BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang mengalami krisis moneter tahun 1997/1998 sebagai dampak dari krisis ekonomi global. Badai krisis yang menghantam Indonesia tahun 1998 telah memporak porandakan kehidupan perekonomian Indonesia. Tidak terkecuali negara-negara di kawasan Asia Tenggara juga tidak luput dari krisis moneter, namun secara faktual Indonesia yang paling lama melaksanakan proses pemulihan ekonomi. Hal ini disebabkan oleh parahnya tingkat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.1 Saat itu roda perekonomian seakan mati suri, bisnis cenderung berjalan ditempat dan banyak pelaku bisnis terpaksa gulung tikar2, termasuk usaha kecil dan menengah. Selain itu
adanya
dukungan
pemerintah
memberikan
pengaruh
positif
bagi
perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah di Indonesia salah satunya adalah kebijakan pemerintah menyalurkan kredit usaha rakyat oleh bank-bank pelaksana yang ditunjuk oleh pemerintah. Menurut Pasal 1 ayat(2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dijelaskan pengertian Bank adalah Badan Usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat 1
Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009), hlm.1. 2 Bendi Linggau dan Hamidah, Bisnis Kredit Mikro, Panduan Bankir Mikro dan Mahasiswa, (Jakarta :Papas Sinar Sinanti,2010), hlm.15.
12
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka peningkatan taraf hidup orang banyak. Perbankan merupakan salah satu sumber dana, diantaranya dalam bentuk perkreditan bagi masyarakat perorangan atau badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya atau untuk meningkatkan produksinya.3 Sumber dana perbankan yang disalurkan kepada masyarakat dalam kredit bukan merupakan dana milik bank sendiri melainkan dari masyarakat yang disalurkan kembali ke masyarakat.4 Aktifitas perbankan pertama adalah menghimpun dana dari masyarakat luas yang dikenal dengan istilah dalam bahasa inggris funding yaitu mengumpulkan atau mencari dana dengan cara membeli dari masyarakat luas dengan memberikan bunga atau bagi hasil dalam (perbankan syariah) dan kedua memberi pinjaman ke masyarakat atau dikenal dengan istilah kredit atau dalam bahasa inggris di sebut lending. kegiatan bank terutama dalam pemberian kredit merupakan salah satu kegiatan bank yang sangat penting dan utama sehingga pendapatan dari kredit yang berupa bunga merupakan komponen merupakan pendapatan paling besar dibandingkan dengan pendapatan jasa-jasa diluar bunga kredit yang biasa disebut fee base income.5 Menurut Pasal 1 angka(11) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan uang atau kesepakatan pinjam
3
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank,( Bandung: Alfabeta,2009),hlm.1 Rachmadi Usman, Aspek Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001), hlm.274 5 Sutarno, Op. Cit ,hlm.2 4
13
meminjam antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk lebih melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan memberi bunga. Untuk melindungi uang yang dikucurkan melalui kredit dari resiko kerugian maka pihak bank membuat pagar pengaman berupa jaminan yang harus disediakan debitur agar bank dapat terhindar dari resiko kredit macet. Dalam penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, memuat tentang: 1. Kredit yang diberikan mengandung resiko 2. Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitor untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. 3. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap bebrapa faktor yang dikenal dengan the five c’s of credit analysis yang merupakan ukuran kemampuan penerima kredit untuk mengembalikan pinjamannya. Dalam penyaluran kredit usaha rakyat di PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk Unit Gadih Ranti, kriteria penilaian umum yang harus dilakukan oleh Bank Rakyat Indonesia untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar layak untuk diberikan kredit, dilakukan dengan analisis 5C (Character, Capacity, Condition dan Collateral)6 1. Kepribadian (Character)
6
Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm.117
14
