BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Perubahan sistem pemerintahan Indonesia dari sistem sentralisasi menjadi
sistem desentralisasi bertujuan untuk meningkatkan kemandirian daerah. Salah satu jalan untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut adalah pemekaran wilayah. Adanya pemekaran wilayah dipandang sebagai suatu terobosan untuk mempercepat pembangunan melalui peningkatan kualitas dan kemudahan akses dalam memperoleh pelayanan. Pemekaran wilayah juga merupakan bagian untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam memperpendek rentang kendali
pemerintah
sehingga
meningkatkan
efektifitas
penyelenggaraan
pemerintahan dan pengelolaan pembangunan serta mempercepat pertumbuhan ekonomi setempat melalui kerangka pengembangan ekonomi daerah berbasis potensi lokal. Setiap daerah diharuskan mampu untuk menggali dan mengembangkan potensi daerahnya masing-masing, baik dari sisi sumber daya alam maupun sumber daya manusianya. Kedua sumber daya tersebut merupakan kebutuhan utama yang dibutuhkan untuk mengembangkan potensi daerah masing-masing, terutama untuk daerah pemekaran baru. Pengembangan potensi daerah tersebut sejalan dengan pandangan Todaro secara makro bahwa kemampuan suatu negara untuk
mengeksploitasi
sumberdaya
alamnya
serta untuk
memulai
dan
mempertahankan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang antara lain bergantung pada kepiawaian (ingenuity) serta keterampilan teknis manajerial
1
orang-orangnya, meliputi akses negara tersebut ke pasar penting dan informasi produk dengan biaya minimal (Todaro dan Smith, 2009: 86) Hal terpenting dalam pembangunan ekonomi berbasis potensi lokal adalah bagaimana suatu daerah mampu menemukan potensi lokalnya yang akan dijadikan sebagai produk ekonomi yang bernilai jual serta mampu bersaing dengan wilayah lain dan memiliki jaringan pemasaran yang baik. Salah satu daerah pemekaran baru yang saat ini masih dalam tahap mengembangkan potensi alam yang dimiliki adalah Provinsi Sulawesi Barat. Provinsi Sulawesi Barat merupakan pemekaran dari provinsi induknya Provinsi Sulawesi Selatan. Provinsi Sulawesi Barat mempunyai potensi sumber daya alam terutama sumber daya alam dari subsektor perikanan. Provinsi Sulawesi Barat mempunyai garis pantai sepanjang 750 Km dan berhadapan dengan Selat Makassar, sangat berpotensi untuk pengembangan di sektor kelautan dan perikanan. Tahun 2011, Sulawesi Barat menghasilkan 33.127 ton ikan laut, 19.620,63 ton ikan tambak, 866,72 ton ikan kolam, 1.453,04 ton ikan sawah, dan 0,42 ton dari jaring apung (DKP Sulawesi Barat, 2012). Pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan di daratan semakin mengalami keterbatasan. Untuk itu, pengelolaan sumber daya wilayah pesisir dan laut menjadi alternatif utama sumber pembangunan dan menjadi harapan sebagai sektor unggulan pembangunan daerah. Potensi perikanan air payau (tambak) cukup besar dengan ketersediaan lahan seluas 13.584,6 Ha (www.sulbar.go.id) yang tersebar di Kabupaten Polman, Majene, dan Mamuju belum sepenuhnya tergarap, sehingga belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
2
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kondisi alam yang demikian seharusnya mampu memberikan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari subsektor perikanan budidaya, tetapi pada kenyataannya subsektor perikanan hanya berkontribusi 5–11 persen sejak tahun 2007. 12,00
Kontribusi (%)
10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 2007
2008
2009
2010
2011
2012
Tahun 2013
Sumber: BPS Sulawesi Barat (2008 –2014), diolah Gambar 1.1 Kontribusi Subsektor Perikanan terhadap PDRB Provinsi Sulawesi Barat, 2007–2013
5000 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 2009
2010
Sulawesi Selatan (1973 Km)
2011
2012
2013
Sulawesi Barat (750 Km)
Sumber: BPS (2009 –2013), diolah Gambar 1.2 Perbandingan Kontribusi Subsektor Perikanan terhadap PDRB Provinsi Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan, 2009–2013
3
