Triwulan IV-2008
Boks I
Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global1 Gambaran Umum Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini menghadapi risiko yang meningkat seiring masih berlangsungnya krisis keuangan global. Krisis global telah berimbas terhadap perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Imbas tersebut akhir-akhir ini semakin dirasakan baik melalui pasar barang dan pasar uang (pasar modal dan perbankan). Di pasar barang, indikasinya terlihat dari adanya pembatalan kontrak ekspor, penundaan pengiriman barang dan kelancaran pembayaran yang sebagian terganggu, khususnya dalam rangka ekspor. Kondisi ini diperparah dengan harga komoditas yang turun, sehingga mempengaruhi nilai ekspor dan disisi lain menjadi potensi masuknya barang impor dengan harga yang relatif murah ke pasar domestik. Di pasar modal, IHSG mengalami penurunan dibandingkan dengan kondisi awal tahun. Sementara itu, pembiayaan ekspor-impor melalui perbankan terganggu terkait dengan memburuknya kepercayaan, terutama terhadap bank-bank internasional yang berskala besar. Namun demikian, untuk kegiatan pembiayaan domestik masih relatif aman, walaupun kewaspadaan tetap harus ditingkatkan. Ekspor yang terganggu, harga komoditas yang turun, sistem pembayaran yang terganggu, dan kinerja di pasar modal yang terkoreksi menurun akan dapat mengganggu perkembangan di sektor riil. Di sisi lain, rentetan dari perlambatan tersebut pada gilirannya menurunkan pula pendapatan pelaku ekonomi yang bermuara pada tekanan daya beli sehingga dikhawatirkan dapat mengganggu pertumbuhan domestic demand. Di samping itu, sudah mulai muncul kekhawatiran bahwa PHK, khususnya pada sektor industri yang berorientasi ekspor, akan meningkat dalam periode ke depan. Di sisi daerah, perekonomian daerah akan menghadapi problem yang sama namun dengan tingkat pengaruh yang bervariasi terhadap ekonomi di masing-masing daerah. Perbedaan pengaruh dari krisis ekonomi global 1 Catatan Analisis
22 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
terhadap ekonomi daerah tergantung pada struktur dari ekonomi masingmasing daerah. Daerah yang memiliki tingkat ketergantungan ekspor yang relatif besar diperkirakan akan menghadapi implikasi yang lebih kuat dibandingkan daerah yang lebih didukung oleh domestik demand . Berdasarkan Kajian Ekonomi Regional, perekonomian provinsi di wilayah Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi-Maluku-Papua memiliki tingkat ketergantungan terhadap ekspor yang relatif besar yaitu antara 22,6% sd. 27,4%, dimana 70,3% s.d 72,2%2 dari ekspor tersebut ditujukan ke luar negeri. Sementara itu, propinsi yang sektor keuangannya menjadi salah satu leading ekonomi akan mengalami tekanan yang kuat, khususnya dengan tergerusnya nilai kapitalisasi di pasar modal dan kemungkinan tekanan di subsektor perbankan. Tabel 1 Struktur Ekonomi Daerah ditinjau dari sisi Permintaan Persentase
Konsumsi
PMTB
Net Ekspor
Porsi di dalam Net Ekspor Ekspor
Sumatera Jakarta Jabalnustra Kali-Sulampua
59,6 57,5 73,9 52,7
19,3 33,9 19,0 19,5
22,6 14,8 5,2 27,4
Impor
53,3 69,1 49,5 71,0
46,7 30,9 50,5 29
Sumber : BPS Daerah (diolah)
Struktur Ekonomi DKI Jakarta Jakarta, sebagai barometer perekonomian nasional, memiliki karakteristik ekonomi yang relatif berbeda dibandingkan daerah lainnya. Struktur ekonomi Jakarta dari sisi permintaan lebih didominasi oleh konsumsi dengan porsi mencapai 57,5% (Tabel 1). Adapun struktur konsumsi di Jakarta lebih didominasi oleh konsumsi rumah tangga yang mencapai 80%. Apabila dikaitkan dengan jenis barang yang dikonsumsi oleh rumah tangga di Jakarta, maka sekitar 55% barang yang dikonsumsi merupakan barang non makanan (durables goods ), sedangkan 45% merupakan barang makanan dan minuman. 2 Pengertian ekspor daerah adalah merupakan ekspor ke luar negeri, tidak termasuk ekspor antar daerah.