Pihak bank harus melakukan penilaian atas karakter kepribadian atau watak dari calon debitur, kredit hanya diberikan kepada calon debitur yang berkelakuan baik, tidak terlibat tindakan-tindakan criminal dan tidak melakukan tindakan-tindakan tidak terpuji lainnya. 2. Kemampuan (Capacity) Pihak bank hanya memberikan kredit kepada calon debitur yang diketahui kemampuannya untuk melunasi utangnya. 3. Modal (Capital) Pihak bank harus mengetahui permodalan dan kemampuan keuangan dari calon debitur karena hal ini mempunyai korelasi langsung dengan tingkat kemampuan bayar kredit. 4. Kondisi Ekonomi (Condition of economy) Pihak bank harus mengetahui kondisi perekonomian dari calon debitur, terutama yang berhubungan langsung dengan bisnisnya. 5. Agunan (Collateral) Pihak bank tidak akan memberikan kredit kepada calon debitur tanpa ada agunan/ jaminan. Hal ini menjaga jika terjadi kredit macet dimana dapat dilaksanakan ekseskusi terhadap barang jaminan. Selain istilah agunan dikenal juga istilah jaminan. Pada dasarnya, pemakaian istilah jaminan dan agunan adalah sama. Namun, dalam praktek perbankan
istilah
dibedakan,
yaitu
jaminan
mengandung
arti
sebagai
kepercayaan/keyakinan dari bank atas kemampuan atau kesanggupan debitur
15
untuk melaksanakan kewajibannya. Sedangkan istilah agunan diartikan sebagai barang/benda yang dijadikan jaminan untuk melunasi utang nasabah debitur. Pengertian jaminan terdapat dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991, adalah suatu keyakinan debitur bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjiakn, sedangkan pengertian agunan diatur dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yaitu jaminan pokok yang diserahkan debitur dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syari’ah. Dalam penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, terdapat 2 (dua) jenis agunan, yaitu agunan pokok dan agunan tambahan. Agunan pokok adalah barang, surat berharga atau garansi yang berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan, seperti barang-barang atau proyek-proyek yang dibeli dengan kredit yang dijaminkan. Sedangkan agunan tambahan adalah barang, surat berharga atau garansi yang tidak berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan, yang ditambah dengan agunan.7 Perkreditan sebagai salah satu sumber dana bagi masyarakat atau badan usaha dapat di manfaatkan untuk meningkatkan dan memperluas kegiatan usaha masyarakat, meningkatkan perekonomian rakyat, pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja. Untuk mendukung perekonomian Indonesia maka upaya pemerintah dalam membangun perekonomian yang kuat, sehat dan berkeadilan
7
www.hukumperbankan.blogspot.com, diakses tanggal 20 Juni 2013
16
salah satunya yaitu dengan mengucurkan dana berupa Kredit Usaha Rakyat yang selanjutnya disebut dengan KUR. Pada awal mulanya KUR di adopsi dari Bank Grameen yang didirikan oleh Professor Muhammad Yunus pada tahun 1983, yang merupakan sebuah organisasi kredit mikro yang dimulai di Bangladesh yang memberikan pinjaman kecil kepada orang yang kurang mampu tanpa membutuhkan collateral. Sistem ini berdasarkan ide bahwa orang miskin memiliki kemampuan yang kurang digunakan. Pola Grameen bank ini telah diadopsi oleh hampir 130 negara di dunia, 8termasuk di adopsi oleh negara Indonesia dengan nama KUR. KUR merupakan kredit bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi yang selanjutnya disingkat dengan UMKM yang dijamin oleh pemerintah. KUR lahir berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 6 tanggal 8 Juni 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM, yang diikuti dengan penandatanganan Nota Kesepahaman Bersama Departemen Teknis, Perbankan dan Perusahaan Penjamin yang dikeluarkan oleh pemerintah. Akhirnya, pada tanggal 5 November 2007, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono meluncurkan KUR dengan maksud untuk meningkatkan kemampuan UMKM yang layak namun mengalami kesulitan dalam menyediakan agunan dalam mengakses kredit/pembiayaan perbankan. Sejak digulirkan KUR oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 5 November 2007, akses terhadap permodalan yang selalu menjadi kendala utama bagi UMKM dalam mengembangkan usaha pelan-pelan mulai
8
www. Grameeninfo.org, diakses tanggal 10 September 2013
17
