BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi yang pesat saat ini mempunyai dampak yang luar biasa pada berbagai bidang dan sektor kegiatan. Di antara implikasi yang relatif besar ialah pada disiplin ilmu dan praktek akuntansi. Dibidang akuntansi, perkembangan teknologi informasi telah banyak membantu meningkatkan sistem informasi akuntansi. Peningkatan penggunaan teknologi komputer sebagai salah satu bentuk teknologi informasi telah banyak mengubah pemrosesan data akuntasi secara manual menjadi otomatis. Dengan otomatisasi atau sistem informasi yang berdasarkan pada komputer berbagai fungsi dapat dilakukan secara tepat dan cepat. Di setiap organisasi yang ada saat ini telah banyak tersedia peralatan dengan teknologi tinggi yang bernilai sangat mahal. Peralatan tersebut digunakan untuk mendukung sistem informasi yang mereka butuhkan, sehingga diharapkan akan mampu meningkatkan kinerja individu maupun kinerja organisasi (Sunarta, 2005:880). Profesi yang tidak dapat lepas dari kemajuan teknologi informasi yaitu profesi akuntan publik. Para akuntan tidak dapat lagi menghindari kemajuan teknologi (tepatnya teknologi informasi dan komunikasi) sebagai salah satu komponen sumberdaya sistem (informasi) akuntansi. Perkembangan teknologi yang begitu pesat telah mempengaruhi berbagai aspek tidak terkecuali profesi akuntan publik. Pengetahuan tentang teknologi informasi begitu beragam, yang tentunya tidak semuanya bisa 1
dikuasai oleh akuntan publik. Penelitian yang dilakukan oleh Gultom (1993) yang dikutip oleh Adnyana dan Indriantoro (2000:460) berkenaan dengan persepsi akuntan di Indonesia terhadap pengetahuan akuntansi dan pengetahuan teknologi informasi terjalin antara satu dengan yang lainnya. Sebagian pengetahuan teknologi informasi harus dikuasai oleh profesi akuntan. Sistem informasi telah membuat perubahan yang fundamental pada pekerjaan dan peran akuntan. Keahlian dan pengetahuan yang baru dipersyaratkan untuk memenuhi perubahan-perubahan tersebut. Komputer diperkenalkan untuk membantu memenuhi tujuan perusahaan dan diterapkan dalam praktik keseharian guna mempertinggi kualitas kerja personil organisasi yang melibatkan akuntan didalamnya (Adnyana dan Indriantoro, 2000:460). Menurut Goodhue dan Thompson (1995) dalam Susanto (1999:100) penelitian yang menguji efektifitas sistem informasi dalam peningkatan kinerja dapat diklasifikasikan menjadi dua: 1. Penelitian yang menekankan pada aspek pemanfaatan teknologi informasi dan 2. Penelitian yang difokuskan pada faktor kesesuaian tugas-teknologi. Menurut Goodhue dan Thompson (1995) dalam Susanto (1999:97) sebagaimana dikutip oleh Wrediningtyas (2005). aliran yang memfokuskan pada aspek pemanfaatan teknologi informasi mempunyai beberapa kelemahan, yaitu: 1. Pemanfaatan teknologi informasi tidak selalu sukarela. Pemakai kadang kala terpaksa memanfaatkan teknologi informasi karena pekerjaan yang 2
dilakukannya
sudah
dirancang
sedemikian
rupa
sehingga
harus
diselesaikan dengan memanfaatkan teknologi yang bersangkutan. Dalam situasi ini dampak kinerja lebih dihasilkan oleh faktor kecocokan tugasteknologi dari pada pemanfaatan teknologi informasi. 2. Pemanfaatan teknologi informasi yang tinggi belum tentu menghasilkan kinerja yang tinggi. Pemanfaatan teknologi informasi yang jelek tidak akan menghasilkan kinerja yang baik meskipun berlangsung dengan sukarela. Kecocokan tugas teknologi didefinisikan sebagai suatu derajat seberapa tinggi teknologi membantu individu dalam menjalankan serangkaian tugas-tugasnya. Secara lebih spesifik, kecocokan tugas teknologi merupakan keselarasan antara tuntutan yang ada dalam tugas dan fungsionalitas teknologi. Interaksi antara tugas dan teknologi merupakan antecedent bagi kecocokan tugas-teknologi. Tugas-tugas tertentu memerlukan teknologi tertentu yang fungsional. Apabila kesenjangan antara tuntutan yang ada dalam tugas dan fungsional teknologi semakin lebar, maka tingkat kecocokan tugas-teknologi akan menurun. Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Untuk menguji pengaruh sistem informasi terhadap kinerja, penelitian yang difokuskan pada faktor kecocokan tugas-teknologi 3
juga mempunyai kelemahan dalam peningkatan kinerja. Peningkatan kinerja tidak hanya di pengaruhi oleh faktor kecocokan tugas-teknologi saja melainkan tergantung juga pada faktor-faktor lain (misal faktor kebiasaan seseorang). Dalam hal ini penelitian terhadap faktor kecocokan tugasteknologi akan bermanfaat jika dikombinasikan dengan faktor pemanfaatan dan dampak terhadap kinerja (Goodhue dan Thompson, 1995 dalam Wrediningtyas, 2005). Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Wrediningtyas (2005). Penelitian sekarang terdapat perbedaan- perbedaan dengan penelitian sebelumnya, perbedaaan itu antara lain: 1. Penelitian sebelumnya menggunakan ukuran variabel kecocokan tugasteknologi yaitu tingkat rinci yang tepat, keakuratan, kompatibilitas, lokabilitas, aksesbilitas, arti data, asistensi, kemudahan penggunaan perangkat keras atau lunak, keandalan sistem, kemuktahiran, presentasi, kekacauan. Penelitian sekarang menggunakan ukuran variabel kecocokan tugas-teknologi yaitu keakuratan, kompatibilitas, aksesbilitas, asistensi, keandalan
sistem,
kemuktahiran,
presentasi,
kekacauan.
Penelitian
sebelumnya menggunakan ukuran variabel pemanfaatan teknologi informasi yaitu intensitas penggunaan, frekuensi penggunaan, jumlah perangkat lunak tau software yang digunakan. Penelitian sekarang menggunakan ukuran variabel pemanfaatan teknologi informasi yaitu intensitas penggunaan, frekuensi penggunaan, jumlah perangkat lunak atau software yang digunakan dan kematangan teknologi informasi. Penelitian sebelumnya 4
menggunakan persepsi dampak kinerja sedangkan penelitian sekarang menggunakan ukuran kinerja (tekanan, tujuan, target dan tanggung jawab). 2. Responden penelitian sebelumnya ialah auditor dari beberapa Kantor Akuntan Publik yang berada di Semarang, Surabaya, dan Solo. Responden penelitian yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah auditor, konsultan, dan staff dari tingkat manajer ke bawah yang bekerja pada kantor akuntan publik yang berada di wilayah Jakarta Selatan minimal bekerja selama 1 bulan, menggunakan komputer, pernah melaksanakan audit, berlatar belakang pendidikan minimal SMA dan berusia minimal 20 tahun. 3. Penelitian sebelumnya menggunakan metode Structural Equation Modelling (SEM) dari paket software statistic AMOS 5.0 sedangkan penelitian sekarang menggunakan metode Structural Equation Modelling
dengan
program Lisrel 8.54. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan faktor kesesuaian tugasteknologi dan pemanfaatan teknologi berpengaruh terhadap kinerja akuntan publik. Sehingga penelitian ini menyarankan agar faktor kecocokan tugasteknologi dan pemanfaatan teknologi informasi di pertimbangkan dalam pengembangan suatu sistem informasi dalam suatu organisasi bisnis. Berdasarkan uraian-uraian diatas, peneliti tertarik untuk menelitinya dalam bentuk skripsi yang berjudul, “Pengaruh Faktor Kecocokan TugasTeknologi Dan Pemanfaatan Teknologi Informasi Terhadap Kinerja Akuntan Publik (Studi Empiris: Kantor Akuntan Publik Di Jakarta Selatan).” 5
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah faktor kecocokan tugas-teknologi mempunyai pengaruh terhadap kinerja akuntan publik? 2. Apakah pemanfaatan teknologi informasi mempunyai pengaruh terhadap kinerja akuntan publik? 3. Apakah faktor kecocokan tugas-teknologi mempunyai pengaruh terhadap pemanfaatan teknologi informasi?
C. Pembatasan Masalah Berdasarkan perumusan masalah diatas, pembatasan masalah dalam penelitian ini hanya terletak pada teknologi informasi mempunyai dampak positif terhadap kinerja individual maka teknologi informasi tersebut harus dapat dimanfaatkan dan mengandung faktor kecocokan tugas-teknologi yang menunjukkan kecocokan tugas yang didukungnya. Penelitian ini terbatas pada auditor, konsultan, dan staff dari tingkat manajer ke bawah yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik yang berada di wilayah Jakarta Selatan.
