BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Dampak krisis ekonomi global yang terus berkelanjutan berdampak pada kegiatan ekonomi di berbagai negara. Krisis ekonomi global mulai berimbas pada Indonesia sejak akhir tahun 2008 dan pelambatan ekonomi semakin terasa pada tahun 2009 (Bank Indonesia, 2008). Terjadinya krisis ekonomi global menyebabkan tidak terlepasnya dari kebijakan dan keputusan yang diambil oleh pihak manajemen perusahaan didalam menyusun laporan keuangan yang
dapat mempengaruhi penilaian
terhadap perusahaan. Tujuan dari laporan keuangan berdasarkan kerangka dasar penyusunan penyajian laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi pemakai laporan keuangan dalam pengambilan keputusan ekonomi (Adiasih dan Kusuma, 2011). Sesuai SFAC No. 2, earnings merupakan alat dalam mengukur kinerja
bagi
perusahaan.
Earnings
juga
merupakan
alat
untuk
menyampaikan informasi mengenai tanggung jawab manajemen terhadap pengelolaan sumberdaya yang dipercayakan kepadanya (Nurim dan Kusuma, 2001). 1
2
Keberhasilan suatu perusahaan bergantung pada kemampuanya menghasilkan penerimaan kas yang melebihi pengeluaran. Salah satu ukuran kinerja yang dapat digunakan adalah cash flow. Akan tetapi reporting cash flow belum tentu menjadi informatif. Hal ini karena cash flow memiliki timing dan matching problems yang menyebabkan adanya kerancuan dalam mengukur kinerja perusahaan. Untuk mengurangi masalah ini, standar akuntansi menyusun pengukuran kinerja dengan menggunakan dasar akrual untuk mengubah waktu pengakuan earnings (Dechow, 1994). Manajer
diijinkan
dalam
standar
untuk
menggunakan
pertimbangan dalam pelaporan keuangan. Manajer dapat menggunakan pengetahuan mereka mengenai bisnis, serta memilih reporting methods, estimates, dan disclosure yang sesuai dengan kondisi ekonomi perusahaan. Dari kondisi tersebut maka pihak manajemen memiliki kesempatan untuk melakukan earnings management, sehingga informasi yang disampaikan tidaklah menjadi akurat kembali dan tidak sesuai dengan kondisi yang sesungguhnya (Healy dan Wahlen, 1999). Earnings management merupakan suatu intervensi terhadap proses pelaporan keuangan eksternal yang bertujuan agar dapat memperoleh beberapa keuntungan pribadi (Schipper, 1989). Healy dan Wahlen (1999) menyatakan bahwa earnings management terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangan dalam pelaporan keuangan atau dalam penataan transaksi untuk mengubah laporan keuangan dan untuk
3
menyesatkan beberapa stakeholder mengenai kinerja ekonomi yang mendasari perusahaan yang bergantung pada praktik akuntansi yang dilaporkan. Segala kebijakan yang ditetapkan oleh pihak manajemen dalam manajemen laba, tidak lain untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau memaksimalkan utilitas pribadi, seperti halnya rencana kompensasi atau bonus (Healy 1985; Dechow, 1994; Roychowdury, 2006), perjanjian hutang (Dechow, 1994), prospektus IPO (Dechow, 1994), investasi dan pendanaan (Perry dan Grinaker, 1994), dan perjanjian kontrak (Healy dan Wahlen, 1999). Earnings management pada umumnya dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya yaitu manipulasi akrual (Roychowdhury, 2006). Akrual merupakan selisih antara kas masuk bersih dari hasil operasi perusahaan dengan laba yang dilaporkan dalam laporan laba-rugi. Laporan keuangan disusun berdasarkan proses akrual, sehingga angka-angka laporan keuangan akan mengandung komponen akrual, baik akrual yang bersifat diskresioner
maupun yang bukan diskresioner (Rahman dan
Hutagaol, 2008). Dasar akrual merupakan dasar yang dipergunakan dalam akuntansi sebagai alat untuk mengukur kinerja perusahaan dalam bentuk laba (Dechow, et al., 1994). Gul, et al. (2003) menyatakan bahwa akrual memerlukan estimasi subjektif, karenanya akrual lebih sulit untuk diaudit, selain itu akrual juga lebih rentan terhadap manipulasi. McVay (2006) menyatakan bahwa pada
4
dasarnya manajer melakukan manipulasi akrual dengan meminjam pendapatan dari periode yang akan datang, melalui percepatan pendapatan atau perlambatan pengeluaran, dalam rangka meningkatkan pendapatan saat ini. Pilihan akuntansi memiliki alternatif yang luas, mulai dari perubahan metode akuntansi hingga estimasi akuntansi (Perry dan Grinaker, 1994). Adiasih dan Kusuma (2011) menyatakan bahwa perusahaan dapat mengganti pilihan metode, seperti unsur-unsur yang menggunakan perkiraan (umur ekonomis, perkiraan piutang tidak tertagih), dan unsur-unsur dalam suatu transaksi (mengubah struktur sewa guna usaha dari operating lease menjadi capital lease). Terdapat berbagai proksi dalam mendeteksi adanya manipulasi akrual, dalam penelitiannya Dechow (1995) membandingkan berbagai pendekatan seperti the Healy Model (1985), the DeAngelo Model (1986), the Jones Model (1991), the Industry Model (Dechow dan Sloan, 1991), dan the Modified Jones Model (Dechow, et al., 1995). Proksi earnings management yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Modified Jones Model. Model tersebut dipilih karena dengan model tersebut merupakan model yang paling kuat dalam mendeteksi adanya earnings management dengan manipulasi akrual dibandingkan dengan model yang lain (Dechow, et al., 1995). Earnings merupakan ukuran kinerja perusahaan yang dihasilkan dengan metode akrual. Akrual dapat menimbulkan beberapa masalah yang