terkikis dengan adanya program KUR. Melalui skema kredit atau pembiayaan tanpa agunan khususnya dibawah Rp. 20 juta, para pedagang kecil pun percaya diri untuk mengembangkan usaha dan meningkatkannya menjadi unit usaha yang lebih besar. Adapun peranan UMKM dalam menunjang perekonomian Indonesia di antaranya yaitu membantu mengurangi pengangguran, kemiskinan, penyerapan tenaga kerja. Jumlah UMKM di Indonesia mencapai angka 55,53 juta unit usaha sampai akhir 2012. Yang mana 54 juta lebih diantaranya usaha mikro dengan pertumbuhan rata 7% per tahun. Pada tahun 2011 jumlah KUR yang disalurkan mencapai Rp. 11,92 Triliun atau 55,86% dari target Rp.20 Triliun kepada 771.818 pelaku UMKM. Pada 31 Desember 2012 pemerintah telah menyalurkan KUR sebesar Rp 34,3 Triliun, melampaui target Kementerian Koperasi dan UKM sebesar Rp. 30 Triliun.9 UMKM merupakan pilar utama perekonomian Indonesia, sudah terbukti menjadi bagian dari ekonomi yang memiliki daya tahan kuat dalam menghadapi krisis. Karakteristik utama UMKM adalah kemampuannya mengembangkan proses bisnis yang fleksibel dengan menanggung biaya relatif rendah. Menariknya UMKM menjadikan perekonomian Indonesia tidak terkena dampak negatif yang signifikan akibat terjadinya krisis global yang dirasakan sebagian besar negara dibelahan dunia karena kegiatan operasional UMKM dapat mandiri dan tidak menanggung beban besar akibat krisis tersebut. Atas dasar itu pemerintah menjadikan pengembangan UMKM sebagai strategi utama dalam meningkatkan
9
www.sukmainspirasi.com, di akses tanggal 20 Juni 2013
18
perekonomian Indonesia. Pemerintah mendorong UMKM untuk terus tumbuh sehingga bisa lebih banyak menyerap tenaga kerja. UMKM merupakan salah satu tulang punggung ekonomi nasional yang terus dikembangkan pemerintah salah satunya melalui akses modal yang diberikan pemerintah melalui program KUR. Penyaluran KUR bertujuan mempermudah akses kredit bagi pelaku UMKM yang selama ini kesulitan mendapatkan suntikan modal karena terkendala agunan serta persyaratan berbelitbelit. Apabila tidak ada upaya khusus dari pemerintah, dikhawatirkan Usaha Mikro Kecil
Menengah (UMKM) masih akan menghadapi kesulitan untuk
mendapatkan kredit dari perbankan. Dalam pelaksanaannya di lapangan, usaha kecil yang bergerak di sektor perdagangan menjadi penyerap kredit paling besar dalam program KUR. Berdasarkan data realisasi program KUR tingkat nasional, skema kredit KUR menjadi pilihan banyak pedagang kecil karena kemudahan akses dan bunga yang relatif kecil. Jika dibandingkan dengan skema kredit lainnya, KUR masih lebih memadai untuk mengembangkan usaha bagi pedagang kecil. Dasar hukum adanya usaha mikro ini adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Dalam Pasal 6 ayat (1,2,3) Undang-Undang No. 20 tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan menengah, menyebutkan kriteria dari kredit usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah adalah sebagai berikut: Kredit usaha mikro adalah sebagi berikut:
19
a) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,-(lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau b) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,(tiga ratus juta rupiah)
Kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut: a) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;atau b) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah) Kriteria usaha menengah adalah sebagai berikut: a) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak 10.000.000 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;atau b) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak 2.500.000.000,- (dua miliar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak 50.000.000,- lima puluh miliar rupiah.10
10
Indonesia, Undang-Undang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, UU No. 20 Tahun
2008
20
Penyaluran KUR diatur oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 135/PMK.05/2008 tentang Fasilitas Penjamin Kredit Usaha Rakyat yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.05/2009. Salah satu peranan perbankan, khususnya PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. Unit Gadih Ranti dalam mendukung usaha pemerintah ini bagi kemajuan usaha kecil dan menengah adalah ikut menjadi bank pelaksana penyaluran KUR (Kredit Usaha Rakyat). PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Gadih Ranti merupakan salah satu bank yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai bank pelaksana KUR kepada UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) dengan plafond 20 juta untuk KUR mikro. Kredit dengan pola mikro yang diperuntukan bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah pada Bank Rakyat Indonesia (BRI) dimaksudkan sebagai produk bantuan modal usaha kecil dari pemerintah yang disalurakan oleh bank pelaksana. Adapun salah satu kasus pemberian kredit KUR di PT. BRI Unit Gadih Ranti dimulai dengan mencari nasabah atau prospek yang dilakukan oleh marketing officer.
