja (PHK). Dampak di bidang sosial, yang tentunya langsung dengan PHK antara lain meningkatnya jumlah pengangguran, baik pencari kerja baru maupun yang sebagai akibat dari PHK. Akibat lebih jauh dari pengangguran adalah bertambahnya jumlah penyandang kemiskinan. Jumlah keluarga miskin bertambah, karena pencari nafkah utama dari keluarga dimaksud tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga sehari–hari (Mujiyadi.Dkk,2011). Dengan meningkatnya jumlah penyandang kemiskinan, maka di khawatirkan akan terjadi permasalahan sosial yang lebih besar. Disadari bahwa kemiskinan menjadi akar masalah utama dari masalah kesejahteraan sosial. Dari ketidakmampuan memenuhi kebutuhan fisik, phisikis, sosial dan spiritual (FPSS), maka akan terjadi keterlantaran, terjadinya pemenuhan gizi buruk, pemeliharaan kesehatan yang sangat minim dan bahkan sampai pada terjadinya eksploitasi, perdagangan anak, dan tindak kekerasan. Lebih jauh lagi dapat berakibat pada terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga, termasuk pada kaum perempuan (Mujiyadi.Dkk,2011)
1
Universitas Sumatera Utara
Keberadaan anak jalanan merupakan akibat langsung dari pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi. Anak yang merupakan bagian dari keluarga, tidak mampu memenuhi kebutuhan FPSS. Anak tidak mencukupi kebutuhan makan, pendidikan, rasa nyaman hingga tidak mampu menjalankan fungsi sosial sebagai anak secara wajar. Oleh karenanya, anak melakukan upaya dengan cara mereka untuk memenuhi kebutuhan dimaksud. Untuk itu, anak–anak melakukan upaya mencari pemenuhan kebutuhan FPSS dengan turun ke jalan menjadi anak jalanan (Mujiyadi.Dkk,2011). Memang pernah diidentifikasi bahwa tidak semua anak jalanan adalah akibat dari kemiskinan keluarga. Terdapat sebagian anak yang turun ke jalanan sebagai pemenuhan kebutuhan psikis belaka seperti keinginan untuk menyalurkan minat dan berkumpul dengan rekan mereka. Sebagai contoh banyak anak yang tinggal dijalanan sebagai anak–anak punk, ngamen, dan hidup dalam tatanan versi mereka. Namun demikian kemiskinan menjadi penyebab terbesar dari fenomena anak jalanan (Mujiyadi.Dkk,2011). Masalah anak jalanan merupakan masalah yang ada disekitar kita. Kita menemukan mereka hampir setiap saat diberbagai kota. Mereka menggunakan ruang publik untuk kepentingan masing-masing. Ada pengguna ruang publik yang secara khusus memakainya untuk kepentingan yang sudah diatur dalam tatanan kehidupan kita sehari-hari. Namun ada juga yang menggunakan ruang publik itu untuk kepentingan diluar aturan yang sudah ditetapkan secara normatif. Dalam kondisi seperti inilah banyak pihak menganggap kehadiran anak jalanan berbeda diluar konteks penggunaan ruang publik yang baik. Karena itu banyak Pemerintah Daerah (PEMDA)
mengeluarkan
aturan
dalam
bentuk
Peraturan
Daerah
(PERDA)
terkait
penyelenggaraan penertiban umum. Konsep Peraturan Daerah umumnya ditujukan untuk 2
Universitas Sumatera Utara
menertibkan pemakaian ruang publik, tapi tidak disertai dengan usaha untuk memberi peluang kepada para pengguna yang menyalahgunakan ruang publik itu agar mereka mendapatkan solusi yang terbaik ( Waspada, 2009 ). Sesuai dengan fungsinya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memantau, mengawasi dan memberi dorongan agar penyelenggara perlindungan anak semakin efektif. Ini dituangkan secara eksplisit didalam Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Jadi hal itu sudah digariskan, dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam perjalanan selama beberapa waktu terakhir ini mengambil langkah-langkah untuk memberi informasi yang luas kepada kalangan penyelenggara Perlindungan Anak. Ini agar mereka mulai menata cara-cara melakukan upaya penyelesaian masalah termasuk salah satu diantaranya adalah masalah anak jalanan. Jadi sebenarnya tidak secara khusus KPAI menawarkan solusi ini kepada Pemda khususnya DKI Jakarta, tapi disampaikan dalam konteks yang lebih luas. Untuk semua permasalah yang berkaitan dengan menata ruang dan menyelesaikan masalah-masalah dari warga masyarakat yang menyandang masalah-masalah sosial maka ditawarkanlah tiga hal tadi supaya mereka bias juga memperoleh solusi yang terbaik. Jadi konsep yang dibuat baik dalam bentuk Norma-Norma peraturan atau lainnya termasuk pedoman dan langkah-langkah penanganan setidak-tidaknya dapat memenuhi ketiga kriteria tersebut. ( Waspada, 2009 ) Untuk itu perlu adanya suatu program yang dapat mengurangi jam kerja anak di jalanan serta menjadikan anak jalanan dapat terus melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Melihat fenomena ini, maka pemerintah menyelenggarakan suatu program yaitu Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA).