23 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
Tingginya peran konsumsi di DKI didukung oleh tingginya jumlah penduduk yang berpenghasilan menengah ke atas. Jumlah masyarakat yang berpenghasilan di atas Rp. 3 juta mencapai 74% dari total penduduk Jakarta3 (Tabel 2). Dengan jumlah penduduk berpenghasilan strata menengah ke atas yang besar tersebut, maka kemampuan untuk membeli barang-barang tahan lama relatif tinggi. Berdasarkan hasil kajian4, terdapat dua jenis barang durables yang relatif signifikan terhadap pertumbuhan konsumsi rumah tangga di Jakarta, yaitu konsumsi kendaraan bermotor roda empat dan barang elektronik, serta barang kebutuhan konsumsi lainnya (eceran). Kecenderungan pertumbuhan konsumsi masyarakat strata atas dan menengah di Jakarta terefleksi pula dari pertumbuhan konsumsi kendaraan bermotor roda empat, barang elektronik, dan penjualan eceran barang lainnya. Akibat krisis, terindikasi bahwa kedua prompt indikator dan hasil survei penjualan eceran5 memasuki triwulan IV 2008 menunjukkan tanda-tanda perlambatan pertumbuhan. Tabel 2 Strata Penghasilan di Jakarta Strata
Pengeluaran (Rp ribu)
Penghasilan (Rp ribu)
Jakarta (%)
A1 A2 B C1 C2 D E
> 3.000 2.000 - 3.000 1.500 - 2.000 1.000 - 1.500 700 - 1.000 500 - 700 < 500
> 9.000 6.000 - 9.000 4.500 - 6.000 3.000 - 4.500 2.100 - 3.000 1.500 - 2.100 < 1.500
13 16 20 25 18 4 3
Sumber : AC Nielsen, 2007
Dari sisi penawaran, struktur ekonomi Jakarta dipengaruhi oleh sektor keuangan, sektor perdagangan/hotel/restoran, dan sektor industri pengolahan. Porsi sektor keuangan dalam mempengaruhi ekonomi Jakarta mencapai 29,6%, dimana subsektor perbankan dan subsektor keuangan non 3 Survei AC Nielsen, 2007. Susenas BPS Jakarta juga menyatakan : terdapat kecenderungan bahwa semakin kaya sebuah rumah tangga, pengeluaran untuk non makanan semakin meningkat 4 Uji korelasi antara pertumbuhan mobil baru dan pertumbuhan penjualan elektronik dengan pertumbuhan konsumsi menghasilkan korelasi yang positif yaitu masing-masing 0,64 dan 0,69, Bank Indonesia. 5 Bank Indonesia melakukan survei penjualan eceran secara rutin
24 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
bank memiliki porsi relatif besar di dalam sektor keuangan yaitu masingmasing sebesar 56,0% dan 44,0%. Sektor perdagangan/hotel/ restoran memberikan peranan dalam struktur ekonomi Jakarta sebesar 21,7%, di mana subsektor perdagangan menjadi penyumbang terbesar dari sektor tersebut. Sementara itu, sektor industri memberikan peranan sebesar 16,9% dengan subsektor industri yang terbesar adalah industri alat angkut, mesin dan peralatannya dan sub sektor industri pupuk dan kimia. Terkait dengan sektor industri di Jakarta, output yang dihasilkan oleh sektor industri di Jakarta diperuntukkan bagi ekspor rata-rata sebesar 23,9%, sehingga perlambatan demand dunia akan berdampak pula bagi sektor industri. Di Sektor keuangan, koreksi besar di pasar modal dan mulai melambatnya kinerja perbankan akan berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi Jakarta. Tabel 3 Struktur Ekonomi Daerah Jakarta dari sisi Penawaran Lapangan Usaha 1 Pertanian 2 Pertambangan dan penggalian 3 Industri Pengolahan Alat Angkutan, Mesin & Peralatannya Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 5 Bangunan 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran Perdagangan Restoran 7 Pengangkutan dan Komunikasi 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Bank Jasa Perusahaan Sewa Bangunan 9 Jasa-jasa Produk Domestik Regional Bruto
Share (%) 0,09 0,28 16,88 10,09 2,09 0,66 10,09 21,70 16,74 3,92 9,22 29,60 16,57 5,93 4,34 11,49 100,00
Pembiayaan Perbankan untuk Ekonomi Jakarta Untuk menganalisis dampak krisis keuangan global terhadap ekonomi Jakarta maka diperlukan analisis peranan pembiayaan perbankan terhadap ekonomi Jakarta. Fokus dari analisis pembiayaan diarahkan pada peranan perbankan