Setelah melengkapi
data debitor, marketing officer
menyerahkan kepada credit officer untuk melanjutkan proses pembuatan proposal kredit dan melakukan analisa debitur baik dari segi karakter, ekonomi, usaha dan kemampuan. Adapun tujuan penggunaan kredit yang diperoleh oleh debitur untuk keperluan tambahan modal usaha jualan nasi dan rumah kontrakan. Pada awalnya usaha dijalani debitur berjalan dengan baik dan untuk membayar kewajiban pertama dan kedua sampai ketiga masih berjalan dengan baik dan lancar, namun setelah masuk angsuran bulan ke empat debitur mulai
21
menunggak dan susah untuk ditemui. Nasabah meminjam pinjaman kredit KUR di BRI sebesar Rp. 20 Juta dengan tunggakan pokok Rp.3.334.000 dan dengan tunggakan bunga sebesar Rp. 789.200 ,dengan jumlah tunggakan Rp. 4.123.200 peminjaman dalam jangka 2 (dua) tahun, alasan debitur menunggak dikarenakan usaha jualan nasi debitur tutup sehingga untuk pembayaran pinjaman tunggakan bunga atas fasilitas yang diberikan debitur tidak punya kemampuan dan untuk menyelesaikan KUR ke BRI Unit Gadih Ranti tidak mencukupi. Untuk membayar kewajiban tunggakan pokok dan tunggakan harus dilakukan dengan surat peringatan yang dilakukan atau dikunjungi oleh mantri.11 Berbagai upaya dilakukan agar debitur membayar kewajiban pokok, bunga kepada BRI Unit Gadih Ranti, namun semuanya tidak memberikan hasil yang baik. Upaya yang dimaksud dimulai dengan pemberian surat peringatan, melakukan kunjungan ke kediaman debitur, somasi, melalui pendekatan secara kekeluargaan sampai debitur bisa membayar angsurannya. Menurut pengamatan penulis, terjadinya pemberian kredit oleh bank berdasarkan kasus diatas, disebabkan oleh faktor yang berasal dari bank sebagai penyalur kredit dan juga pihak debitur sebagai penerima kredit. Bank harusnya dapat menerapkan prinsip 5’C ternyata dapat keliru dalam menganalisa, sehingga akan merugikan bank sebagai kreditur sekaligus negara. Dalam masyarakat ada kesan bahwa dalam hubungan antara bank dan nasabah debitor, bank selalu berada di posisi yang lebih kuat. Pada waktu diadakan kredit, umumnya bank berada diposisi yang lebih kuat dibandingkan
11
Prapenelitian pada BRI Unit Gadih Ranti
22
dengan calon nasabah debitor. Hal tersebut dikarenakan pada saat perbuatan perjanjian itu, calon nasabah kreditur sangat membutuhkan bantuan kredit dari bank, banyak masyarakat umum tidak akan banyak menunutut karena ada kekhawatiran, pemberian kredit itu akan dibatalkan oleh bank. Setelah kredit diberikan berdasarkan perjanjian kredit ternyata kedudukan bank menjadi lemah, apalagi jika kredit itu diajukan tanpa adanya agunan. Maka akan timbul berbagai permasalahan dikemudian hari. Karena kedudukan bank setelah perjanjian kredit sangat lemah sekali. Tanpa adanya agunan bagaimana cara pembayaran kredit itu sampai kredit tersebut lunas, sedangkan agunan saja tidak ada. Maka dari itu bank dalam hal ini tergantung integritas nasabah KUR (debitor), jika nasabah KUR memang mempunyai integritas yang baik. Untuk tidak menyalahgunakan kredit yang telah diberikan dan secara sportif bersedia membayar kembali kredit yang telah menjadi macet maka bank perlu dan harus mencari penyelesaian
dan perlindungan hukum
terhadap debitur
yang
wanprestasi. Berdasarkan uraian di atas, penulis mencoba melakukan penelitian dalam tugas akhir yang diberi judul : “PERLINDUNGAN
HUKUM
TERHADAP
KREDITUR
DALAM
PERJANJIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) MIKRO PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA, TBK. UNIT GADIH RANTI.”