3
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan data Kemensos, saat ini terdapat 230 ribu anak jalanan di Indonesia, jumlah ini mengalami kenaikan bila dibandingkan pada tahun 2010 dimana jumlah anak jalanan mencapai 200 ribu anak jalanan dan melalui program–programnya Kemensos berkomitmen membuat Indonesia bebas anak jalanan tiga tahun dari sekarang. (Tribunnews, 2011). Sementara untuk anak terlantar menurut Susenas tahun 2000 mencatat bahwa jumlah anak terlantar usia 6–18 tahun mencapai 3.156.365 anak atau 5,4 persen dari jumlah anak di Indonesia, yang terbagi di Pedesaan 2.614.947 dan di Perkotaan sebanyak 541.415 anak (BPS, 2000), sedangkan tahun 2004 anak terlantar meningkat menjadi 3.308.642 anak (Depsos, 2004). Selanjutnya jumlah anak rawan terlantar pada tahun 2000 mencapai 10.349.240 anak. Dari jumlah tersebut, yang tinggal di pedesaan sebanyak 7.320.786 anak dan diperkotaan sebanyak 3.046.454 anak. Data anak terlantar menurut sensus penduduk tahun 2000 mencapai 28.544.797 anak dimana yang di Pedesaan sebanyak 17.117.934 anak dan di perkotaan sebanyak 11.426.863 anak. Sedangkan menurut data sensus penduduk pada tahun 2004 jumlah balita terlantar sebanyak 1.138.126 anak (Depsos, 2004). Jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial di Sumatera Utara terus meningkat dari tahun ketahun. Sesuai data tahun 2007 yang di peroleh waspada dari Dinas Sosial Sumatera Utara menunjukkan jumlah gelandang pengemis dan anak jalanan (Gepeng Anjal) mencapai 95.791 orang. Dengan rincian, 3.300 pengemis, 4.823 gelandangan dan 18.741 anak balita terlantar, 161.755 keluarga fakir miskin, dan yang paling besar jumlah keluarga yang tinggal di rumah tak layak huini (RTLH) mencapai 140.169 keluarga (KKSP, 2008). Menurut data resmi yang dirilis Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA) menyebutkan sebanyak 800 hingga 900 anak di kota metropolitan Medan yang masih wajib pendidikan menjadi anak jalanan yang bekerja paruh waktu. Angka ini akan bertambah tiap tahunnya. Untuk 4
Universitas Sumatera Utara
itu, untuk mengurangi jumlah anak jalanan, diharapkan program Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) dapat berjalan efektif dan efisien. Kebijakan dan Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) pada masa lalu cenderung dilaksanakan secara sektoral, jangkauan pelayanan terbatas, mengedepankan pendekatan institusi/panti sosial, dan dilaksanakan tanpa rencana strategis nasional. Untuk itu, pada masa yang akan datang diperlukan kebijakan dan program kesejahteraan sosial anak yang terpadu, berkelanjutan, menjangkau seluruh anak yang mengalami masalah sosial, melalui sistem dan program kesejahteraan sosial anak yang melembaga dan profesional dengan mengedepankan peran dan tanggung jawab keluarga serta masyarakat. Perubahan kebijakan dan Program Kesejahteraan Sosial Anak selaras dengan Instrusi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional,diperlukan penyempurnaan program bantuan sosial berbasis keluarga khususnya bidang kesejahteraan sosial anak untuk anak balita terlantar, anak jalanan, anak dengan kecacatan, anak berhadapan dengan hukum, dan anak yang membutuhkan perlindungan khusus. Selanjutnya berdasarkan ditetapkannya Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) sebagai program prioritas nasional yang meliputi Program Kesejahteraan Sosial Anak Balita, Program Kesejahteraan Sosial Anak Terlantar, Program Kesejahteraan Sosial Anak Jalanan, Program Kesejahteraan Sosial Anak yang Berhadapan dengan Hukum, Program Kesejahteraan Sosial Anak dengan Kecacatan dan Program Kesejahteraan Sosial Anak yang membutuhkan perlindungan khusus.Sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden, telah ditetapkan Keputusan Menteri Sosial Nomor 15A/HUK/2010 tentang Panduan Umum Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA).Dalam 5 tahun ke depan, kerangka kebijakan nasional mengalami perubahan yang fundamental. Kebijakan nasional tentang pemenuhan hak anak telah dirumuskan dalam RPJMN 5
Universitas Sumatera Utara