5
dikarenakan manajemen sebagai pihak yang melaporkan informasi mengenai kinerja perusahaan, akan tetapi mereka juga yang sekaligus sebagai pihak yang dievaluasi dan dihargai berdasarkan kinerja perusahaan (Dechow, 1994). Manajemen laba terjadi sebagai dampak dari persoalan keagenan yang dipicu oleh adanya pemisahan peran atau perbedaan kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham. Teori agensi memberikan pandangan bahwa masalah dalam manajemen laba dapat diminimumkan melalui pengawasan corporate governance (Herawaty, 2008). Corporate governance
adalah
efektivitas
mekanisme
yang bertujuan
untuk
meminimalisasi konflik keagenan dengan penekanan khusus pada mekanisme legal yang mencegah dilakukanya ekspropriasi atas pemegang saham minoritas (Johnson, 2000). Konsep
corporate
governance
diajukan
demi
tercapainya
pengelolaan perusahaan yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan keuangan (Nasution dan Setiawan, 2007). Corporate governance diharapkan dapat mengendalikan perilaku dari manajemen perusahaan agar tidak bertindak hanya menguntungkan pihaknya saja, tetapi juga dapat menguntungkan pemilik perusahaan atau pemegang saham. Dengan kata lain corporate governance dapat menyamakan atau menyelaraskan berbagai kepentingan yang ada dalam sebuah perusahaan. Pada masa krisis, corporate governance menjadi masalah serius, karena pertama, ekspropriasi terhadap pemegang saham minoritas menjadi
6
lebih mengkhawatirkan selama pada masa krisis. Kedua, pada masa krisis memaksa investor untuk mengenali dan memperhitungkan kelemahan dalam tata kelola perusahaan yang ada (Mitton, 2002). Berndt, et al. (2011) menyatakan bahwa penggunaan earnings management masih menjadi alat untuk mempengaruhi angka laba atau untuk melunakkan dampak dari krisis dalam laporan keuangan. Corporate governance merupakan faktor yang signifikan pada saat terjadi krisis. Corporate governance tidak hanya dapat menjelaskan perbedaan kinerja antar negara selama masa periode krisis, akan tetapi juga dapat menjelaskan perbedaan kinerja antar perusahaan (Darmawati dkk, 2004). Kusumawati dan Sasongko (2005) menyatakan bahwa perusahaan yang mengalami kerugian ataupun yang memperoleh laba, sama-sama melakukan earnings management dan terdapat perbedaan earnings management yang signifikan antara perusahaan yang mengalami kerugian dan memperoleh laba. Surifah (2001) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat indikasi earnings management yang lebih tinggi pada perusahaan publik yang mengalami kerugian daripada perusahaan publik yang memperoleh laba. Cornet, et al. (2006) melakukan penelitian mengenai mekanisme corporate governance terhadap perilaku perusahaan dalam melakukan earnings
management
dan
dampaknya
terhadap
true
financial
performance. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa earnings
7
management menurun ketika dilakukan peningkatan pengawasan terhadap kebijakan manajemen melalui variabel corporate governance (institutional ownership of shares, institutional investor representation on the board of directors, and the presence of independent outside directors). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Siregar dan Siddharta (2005) yang meneliti mengenai pengaruh dari struktur kepemilikan (kepemilikan institusional dan kepemilikan keluarga), ukuran perusahaan (kapitalisasi pasar), dan praktek corporate governance (kualitas audit, proporsi dewan komisaris independen, dan keberadaan komite audit) terhadap besaran pengelolaan laba. Hasil penelitian tersebut menemukan adanya hubungan negatif antara ukuran perusahaan dan kepemilikan keluarga terhadap earnings management, serta kepemilikan institusional dan praktek corporate governance tidak terdapat hubungan terhadap besaran pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan. Azzali, et al. (2013) dalam hasil penelitian menyatakan bahwa nilai discretionary accruals pada masa krisis keuangan menjadi lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan sebelum krisis keuangan. Penulis beralasan bahwa rendahnya nilai discretionary accruals dikarenakan insentif manajerial dipengaruhi oleh contractual outcomes dan rasa pesimis dari investor terhadap kualitas laporan keuangan pada selama krisis, oleh karenya pihak manajemen lebih terdorong untuk menggunakan discretionary accruals untuk memanipulasi pendapatan ketimbang memberi sinyal efisiensi.