23
1.2 Perumusan Masalah Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: a. Bagaimana pelaksanaan perjanjian kredit tanpa agunan dalam praktek antara Bank Rakyat Indonesia Unit Gadih Ranti dengan debitur KUR? b. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap kreditur dalam perjanjian kredit usaha rakyat tanpa agunan? c. Bagaimana upaya dalam penyelesaian kredit macet di Bank Rakyat Indonesia Unit Gadih Ranti terhadap debitur KUR?
1.3 Keaslian Penelitian Berdasarkan penelitian kepustakaan yang penulis lakukan, terkait dengan judul diatas, penulis menemukan adanya penelitian sebelumnya yang terkait dengan judul penulis di atas yaitu: A.
Reni Amelia, SH. dari Magister Kenotariatan Universitas Andalas Tahun 2011 dengan judul “Pelaksanaan Pemberian Kredit Usaha Rakyat Dalam Bentuk Ritel Dengan Jaminan Fidusia Pada Pt Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat Cabang Pasar Raya Padang”.
B.
Panji Yusman, SH dari Magister Kenotariatan Universitas Indonesia, dengan judul tesis “Pelaksanaan Perjanjian Kredit Usaha Rakyat di Bank Rakyat Indonesia (BRI)”. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2011 dengan objek penelitian yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI). Fokus kajian dari Panji Yusman adalah pelaksanaan KUR dengan debitur dan penyelesaian sengketa wanprestasi yang dilakukan debitur pada BRI.
24
C.
Rio Zaldi, SH. Dari Magister Universitas Padjajaran tahun 2005 dengan judul Tinjauan Yuridis Tentang Perjanjian Kredit Tanpa Agunan Dihubungkan Dengan Prinsip Kehati-hatian Dalam Pemberian Kredit Peduli Jabar dan Peduli Banten.
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian KUR (kredit usaha rakyat) dalam praktek antara Bank Rakyat Indonesia Unit Gadih Ranti dengan debitur KUR. b. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap kreditur dalam perjanjian kredit usaha rakyat tanpa agunan c. Untuk mengetahui upaya dalam penyelesaian kredit macet di Bank Rakyat Indonesia Unit Gadih Ranti terhadap debitur KUR.
1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang penulis harapkan dari penelitian ini adalah: a. Mendapatkan gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) pada fakultas Hukum Universitas Andalas Padang. b. Memberikan referensi kepada peneliti yang membutuhkan data yang kongkrit untuk peneliti berikutnya dalam penelitian yang sama.
25
c. Memberikan pengetahuan dan informasi bagi peneliti serta lembaga terkait dalam membuat suatu kebijakan-kebijakan baru tentang perbankan, terutama kredit tanpa agunan.
1.6 Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Toritis Perjanjian diatur di dalam Buku III Bab II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pengertiannya terdapat di dalam pasal 1313 yang berbunyi: ”Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” Sedangkan Subekti, merumuskan bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang yang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan sesuatu hal. Melihat macamnya hal yang diperjajikan untuk dilaksanakan, perjanjian-perjanjian itu dibagi dalam tiga macam, yaitu:12 1. Perjanjian untuk memberikan sesuatu 2. Perjanjian untuk berbuat sesuatu 3. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu Untuk melaksanakan suatu perjanjian, lebih dahulu harus ditetapkan secara tegas dan cermat apa saja isi perjanjian tersebut, atau dengan kata lain, apa saja hak dan kewajiban masing-masing pihak.13
12
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta:PT. Intermasa, 2010), hlm.36 Ibid, hlm.39
13
26
Menurut pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata, semua perjanjian itu harus dilakukan dengan iktikad baik maksudnya pelaksanaan itu harus berjalan dengan mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Ukuranukuran obyektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian harus berjalan di atas rel yang benar.14 Asas-asas
hukum
perjanjian
ketentuannya
diatur
di
dalam
Buku III KUHPerdata, asas-asas yang dimaksud antara lain: a. Asas Konsensualisme15 Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) juncto Pasal 1320 sub 1 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa: “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya.” Dari perkataan perjanjian yng dibuat secara sah, maka perjanjian yang dibuat antara nasabah debitur dan kreditur harus sah. b. Asas kebebasan berkontrak Menurut asas ini para pihak bebas untuk mengadakan perjanjian yang dikehendakinya, tidak terkait pada bentuk tertentu. Namun kebebasan tersebut tidak mutlak, melainkan ada batas-batasnya (Pasal 1337 KUHPerdata), yaitu: a) Tidak dilarang Undang-Undang b) Tidak bertentangan dengan kesusilaan c) Tidak bertentangan dengan ketertiban umum 14
