1
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Kemajuan dunia perdagangan tidak dapat dilepaskan dari pembangunan
di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang pelaksanaannya dititikberatkan pada sektor industri. Salah satu kendala dalam melakukan pembangunan di Indonesia khususnya dibidang ekonomi adalah faktor perangkat hukum yang masih perlu dikembangkan dan ditegakkan guna mengimbangi kebutuhan kemajuan masyarakat. Kemajuan dunia perdagangan berikut perangkatnya melesat meninggalkan perjalanan hukum nasional. Oleh karena itu, dalam era globalisasi perdagangan, pembangunan hukum di Indonesia diharapkan mampu mengantisipasi kemajuan di setiap sektor kehidupan masyarakat untuk menunjang kesejahteraan sosial.1 Dalam kehidupan ekonomi dan proses perkembangannya, perilaku ekonomi diatur dan dikendalikan oleh pranata-pranata hukum agar tidak menyimpang dari politik pembangunan yang digariskan oleh pemerintah. Di negara-negara yang perkembangan ekonominya maju, pranata-pranata hukum bisnis telah disiapkan jauh ke depan untuk mengantisipasi proses dan perilaku ekonomi yang sebagai pedoman hukum untuk mencegah terjadinya berbagai penyimpangan atau kecurangan yang terjadi. Sementara yang terjadi di negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, pranata hukum di bidang ekonomi 1
Ranti Fauza Mayana, 2004, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan Bebas, PT Garmedia Widiasarana, Jakarta, hlm. 1.
2
atau perdagangan belum mampu mengakomodir aktivitas dan proses ekonomi yang terjadi sehingga terdapat berbagai hambatan dalam menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat. Ikut sertanya Indonesia sebagai anggota World Trade Organization (WTO) dan turut serta menandatangani Perjanjian Multilateral GATT Putaran Uruguay 1994, serta meratifikasinya dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994, mengakibatkan Indonesia harus membentuk dan menyempurnakan hukum nasionalnya serta terikat dengan ketentuan-ketentuan tentang Hak Milik Intelektual atau Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights) yang diatur dalam General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Salah satu lampiran dari persetujuan GATT tersebut adalah Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai Persetujuan tentang Aspek-Aspek Dagang Hak Atas Kepemilikan Intelektual. Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) menjadikan isu Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sebagai masalah global dan memegang peranan sangat penting dalam dunia bisnis.2 Salah satu bidang kajian dan bagian yang cukup penting dalam HKI adalah merek (trademark). Hal ini karena masalah merek erat kaitannya dengan produk yang ditawarkan oleh produsen baik berupa barang maupun jasa. Penggunaan merek sebagai tanda dan daya pembeda antara produk yang dihasilkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum dengan produk pihak lain telah mengalami perkembangan yang cukup
2
Ibid., hlm. 2.
3
pesat. Perkembangan merek dimulai sejak zaman purba, merek masih berupa tanda-tanda yang sederhana yang digunakan untuk membedakan kepemilikan.3 Sejak indutrialisasi tumbuh, merek menjadi faktor kunci pada era perdagangan modern dan ekonomi yang berorientasi pada pasar, mengakibatkan terjadinya persaingan di antara produsen dan pedagang yang berlomba-lomba menawarkan berbagai macam barang kepada konsumen. Suatu merek pada gilirannya memberi tanda pada konsumen mengenai sumber produk dan dapat melindungi baik konsumen maupun produsen dari kompetitor yang berusaha memberikan produk-produk yang tampak identik. Pada keadaan yang demikian merek mulai memainkan peran sebagai alat pembeda, baik bagi konsumen untuk mengenali identitas, sumber dan asal-usul barang maupun bagi para produsen merek yang menggunakan merek sebagai simbol dan representasi nama baik perusahaan yang selalu harus dijaga reputasinya di tengah konsumen.4 Merek merupakan suatu basis dalam perdagangan modern. Dikatakan basis, karena merek dapat menjadi dasar perkembangan perdagangan modern yang dapat digunakan sebagai goodwill, lambang kualitas, standar mutu, sarana menembus segala jenis pasar dan diperdagangkan dengan jaminan guna menghasilkan keuntungan besar. Terdapatnya merek dapat lebih memudahkan konsumen membedakan produk yang akan dibeli oleh konsumen dengan produk lain sehubungan dengan kualitas, kepuasan, kebanggaan, maupun atribut lain yang
3
Julius Rizaldi, 2009, Perlindungan Kemasan Produk Merek Terkenal Terhadap Persaingan Curang, P.T. Alumni, Bandung, hlm. V. 4 Ibid., hlm. 2.