2010-2014 dan menjadi acuan utama dalam pengembangan pola operasional Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) ( Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak, 2011). Setiap anak mempunyai hak yang sama untuk hidup, tumbuh dan berkembang secara maksimal sesuai potensinya. Secara berlapis, dimulai dari lingkar keluarga dan kerabat, masyarakat sekitar, pemerintah lokal sampai pusat, hingga masyarakat internasional yang berkewajiban untuk menghormati, melindungi, dan mengupayakan pemenuhan atas hak-hak anak. Hanya jika setiap lapisan pemangku tugas tersebut dapat berfungsi dengan baik dan mampu menjalankan kewajiban dan tanggungjawabnya, maka anak akan dapat memiliki kehidupan berkualitas yang memungkinkannya tumbuh-kembang secara optimal sesuai potensinya. Meskipun banyak upaya telah dilakukan, masih banyak anak Indonesia harus hidup dalam beragam situasi sulit yang membuat kualitas tumbuh kembang dan kelangsungan hidupnya terancam. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (2006), jumlah anak Indonesia usia dibawah 18 tahun mencapai 79.898.000 jiwa dan mengalami peningkatan menjadi 85.146.600 jiwa pada tahun 2009. ( Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak, 2011). Lembaga Yayasan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia (YAKMI) merupakan salah satu lembaga yang memenuhi kriteria dan legalitas serta dipercaya oleh Kementrian Sosial RI untuk menyelenggarakan Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA). Wilayah Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun merupakan wilayah yang terdaftar sebagai wilayah yang menjadi sasaran Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA). Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) ini diharapkan dapat mengurangi jam kerja anak di jalanan bahkan menghentikannya di wilayah Kelurahan Aur. Saat ini jumlah anak yang mengikuti Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) sebanyak 20 orang anak.
6
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka penulis merasa tertarik untuk meneliti dan mengetahui bagaimana Efektifitas pelaksanaan Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) yang diberikan oleh Yakmi terhadap anak jalanandi Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun dengan melihat kualitas kegiatan seperti reaksi anak jalanan terhadap program kegiatan, kuantitas kegiatan seperti seberapa jauh penguasaan konsep selama pelaksanaan dan dampak pelaksanaan. Untuk lebih terarah, penulis membatasi penelitian ini hanya pada ruang lingkup efektivitas pelaksanaan yang diberikan. Untuk itu, penulis mengangkat permasalahan yang dirangkum dalam penelitian sebuah karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul“Efektifitas Pelaksanaan Program Kesejahteraan Sosial Anak Jalanan oleh YAKMI di Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun”. 1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan, maka penulis
merumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu : “Bagaimana Efektifitas Pelaksanaan Program Kesejahteraan Sosial Anak Jalanan oleh YAKMI di Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun”. 1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1
Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Efektifitas Pelaksanaan Program Kesejahteraan Sosial Anak Jalanan Oleh Yakmi di Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun. 1.3.2
Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang akan diperoleh dalam penelitian ini adalah: 7
Universitas Sumatera Utara
a.
Bagi penulis sendiri adalah agar dapat mempertajam kemampuan penulis dalam penulisan karya ilmiah dan menambah pengetahuan dibidang pelayanan sosial
b.
Bagi fakultas, untuk memperbanyak refrensi karya ilmiah yang menyangkut efektivitas lembaga dalam menangani anak jalanan
c.
Memberikan kontribusi pemikiran dan masukan kepada pemerintah, lembaga-lembaga masyarakat maupun instansi terkait dalam upaya meningkatkan kualitas penanganan anak jalanan
1.4
Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri atas:
BAB I
:
PENDAHULUAN Masing–masing point menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, sistematika penulisan.
BAB II
:
TINJAUAN PUSTAKA Masing–masing point menguraikan tentang konsep–konsep dan teori sesuai dengan judul penelitian.
BAB III
:
METODE PENELITIAN
8
Universitas Sumatera Utara
Masing–masing point menguraikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.
BAB IV
:
GAMBARAN LOKASI PENELITIAN Masing–masing point menguraikan menguraikan tentang sejarah, posisi geografis, struktur organisasi ( pemerintah maupun organisasinon pemerintah), visi, misi, program dan lain–lain sesuai dengan judul penelitian.
BAB V
:
ANALISIS DATA Masing–masing poin menguraikan tentang pengaruh variabel X terhadap variabel Y yang sesuai dengan judul penelitian
BAB VI
:
KESIMPULAN DAN SARAN Masing–masing point menguraikan tentang kesimpulan dari penelitian yang dilakukan serta saran yang membangun bagi perusahaan atau lembaga
9
Universitas Sumatera Utara