6
D. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut 1. Untuk menganalisis apakah faktor kecocokan tugas-teknologi mempunyai pengaruh terhadap kinerja akuntan publik. 2. Untuk menganalisis apakah pemanfaatan teknologi informasi mempunyai pengaruh terhadap kinerja akuntan publik. 3. Untuk menganalisis apakah faktor kecocokan tugas-teknologi mempunyai pengaruh terhadap pemanfaatan teknologi informasi. E. Kegunaan Penelitian Kegunaan dalam penelitian ini antara lain: 1. Kantor Akuntan Publik (KAP), yaitu KAP dapat melakukan keputusan investasi dalam teknologi informasi dengan mempertimbangkan dampak pemanfaatan teknologi terhadap kinerja dan dapat memberikan kontribusi kepada akuntan publik mengenai pentingnya kecocokan antara tugas dan fungsionalitas teknologi. 2. Pihak lain, yaitu menambah pengetahuan, wawasan bagi rekan-rekan mahasiswa khususnya mahasiswa Fakultas Ekonomi Dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya. 3. Penulis, yaitu menambah pengetahuan, wawasan dan keterampilan penulis dan juga sebagai sarana bagi penulis dalam mengkaji tori-teori yang telah didapat. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Teknologi Informasi Teknologi informasi didefinisikan oleh berbagai pendapat antara lain: 1. Haag dan Keen (1996) dalam Triwahyuni (2003:2), mendefinisikan teknologi informasi sebagai berikut: “Teknologi informasi adalah seperangkat alat yang membantu anda bekerja dengan informasi dan melakukan tugas-tugas yang berhubungan dengan pemrosesan informasi”. 2. Martin (1999) dalam Triwahyuni (2003:2), mendefinisikan teknologi informasi sebagai berikut: “Teknologi informasi tidak hanya terbatas pada teknologi komputer (perangkat keras maupun perangkat lunak) yang digunakan untuk memproses dan menyimpan informasi, melainkan juga mencakup teknologi komunikasi untuk mengirimkan informasi”. 3. Williams dan Sawyers (2003) dalam Triwahyuni (2003:2), mendefinisikan teknologi informasi sebagai berikut: “Teknologi informasi adalah teknologi yang menggabungkan komputer dengan jalur komunikasi berkecepatan tinggi yang membawa data, suara, dan video (Williams dan Sawyers). Menurut Triwahyuni (2003:2), teknologi informasi adalah gabungan antara teknologi komputer dan teknologi komunikasi. Penjelasan teknologi yang mendasari teknologi informasi adalah sebagai berikut: a. Teknologi Komputer Teknologi komputer adalah teknologi yang berhubungan dengan komputer termasuk peralatan-peralatan yang berhubungan dengan komputer seperti printer, pembaca sidik jari, dan bahkan CD-Rom. 8
Komputer adalah mesin serba guna yang dapat dikontrol dengan program, digunakan untuk mengolah data menjadi informasi. Program adalah deretan instruksi yang digunakan untuk mengendalikan komputer sehingga komputer dapat melakukan tindakan sesuai dengan yang dikehendaki oleh pembuatnya. Data adalah bahan mentah bagi komputer yang dapat berupa angka maupun gambar. Informasi adalah bentuk data yang telah diolah sehingga dapat menjadi bahan yang berguna untuk pengambilan keputusan. b. Teknologi Komunikasi Teknologi telekomunikasi atau teknologi komunikasi adalah teknologi yang berhubungan dengan komunikasi jarak jauh. Termasuk dalam kategori ini adalah telepon, radio, dan televisi.
B. Kecocokan Tugas – Teknologi Kecocokan tugas teknologi didefinisikan sebagai suatu derajat seberapa tinggi teknologi membantu individu dalam menjalankan serangkaian tugastugasnya. Secara lebih spesifik, kecocokan tugas teknologi merupakan keselarasan antara tuntutan yang ada dalam tugas dan fungsionalitas teknologi. Interaksi antara tugas dan teknologi merupakan antecedent bagi kecocokan tugas-teknologi. Tugas-tugas tertentu memerlukan teknologi tertentu yang fungsional. Apabila kesenjangan antara tuntutan yang ada dalam tugas dan fungsional teknologi semakin lebar, maka tingkat kecocokan tugas-teknologi akan menurun (Susanto, 1999:99 dalam Wrediningtyas, 2005). 9
Penelitian yang memfokuskan pada pemanfaatan teknologi kebanyakan menggunakan variabel sikap dan keyakinan pemakai sistem untuk memprediksi pemanfaatan sistem informasi. Para peneliti lain mendasarkan penelitiannya pada teori sikap dan perilaku aspek-aspek teknologi misalnya sistem yang berkualitas tinggi mempengaruhi sikap pemakai sistem berupa keyakinan dan afeksi terhadap sistem yang bersangkutan (Adnyana, 2000: 465). Menurut Adnyana (2000:465) bagi aliran yang berfokus pada kecocokan tugas
dan
teknologi,
pemanfaatan
sistem merupakan
sesuatu
yang
diasumsikan. Aliran ini memiliki argumen sebagai berikut dampak kinerja akan
dihasilkan
dari
kecocokan
tugas
teknologi
apabila
teknologi
menyediakan sarana dan dukungan yang cocok dengan yang diperlukan oleh tugas yang didukungnya. Kecocokan
tugas
teknologi
dipengaruhi
oleh
interaksi
antara
karakteristik-karakteristik sebagai berikut: individual pemakai, teknologi yang digunakan, dan tugas yang berbasis teknologi. Kecocokan tugas-teknologi secara lebih spesifik menunjukkan korespondensi antara kebutuhan tugas, kemampuan individual dan fungsi teknologi.
10
C. Pemanfaatan Teknologi Informasi Pemanfaatan teknologi informasi merupakan manfaat yang diharapkan oleh
pengguna
sistem
informasi
dalam
melaksanakan
tugasnya,
pengukurannya berdasarkan intensitas pemanfaatan, frekuensi pemanfaatan, dan jumlah aplikasi atau perangkat lunak yang digunakan (Jin, 2003:3). Investasi yang besar dalam teknologi informasi tidak akan bermanfaat apabila teknologi tersebut tidak diterima oleh anggota organisasi. Lucas dan Spitler (1999) sebagaimana dikutip oleh Jin (2003:2) mengemukakan bahwa agar teknologi informasi dapat dimanfaatkan secara efektif, anggota dalam organisasi harus dapat menggunakan teknologi informasi dengan baik sehingga memberikan kontribusi terhadap kinerjanya. Oleh karena itu sangat penting bagi anggota untuk mengerti dan memprediksi kegunaan sistem tersebut. Tingkat pengembalian investasi akan kecil jika pekerja gagal menerima teknologi tersebut atau tidak memanfaatkannya secara maksimal sesuai dengan kemampuannya. Goodhue dan Thompson (1995) serta Sugeng dan Indriantoro (1998) mendefinisikan
pemanfaatan
teknologi
informasi
sebagai
perilaku
menggunakan teknologi dalam menyelesaikan tugas. Pemanfaatan teknologi informasi merupakan keputusan individu untuk menggunakan atau tidak teknologi yang bersangkutan yang dipengaruhi oleh faktor yang menjadi antecedentnya.
11
D. Kinerja Akuntan Publik Jika dilihat dari asal katanya, kata kinerja adalah terjemahan dari kata performance, yang menurut The Scribner-Bantam English Distionary, terbitan Amerika Serikat dan Canada (1979) dalam TB Sjafri Mangkuprawira (2007), berasal dari akar kata “to perform” dengan beberapa “entries” yaitu: 1. Melakukan, menjalankan, melaksanakan (to do or carry out, execute); 2. Memenuhi atau melaksanakan kewajiban suatu niat atau nazar ( to discharge of fulfill; as vow); 3. Melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab (to execute or complete an understaking); dan 4. Melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin (to do what is expected of a person machine). Menurut TB Sjafri Mangkuprawira (2007), terdapat berbagai pendapat tentang kinerja antara lain: 1. Stolovitch and Keeps (1992) dalam TB Sjafri Mangkuprawira (2007), mendefinisikan kinerja sebagai berikut: “Kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta”.
12
2. Griffin (1987) dalam TB Sjafri Mangkuprawira (2007), mendefinisikan kinerja sebagai berikut: “Kinerja merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang ada pada diri pekerja”. 3. Casio (1992) dalam TB Sjafri Mangkuprawira (2007), mendefinisikan kinerja sebagai berikut: “Kinerja merujuk kepada pencapaian tujuan karyawan atas tugas yang diberikan”. Kinerja auditor merupakan tindakan atau pelaksanaan tugas pemeriksaan yang telah diselesaikan oleh auditor dalam kurun waktu tertentu. Kinerja auditor adalah akuntan publik yang melaksanakan penugasan pemeriksaan (examination) secara obyektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut. Kinerja dapat menjadi maju dan mencapai tingkat yang paling baik dengan mengidentifikasi dan menganalisis aktivitas kerja. O’Brien (1996) sebagaimana dikutip oleh Adnyana (2000:467) pada intinya, suatu organisasi harus yakin bahwa para personil benar-benar melakukan aktivitas yang benar dengan cara yang benar pula. Kinerja akuntan sewaktu menggunakan sistem informasi tradisional sudah jauh berbeda dibandingkan dengan menggunakan sistem informasi berbasis teknologi komputer (Adnyana, 2000:467). Menurut
Susanto
(1999:100)
dalam
Wrediningtyas
(2005)
mendefinisikan dampak kinerja sebagai pencapaian serangkaian tugas oleh individu. Kinerja yang tinggi mengandung arti terjadinya peningkatan 13
efisiensi, efektifitas atau kualitas tinggi. Tingkat kecocokan tugas-teknologi yang tinggi akan dapat meningkatkan dampak kinerja pemakai teknologi tanpa memperhatikan situasi apa teknologi dimanfaatkan (sukarela atau terpaksa). Goodhue dan Thompson (1995) sebagaimana dikutip oleh Adnyana (2000:467) mengungkapkan bahwa kinerja yang dihasilkan kecocokan tugasteknologi berimplikasi pada efesiensi, efektifitas dan kualitas yang lebih tinggi terhadap pemanfaatan teknologi serta implikasi kinerja yang lebih baik pada sistem informasi. Kinerja yang lebih baik tersebut tercapai karena dapat memenuhi kebutuhan individual dalam melaksanakan dan meyelesaikan tugas.
E. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Goodhue dan Thompson (1995) sebagaimana dikutip oleh Wrediningtyas (2005) menguji suatu model komprehensif dari hubungan teknologi informasi dengan kinerja individual. Model tersebut disebut sebagai model Rantai Teknologi-Kinerja. Variabelvariabel yang digunakan adalah karakteristik tugas, karakteristik teknologi, kesesuaian tugas-teknologi, pemanfaatan teknologi, dan dampak kinerja. Sampel yang digunakan yaitu pemakai sistem informasi yang bekerja pada perusahaan jasa transportasi dan jasa asuransi. Hasil pengujiannya terdapat bukti empiris yang moderat bahwa evaluasi oleh pemakai atas kesesuaian tugas-teknologi
merupakan
fungsi
dari
karakteristik
teknologi
dan
karakteristik tugas, serta terdapat bukti kuat bahwa untuk memprediksi kinerja harus memasukkan kesesuaian tugas-teknologi dan pemanfaatan teknologi. 14
Penelitian yang dilakukan oleh Sugeng dan Indriantoro (1998) dalam Wrediningtyas (2005) memiliki tujuan utama yaitu menguji secara empiris sebagian dari model rantai teknologi-kinerja untuk membantu memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang kaitan antara sistem informasi dan kinerja individual. Penelitian dilakukan pada perusahaan yang ditentukan berdasarkan daftar perusahaan terkemuka di Indonesia yang termuat dalam buku The Top Companies and Big Groups in Indonesia yang diterbitkan oleh PT Kompas Indonesia edisi tahun 1995. Penelitian ini menemukan bukti yang kuat bahwa untuk memprediksi dampak kinerja individual yang ditimbulkan oleh teknologi informasi harus memasukkan baik faktor kecocokan tugas-teknologi maupun pemanfaatan teknologi. Penelitian yang dilakukan oleh Susanto dan Indriantoro (1999) dalam Wrediningtyas (2005) merupakan penelitian lanjutan dari penelitian yang dilakukan oleh Sugeng dan Indriantoro (1998) dalam Wrediningtyas (2005) tentang peran faktor kecocokan tugas-teknologi dan pemanfaatan teknologi informasi dalam menjelaskan kinerja individu. Penelitian ini menggunakan sampel yang lebih luas baik dari segi bidang usaha maupun dari jenis jabatannya sehingga daya generalisasi yang dihasilkan diharapkan lebih baik daripada penelitian yang dilaksanakan Goodhue dan Thompson (1995) dalam Wrediningtyas (2005) yang hanya menggunakan sampel dari dua bidang usaha (perusahaan asuransi dan transportasi) serta Sugeng dan Indriantoro (1998) dalam Wrediningtyas (2005) yang hanya menggunakan sampel dari level manajemen meski bidang usaha telah diperluas. Dari hasil pengujian terlihat 15
bahwa dukungan faktor kecocokan tugas-teknologi dan pemanfaatan teknologi informasi signifikan terhadap kinerja individu. Penelitian yang dilakukan oleh Wrediningtyas (2005) merupakan penelitian lanjutan dari penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian ini menggunakan sampel dari beberapa Kantor Akuntan Publik (KAP) yang berada di Semarang, Surabaya dan Solo. Hasil penelitian menunjukkan faktor kesesuaian tugas-teknologi dan pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh terhadap kinerja akuntan publik.
F. Kerangka Teoritis dan Hipotesis Penelitian ini menggunakan variabel eksogen sebanyak dua buah, yaitu variabel kecocokan tugas-teknologi (X1) dan pemanfaatan teknologi informasi (X1) sedangkan variabel endogen adalah ukuran kinerja akuntan publik (Y). Tingkat Kecocokan tugas-teknologi yang tinggi akan dapat meningkatkan kinerja pemakai teknologi informasi tanpa memperhatikan dalam situasi apa teknologi tersebut digunakan (sukarela atau terpaksa). Teknologi dengan fungsionalitas yang selaras dengan tuntutan yang ada dalam tugas dan kemampuan akuntan akan membantu penyelesaian tugas dengan lebih cepat, efektif
dan
lebih
akurat.
Teknologi
yang
berkualitas
tinggi
akan
mempengaruhi sikap pemakai sistem bahwa teknologi tersebut mempunyai nilai kegunaan dan kepentingan yang selanjutya akan mempengaruhi pemakai bahwa dengan menggunakan teknologi tersebut tugas-tugas yang dihadapi akan dapat diselesaikan dengan lebih mudah dan cepat. Tugas yang dapat 16
diselesaikan dengan lebih mudah dan cepat karena bantuan teknologi, berarti akan meningkatkan produktifitas dan efesiensi (kinerja). Kerangka berfikir secara teoritis ini dapat dituangkan dalam sebuah model penelitian sebagai berikut: Gambar 2.1. Kerangka Berfikir dan Hipotesis Faktor Kecocokan Tugas-
H1
H3
Kinerja Akuntan Publik
Pemanfaatan Teknologi Informasi H2 Berdasarkan kerangka teori dan kerangka berfikir, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: H1 : Faktor kecocokan tugas-teknologi mempunyai pengaruh terhadap kinerja akuntan publik. H2 : Pemanfaatan teknologi informasi mempunyai pengaruh terhadap kinerja akuntan publik. H3 : Faktor kecocokan tugas-teknologi mempunyai pengaruh terhadap pemanfaatan teknologi informasi.
17
BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Tempat yang digunakan sebagai tujuan penelitian ini adalah Kantor Akuntan Publik yang berada di wilayah Jakarta Selatan, untuk memperoleh data yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh faktor kecocokan tugasteknologi dan pemanfaatan teknologi informasi terhadap kinerja akuntan publik. B. Metode Penentuan Sampel Populasi menurut Sugiyono (2005:55) adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian adalah auditor, konsultan, dan staff dari tingkat manajer ke bawah yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik yang berada di wilayah Jakarta Selatan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 50 buah. Metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling yang merupakan metode pengambilan sampel dengan didasarkan pada kriteria tertentu. Kriteria penelitian yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah auditor, konsultan, dan staff dari tingkat manajer ke bawah yang bekerja pada kantor akuntan publik yang berada di wilayah Jakarta Selatan minimal bekerja selama 1 bulan, menggunakan komputer, pernah melaksanakan audit, berlatar 18
belakang pendidikan minimal SMA dan berusia minimal 20 tahun. Kantor Akuntan Publik yang dipilih hanya wilayah Jakarta Selatan saja yang terdaftar pada Direktorat Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Jakarta.
C. Metode Pengumpulan Data Instrumen penelitian menggunakan kuesioner dengan menggunakan skala likert (Likert Scale). Joreskog (2002) sebagaimana dikutip oleh Ghazali, 2005:179) berpendapat bahwa data ordinal (termasuk disini data interval dengan skala likert) harus diperlakukan sebagai data ordinal dan tidak boleh diperlakukan sebagai data continous. Skala Likert yaitu metode yang mengukur sikap dengan menyatakan setuju atau ketidaksetujuan terhadap subyek, objek atau kejadian tertentu (Indriantoro, 2002:105). Kuesioner penelitian ini dibuat sendiri oleh peneliti dengan cara memodifikasi dari kuesioner-kuesioner sebelumnya.
Prosedur
pengumpulan
data
dilakukan
dengan
teknik
pengumpulan data yaitu riset kepustakaan dan penyebaran kuesioner pada Kantor Akuntan Publik yang berada di wilayah Jakarta Selatan. Oleh karena pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner, perlu uji validitas dan reliabilitas atas instrument penelitian ini. Uji reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Uji reliabilitas dengan menggunakan Cronbach Alpha. Patokan yang umumnya telah diterima secara luas adalah 19
untuk indikator yang mendapat koefisien lebih besar dari 0,60 dinyatakan reliabel. Nunnally menjelaskan suatu konstruk atau variable dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60 (Ghazali, 2006: 42). Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Jika r hitung lebih besar dari r tabel dan nilai positif maka butir atau pertanyaan atau indikator tersebut dinyatakan valid.
D. Metode Analisa Data 1. Identifikasi Variabel Penelitian ini menggunakan dua variabel diantaranya adalah sebagai berikut: a. Variabel Endogen Variabel Endogen yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel eksogen dan merupakan variabel antara artinya variabel endogen juga dapat mempengaruhi variabel endogen lain dalam suatu model. Adapun variabel endogen dalam penelitian ini adalah Kinerja Akuntan Publik (Y). b. Variabel Eksogen Variabel Eksogen adalah variabel yang secara bebas berpengaruh terhadap variabel endogen dalam suatu model. Adapun variabel eksogen dalam penelitian ini adalah faktor kecocokan tugas-teknologi (X1) dan pemanfaatan teknologi informasi (X2). 20
2. Structural Equation Modelling (SEM) Data yang telah dikumpulkan akan dianalisa dengan menggunakan Structural Equation Modelling (SEM). SEM adalah salah satu teknik analisis data multivariate yang merupakan perpaduan atau gabungan antara analisis jalur dan analisis faktor. Nama lain dari SEM yang cukup populer adalah analisis variabel laten, analisis faktor konfirmatori, dan analisis LISREL dengan memiliki dua karakteristik utama: (a) Estimasi berganda dan hubungan interelasi dependen; (b) dimungkinkan melakukan pengukuran unobserved concept dalam proses estimasi. SEM sebagai alat analisis multivariate hanya mengenal dua jenis skala yaitu skala metric (interval/ratio) dan skala non metric. Oleh karena skor yang diperoleh mempunyai tingkat pengukuran ordinal, maka sebelum dianalisis, indikator-indikator variabel tersebut akan ditransformasikan dari skala ordinal menjadi skala interval dengan menggunakan program statistik LISREL 8.54. Menurut Ferdinand (2000) sebagaimana dikutip oleh Jin (2003:12) mengemukakan bahwa sebuah permodelan SEM yang lengkap pada dasarnya terdiri dari model pengukuran (measurement model) dan model struktural (structural model). Model pengukuran ditujukan untuk mengkonfirmasi dimensi-dimensi yang dikembangkan pada sebuah faktor sedangkan model struktural adalah model mengenai struktur hubungan yang membentuk atau menjelaskan kausalitas antara faktor. SEM digunakan untuk menguji model penelitian ini, karena konstruk terdiri dari variabel eksogen dan endogen. 21
Variabel eksogen dalam penelitian ini adalah faktor kecocokan tugas– teknologi dan pemanfaatan teknologi informasi. Sedangkan pula pada variabel endogen dalam penelitian ini adalah kinerja akuntan publik. Menurut Agoes (2003:122), dalam proses Structural Equation Modelling (SEM) terdapat tujuh (7) tahapan penting ynag harus diperhatikan bila menggunakan sebagai alat analisis data penelitian yaitu: 1. Model SEM berbasis teoritis yang kokoh. Model penelitian selain menggambarkan adanya yaitu perubahan dari satu variabel diasumsikan akan mempengaruhi variabel lainnya, termasuk menentukan variabel-variabel yang mana termasuk sebagai variabel eksogen dan variabel endogen. 2. Konstruksi analisis Jalur untuk Hubungan Kausal. Dalam
melakukan
konstruksi
analisis
jalur,
tidak
hanya
menggambarkan adanya hubungan kausal semata, tetapi juga hubungan korelasional yang mungkin terjadi sebagaimana dikatakan oleh Hair (1998:594) dalam Agoes (2003:122) , “A path diagram is more than just a visual portrayal of the relationship among constructs (i.e., the dependentindependent variable relationship), out also aassociative relationship (correlations) among constructs and even indicators).” Dengan demikian, sebagaimana terlihat pada, juga diperlihatkan adanya hubungan kausal antara dua variabel eksogen terhadap variabel endogen. Variabel eksogen digambarkan memiliki hubungan korelasi, dan setiap variabel eksogen dan endogen terdiri dari sejumlah indikator. 22
3. Melakukan konversi diagram jalur ke dalam model pengukuran dan model struktural. 4. Memilih Tipe input Matrik dan model estimasi. Ada dua pilihan input matrik yaitu kovarian atau matrik korelasi. Untuk penelitian ini digunakan input matrik korelasi, karena melihat data pada
pola
hubungan
antar
responden.