8
Berndt, et al. (2011) menyatakan bahwa terdapat dua arah yang berbeda dari manajemen pada selama terjadinya krisis keuangan. Pertama, selama masa krisis tingkat earnings management dapat meningkat. Hal tersebut dikarenakan masa-masa keuangan sedang dalam keadaan yang sulit, pihak manajemen akan melakukan segala sesuatu (legal) untuk memperlambat, atau menunda write-off on assets atau write-ups on liabilities pada neraca (accruals) dan untuk meminimalkan dampak pada laporan laba rugi (small gains). Kedua, selama masa krisis tingkat earnings management dapat juga mengalami penurunan, hal tersebut disebabkan karena perusahaan dalam menghasilkan laba dapat menjadi bias. Di masa keuangan yang sulit, pendapatan yang memadai mungkin tidak tersedia atau manajemen dapat lebih fokus pada pengelolaan likuiditas dari pada manajemen laba. Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu mengenai corporate governance dan earnings management karena penelitian ini berfokus pada dua periode di Indonesia, yaitu pada selama terjadinya krisis ekonomi pada tahun 2007 hingga 2008 dan pada masa sesudah terjadinya krisis ekonomi global pada tahun 2010 hingga 2012. Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan diatas, maka judul penelitian ini adalah sebagai berikut: “PENGARUH
CORPORATE
GOVERNANCE
TERHADAP
EARNINGS MANAGEMENT (SELAMA DAN SESUDAH KRISIS EKONOMI GLOBAL)”
9
1.2
Rumusan Masalah Melihat latar belakang di atas, maka sangat relevan ditarik suatu rumusan masalah mengenai bagaimana penerapan corporate governance terhadap earnings management pada selama krisis ekonomi global dan pada masa sesudah krisis ekonomi global. Corporate governance merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan kinerja manajemen perusahaan, yang meliputi serangkaian hubungan antara pihak manajemen dengan berbagai pihak, salah satunya investor yang dapat dijelaskan melalui teori keagenan. Terdapat empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep good corporate governance, yaitu keadilan, transparansi, akuntabilitas, dan responsibiltas. Keempat hal tersebut menjadi penting dikarenakan prinsip tersebut secara konsisten dapat meningkatkan kualitas pada laporan keuangan (Sulistyanto, 2008). Short, et al. (1999) menyatakan bahwa mekanisme kunci dari kerangka corporate governance meliputi struktur dewan direksi, kompensasi direksi dan kepemilikan manajerial, pemegang saham institusional, auditor, auditing, informasi akuntansi, serta pasar untuk pengendalian perusahaan. Earnings management menjadi menarik untuk diteliti pada periode selama terjadinya krisis ekonomi global dan sesudah krisis ekonomi global karena dapat melihat perilaku dari manajemen perusahaan dalam melaporkan kegiatan usahanya pada suatu periode tertentu, beserta berbagai motivasi yang melatarbelakangi mereka untuk mengatur berbagai
10
ketentuan yang ada dalam akuntansi. Gumanti (2000) menyatakan bahwa manajemen laba tidak harus selalu dikaitkan dengan upaya untuk memanipulasi data atau informasi akuntansi yang lebih condong terhadap tindakan fraud, akan tetapi lebih dapat berupa pemilihan metode untuk mengatur
laba
yang
dilaporkan,
karena
memang
hal
tersebut
diperkenankan dalam regulasi.
1.3
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian rumusan masalah yang dipaparkan diatas maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah Apakah
terdapat
pengaruh
faktor
kepemilikan
manajerial,
kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, komisaris independen, dan reputasi auditor terhadap earnings management pada selama krisis ekonomi global dan pada masa sesudah krisis ekonomi global?
1.4
Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian rumusan masalah yang dipaparkan diatas maka tujuan dalam penelitian ini adalah Untuk
menguji
pengaruh
faktor
kepemilikan
manajerial,
kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, komisaris independen, dan reputasi auditor terhadap earnings management pada selama krisis ekonomi global dan pada masa sesudah krisis ekonomi global.
11
1.5
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang disajikan diharapakan dapat memberikan manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung kepada beberapa pihak, antara lain: 1.
Bagi pembaca dan peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat
menambah
pengetahuan
dalam
menganalisis
earnings
management pada umumnya dan menganalisis hubungannya dengan berbagai faktor yang ada. 2.
Bagi perusahaan dan investor diharapkan dapat memberi manfaat sebagai informasi tambahan dalam pengambilan keputusan disaat terjadi krisis ataupun saat tidak terjadi krisis.