Ibid, hlm.41 Achmad Busro, Hukum Perikatan Berdasarkan Buku III KUHPerdata, (Jakarta: Pohon Cahaya, 2011), hlm. 124 15
27
Asas kebebasan berkontrak, mengandung pengertian nasabah debitur dan kreditur bebas untuk membuat perjanjian selama tidak bertentangan dengan isi Pasal 1337 KUHPerdata. c. Asas Pacta Sunt Servanda Asas ini disebut juga asas kekuatan mengikat dari perjanjian dan berhubungan dengan akibat perjanjian. Nasabah debitur dan kreditur yang melakukan perjanjian harus memenuhi apa yang telah diperjanjikan. Sebagaimana telah disebutkan dalam Pasal 1338 KUHPerdata bahwa perjanjian berlaku sebagai Undang-undang bagi para pihak. d. Asas Iktikad Baik Asas ini berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian antara nasabah debitur dan kreditur harus berdasarkan kepatutan, kebiasaan dan
undang-
undang, sesuai Pasal 1338 ayat (3) dan Pasal 1339 KUHPerdata. Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata berbunyi: Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang.16 e. Asas Keseimbangan Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki ke dua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan 16
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Pradnya Pranata, 2001), hlm. 342
28
prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan baik. f. Asas Kepatutan Asas kepatutan tertuang dalam pasal 1339 KUHPerdata. Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan berdasarkan sifat perjanjiannya. g. Asas Kebiasaan Asas ini dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga halhal yang menurut kebiasaan lazim diikuti. Dalam hal perjanjian teori perlindungan hukum juga sangat berperan penting, dalam hal ini para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian perlu mendapatkan perlindungan hukum sehingga terlindungi hak-haknya. Defenisi perlindungan hukum yaitu upaya atau bentuk pelayanan yang diberikan oleh hukum kepada subjek hukum serta hal-hal yang menjadi objek yang dilindungi. Sedangkan teori tentang perlindungan hukum merupakan teori yang mengkaji dan menganalisis tentang wujud atau bentuk atau tujuan perlindungan, subjek hukum yang dilindungi serta objek perlindungan yang diberikan oleh hukum kepada subjeknya.17 Unsur- unsur yang tercantum dalam defenisi teori perlindungan hukum meliputi:18 1. Adanya wujud atau bentuk perlindungan atau tujuan perlindungan ; 17
Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2013), hlm 262 18 Ibid,hlm. 264
29
2. Subjek hukum; 3. Objek perlindungan hukum. Dalam setiap perundang-undangan, yang menjadi wujud atau bentuk atau tujuan perlindungan yang diberikan kepada subjek dan objek perlindungannya berbeda antara satu dengan yang lainnya. Secara teoritis, bentuk perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua yaitu :19 a. Perlindungan hukum preventif Perlindungan hukum yang preventif merupakan perlindungan hukum yang sifatnya pencegahan. Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu kewajiban. b. Perlindungan hukum represif Perlindungan hukum yang represif berfungsi untuk menyelesaikan apabila terjadi sengketa. Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi berupa denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.
19
Ibid, hlm 264
30
Selain teori perjanjian dan teori perlindungan hukum penulis menggunakan teori jaminan dalam menganalisis permasalahan hukum pada thesis penulis. Istilah jaminan berasal dari kata jamin yang berarti tanggung, sehingga jaminan dapat diartikan tanggungan. Pasal 1131 KUHPerdata menjelaskan bahwa “Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”. Pasal 1131 KUHPerdata tersebut menyiratkan bahwa jaminan harus ada dalam hal suatu perikatan. Arti jaminan yaitu keyakinan atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Adanya lembaga jaminan yang demikian kiranya harus dibarengi dengan lembaga kredit dengan jumlah, besar, dan jangka waktu yang lama dan bunga yang relatif rendah.20 J.Satrio mengartikan hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur.21 Menurut Salim HS, hukum jaminan adalah “Keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antar pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit”. Selain istilah jaminan, dikenal juga dengan istilah agunan. Istilah agunan dapat dilihat di dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 10 20
Sofwan, Sri Soedewi Masjhoen, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, (Yogyakarta : Liberty Offset, 2007), hlm. 5. 21 Salim HS, Op.Cit., hlm 6.