Besarnya
sampel
juga
mempengaruhi estimasi model. Hair (1998:604) dalam Agoes (2003:122) memberikan patokan minimal 5 hingga 10 responden untuk setiap parameter (indikator) atau 100 responden untuk suatu penelitian. Penelitian ini sendiri, memiliki indikator, sehingga minimal responden adalah sebanyak responden. Dengan kata lain, dari segi ukuran sampel telah memenuhi kriteria yang ditentukan. Dan untuk model estimasi mengacu pada program LISREL yang umumnya menggunakan metode Maximum Likehood bila sampel kurang dari 500. 5. Tahap Identifikasi Masalah Model Struktural Tahapan ini pada dasarnya untuk melihat apakah proses input sampai dengan perhitungan akhir terdapat hasil yang tidak diharapkan. Misalnya standar error atau korelasi yang sangat besar, varian error yang negatif dan korelasi yang terlalu tinggi (>0,9). 6. Evaluasi Criteria Goodness-Of-Fit Tahap ini untuk menilai apakah asumsi-asumsi dalam SEM telah terpenuhi dan dilakukannya uji kesesuaian dan uji statistik. Program
23
LISREL umumnya menyediakan uji tersebut baik dari segi keseluruhan model maupun pengukuran model. 7. Interpretasi Model atau hasil Pengujian Tahap ini peneliti harus mampu melihat temuannya dengan kajian teoritis. Peneliti harus mampu memberikan penjelasan-penjelasan yang logis atas temuan-temuannya tersebut.
E. Uji Kesesuaian Model Salah satu tujuan dari Structural Equation Modelling adalah menentukan apakah model plausible (masuk akal) atau fit. Suatu model penelitian dikatakan baik, apabila memiliki model fit yang baik pula. Tingkat kesesuaian model secara keseluruhan terdiri dari: •
Absolute Fit Measures Absolute Fit Measures digunakan untuk menilai kesesuaian model secara keseluruhan (baik model pengukuran maupun model structural), tanpa menyesuaikan kepada degree of freedom-nya. Indikator-indikator dalam absolute fit diantaranya adalah sebagai berikut: a. Chi-Square dan Probabilitas Chi-Square merupakan ukuran mengenai buruknya fit suatu model. Nilai Chi-Square sebesar nol menunjukkan bahwa model memiliki fit yang sempurna. Nilai Chi-square yang signifikan (kurang dari 0,05) menunjukkan bahwa data empiris yang diperoleh memiliki perbedaan dengan teori yang telah dibangun berdasarkan Structural 24
Equation
Modelling.
Probabilitas
adalah
untuk
memperoleh
penyimpangan (deviasi) besar yang ditunjukkan oleh nilai chi-square. Nilai probabilitas yang tidak signifikan adalah yang diharapkan, yang menunjukkan bahwa data empiris sesuai dengan model. Nilai probabilitas chi-square memiliki permasalahan yang fundamental dalam validitasnya. Menurut Ghazali (2005) sebagaimana dikutip oleh Bahagia (2008:47) probabilitas ini sangat sensitif dimana ketidaksesuaian antara data dengan teori (model) sangat dipengaruhi oleh besarnya ukuran sampel. Jika ukuran sampel kecil, maka chisquare ini akan menunjukkan data secara signifikan tidak berbeda dengan model dan teori-teori yang mendasarinya. Jika ukuran sampel besar, maka chi-square ini akan menunjukkan bahwa data secara signifikan berbeda dengan teori, meskipun perbedaan tersebut adalah sangat kecil. b. Goodness of Fit Index (GFI) Goodness of Fit Index (GFI) merupakan suatu ukuran mengenai ketepatan model dalam menghasilkan observed matriks kovarians. Nilai GFI ini harus berkisar antara 0 dan 1. Menurut Ghazali (2005) sebagaimana dikutip oleh Bahagia (2008:47), nilai GFI yang lebih besar dari 0,9 menunjukkan fit suatu model yang baik. c. Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) adalah sama seperti GFI, tetapi telah menyesuaikan pengaruh degrees of freedom pada suatu 25
model. Model yang fit adalah yang memiliki nilai AGFI 0.9 (Ghazali, 2005 dalam Bahagia, 2008). Ukuran yang hampir sama dengan GFI dan AGFI adalah Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) yang diperkenalkan oleh Mulaik et.al (1989) dalam Bahagia (2008:48), yang juga telah menyesuaikan adanya dampak dari degree of freedom dan kompleksitas model. Model yang baik apabila memiliki nilai PGFI jauh lebih besar daripada 0,6 (Ghazali, 2005 dalam Bahagia, 2008). d. Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) RMSEA ini mengukur penyimpangan nilai parameter pada suatu model dengan matriks kovarians populasinya (Ghazali, 2005:31). Streiger menganjurkan penggunaan confidence intervals untuk menilai ketetapan estimasi RMSEA. LISREL 8.54 menyajikan 90% interval atas nilai RMSEA yang diharapkan. MacCallum juga menganjurkan penggunaan confidence interval tersebut, dimana confidence interval tersebut haruslah kecil yang mengindifikasikan bahwa RMSEA memiliki ketetapan yang baik (Ghazali, 2005:32). Joreskog (1996) menganjurkan bahwa nilai P – value for test of close fit (RMSEA < 0,05) haruslah lebih besar daripada 0,5 sehingga mengindikasikan bahwa model adalah fit (Ghazali, 2005:32). e. Normed Chi-Square (X2/df) Normed Chi-Square (X2/df) merupakan indikator goodness of fit adalah rasio perbandingan antara nilai chi-square dengan degree of freedom. Menurut Ghazali (2005) dalam Bahagia (2008:48), cut-off 26
model fit sebesar 5 dan sedikit lebih tinggi daripada yang dianjurkan oleh Carmines dan Melver (1981) dalam Ghazali (2005) yaitu sebesar 2. •
Comparative Fit Measures Comparative Fit Measures berkaitan dengan pertanyaan seberapa baikkah model kesesuaian model yang dibuat dibandingkan dengan beberapa model alternative. Indikator-indikator dari comparative fit measures diantaranya adalah: b. Normed Fit Index (NFI) Normed Fit Index (NFI) yang ditemukan oleh Bentler dan Bonetts (1980) dalam Bahagia (2008:49), merupakan salah satu alternatif untuk menentukan model fit. Namun, karena NFI memiliki tendensi untuk merendahkan fit dalam sample yang kecil, sehingga merivisi index ini dengan nama Comparative Fit Index (CFI). Nilai NFI dan CFI berkisar 0 dan 1. Tetapi suatu model dikatakan fit apabila memiliki nilai NFI dan CFI lebih besar dari 0,9. c. Non-normed Fit Index (NNFI) Non-normed Fit Index (NNFI) digunakan untuk mengatasi permasalahan yang timbul akibat kompleksitas model. Menurut Didi Achjari (2003) dalam Bahagia (2008:49), menyatakan bahwa model dikatakan fit jika nilai NNFI 0,90.
27
d. Relative Fit Index (RFI) Relative Fit Index (RFI) digunakan untuk mengukur fit dimana nilainya 0 sampai 1, nilai yang lebih besar menunjukkan adanya superior fit. Menurut Didi Achjari (2003) dalam Bahagia (2008:49), menyatakan bahwa model dikatakan fit jika nilai NNFI 0,90. e. Comparative Fit Index (CFI) Suatu model dikatakan fit apabila memiliki nilai Comparative Fit Index (CFI) lebih besar dari 0,90 (Ghazali, 2005 dalam Bahagia, 2008:50). •
Parsimonious Fit Measures a. Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) yang diperkenalkan oleh Mulaik et.al. dalam Ghazali (2005) dalam Bahagia (2008:50). PGFI telah menyesuaikan adanya dampak dari degree of freedom dan kompleksitas model. Model yang baik apabila memiliki nilai PGFI jauh lebih besar daripada 0,6 (Ghazali, 2005 dalam Bahagia, 2008:50). Lain halnya menurut Achjari (2003) dalam Bahagia (2008:50) nilai PGFI berkisar antara 0-1, dimana lebih besar nilai tersebut lebih baik. b. Parsimony Normed Fit Index (PNFI) Menurut Achjari (2003) dalam Bahagia (2008:50) nilai PNFI berkisar antara 0-1, dimana lebih besar nilai tersebut lebih baik.