25 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
terhadap konsumsi rumah tangga dan pembiayaan kredit sektor-sektor yang berperanan besar terhadap ekonomi Jakarta. Konsumsi rumah tangga di Jakarta lebih didominasi oleh pembiayaan sendiri (self-financing) yang berasal dari gaji ataupun pendapatan lainnya (bunga, capital gain, warisan, dll). Sementara peranan pembiayaan kredit konsumsi terhadap konsumsi rumah tangga di Jakarta relatif rendah, yaitu sebesar 7,1%. Di sisi sektoral, sektor perdagangan dan sektor industri pengolahan memiliki ketergantungan yang relatif besar terhadap pembiayaan dari sektor keuangan (kredit bank, obligasi, penerbitan saham di pasar modal), dengan tingkat ketergantungan masingmasing sebesar 24,8% dan 55%6. Dengan kondisi ini, maka konsumsi rumah tangga penduduk Jakarta sangat rentan terhadap perubahan self financing, sedangkan sektor utama di Jakarta lebih rentan terhadap perkembangan sektor keuangan. Tabel 4 Struktur Pembiayaan Sektor Industri dan Perdagangan Persentase Pinjaman
Self Financing
Industri Pengolahan Alat Angkutan, Mesin & Peralatannya Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet
53,2 57,7
46,8 42,3
Perdagangan, Hotel dan Restoran Perdagangan
24,8
75,2
Sumber : Neraca Perusahaan dan Anekdotal info
Implikasi Ke depan Masih berlanjutnya krisis keuangan global perlu mendapatkan perhatian mengingat potensi risiko yang dihadapi ekonomi Jakarta relatif masih signifikan, dimana. Pertama, menurunnya pendapatan pada kelompok masyarakat atas dan menengah yang diikuti oleh ketatnya penyaluran kredit konsumsi akan mempengaruhi daya beli sehingga pertumbuhan konsumsi dapat terhambat. Selain itu, penurunan pendapatan masyarakat dikhawatirkan dapat mempengaruhi kemampuan pembayaran kredit yang berdampak pada meningkatnya net performing loan (NPL). Kedua, Krisis di 6 Informasi beberapa Perusahaan yang Go Public, 2008
26 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
pasar keuangan global yang belum jelas titik terangnya akan memunculkan ketidakpastian di pasar keuangan dan memperlemah kondisi sektor keuangan. Ketiga, berlanjutnya perlambatan permintaan dunia yang diikuti dengan penurunan harga komoditas internasional akan dapat mempengaruhi kinerja sektor industri pengolahan, terutama yang berorientasi ekspor. Kondisi ini dapat menjadi semakin parah mengingat risk profile sektor industri yang tinggi dengan Non Performing Loan sebesar 6,5%, tertinggi dibandingkan sektor lainnya. Keempat, dalam jangka panjang, berlanjutnya pelemahan ekonomi dunia akan mempengaruhi arus investasi yang masuk ke Jakarta. Dengan memperhatikan potensi risiko yang dihadapi ekonomi Jakarta, diharapkan terdapat koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah DKI Jakarta guna mereduksi dampak yang dihadapi, melalui : 1. Salah satu faktor yang dapat menghambat perlambatan daya beli adalah turunnya laju inflasi sehingga upaya pengendalian inflasi daerah semakin penting. 2. Pemda beserta pengusaha menyusun kenaikan upah pada level yang memungkinkan perusahaan masih dapat bertahan, namun tetap membantu daya beli pekerja terhadap tekanan inflasi. 3. Pemda mempercepat dan meningkatkan realisasi belanja, khususnya belanja modal dalam rangka men-stimulus ekonomi daerah. 4. Kebijakan jangka pendek bagi industri misalnya kebijakan insentif bagi sektor industri yang berorientasi ekspor dan sektor perdagangan berupa penundaan/reduksi pajak. Kebijakan jangka menengah melalui pengetatan masuknya impor ilegal ke Indonesia khususnya barang konsumsi. Kebijakan jangka panjang adalah mencari alternatif pasar ekspor dan mengurangi impor barang konsumsi dengan meningkatkan kontain domestik. 5. Pemda dapat mengakselerasi kebijakan iklim investasi yang lebih kondusif.
27 Kajian Ekonomi Regional Jakarta