BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Krisis yang melanda Indonesia tahun 1997 memberikan dampak yang luar biasa, terutama dalam bidang ekonomi. Hal ini menyebabkan kegiatan pasar di Indonesia mengalami kemunduran, terutama di sektor perbankan. Masyarakat pun mengalami krisis kepercayaan terhadap perbankan nasiolan, sebagai imbas dari banyaknya bankbank yang dilikuidasi. Sebaliknya, disaat bank-bank konvensional mengalami kemunduran, justru bank syariah mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir, perbankan syariah terus menunjukkan perkembangan yang lebih cepat dari perkiraan. Bank-bank konvensional mulai berlomba membuka divisi syariah karena melihat minat masyarakat yang demikian tinggi pada produk perbankan syariah. Hal yang mendorong kalangan perbankan mencoba peruntungannya di lahan ini tak lain adalah besarnya pangsa pasar. Tak pelak, semakin banyak bank yang terjun dalam industri perbankan syariah, memicu persaingan yang kian tajam dalam menggaet nasabah. www.sinarharapan.co.id/ekonomi/promarketing/2004/1009/prom1.html Tahun 1992 Bank syariah secara resmi diperkenalkan kepada masyarakat. Pengembangan bank syariah dilaksanakan mengingat sebagian besar masyarakat muslim Indonesia sangat menantikan sistem perbankan yang sehat dan terpercaya sehingga upaya untuk mengakomodasi kebutuhan terhadap pelayanan jasa perbankan sesuai dengan prinsip syariah Islam yang berdasarkan pada Al Qur’an dan Al Hadist.
Banyak pihak yang mempunyai keyakinan bahwa produk dan jasa perbankan syariah dengan karakterisktik sesuai prinsip Islam, merupakan keunggulan komperatif dari sistem ini. Selain itu sistem syariah yang menerapkan pola pembiayaan usaha dengan prinsip bagi hasil sebagai salah satu pokok dalam kegiatan perbankan yang juga menumbuhkan rasa tanggung jawab pada masing-masing pihak, baik pihak bank maupun pihak debiturnya, sehingga dalam menjalankan kegiatannya semua pihak pada hakekatnya
akan
memperhatikan
prinsip
kehati-hatian
dan
akan
memperkecil
kemungkinan resiko terjadinya kekagalan usaha. Dengan diberlakukannya Undang-Undang No.10 Tahun 1998 juga memberikan kesempatan pada Bank Umum Konvensional untuk membuka kantor cabang yang khusus melakukan kegiatan berdasarkan syariah (Syariah Banking Network) yang dilakukan secara bersamaan dengan upaya memperdayakan perbankan syariah yang sudah ada. Dengan upaya tersebut diharapkan akan mendorong perluasan jaringan kantor, pengembangan pasar uang antar bank syariah, peningkatan kualitas sumber daya manusia bank syariah, dan kinerja bank syariah yang pada gilirannya akan menunjang pembentukan landasan perekonomian rakyat yang lebih tangguh. Bila dilihat dari segi jumlah, bank syariah di Indonesia terus berkembang. Berdasarkan kutipan Media Muamalat (Juli:2002) industri perbankan syariah memiliki 88 insertusi dengan jumlah kantor sebanyak 136 yang tersebar di 20 propinsi di Indonesia. Namun hal tersebut tidak dapat dijadikan landasan untuk menilai kinerja perbankan syariah di Indonesia. Penilaian kinerja keuangan perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi sebenarnya dari bank-bank syariah tersebut. Bahkan Tak hanya pada rasio keuangan, Bank Indonesia memfokuskan penilaian tingkat kesehatan terhadap kinerja manajemen bank syariah dan unit usaha syariah untuk mendukung program akselerasi industri tersebut. Penilaian aspek manajemen dalam tingkat kesehatan bank syariah
tertuang dalam PBI No. 9/1/PBI/2007 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank syariah. Hasil penilaian kesehatan terkait aspek manajemen bank akan dikombinasikan dengan penilaian rasio-rasio finansial umumnya (capital, asset quality, earning, liability/CAEL). Aturan yang diterbitkan 24 Januari 2007 ini berlaku pula untuk unit usaha syariah meskipun tidak akan memengaruhi penilaian tingkat kesehatan bank induk konvensionalnya. Hasil penilaian ini akan bermanfaat ketika unit usaha syariah itu mau spin off dari induknya. Penilaian itu akan menjadi kajian strategis bagi bank atau bisa juga berguna ketika unit syariah ini membutuhkan perlakuan khusus. Kewajiban penilaian tingkat kesehatan terhadap bank syariah ini dilakukan tiap triwulan, sama seperti bank konvensional. (Bisnis Indonesia, 30 januari 2007). PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. sebagai sebagai pionir pengembangan perbankan syariah di Indonesia dan sebagai panutan bagi bank-bank lain yang tertarik mengembangkan perbankan syariah di Indonesia bahkan negara-negara tetangga tentunya harus diteleti tingkat kesehatannya. Sedangkan Unit Usaha Syariah Bank Rakyat Indonesia adalah unit usaha syariah yang dikembangkan oleh salah satu bank konvensional di Indonesia yaitu PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk. yang baru bebrapa tahun namun sudah menunjukkan keseriusannya dalam pengembangan unit usahanya. Hal ini tercermin dalam penyediaan dana sebesar Rp 1 Triliun untuk keperluan investasi termasuk untuk akusisi maupun perluasan cabang. BRI akan mengonversi bank yang telah dibeli menjadi unit usaha syariah. Ada empat bank konversional yang menawarkan untuk diakusisi ada yang berasal dari Jakarta dan ada yang berasal dari luar Jakarta. Semua urusan yang terkait dengan BRI syariah nantinya akan dialihkan kepada Bank yang akan diakusisi ini. Hal ini dilakukan sebagai strategi perkembangan karena BRI Syariah sudah mempunyai 40 kantor dan pengembangan jaringan melalui office chanelling dan karena umbangan