31
Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, yaitu agunan adalah jaminan tambahan diserahkan debitur kepada bank dalam rangka medapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Tujuan agunan adalah untuk mendapatkan fasilitas bank, jaminan ini diserahkan oleh debitur kepada bank. Jadi unsur unsur dari agunan adalah jaminan tambahan, diserahkan oleh debitur kepada bank, untuk mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan. Betuk jaminan dapat dibedakan mejadi dua macam, yaitu : a. Jaminan yang timbul dari undang undang yaitu segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan dan b. Jaminan yang timbul dari atau perjanjian,22 Hal ini terdiri atas: 1. Jaminan yang bersifat kebendaan berupa hak mutlak atas suatu benda tertentu dari debitur yang dapat dipertahankan pada setiap orang. 2. Jaminan yang bersifat perorangan yaitu jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu terhadap harta kekayaan debitur seumurnya, ia bahkan dapat diadakan di luar (tanpa) pengetahuan si berutang tersebut.
22
Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen,Op. Cit, hlm. 43
32
Hartono Hadisoeprapto dan M. Bahsan berpendapat bahwa yang dimaksud dengan jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. 23 Syarat syarat benda jaminan yang baik dan lazim digunakan adalah:24 1. Dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang memerlukan. 2. Tidak melemahkan potensi (kekuasaan) si pencari kredit untuk melakukan atau meneruskan usahannya 3. Memberikan kepastian kepada si kreditur, dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk di eksekusi, bila perlu dapat dengan mudah untuk dituangkan guna melunasi hutangnya si peerima (pengambil) kredit. Jaminan mempunyai kedudukan dan manfaat yang sangat penting dalam menunjang pembangunan ekonomi dan memberikan manfaat bagi kreditur dan debitur. Bagi debitur dengan adanya benda jaminan itu dapat memperoleh fasilitas
kredit
dari bank dan tidak khawatir dalam
mengembangkan usahanya, dan manfaat bagi kreditur dengan adanya jaminan yaitu memberikan kepastian hukum maksudnya kepastian untuk menerima pengembalian pokok kredit dan bunga dari debitur.25
23
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004),hlm.22 24 Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), hlm. 73 25 Salim HS, Op.Cit, hlm 28
33
2. Kerangka Konseptual a. Perlindungan Hukum adalah upaya atau bentuk pelayanan yang diberikan oleh hukum serta hal-hal yang menjadi objek yang di lindungi.26 b. Kreditur adalah pihak yang mempunyai piutang atau memberikan kredit atau memberikan pijaman kepada pihak lain c. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. d. Perjanjian Kredit adalah perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur, dimana kreditur berkewajiban untuk memberikan uang atau kredit kepada debitur dan debitur berkewajiban untuk membayar pokok dan bunga, serta biaya-biaya lainnya sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati anatara keduanya.27 e. Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah pemberian kredit atau pembiayaan kepada UMKM dalam bentuk modal kerja dan investasi yang didukung fasilitas penjaminan untuk usaha produktif.28 f. Pelaksanaan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pelaksanaan adalah perihal proses, cara, perbuatan atau kegiatan mempraktekkan teori. Pelaksanaan dalam hal pemberian kredit adalah perbuatan atau
26
Salim HS, dan Erilies Septiana Nurabaini, Op.Cit. hlm. 262.
27
Salim.H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Di Luar KUHPerdata, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2013) hlm. 77 28
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat Pasal 1angka 9.
34
kegiatan kreditur untuk melakukan penyediaan uang berdasarkan kesepakatan pinjam-meminjam antara kreditur dengan debitur, yang mewajibkan debitur untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. g. Agunan menurut Pasal 1 ayat 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan tentang Udang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah kepada debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaa berdasarkan prinsip syariah. h. Debitur adalah orang atau lembaga yang berutang kepada orang atau lembaga lain. i. Akibat hukum adalah akibat yang timbul dari peristiwa hukum. j. Upaya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah usaha, ikhtiar (untuk mencapai suatu maksud), memecahkan persoalan, mencari jalan keluar. k. Penyelesaian kredit macet adalah upaya-upaya yang ditempuh pihak bank selaku kreditor untuk membantu debitur membayar tunggakan pokok dan bunga yang berjalan agar kembali lancar, dan biasanya dimulai dengan upaya kekeluargaan.