Gambar 1.2 memperlihatkan bahwa potensi pada subsektor kelautan dan perikanan Provinsi Sulawesi Barat belum dimanfaatkan secara optimal. Walaupun terdapat perbedaan panjang garis pantai sebesar 1223 km atau dua setengah kali lipat dari Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi Barat seharusnya mampu menghasilkan dengan perbandingan yang sama. Namun pada kenyataannya, produksi perikanan Provinsi Sulawesi Barat berbeda hampir dua belas kali lipat dari Provinsi Sulawesi Selatan. Selain pemanfaatan potensi ikan tangkap dari lautan lepas yang masih merupakan wilayah Provinsi Sulawesi Barat, juga perlu dilakukan budidaya perikanan dengan berbagai jenis spesies biota yang dapat dibudidayakan. Upaya budidaya perikanan ini dilakukan untuk mencegah rusaknya ekosistem laut akibat aktivitas penangkapan ikan yang tidak sesuai dengan aturan serta penngkapan ikan secara berlebihan (overfishing). Pengembangan ekonomi di bidang kelautan dan perikanan juga perlu difokuskan perikanan budidaya tambak. Selain itu, pemanfaatan perikanan budidaya tambak juga dapat dijadikan komoditas unggulan untuk bahan ekspor yang dapat berimplikasi pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sulawesi Barat. Pertumbuhan hasil tambak di Sulawesi Barat sendiri dibandingkan dengan perikananan budidaya tambak secara nasional dapat dilihat pada Gambar 1.3.
4
Nasional
sulawesi Barat
13313838 9675553
7928962 6277923 4708565
2010
25342
2012
55432
48514
40315
29800 2011
2013
2014
Sumber: Statistik Dirjen PB KKP (2010–2014), diolah Gambar 1.3 Produksi Perikanan Budidaya Tambak Provinsi Sulawesi Barat, 2010–2014
Gambar 1.3 memperlihatkan bahwa pertumbuhan produksi perikanan budidaya tambak setiap tahunnya mengalami peningkatan sampai tahun 2014, tetapi masih lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan perikanan budidaya pada
tingkat
nasional.
Berdasarkan
data
tersebut,
pemerintah
perlu
mengoptimalkan perolehan pendapatan daerah dari hasil perikanan budidaya tambak dengan membuka peluang investasi untuk proyek pengembangan tambak di Provinsi Sulawesi Barat. Pengembangan perikanan budidaya tambak di Indonesia saat ini menjadi salah satu prioritas, terutama
kelas creustacea seperti udang, kepiting, dan
rajungan. Jenis komoditas ini banyak dikembangkan karena sangat bernilai ekonomis penting dan relatif mudah untuk dibudidayakan, yang di antaranya memberikan kontribusi terbesar yaitu sekitar 65 persen terhadap nilai ekspor nilai hasil perikanan pada tahun 2014 (www.djpb.kkp.go.id). Berdasarkan perhitungan data dari Shrimp News International, produksi udang vannamei Indonesia naik 31 persen dibanding tahun sebelumnya menjadi 504.000 metrik ton, sedangkan China menghasilkan 955.000 ton pada tahun 2014. Berdasarkan jumlah produksi
5
tersebut Indonesia menjadi menjadi produsen udang terbesar kedua di dunia setelah
China
menurut
perhitungan
Aquaculture
Asia
Pasific
(www.shrimpnews.com). Kehadiran jenis udang vannamei diharapkan tidak hanya menambah alternatif pilihan bagi petambak tapi juga menopang kebangkitan usaha pertambakan terutama komoditas udang. Selain memperkaya dan menambah alternatif jenis udang baru yang lebih tahan penyakit, peluang investasi pertambakan udang diyakini akan kembali prospektif. Hal tersebut didukung dengan hasil budidaya pada lahan uji coba di sejumlah daerah yang menunjukkan tingginya produktivitas. Sebagai contoh di kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan sebagai pemegang rekor dunia dengan jumlah produksi dalam perikanan budidaya sebesar 180 ton per Hektar pada Tahun 2012 (www.menpan.go.id) Budidaya perikanan tambak dari jenis vannamei ini juga direncanakan akan dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat yang akan diterapkan pada tambak pada tambak seluas 25000 m2. Untuk mengurangi risiko-risiko tertentu di masa yang akan datang dalam melakukan investasi proyek pertambakan tersebut terlebih dahulu harus dianalisis dalam hal usaha pengembangan aset daerah berupa tanah tambak tersebut.