28
Uji kesesuaian model bertujuan untuk mengukur dan mengetahui derajat kesesuaian antara model yang dihipotesiskan dengan data yang disajikan berdasarkan pada kriteria seperti tabel berikut: Tabel 3.1. Kriteria Uji Kesesuaian Model Indikator Fit Absolute Fit Measures Probabilitas Normed Chi-Square (X2/df) RMSEA P-Value for test of Close fit GFI AGFI Comparative Fit Measures NFI NNFI or Tucker Lewis Index (TLI) CFI RFI Parsimonious Fit Measures PNFI PGFI
Nilai yang di rekomendasikan
Evaluasi Model
p > 0,05 <2 2< X2/df <5 <0,10 <0,05 <0,01 > 0,05 > 0,90 > 0,90
Tidak Signifikan Over Fitting Good fit Good fit Very Good fit Outstanding Good fit Good fit Good fit Good fit
0,9 0,9
Good fit Good fit
0,9 0,9
Good fit Good fit
0-1 0-1
Lebih besar lebih baik Lebih besar lebih baik
Sumber: Didi Achjari (2003) dan Imam Ghazali & Fuad (2005) dalam Bahagia (2008:54)
F. Uji Signifikan Uji signifikan dapat dilakukan dengan cara melihat jalur-jalur pada model pengukuran dan model structural yang signifikan. Pada model pengukuran, jalur-jalur (pengaruh) yang dapat dilihat adalah jalur-jalur
29
(pengaruh) yang menghubungkan antara variabel laten dan indikatornya, apakah mempunyai tingkat signifikan terhadap variabel latennya atau tidak. Uji signifikan pada model pengukuran bertujuan untuk menentukan kemampuan suatu indikator dalam mengukur variabel latennya. Pada model structural jalur-jalur (pengaruh) dapat dilihat dari jalur-jalur (pengaruh) yang menghubungkan antara variabel eksogen dengan variabel endogen dan antara variabel endogen dengan variabel endogen. Untuk mengetahui jalur-jalur hubungan (pengaruh) dapat dilihat uji koefisien secara parsial. Uji secara parsial terhadap koefisien path pada setiap jalur model pengukuran maupun structural dapat ditunjukkan dari t-value (nilai t) sebagai berikut: 1. Ho : Koefisien jalur tidak signifikan 2. H1 : Koefisien jalur signifikan Jika t hitung > t tabel atau t-hitung < t-tabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima Jika t hitung < t tabel atau t-hitung > t-tabel, maka Ho diterima dan H1 ditolak
G. Definisi Operasional Variabel Definisi operasional variabel adalah bagaimana menemukan dan mengukur variabel-variabel tersebut di lapangan dengan merumuskan secara singkat dan jelas, serta tidak menimbulkan berbagai tafsiran. Berdasarkan kajian pustaka dan penelitian terdahulu, pendekatan operasional variabel untuk masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 30
1. Kecocokan tugas teknologi didefinisikan sebagai suatu derajat seberapa tinggi teknologi membantu individu dalam menjalankan serangkaian tugastugasnya. Variabel Kecocokan tugas-teknologi dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Wrediningtyas (2005) yaitu antara lain: tingkat rinci yang tepat, keakuratan, kompatibilitas, lokabilitas, aksesbilitas, asistensi, kemudahan penggunaan perangkat keras atau lunak, keandalan sistem, kemuktahiran, presentasi, kekacauan dan pelatihan. 2. Pemanfaatan teknologi informasi merupakan manfaat yang diharapkan oleh pengguna sistem informasi dalam melaksanakan tugasnya. Pemanfaatan teknologi informasi dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Jin (2003:3) yaitu antara lain: intensitas pemanfaatan, frekuensi pemanfaatan, dan jumlah aplikasi atau perangkat lunak yang digunakan. Penulis mencoba menambahkan satu instrumen lagi yaitu kematangan teknologi informasi. 3. Kinerja akuntan publik merupakan tindakan atau pelaksanaan tugas pemeriksaan yang telah diselesaikan oleh auditor dalam kurun waktu tertentu. Variabel kinerja auditor dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan sendiri oleh penulis yaitu antara lain: tekanan dalam bekerja, tujuan pekerjaan, target penyelesaian pekerjaan, dan tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas.
31
Faktor Kecocokan Tugas-Teknologi (X1) merupakan variabel eksogen yang mempunyai beberapa indikator diantaranya adalah: Tingkat rinci yang tepat (X1) menggambarkan ketersediaan data dengan tingkat rincian yang tepat (Susanto, 1999:105 dalam Wrediningtyas, 2005). Keakuratan
(X2)
menggambarkan
sumber
data
yang
akurat
(Wrediningtyas, 2005). Kompatibilitas (X3) berhubungan dengan tingkat konsistensi (dalam pendefinisian atau format penulisan) dua atau lebih data dari dua atau lebih sumber data yang berbeda pada saat data tersebut harus digabungkan atau dibandingkan (Susanto, 1999:105 dalam Wrediningtyas, 2005). Lokabilitas (X4) berkaitan dengan kemudahan dalam menentukan data apa yang tersedia dan di mana letaknya serta apa maksud dari elemen data (Indriantoro, 2000:471). Aksesbilitas (X5) menunjukkan kemudahan dalam memperoleh otorisasi untuk mengakses data yang diperlukan (Indriantoro, 2000:471). Asistensi (X6) untuk memperoleh bantuan bila mengalami kesulitan (Wrediningtyas:2005). Kemudahan penggunaan perangkat keras dan lunak (X7) berarti kemudahan dalam penggunaan sistem menunjukkan kemudahan dalam menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak system untuk memperoleh, mengakses dan menganalisa data (Indriantoro, 2000:471). 32
Keandalan Sistem (X8) menggambarkan keandalan sistem apabila suatu saat sistem yang ada mengalami masalah tidak terduga sebelumnya (Wrediningtyas:2005). Kemuktahiran (X9) menunjukkan tersedianya data yang mutakhir (Susanto, 1999:105 dalam Wrediningtyas, 2005). Presentasi
(X10)
menunjukkan
data
yang
akan
dipresentasikan
(Wrediningtyas:2005). Kekacauan (X11) menggambarkan data mengalami kekacauan pada sistem yang digunakan (Wrediningtyas:2005). Pelatihan (X12) berarti pelatihan dalam penggunaan system menunjukkan kemudahan dalam menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak sistem untuk memperoleh, mengakses dan menganalisis data (Indriantoro, 2000:471).
Pemanfaatan Teknologi Informasi (X2) merupakan variabel eksogen yang mempunyai beberapa indikator diantaranya adalah: Intensitas Penggunaan (X13) menggambarkan komputer digunakan secara intens atau terus-menerus (Wrediningtyas:2005). Frekuensi Penggunaan (X14) menggambarkan jumlah frekuensi pemakaian computer selama sehari (Wrediningtyas:2005). Jumlah jenis perangkat lunak yang digunakan (X15 ) menggambarkan jumlah jenis perangkat lunak yang digunakan dalam menyelesaikan tugasnya (Wrediningtyas:2005). 33
Kematangan Teknologi Informasi (X16) menggambarkan penyediaan teknologi informasi yang tepat.
Kinerja Akuntan Publik (Y) merupakan variabel endogen yang mempunyai beberapa indikator diantaranya adalah: Tekanan (Y1) menggambarkan seorang auditor mampu mengatasi tekanan dalam bekerja. Tujuan (Y2) mengisyaratkan seorang individu untuk mempercayai bahwa kompetensi tidak mungkin diubah, untuk mengevaluasi kompetensi dirinya dengan orang lain, dan untuk memilih suatu tugas yang dapat membuktikan kemampuannya dan menghindari kegagalan (Mustikawati, 2006:5). Target (Y3) menggambarkan seorang auditor mampu menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan target pekerjaan yang telah ditentukan dan disepakati. Tanggung
Jawab
(Y4)
menggambarkan
seorang
auditor
mampu
menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan tanggung jawab yang diterima saat bekerja.
34
Pengukuran operasional variabel penelitian dapat dilihat pada tabel 3.2. sebagai berikut: Tabel 3.2. Operasional Variabel Penelitian Variabel
Sub Variabel
Indikator Sumber data yang akurat.
Skala Ordinal
2. Kompatibilitas
Data yang sama dari sumber berbeda.
Ordinal
3. Aksesbilitas
Data diperlukan suatu login akses.
Ordinal
4. Asistensi
Bantuan bila mengalami kesulitan.
Ordinal
5. Keandalan sistem
Keandalan sistem apabila mengalami masalah.
Ordinal
6.Kemuktahiran
Memperoleh data terbaru.
Ordinal
7. Presentasi
Data yang akan dipresentasikan.
Ordinal
8. Kekacauan
Sistem berbeda dengan data.
Ordinal
1. Keakuratan
Kecocokan Tugas – Teknologi
35
Variabel
Sub Variabel 1. Intensitas Penggunaan
Indikator Komputer digunakan secara intens atau kontiniyu.
Skala Ordinal
Pemanfaatan Teknologi Informasi
2. Frekuensi Penggunaan
Frekuensi penggunaan meningkat.
Ordinal
3. Jumlah jenis perangkat lunak yang digunakan
Penggunaan perangkat lunak atau software.
Ordinal
4. Kematangan
Penyediaan teknologi informasi yang tepat.
Ordinal
1. Tekanan
Mampu mengatasi tekanan.
Ordinal
2. Tujuan
Tujuan yang diinginkan tercapai.
Ordinal
Sesuai target yang telah ditentukan dan telah disepakati.
Ordinal
Kinerja Akuntan 3. Target Publik
4. Tanggung jawab
Sesuai tanggung jawab Ordinal yang ada.
36
BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian 1. Gambaran Responden Kantor akuntan publik merupakan sebuah organisasi yang bergerak di bidang jasa (Trisnaningsih, 2007:2). Responden penelitian yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah auditor, konsultan, dan staff dari tingkat manajer ke bawah yang bekerja pada kantor akuntan publik yang berada di wilayah Jakarta Selatan minimal bekerja selama 1 bulan, menggunakan komputer, pernah melaksanakan audit, berlatar belakang pendidikan minimal SMA dan berusia minimal 20 tahun. Kantor Akuntan Publik yang dipilih hanya wilayah Jakarta Selatan saja yang terdaftar pada Direktorat Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Jakarta. Mengenai tingkat pengembalian kuesioner terdapat berbagai pendapat. Zikmund (2000:203-204) dalam Agoes (2003:131) tidak memberikan persentase yang tegas atas pengembalian kuesioner yang dikembalikan. Sementara Cooper dan Schindler (2001:314) dalam Agoes (2003:131) mengemukakan bahwa dengan tingkat pengembalian sebesar 30% sudah termasuk baik, dan akan lebih baik lagi mencapai 70%. Namun jawaban yang lebih sederhana dan lugas dikemukakan oleh Sekaran (2000:250) dalam Agoes (2003:131) bahwa : “Response rate is almost always low. A 30% rate is quite acceptable”.
37
Rekapitulasi penyebaran kuesioner dari Kantor Akuntan Publik dapat dilihat pada tabel 4.1. Daftar Kantor Akuntan Publik sebagai berikut: Tabel 4.1. Daftar Kantor Akuntan Publik No. Kantor Akuntan Publik
Penyebaran Kuesioner Jumlah
%
1.
KAP Paul Hadiwinata, Hidajat, Arsono dan Rekan
3
4,29
2.
KAP Drs. Usman dan Rekan
3
4,29
3.
KAP Syarief Basir dan Rekan
7
10
4.
KAP Heliantono dan Rekan
8
11,43
5.
KAP Hertanto, Sidik, Hadisoeryo dan Rekan
5
7,14
6.