1.7 Metode Penelitian Metode berasal dari bahasa Yunani, “Methodos” yang artinya adalah cara atau jalan. Dikaitkan dengan penelitian ilmiah maka metode menyangkut masalah
35
cara kerja, yaitu cara kerja untuk dapat memahami suatu obyek yang menjadi sarana ilmu yang bersangkutan.29 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian pada dasarnya merupakan suatu upaya pencarian dan bukannya sekedar mengamati dengan teliti terhadap sesuatu obyek yang mudah terpegang di tangan.30 Dalam penelitian ini digunakan pendekatan dengan metode yuridis sosiologis (empiris), yaitu suatu penelitian yang menggunakan metode pendekatan terhadap masalah dengan melihat norma-norma hukum yang berlaku kemudian dihubungkan dengan fakta-fakta hukum yang terdapat di lapangan. Sedangkan jenis penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian yang bersifat deskriptif yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untu menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.31 2. Jenis dan Sumber Data Jenis dan Sumber data didasarkan pada pendekatan suatu penelitian yang digunakan. Secara umum jenis data yang digunakan dapat berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden (objek penelitian). Data primer dapat diperoleh melalui
29
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: CV. Rajawali, 1983), hlm 10. 30 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003). Hlm.27 31 Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), hlm.25
36
kuesioner, observesi. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui data yang telah diteliti dan dikumpulkan oleh pihak lain yang berkaitan dengan permasalahan
penelitian.
Data
sekunder
diperoleh
melalui
studi
kepustakaan. Sumber data primer diperoleh dari enelitian lapangan. Sedangkan data sekunder berasal dari bahan hukum yang meliputi: 1) Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer
32
merupakan bahan hukum yang mengikat, dalam
penulisan tesis ini penulis menggunakan bahan-bahan yaitu: a) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945) b) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata(BW) c) Kitb Undang-Undang Hukum Dagang(KUHD) d) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tantang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan e) Peraturan Bank Indonesia 2) Bahan Hukum Sekunder Merupakan bahan yang memberikan penjelasan dari bahan hukum primer diatas, seperti :jurnal hukum, makalah hukum dan artikel yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. 3) Bahan Hukum Tersier
32
Soerjono Sukanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1984), hlm 52
37
Merupakan bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder tersebut yaitu kamus dan ensiklopedi. 3. Teknik Pengumpulan Data Untuk mempermudah pengumpulan data dalam penelitian ini, adapun teknik pengumpulan data dilakukan sebagai berikut: a) Studi Dokumen yaitu penelitian dengan cara mempelajari kasus-kasus yang berkaitan dengan masalah yang diteliti b) Wawancara terstruktur yaitu metode pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan keterangan-keterangan secara lisan melalui tanya jawab secara terstruktur kepada pihak terkait yaitu kepada Kepala Unit BRI Gadih Ranti dengan teknik pengambilan sampel yaitu puposive sampling. 4. Teknik Analisis Data Analisis ini merupakan penyusunan terhadap data yang telah diolah untuk medapat suatu kesimpulan. Dalam penulisan ini, setelah data terkumpul kemudian dilakukan analisis kualitatif yaitu uraian-uraian yang dilakukan dalam penelitian terhadap data-data yang terkumpul dengan tidak menggunakan angka-angka, tetapi dalam bentuk kalimat yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan, pandangan pakar, pandangan aparat penegak hukum, termasuk pengalaman dan penelitian.
38
1.8 Sistematika Penulisan Untuk mempermudah dalam memahami isi tesis ini maka penulis mengemukakan sistematika tesis sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN Pada bab ini, penulis menerangkan atau menggambarkan latar belakang masalah, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menerangkan semua hal yang berkaitan dengan permasalahan, pengertian serta bahasan terhadap beberapa persoalan pokok
BAB III
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab
ini
menggambarkan
tentang
hasil
penelitian
serta
pembahasannya, dengan demikian didalam bab ini akan termuat data yang dikumpulkan dari penelitian beserta penyajian dan analisanya, serta penemuan penelitian ini.
BAB IV
: PENUTUP Berisi kesimpulan dari rumusan masalah dan saran.
39