untuk usaha syariah terhadap BRI telah mencapai 5% dari total pendapatan. (Bisnis Indonesia, 26 Februari 2007). Sehingga tingkat kesehatan Unit Usaha Syariah BRI juga perlu dilihat meskipun tidak dapat dilakukan secara menyeluruh karena sebagai unit usaha tentunya masih ada beberapa aspek yang belum terpisah dari bank induk konvesionalnya, namun dapat dijadikan komperatif dan dianalisis aspek apa yang perlu diperhatikan dan diperbaiki sebelum pada akhirnya siap mengembangkan diri menjadi bank komersial syariah. Penilaian tingkat kesehatan sebagai indikator untuk menilai kinerja keuangan Bank Muamalat Indonesia,Tbk. dan Unit Syariah Bank Rakyat Indonesia,Tbk. agar dapat membuat perencanaan yang lebih baik di masyarakat yang akan datang dan menyikapi kendala-kendala yang terus dihadapi dalam upaya pengembangan pasar. Ditambah dengan adanya salah satu kendala yang kini banyak dihadapi perbankan syariah di Indonesia dan paling berat adalah banyaknya tundingan yang mengatakan bahwa bank syariah hanya sekedar perbankan konvensional yang ditambahi label syariah. Tundingan ini muncul karena banyaknya praktik-praktik yang menyimpang dari prinsip syariah yang dilakukan perbankan syariah atau perbankan umum yang mengembangkan unit usahanya di syariah. www.kompas.com/kompas-cetak/0308/07/Perbankan/471185.htm Salah satu analisis yang dapat digunakan untuk menilai tingkat kesehatan bank adalah analisis CAMEL. Analisis CAMEL memfokuskan penilaianya pada faktor permodalan (capital), faktor kualitas aktiva (asset), faktor manajemen (management), faktor rentabilitas produktif (earning) dan faktor likuiditas (liquidity). Berangkat dari pemikiran tersebut, penulis tertarik untuk untuk membahas mengenai “Analisis CAMEL Dalam Menilai Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (Studi Kasus: PT. Bank Muamalah Indonesia,Tbk. dan Unit Usaha Syariah PT. Bank Rakyat Indonesia,Tbk)”.
1.2 Identifikasi Masalah Dalam penelitian ini, akan dibatasi pada penilaian kinerja keuangan yang tercermin dalam penilaian tingkat kesehatan bank sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No.26/5/BPPP tanggal 29 Mei 1993 dengan metode CAMEL, serta hanya pada laporan keuangan tahunan pada PT. Bank Muamalat Indonesia yang terdiri dari neraca dan laporan laba rugi tahunan 2001-2005. Maka berdasarkan pembatasan masalah tersebut di atas dapat diidentifikasikan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah : 1.
Bagaimana tingkat kesehatan Bank Muamalat Indonesia berdasarkan analisis CAMEL, apakah berada dalam posisi sehat, cukup sehat, kurang sehat, atau tidak sehat?
2.
Bagaimana tingkat kesehatan Unit Usaha Bank Rakyat Indonesia berdasarkan analisis CAMEL, apakah berada dalam posisi sehat, cukup sehat, kurang sehat, atau tidak sehat?
3.
Bagaimana perbedaan kinerja keuangan dan manajemen bank umum syariah (Bank Muamalat Indonesia) dan bank syariah yang masih unit usaha (Unit Usaha Syariah bank rakyat Indonesia)?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui bagaimana tingkat kesehatan Bank Muamalat Indonesia berdasarkan analisis CAMEL, apakah berada dalam posisi sehat, cukup sehat, kurang sehat, atau tidak sehat.
2.
Untuk mengetahui bagaimana tingkat kesehatan Unit Usaha Bank Rakyat Indonesia berdasarkan analisis CAMEL, apakah berada dalam posisi sehat, cukup sehat, kurang sehat, atau tidak sehat.
3.
Untuk mengetahui bagaimana perbedaan kinerja keuangan dan manajemen bank umum syariah (Bank Muamalat Indonesia) dan bank syariah yang masih unit usaha (Unit Usaha Syariah Bank Rakyat Indonesia).
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah : 1.
Sebagai khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang perbankan khususnya dan bagi Universitas sebagai perbendaharaan kepustakaan.
2.
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pihak terkait, khusususnya bagi Bank Muamalat Indonesia dan Unit Usaha Syariah Bank Rakyat Indonesia dalam memahami
kinerja
operasionalnya
sehingga
dapat
menentukan
arah
kebijakan/strategi selanjutnya serta memberikan kontribusi yang menarik bagi masyarakat. 3.
Menumbuhkan semangat di kalangan dosen, akademis dan pihak-pihak lain (pembaca) untuk mengkaji lebih mendalam permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan perbankan syariah di Indonesia.
4.
Serta diharapkan memberikan gambaran alternarif masyarakat tentang sistem dan keuangan perbankan yang berprinsip pada prinsip syariah Islam.