1.2
Keaslian Penelitian Penelitian tentang analisis kelayakan pengembangan aset pemerintah
daerah Provinsi Sulawesi Barat dalam bidang agribisnis estate yaitu pada tanah tambak di Sampaga Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat mengacu pada
6
penelitian-penelitian terdahulu. Berikut akan dijelaskan beberapa penelitian terdahulu, baik yang dilakukan di dalam negeri maupun di luar negeri. Wyban, et al. (1987) menyebutkan bahwa untuk memprioritaskan pilihan, perlu untuk mengetahui produksi perbaikan dengan parameter tertentu yang akan memberikan hasil lebih besar. Dengan menggunakan financial analysis (NPV) dan sensitivity analysis. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan IRR antara proyek Hawaii dan Texas namun secara keseluruhan tidak berbeda dalam menanggapi IRR sebagai parameter perubahan biaya. Yasmin, et al. (2010) melakukan penelitian dengan tujuan untuk menilai profitabilitas dan
mengetahui sustainabalitas dari tambak udang air tawar.
Metode analisis yang digunakan yaitu Benefit Cost Ratio. Selain itu, peneliti juga mencari selisih antara revenue dengan total cost (fix cost dan variabel cost) untuk mengetahui profitabilitasnya. Hasil dari penelitian ini yaitu BCR >1 (2,69) dan perhitungan profit sebesar Tk.136,099.00. Meskipun petani di daerah penelitian menghadapi masalah yang berbeda, disimpulkan bahwa pertanian udang air tawar adalah berkelanjutan dan tidak memiliki efek merusak pada lingkungan. Kusumawardany
(2010)
malakukan
penelitian
untuk
mengetahui
kelayakan pengembangan kawasasan perikanan budidaya udang baik secara finansial maupun ekonomi dengan menggunakan alat analisis Revenue Cost Ratio, Benefit Cost Ratio, NPV, Payback Period, dan IRR. Hasil dari penelitian ini adalah usaha budidaya udang vannamei pada usaha JHD menghasilkan nilai keuntungan sebesar Rp998.045.513,20 dengan R/C sebesar 1,29 dan
nilai
7
payback period sebesar 2,80 tahun. Berdasarkan hasil analisis kelayakan finansial, maka lahan layak untuk dikembangkan. Tangvitoontham dan Papusson (2012) melakukan penelitian dengan menggunakan alat analisis finansial berupa NPV, EIRR dan CBA, penelitian ini menyimpulkan bahwa nilai sekarang dari total keuntungan bersih dari proyek ini adalah 2,887.19 juta Baht. Biaya ekonomi 2,268.48 juta Baht. EIRR adalah 16,81 persen yang lebih dari tingkat diskonto serta benefit/cost ratio lebih dari 1. Hal ini membuktikan bahwa proyek ini memberikan kontribusi untuk kesejahteraan sosial dan ekonomi. Roy, et al. (2013) melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui kelayakan budidaya Aquaponic pada kolam Polyculture. Alat analisis yang digunakan adalah Cost-Benefit Ratio. Dari perhitungan, didapatkan Cost-Benefit Ratio sebesar 7,82 yang menunjukkan bahwa proyek layak untuk dijalankan. Rangkuman dari beberapa penelitian terdahulu ditampilkan dalam Tabel 1.1 berikut. Tabel 1.1 Rangkuman Penelitian Terdahulu No
Peneliti et
Tujuan
1.
Wyban, (1987)
al.
2.
Yasmin, et al. (2010)
Memprioritaskan pilihan , perlu untuk mengetahui yang produksi perbaikan dengan parameter tertentu yang akan memberikan hasil lebih besar. Menilai profitabilitas, dan sustainabalitas dari tambak udang air tawar
Metode/Alt Analisis Financial analysis (NPV) dan sensitivity analysis
BCR, analisis profitabilitas (TR-TC)
Kesimpulan Ada perbedaan IRR antara proyek Hawaii dan Texas namun pertanian secara keseluruhan tidak berbeda dalam menanggapi IRR sebagai parameter perubahan biaya BCR >1 (2,69) Dengan profit Tk.136,099.00
sebsar
8
Tabel 1.1 Lanjutan No 3.