KAP Drs. Iswanul dan Rekan
3
4,29
7.
KAP Herman, Dody Tanumihardja dan Rekan
5
7,14
8.
KAP Hasnil, M. Yasin dan Rekan
5
7,14
9.
KAP Eka Masni, Bustaman dan Rekan
5
7,14
10.
KAP Drs. Gatot Permadi Joewono
5
7,14
11.
KAP S. Mannan, Sofwan, Adnan dan Rekan
3
4,29
12.
KAP Drs. Tasnim Ali Widjanarko dan Rekan
5
7,14
13.
KAP Dra. E.M. Widianingsih
5
7,14
14.
KAP Drs. Arifin Faqih
4
5,71
15.
KAP Drs. Kartoyo dan Rekan
4
5,71
Jumlah
70
100
Sumber : Data Primer Yang Diolah Penyebaran kuesioner untuk KAP tersebut dilakukan dari tanggal 18 Februari 2008 - 30 Maret 2008. Dari 70 Kuesioner yang disebarkan kepada Kantor Akuntan Publik, yang mengembalikan atau memberikan jawaban yang reliabel dan valid sebanyak 50 buah kuesioner. Dengan 38
demikian, tingkat pengembalian kuesioner untuk Kantor Akuntan Publik sebesar 71,43% (Hasil ini diperoleh dari 50 : 70 x 100 %) yang merupakan tingkat pengembalian kuesioner yang sangat baik untuk KAP berdasarkan kriteria yang dikemukakan oleh Sekaran (2000:250). Sedangkan untuk karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 4.2. sebagai berikut: Tabel 4.2. Karakteristik Responden No. 1. Jumlah Sampel 2. Jenis Kelamin
Keterangan
3.
Umur
4.
Jabatan
5.
Pendidikan Terakhir
6.
Lama Bekerja
Pria Wanita 20 – 25 Tahun 26 – 30 Tahun 31 – 35 Tahun 36 – 40 Tahun 41 – 45 Tahun 46 – 50 Tahun
Frekuensi 50 20 30 20 11 9 6 3 1
Staff Yunior Auditor Senior Auditor Partner Manager SLTA DIII S1 S2 < 1 Tahun ≥ 1-2 Tahun > 2-3 Tahun > 3-4 Tahun > 4 Tahun
20 12 14 1 3 1 5 38 6 5 17 11 10 5
Persentase 100 40 60 40 22 18 12 6 2 40 24 28 2 6 2 10 76 12 10 34 22 20 10
Sumber : Data Primer Yang Diolah
39
B. Analisis Instrumen Penelitian 1. Faktor Kecocokan Tugas – Teknologi (KTT) Uji signifikansi dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung dengan r tabel untuk degree of freedom (df) = n – 2, dalam hal ini n adalah jumlah sampel (Ghazali, 2006:5). Pada kasus ini, jumlah sampel (n) = 50 dan besarnya df dapat dihitung 50 – 2 = 48 dengan df = 48 dan alpha = 0,05 didapat r tabel = 0,2353 (lihat r tabel pada df = 48 dengan uji dua sisi). Untuk menguji apakah masing – masing indikator KTT 1 sampai dengan KTT 8 valid atau tidak, kita lihat tampilan Cronbach Alpha pada kolom Correlated Item. Bandingkan nilai Correlated Item – Total Correlation dengan hasil perhitungan r table = 0,2353. Jika r hitung lebih besar dari r tabel dan nilai positif maka butir atau pertanyaan atau indikator tersebut dinyatakan valid. Untuk indikator konstruk KTT nilai r semua di atas nilai r tabel maka dapat di simpulkan semua indikator valid.
40
Tabel 4.3. Hasil Pre – Test Uji Reliabilitas dan Validitas Kecocokan Tugas – Teknologi: Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on Standardized Items
.734
N of Items
.737
12
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted KTT1 KTT2 KTT3 KTT4 KTT5 KTT6 KTT7 KTT8 KTT9 KTT10 KTT11 KTT12
42.22 41.54 41.84 42.28 42.12 41.78 41.74 41.72 42.16 41.82 41.90 41.80
Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple Item Deleted Total Correlation Correlation 22.828 22.131 22.953 24.124 21.618 22.093 24.441 21.185 20.586 22.151 22.867 24.490
.270 .488 .388 .159 .428 .478 .177 .598 .456 .453 .400 .166
.463 .519 .355 .397 .476 .402 .236 .525 .344 .330 .322 .250
Cronbach's Alpha if Item Deleted .732 .703 .715 .744 .708 .703 .738 .688 .704 .706 .713 .739
Sumber : Data Primer Yang Diolah
Tabel 4.3. merupakan hasil pre-test uji validitas dan reliabilitas untuk indikator KTT. Delapan pertanyaan dari dua belas (12) pertanyaan yang digunakan dalam indikator ini memiliki nilai validitas yang lebih besar dari 0,2353 dan dinyatakan valid. Sedangkan nilai reliabilitas dari indikator ini sebesar 0,734. Nilai ini lebih besar dari 0,600 yang menjadi batasan minimum reliabilitas. Namun ada 4 pertanyaan yang tidak valid seperti pertanyaan KTT1 (sub variabel: tingkat rinci yang tepat), KTT4 (sub variabel: Lokabilitas), KTT7 (sub variabel: kemudahan penggunaan 41
perangkat keras atau lunak), KTT12 (sub variabel: pelatihan) maka peneliti memutuskan tidak memakai atau membuang empat (4) pertanyaan yang tidak valid tersebut. Tabel 4.4. Uji Reliabilitas dan Validitas Variabel Kecocokan Tugas – Teknologi Setelah Hasil Pre-Test RELIABILITY ANALYSIS - SCALE (ALPHA) Item-total Statistics
KTT1 KTT2 KTT3 KTT4 KTT5 KTT6 KTT7 KTT8
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
27.0200 26.3400 26.6400 27.0800 26.9200 26.5800 26.5400 26.5200
20.3465 21.2086 21.5820 20.5241 20.7690 21.5139 21.4371 21.3976
Reliability Coefficients N of Cases = 50.0 Alpha = .9068
Corrected ItemTotal Correlation
Alpha if Item Deleted
.6711 .7551 .7291 .7348 .6399 .6865 .7576 .6879
N of Items =
.8989 .8906 .8931 .8918 .9015 .8961 .8909 .8960
8
Sumber : Data Primer Yang Diolah Tabel 4.4. merupakan output uji validitas dan reliabilitas untuk indikator KTT. Seluruh pertanyaan yang digunakan dalam indikator ini memiliki nilai validitas yang lebih besar dari 0,2353 dan dinyatakan valid. Sedangkan nilai reliabilitas dari indikator ini sebesar 0,9068. Nilai ini lebih besar dari 0,600 yang menjadi batasan minimum reliabilitas. Berdasarkan hasil di atas, disimpulkan bahwa indikator KTT telah memenuhi persyaratan Validitas dan Reliabilitas.
42
2. Pemanfaatan Teknologi Informasi (PTI) Tabel 4.5. Uji Reliabilitas dan Validitas Variabel Pemanfaatan Teknologi Informasi RELIABILITY ANALYSIS - SCALE (ALPHA) Item-total Statistics
PTI1 PTI2 PTI3 PTI4
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
11.9800 12.1200 12.1600 12.0400
4.0608 3.9853 3.7698 4.2841
Reliability Coefficients N of Cases = 50.0 Alpha = .8365
Corrected ItemTotal Correlation
Alpha if Item Deleted
.7210 .6829 .6434 .6381
N of Items =
.7716 .7863 .8091 .8063
4
Sumber : Data Primer Yang Diolah Tabel 4.5. merupakan output uji validitas dan reliabilitas untuk indikator PTI. Seluruh pertanyaan yang digunakan dalam indikator ini memiliki nilai validitas yang lebih besar dari 0,2353 dan dinyatakan valid. Sedangkan nilai reliabilitas dari indikator ini sebesar 0,8365. Nilai ini lebih besar dari 0,600 yang menjadi batasan minimum reliabilitas. Berdasarkan hasil di atas, disimpulkan bahwa indikator PTT telah memenuhi persyaratan Validitas dan Reliabilitas.
43
3. Kinerja Akuntan Publik (KAP) Tabel 4.6. Uji Reliabilitas dan Validitas Variabel Kinerja Akuntan Publik RELIABILITY ANALYSIS - SCALE (ALPHA) Item-total Statistics
KAP1 KAP2 KAP3 KAP4
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
11.8800 11.9200 12.0400 11.8000
3.6996 3.8710 3.5494 3.6327
Reliability Coefficients N of Cases = 50.0 Alpha = .8633
Corrected ItemTotal Correlation
Alpha if Item Deleted
.6878 .6954 .7021 .7662
N of Items =
.8354 .8326 .8307 .8036
4
Sumber : Data Primer Yang Diolah Tabel 4.6. merupakan output uji validitas dan reliabilitas untuk indikator KAP. Seluruh pertanyaan dari KAP1 hingga KAP4 yang digunakan dalam indikator ini memiliki nilai validitas yang lebih besar dari 0,2353 dan dinyatakan valid. Sedangkan nilai reliabilitas dari indikator ini sebesar 0,8633. Nilai ini lebih besar dari 0,600 yang menjadi batasan minimum reliabilitas. Berdasarkan hasil di atas, disimpulkan bahwa indikator KAP telah memenuhi persyaratan Validitas dan Reliabilitas.