4
meleket pada merek.5 Dengan demikian, konsumen dapat menentukan pilihan yang terbaik, apabila terdapat beberapa jenis merek untuk barang-barang sejenis lainnya. Jadi yang dituntut adalah kualitas barang atau jasa yang ditawarkan oleh produsennya. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek memberikan definisi tentang merek yaitu: Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Merek merupakan hak kekayaan immateriil yang penggunaan dan pemakaiannya pada produk-produk yang dipasarkan dan mengandung nilai ekonomis harus diberikan perlindungan hukum sebagai upaya pencegahan terhadap tindakan-tindakan pelanggaran merek. Perlindungan hukum merek yang diberikan baik kepada asing atau lokal, terkenal atau tidak terkenal hanya diberikan kepada merek terdaftar. Perlindungan hukum tersebut dapat berupa perlindungan yang bersifat preventif maupun represif. Perlindungan hukum yang bersifat preventif dilakukan melalui pendaftaran merek sedangkan yang bersifat represif dilakukan jika terjadi pelanggaran merek melalui gugatan perdata atau tuntutan pidana.6 Merek baru mendapat perlindungan hukum apabila didaftar oleh pemohon sebab pendaftaran merek menganut sistem konstitutif (constitutive 5
Darmadi Durianto et.all., 2001, Strategi Menaklukkan Pasar Melalui Riset Ekuitas Perilaku Merek, Gramedia Utama Pustaka, Jakarta, hlm. 2. 6 Erma Wahyuni et.all., 2007, Kebijakan Dan Manajemen Hukum Merek, Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia (YPAPI), Yogyakarta, hlm. 4.
5
system). Menurut sistem ini yang berhak atas suatu merek adalah pihak yang telah mendaftarkan mereknya. Jadi pendaftaran menciptakan suatu hak atas merek tersebut, pihak yang mendaftarkan yang berhak atas suatu merek dan pihak ketiga harus menghormati hak pendaftar sebagai hak mutlak.7 Sistem konstitutif lebih memberikan kepastian hukum bagi pemilik merek terdaftar. Kepastian hukum ini menyangkut pembuktian yang didasarkan pada fakta pendaftaran. Pendaftaran ini menuntut peran aktif dari pemohon merek yang memiliki itikad baik untuk mendaftarkan mereknya. Merek yang telah didaftarkan dan memperoleh Sertifikat Merek merupakan alat bukti utama yang bersifat otentik.8 Setelah dilakukan proses tersebut, maka akan dilindungi dan orang lain tidak dapat memakai merek yang sama atau dengan kata lain hak atas merek sebagai “hak eksklusif”. Dalam pendaftaran merek, merek dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang memiliki itikad baik. Jika seseorang mencoba mendaftarkan sebuah merek yang disadarinya sebagai merek milik orang lain atau serupa dengan milik orang lain, merek tersebut tidak dapat didaftarkan. Persyaratan itikad baik juga berarti bahwa untuk dapat didaftarkan, sebuah merek harus digunakan atau dimaksudkan untuk digunakan dalam perdagangan barang dan atau jasa.9 Di samping itikad baik dan syarat merek agar bisa terdaftar,
7
Muhammad Djumhana, Djubaedillah, 1993, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 137. 8 Yahya Harahap, 1996, Tinjauan Merek Secara Umum Dan Hukum Merek Di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 340. 9 Tim Lindsey et.all., 2013, Suatu Pengantar Hak Kekayaan Intelektual, P.T. Alumni, Bandung, hlm. 141.
6
pemeriksaan substantif dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek yaitu: a.
mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;
b.
mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
c.
mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-geografis yang sudah dikenal;
d.
mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah;
e.
merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;
f.
merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang;
7
g.
merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang. Arti persamaan pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan oleh
adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dan merek yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut. Sebagai contoh konkret suatu persamaan pada pokoknya antara lain adalah:10 1.
Merek kata yang merupakan nama pribadi.
2.
Kata temuan. Misalnya: Kata Lippo, kata ini adalah kata temuan yang tidak terdapat dalam kamus.
3.
Kata singkatan. Singkatan yang diciptakan oleh pemohon pendaftaran merek. Misalnya: merek “HNR” singkatan Hani Nurdianti Rahman.
4.
Kata slogan. Merek kata slogan harus dicari satu kesatuan dan tidak dipisahkan. Misalnya: City Never Sleep dalam pemeriksaan tidak dapat dibandingkan dengan kata City, Never dan kata Sleep.
5.
Persamaan bunyi atau cara pengucapan yang disebabkan karena misspelling. Misalnya: kata Kleen terdapat persamaan bunyi dengan kata Klin dan Clean, contoh lain kata Taiger terdapat persamaan bunyi dengan kata Tiger.