Peneliti Kusumawardany (2010)
Tujuan
Mengetahui kelayakan pengembangan kawasasan perikanan budidaya udang baik secara finansial maupun ekonomi. 4. Tangvitoontham Mengevaluasi biaya dan Papusson langsung dan tidak (2012) langsung dan manfaat dari Negeri Port A Project 5. Roy, et al. mengetahui (2013) kelayakan budidaya Aquaponic pada kolam Polyculture Sumber: Penelitian Terdahulu, diolah
Metode/Alt Analisis Revenue cost Ratio, benefit cost ratio NPV, Payback period, IRR
CBA, EIRR
NPV,
CBR
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis kelayakan finansial, maka penambahan luas lahan ini layak untuk dikembangkan
proyek ini memberikan kontribusi untuk kesejahteraan sosial dan ekonomi .
CBR>7,82 yang menunjukkan bahwa proyek ini layak untuk dijalankan.
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini kurang lebih sama dengan yang dilakukan oleh Kusumawardany yaitu menganalisis kelayakan pengembangan tambak budidaya udang dengan menggunakan alat analisis NPV, IRR, dan Payback Period. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut terletak pada analisis kelayakannya, penelitian ini berfokus pada analisis kelayakan dari beberapa aspek untuk pengembangan tambak yang merupakan aset Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Barat. Selain itu, lokasi dan luasan objek penelitian juga berbeda.
1.3
Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, dirumuskanlah
permasalahan penelitian. Permasalahan penelitian ini yaitu belum adanya analisis kelayakan dari berbagai aspek dan strategi pengembangan budidaya perikanan tambak dalam rangka optimalisasi aset daerah Provinsi Sulawesi Barat.
9
1.4
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, disusun pertanyaan penelitian.
Pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana hasil analisis kelayakan usaha budidaya udang Vannamei di Kecamatan Sampaga dari aspek pasar? 2. Bagaimana hasil analisis kelayakan usaha budidaya udang Vannamei di Kecamatan Sampaga dari aspek teknis? 3. Bagaimana hasil analisis kelayakan usaha budidaya udang Vannamei di Kecamatan Sampaga dari aspek finansial? 4. Bagaimana hasil analisis kelayakan usaha budidaya udang Vannamei di Kecamatan Sampaga berdasarkan hasil analisis sensitivitas? 5. Strategi alternatif apa yang akan digunakan dalam rangka pengembangan budidaya udang Vannamei di Kecamatan Sampaga?
1.5
Tujuan Penelitian Terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai penulis dalam melakukan
penelitian ini. Tujuan tersebut antara lain sebagai berikut. 1. Menganalisis kelayakan usaha budidaya udang Vannamei di Kecamatan Sampaga dari aspek pasar. 2. Menganalisis kelayakan usaha budidaya udang Vannamei di Kecamatan Sampaga dari aspek teknis. 3. Menganalisis kelayakan usaha budidaya udang Vannamei di Kecamatan Sampaga dari aspek finansial.
10
4. Menganalisis kelayakan usaha budidaya udang Vannamei di Kecamatan Sampaga berdasarkan hasil analisis sensitivitas. 5. Menganalisis strategi alternatif yang akan digunakan dalam rangka pengembangan budidaya udang Vannamei di Kecamatan Sampaga.
1.6
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat sebagai
berikut. 1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah Provinsi Sulawesi Barat dalam proses pembangunan dan pengembangan budidaya perikanan tambak. 2. Sebagai wahana bagi penulis untuk memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai penilaian dan manajemen proyek.
1.7
Sistematika Penulisan Tesis ini terdiri dari 5 bab. Bab I Pendahuluan membahas mengenai latar
belakang, tujuan, dan manfaat penelitian. Bab II Landasan Teori menguraikan secara sistematis landasan teori baik teori utama maupun teori pendukung serta kajian terhadap penelitian-penelitian terdahulu. Bab III Metode Penelitian berisi paparan tentang desain penelitian yang digunakan, metode pengumpulan data serta metode analisis yang digunakan. Bab IV Analisis menguraikan bagaimana proses mengolah dan menganalisis data. Bab V Simpulan dan Saran menyajikan simpulan berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan pada bab sebelumnya, serta memberikan saran atas hasil analisis yang telah dilakukan.
11