44
C. Pengujian dan Pembahasan Hipotesis 1. Pengujian Hipotesis Pengujian pertama yang dilakukan adalah uji t, yaitu untuk mengetahui apakah terjadi trimming atau tidak antara indikator terhadap variabel latennya. Hasil pengujian tersebut dapat ditunjukkan pada path diagram berikut:
Sumber: Data Primer Yang Diolah Path diagram diatas menunjukkan bahwa pada seluruh indikator mempunyai nilai signifikan terhadap variabel latennya. Menurut Ghazali (2005:324) batas untuk menolak atau menerima suatu hubungan dengan tingkat signifikansi 5% adalah 1,96 (mutlak), dimana apabila nilai t terletak antara -1,96 dan 1,96 maka hipotesis yang menyatakan adanya pengaruh harus ditolak, sedangkan apabila nilai t lebih besar daripada 1,96 atau lebih kecil daripada 1,96 harus diterima dengan taraf signifikansi 5% (t > |1,96|). 45
2. Penilaian Model Fit Penilaian model fit adalah bagian dari SEM. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui apakah output yang dihasilkan mempunyai nilai fit atau tidak. Nilai fit dalam suatu model dapat dilihat dari beberapa indikator Goodness of Fit Index. Output yang dihasilkan dari penelitian ini menunjukkan bahwa model tidak bagus atau tidak fit. Hasil output dapat dilihat dari tabel berikut: Tabel 4.7. Pengujian Kesesuaian Model Indikator Fit Absolute Fit Measures Probabilitas Normed Chi-Square (X2/df) RMSEA P-Value for test of Close fit GFI AGFI Comparative Fit Measures NFI NNFI or Tucker Lewis Index (TLI)
Nilai yang di rekomendasikan
Hasil Model
Evaluasi Model
p > 0,05 <2 2< X2/df <5 <0,10 <0,05 <0,01 > 0,05
0,019 1,1107
Signifikan Over Fitting
0,048
Cukup Fit
0,51
Kurang fit
> 0,90 > 0,90
0,78 0,70
Cukup Fit Cukup Fit
0,9 0,9
0,89 0,97
Cukup Fit Fit
0,97 0,87
Fit Cukup Fit
0,74 0,57
Cukup Baik Kurang Baik
CFI 0,9 RFI 0,9 Parsimonious Fit Measures PNFI 0-1 PGFI 0-1 Sumber: Data Primer Yang Diolah
46
Output diatas dapat menunjukkan bahwa hampir seluruh indikator fit menunjukkan model cukup fit. Hal ini dapat ditunjukkan dari beberapa indikator fit diantaranya:
Normed Chi-Square yang mempunyai nilai sebesar 0,1107, karena nilai tersebut mendekati nilai direkomendasikan ≤ 2, maka dapat dikatakan bahwa model tersebut overfitting. Hal ini disesuaikan dengan standar penilaian kesesuaian yang dilakukan oleh Kelloway (1998) dalam Didi Achjari (2003:279) dalam Bahagia (2008:97), menyatakan bahwa nilai normed chi-square dikatakan fit jika 2< X2/df <5 dan dikatakan overfitting jika nilai normed chi-square ≤ 2.
Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) yang menunjukkan model cukup fit, karena RMSEA mempunyai nilai 0,048 yang kurang dari 0,05.
Goodness of Fit Index (GFI) yang mempunyai nilai sebesar 0,78. Nilai tersebut kurang dari nilai yang direkomendasikan yaitu lebih dari 0,90, tapi model GFI dikatakan cukup fit.
Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) yang mempunyai nilai sebesar 0,70. Nilai tersebut kurang dari nilai yang direkomendasikan yaitu lebih dari 0,90, tapi model GFI dikatakan cukup fit.
Normed Fit Index (NFI) menunjukkan bahwa model cukup fit. Ini dapat dilihat dari nilai NFI yaitu sebesar 0,89 lebih kecil dari nilai yang direkomendasikan yaitu sebesar 0,90.
47
NNFI atau Tucker Lewis Index (TLI) yang mempunyai nilai sebesar 0,97 sehingga dapat dikatakan bahwa model fit.
CFI mempunyai nilai sebesar 0,97 lebih besar dari nilai yang direkomendasikan yaitu sebesar 0,90, sehingga dapat dikatakan bahwa model fit.
RFI menunjukkan bahwa model cukup fit. Ini dapat dilihat dari nilai RFI yaitu sebesar 0,89 lebih kecil dari nilai yang direkomendasikan yaitu sebesar 0,90. Nilai RFI 0-1,dimana nilai RFI yang mendekati 1 tersebut menunjukkan model yang fit.
PNFI menunjukkan bahwa model baik, ini dapat dilihat dari nilai PNFI yang sebesar 0,74 sedangkan PGFI mempunyai nilai sebesar 0,57 sehingga dikatakan bahwa model kurang fit.
3. Evaluasi model Pengukuran Pengujian model fit telah dilakukan dan menunjukkan bahwa model cukup fit secara keseluruhan, maka langkah selanjutnya yaitu evaluasi model pengukuran ini adalah untuk menentukan kemampuan suatu indikator dalam mengukur variabel latennya dan untuk mengetahui seberapa besar proporsi varians yang dijelaskan oleh variabel latennya (sedangkan sisanya dijelaskan oleh measurement error). Evaluasi model pengukuran dapat ditunjukkan pada path diagram berikut:
48
Sumber: Data Primer Yang Diolah Berdasarkan path diagram di atas dapat menunjukkan hubungan indikator terhadap variabel latennya yaitu sebagai berikut: •
Keakuratan (X1) terhadap Faktor Kecocokan Tugas-Teknologi Keakuratan mempunyai koefisien path positif dan signifikan terhadap faktor kecocokan tugas-teknologi. Hal ini dapat ditunjukkan dari koefisien jalur yang sebesar 0,69 dan nilai thitung yang sebesar 5,32 lebih besar dibandingkan dengan t-tabel sebesar 1,96.
•
Kompatibilitas (X2) terhadap Faktor Kecocokan Tugas-Teknologi Kompatibilitas mempunyai koefisien path positif dan signifikan terhadap faktor kecocokan tugas-teknologi. Hal ini dapat ditunjukkan dari koefisien jalur yang sebesar 0,80 dan nilai t49
hitung yang sebesar 6,64 lebih besar dibandingkan dengan t-tabel sebesar 1,96. •
Aksesbilitas (X3) terhadap Faktor Kecocokan Tugas-Teknologi Aksesbilitas mempunyai koefisien path positif dan signifikan terhadap faktor kecocokan tugas-teknologi. Hal ini dapat ditunjukkan dari koefisien jalur yang sebesar 0,78 dan nilai thitung yang sebesar 6,34 lebih besar dibandingkan dengan t-tabel sebesar 1,96.
•
Asistensi (X4) terhadap Faktor Kecocokan Tugas-Teknologi Asistensi mempunyai koefisien path positif dan signifikan terhadap faktor kecocokan tugas-teknologi. Hal ini dapat ditunjukkan dari koefisien jalur yang sebesar 0,80 dan nilai t-hitung yang sebesar 6,65 lebih besar dibandingkan dengan t-tabel sebesar 1,96.
•
Keandalan Sistem (X5) terhadap Faktor Kecocokan TugasTeknologi Keandalan sistem mempunyai koefisien path positif dan signifikan terhadap faktor kecocokan tugas-teknologi. Hal ini dapat ditunjukkan dari koefisien jalur yang sebesar 0,67 dan nilai thitung yang sebesar 5,11 lebih besar dibandingkan dengan t-tabel sebesar 1,96.
•
Kemuktahiran (X6) terhadap Faktor Kecocokan Tugas-Teknologi Kemuktahiran mempunyai koefisien path positif dan signifikan terhadap faktor kecocokan tugas-teknologi. Hal ini dapat 50
ditunjukkan dari koefisien jalur yang sebesar 0,70 dan nilai thitung yang sebesar 5,51 lebih besar dibandingkan dengan t-tabel sebesar 1,96. •
Presentasi (X7) terhadap Faktor Kecocokan Tugas-Teknologi Presentasi mempunyai koefisien path positif dan signifikan terhadap faktor kecocokan tugas-teknologi. Hal ini dapat ditunjukkan dari koefisien jalur yang sebesar 0,80 dan nilai thitung yang sebesar 6,63 lebih besar dibandingkan dengan t-tabel sebesar 1,96.
•
Kekacauan (X8) terhadap Faktor Kecocokan Tugas-Teknologi Kekacauan mempunyai koefisien path positif dan signifikan terhadap faktor kecocokan tugas-teknologi. Hal ini dapat ditunjukkan dari koefisien jalur yang sebesar 0,72 dan nilai thitung yang sebesar 5,68 lebih besar dibandingkan dengan t-tabel sebesar 1,96.
•
Intensitas Penggunaan (X9) terhadap Pemanfaatan Teknologi Informasi Intensitas Penggunaan mempunyai koefisien path positif dan signifikan terhadap pemanfaatan teknologi informasi. Hal ini dapat ditunjukkan dari koefisien jalur yang sebesar 0,79 dan nilai thitung yang sebesar 5,68 lebih besar dibandingkan dengan t-tabel sebesar 1,96.
51
•
Frekuensi Penggunaan (X10) terhadap Pemanfaatan Teknologi Informasi Frekuensi Penggunaan mempunyai koefisien path positif dan signifikan terhadap pemanfaatan teknologi informasi. Hal ini dapat ditunjukkan dari koefisien jalur yang sebesar 0,69 dan nilai thitung yang sebesar 4,84 lebih besar dibandingkan dengan t-tabel sebesar 1,96.
•
Jumlah jenis perangkat lunak yang digunakan (X11) terhadap Pemanfaatan teknologi Informasi Jumlah jenis perangkat lunak yang digunakan mempunyai koefisien path positif dan signifikan terhadap pemanfaatan teknologi informasi. Hal ini dapat ditunjukkan dari koefisien jalur yang sebesar 0,74 dan nilai t-hitung yang sebesar 5,17 lebih besar dibandingkan dengan t-tabel sebesar 1,96.
•
Kematangan (X12) terhadap Pemanfaatan Teknologi Informasi Kematangan mempunyai koefisien path positif dan signifikan terhadap
pemanfaatan
teknologi
informasi.
Hal
ini
dapat
ditunjukkan dari koefisien jalur yang sebesar 0,73 dan nilai thitung yang sebesar 5,14 lebih besar dibandingkan dengan t-tabel sebesar 1,96. •
Tekanan (Y1) terhadap Kinerja Akuntan Publik Tekanan mempunyai koefisien path positif dan signifikan terhadap kinerja akuntan publik. Hal ini dapat ditunjukkan dari koefisien 52
jalur yang sebesar 0,75 dan nilai t-hitung yang sebesar 5,14 lebih besar dibandingkan dengan t-tabel sebesar 1,96. •
Tujuan (Y2) terhadap Kinerja Akuntan Publik Tujuan mempunyai koefisien path positif dan signifikan terhadap kinerja akuntan publik. Hal ini dapat ditunjukkan dari koefisien jalur yang sebesar 0,76 dan nilai t-hitung yang sebesar 5,36 lebih besar dibandingkan dengan t-tabel sebesar 1,96.