10
Julius Rizaldi, Op.Cit., hlm. 135.
8
Berdasarkan hal tersebut, penulis menganggap perlu untuk melakukan pengkajian lebih lanjut mengenai penerapan persamaan pada pokoknya dalam pendaftaran merek, maka penulis mengangkat judul “Analisis Pendaftaran Merek Dalam Rangka Penerapan Persamaan Pada Pokoknya Oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Pemeriksa Merek”.
B.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana yang telah diuraikan
tersebut di atas, maka selanjutnya dapat melahirkan beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: 1.
Bagaimana menentukan persamaan pada pokoknya dalam pemeriksaan substantif oleh Pemeriksa Merek dalam pendaftaran merek?
2.
Bagaimana penerapan persamaan pada pokoknya dalam kelas barang yang sama pada proses pendaftaran merek?
C.
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian yang
ingin dicapai menurut penulis adalah sebagai berikut: 1.
Mengetahui dan mengkaji dalam menentukan persamaan pada pokoknya dalam pemeriksaan substantif oleh Pemeriksa Merek dalam pendaftaran merek.
2.
Mengetahui dan mengkaji mengenai penerapan persamaan pada pokoknya dalam kelas barang yang sama pada proses pendaftaran merek.
9
D.
Keaslian Penelitian Sepanjang penelusuran kepustakaan yang telah penulis lakukan di
Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan internet, penulis menemukan karya tulis yang tema bahasannya hampir sama dengan tema yang penulis angkat ini. Judul dari penelitian tersebut adalah “Penerapan Ketentuan Persamaan Pada Pokoknya Dengan Merek Pihak Lain Yang Sudah Terdaftar Dalam Pendaftaran Merek” yang ditulis oleh Atika Nidyandari (2009, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta) dan “Perlindungan Hukum Atas Merek Terkenal Yang Mempunyai Persamaan Pada Pokoknya Dengan Barang Yang Tidak Sejenis (Studi Putusan MA No. 762K/PDT.SUS/2012)” yang ditulis oleh Anisa Putri (2014, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta). Meskipun memiliki persamaan meneliti mengenai persamaan pada pokoknya tetapi penelitian yang dilakukan penulis ini berbeda dengan penelitian yang telah ada sebelumnya. Penelitian sebelumnya lebih menekankan kepada perlindungan hukum terhadap merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya. Penelitian yang dilakukan penulis adalah mengenai analisis terhadap penerapan persamaan pada pokoknya dalam pendaftaran merek yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual sebagai Pemeriksa Merek. Maka penulisan hukum ini jelas berbeda dilihat dari segi muatan permasalahan yang akan diteliti. Berdasarkan hal tersebut, penulisan hukum ini adalah karya mandiri penulis. Apabila ditemukan penelitian yang serupa, maka diharapkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dapat digunakan untuk melengkapi
10
penelitian yang telah ada sebelumnya serta memperkaya penulisan hukum yang bersifat akademis.
E.
Kegunaan Penelitian Nilai suatu penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat
diambil dari penelitian tersebut. Manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Manfaat Teoritis a.
Menambah wawasan dan pengembangan kajian lebih lanjut bagi yang ingin mengetahui dan memperdalam tentang merek dan untuk memberi petunjuk menggunakan merek dalam dunia bisnis terutama mencegah terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
b.
Bentuk pelatihan dan pembelajaran dalam penerapan teori yang dipelajari mengenai merek sebagai salah satu bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights).
2.
Manfaat Praktis a.
Manfaat bagi Stakeholder (Pemangku Kepentingan) Memberikan masukan kepada stakeholder (pemangku kepentingan)
supaya
sistem
perlindungan
terhadap
karya
intelektual yang berupa pemberian hak atas merek lebih ditingkatkan
mengingat
pentingnya
perdagangan barang dan/atau jasa. b.
Manfaat bagi Masyarakat
merek
dalam
kegiatan
11
Meningkatkan pemahaman tentang sistem pendaftaran merek dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa terkait sistem perlindungan terhadap merek sebagai karya kekayaan immateriil
sehingga
masyarakat
tidak
menggunakan
atau
melakukan tindakan dalam rangka mengambil keuntungan secara tidak sah (illegal). c.
Manfaat bagi Peneliti Penelitian
ini
diharapkan
dapat
mengembangkan
keterampilan, memberi pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti dalam mengetahui Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights) khususnya merek terkait penerapan persamaan pada pokoknya dalam sistem pendaftaran merek yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual sebagai Pemeriksa Merek.