•
Target (Y3) terhadap Kinerja Akuntan Publik Target mempunyai koefisien path positif dan signifikan terhadap kinerja akuntan publik. Hal ini dapat ditunjukkan dari koefisien jalur yang sebesar 0,81 dan nilai t-hitung yang sebesar 5,67 lebih besar dibandingkan dengan t-tabel sebesar 1,96
•
Tanggung Jawab (Y4) terhadap Kinerja Akuntan Publik Tanggung jawab mempunyai koefisien path positif dan signifikan terhadap kinerja akuntan publik. Hal ini dapat ditunjukkan dari koefisien jalur yang sebesar 0,82 dan nilai t-hitung yang sebesar 5,76 lebih besar dibandingkan dengan t-tabel sebesar 1,96. Evaluasi model juga dapat menunjukkan mengenai seberapa besar proporsi varians indikator yang dijelaskan oleh variabel latennya dan dapat dilihat pada tabel berikut:
53
Tabel 4.8. Squared Multiple Correlations (R2) Variabel Laten
Faktor Kecocokan Tugas-Teknologi
Pemanfaatan Teknologi Informasi
Kinerja Akuntan Publik
Indikator
R2
X1
0,48
X2
0,64
X3
0,61
X4
0,64
X5
0,45
X6
0,49
X7
0,64
X8
0,52
X9
0,62
X10
0,48
X11
0,55
X12
0,53
Y1
0,56
Y2
0,58
Y3
0,66
Y4
0,67
Sumber: Data Primer Yang Diolah Berdasarkan
output
diatas,
dapat
dilihat
bahwa
kompatibilitas (X2), asistensi (X4), dan kekacauan (X7) memiliki R2 54
tertinggi yaitu 0.64, artinya kompatibilitas dan asistensi serta kekacauan berkontribusi besar terhadap faktor kecocokan tugasteknologi yaitu sebesar 64% sedangkan sisanya 36% dijelaskan oleh measurement error. Kematangan teknologi informasi (X9) memiliki R2 tertinggi yaitu 0.62, artinya kematangan teknologi informasi berkontribusi besar terhadap pemanfaatan teknologi informasi yaitu 62% sedangkan sisanya 38% dijelaskan oleh measurement error. Tanggung jawab (Y4) memiliki R2 tertinggi yaitu sebesar 0.67, artinya tanggung jawab berkontribusi besar terhadap kinerja akuntan publik yaitu 67% sedangkan sisanya 33% dijelaskan oleh measurement error. 4. Pembahasan Hipotesis Pembahasan hipotesis dalam penelitian ini berkaitan dengn model structural yaitu mengenai hubungan-hubungan antara variable eksogen dan endogen (BETA) dan hubungan antar variable endogen (Gamma). Hubungan BETA dan GAMMA dapat dijelaskan pada tabel 4.9. berikut:
55
Tabel 4.9. Hubungan BETA dan GAMMA Hipotesis
Variabel Eksogen
Variabel Endogen
Koefisien Path (T-Value)
H1
H1
Kecocokan Tugas-
Kinerja Akuntan Publik
Teknologi (KTT)
(KAP)
Pemanfaatan
Kinerja Akuntan Publik
Teknologi Informasi
(KAP)
0,41 (2,95)
0,55 (3,73)
(PTI) H1
Kecocokan Tugas-
Pemanfaatan Teknologi
Teknologi (KTT)
Informasi (PTI)
0,56 (3,44)
Sumber: Data Primer Yang Diolah Melihat output hubungan BETA dan GAMMA maka didapatlah pengaruh sebagai berikut:
Kecocokan Tugas-Teknologi Terhadap Kinerja Akuntan Publik. Pengaruh kecocokan tugas-teknologi terhadap kinerja akuntan publik pada tabel diatas menunjukkan pengaruh positif dan signifikan. Hal ini ditunjukkan dari koefisien jalur sebesar 0,41 dan nilai t-hitung KTT terhadap KAP adalah sebesar 2,95 lebih besar dari 1,96. Artinya teknologi menyediakan sarana dan dukungan yang cocok dengan yang diperlukan oleh tugas yang didukungnya sehingga kinerjanya meningkat. Hasil pengujian ini konsisten dengan hasil penelitian Sugeng dan 56
Indriantoro (1998) dalam Adnyana dan Indriantoro (2000:466) yang
menyimpulkan
faktor
kecocokan
tugas-teknologi
berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja individual
Pemanfaatan Teknologi Informasi Terhadap Kinerja Akuntan Publik. Pengaruh pemanfaatan teknologi informasi terhadap kinerja akuntan publik pada tabel diatas menunjukkan pengaruh positif dan signifikan. Hal ini ditunjukkan dari koefisien jalur sebesar 0,55 dan nilai t-hitung PTI terhadap KAP adalah sebesar 3,73 lebih besar dari 1,96. Artinya semakin tinggi perilaku menggunakan
atau
memanfaatkan
menyelesaikan
tugas
semakin
tinggi
teknologi atau
dalam
meningkat
kinerjanya. Hasil pengujian ini konsisten dengan hasil penelitian Thompson (1991), Davis (1989), Goodhue dan Thompson (1995), Sugeng dan Indriantoro (1998), Adnyana (1999) dalam Jin (2003:19) yang menyimpulkan bahwa pemanfaatan teknologi informasi akan meningkatkan kinerja.
Kecocokan Tugas-Teknologi Terhadap Pemanfaatan Teknologi Informasi Pengaruh kecocokan tugas-teknologi terhadap pemanfaatan teknologi informasi pada tabel diatas menunjukkan pengaruh positif dan signifikan. Hal ini ditunjukkan dari koefisien jalur sebesar 0,56 dan nilai t-hitung PTI terhadap KAP adalah 57
sebesar 3,44 lebih besar dari 1,96. Artinya tingkat kecocokan tugas-teknologi yang tinggi akan dapat meningkatkan teknologi informasi yang digunakan atau dimanfaatkan. Hasil pengujian ini konsisten dengan hasil penelitian Thompson (1991) dan Qadri (1997) dalam Jin (2003:19) yang menyatakan bahwa pemanfaatan teknologi informasi dipengaruhi oleh kecocokan pekerjaan yang dilakukan.
D. Interpretasi Berdasarkan pembahasan hipotesis di atas terdapat pengaruh positif antara pengaruh kecocokan tugas-teknologi terhadap kinerja akuntan publik. Teknologi menyediakan sarana dan dukungan yang cocok dengan yang diperlukan oleh tugas yang didukungnya sehingga kinerjanya meningkat. Pengaruh pemanfaatan teknologi informasi terhadap kinerja akuntan publik menunjukkan pengaruh positif. Semakin tinggi perilaku menggunakan atau memanfaatkan teknologi dalam menyelesaikan tugas semakin tinggi atau meningkat kinerjanya. Pengaruh kecocokan tugas-teknologi terhadap pemanfaatan teknologi informasi menunjukkan pengaruh positif. Tingkat kecocokan tugas-teknologi yang tinggi akan dapat meningkatkan teknologi informasi yang digunakan atau dimanfaatkan. Hasil interpretasi penelitian ini sangat mendukung teori audit teknologi informasi. Istilah audit teknologi informasi digunakan secara umum untuk 58
menggambarkan dua jenis aktivitas yang berbeda yang terkait dengan komputer. Salah satu penggunaan istilah ini adalah untuk menggambarkan proses pengkajian ulang dan pengevaluasian pengendalian intern dalam pemrosesan data elektronik. Jenis aktivitas ini digambarkan sebagai auditing melalui komputer. Penggunaan teknologi informasi oleh auditor saat ini bukan lagi bersifat pilihan, namun hasil tersebut menjadi penting karena hampir semua data yang akan dievaluasi oleh auditor adalah dalam bentuk elektronik. Penggunaan teknologi informasi menjadi sangat penting untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi auditing. Penggunaan umum lainnya adalah untuk menggambarkan penggunaan komputer oleh seorang auditor untuk melakukan beberapa pekerjaan audit yang biasanya akan dikerjakan secara manual. Jenis aktivitas ini digambarkan sebagai audit dengan komputer (Hopwood, 2006:568).
59
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh faktor kecocokan tugasteknologi dan pemanfaatan teknologi informasi terhadap kinerja akuntan publik. Penelitian ini menggunakan penelitian sekarang menggunakan metode Structural Equation Modelling
dengan program Lisrel 8.54. Berdasarkan
hasil pengujian dan analisis data, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Penelitian ini mendukung hipotesis pertama (H1 ) yang menyatakan bahwa faktor kecocokan tugas-teknologi mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja akuntan publik. Hal ini menunjukkan bahwa kecocokan tugas–teknologi akan dapat meningkatkan kinerja akuntan publik. 2. Penelitian ini mendukung hipotesis kedua (H2) yang menyatakan bahwa pemanfaatan teknologi informasi mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja akuntan publik. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan teknologi informasi yang ada atau tersedia akan dapat meningkatkan kinerja akuntan publik. 3. Penelitian ini mendukung hipotesis ketiga (H3) yang menyatakan bahwa faktor kecocokan tugas-teknologi mempunyai pengaruh positif dan signifikan
terhadap
pemanfaatan
teknologi
informasi.
Hal
ini 60
menunjukkan bahwa kecocokan tugas-teknologi yang tinggi akan dapat meningkatkan teknologi informasi yang digunakan atau dimanfaatkan.
B. Implikasi Teknologi yang sesuai dengan kebutuhan tugas-tugas akuntan, sumber data yang akurat, data diperlukan suatu login akses, mendapat bantuan bila menemukan kesulitan, memiliki keandalan sistem apabila terjadi masalah, memperoleh data terbaru menyebabkan teknologi tersebut dimanfaatkan sebagai solusi yang efektif untuk kebutuhan tugas seorang akuntan. Kehadiran teknologi yang ada membuat tugas-tugas pekerjaan akuntan lebih terbantu sehingga akuntan akan meningkatkan kinerjanya lebih baik lagi. Penelitian ini memiliki beberapa kekurangan, maka penulis memberikan saran agar penelitian selanjutnya lebih baik sebagai berikut: jumlah respoden dan wilayah penelitian ditingkatkan dan diperluas sehingga tidak terbatas pada jumlah responden dan wilayah penelitian dalam penelitian sekarang, penelitian selanjutnya dapat mereview kembali instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini.
61