BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Angka kematian bayi (infant mortality rate) merupakan salah satu aspek penting dalam menggambarkan tingkat pembangungan sumber daya manusia di sebuah Negara, juga merupakan salah satu indikator yang paling sensitif dalam menentukan derajat kesehatan suatu daerah. Anak-anak khususnya dibawah lima tahun adalah individu yang rentan terhadap berbagai penyakit. Setiap tahunnya 12 juta anak di dunia meninggal sebelum mencapai usia lima tahun. Dari seluruh kematian tersebut 70% meninggal karena pneumonia, diare, campak dan malnutrisi (Depkes, 2009). Angka kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi jika di bandingkan dengan Negara-negara di ASEAN. Angka kematian Bayi (AKB) secara nasional sebesar 246/100.000 kelahiran hidup. Sementara di Provinsi Aceh sebesar 23/100 kelahiran hidup. Hal ini menunjukan bahwa AKB di Provinsi Aceh tahun 2011 masih cukup tinggi (Yulizar, 2012). Penyebab utama kematian bayi di Indonesia adalah Infeksi Saluran Penafasan Akut (ISPA) sebanyak 37%, dan 50% kematian bayi dan balita berkaitan dengan masalah kekurangan gizi. 13% penyebab lainnya adalah penyakit yang dapat di cegah melalui imunisasi seperti campak dan TBC. Jika program imunisasi dilaksanakan dengan baik dan menyuluruh maka keefektifitas imunisasi
1
2
dapat dicapai secara maksimal, dan akan berpengaruh terhadap angka kematian Bayi (Kompas, 2009). Sistem kesehatan Nasional Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Dasar utama pelayan kesehatan bidang preventif merupakan prioritas. pada tahun 1974 cakupan imunisasi baru mencapai 5% dan setelah dilaksanakannya imunisasi global yang di sebut extended program on immunization (EPI) cakupan terus meningkat dan hampir setiap tahun minimal 750.000 anak terhindar dari kecacatan namun demikian, masih ada salah satu dari empat orang anak yang belum mendapatkan imunisasi dan dua juta anak meninggal setiap tahunnya karena penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi (Ranuh dkk, 2008). Program imunisasi adalah bagian dari pelayanan kesehatan dasar. Program ini juga merupakan bagian upaya mempercepat pemutusan mata rantai penularan PD3I (Penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi) dengan tujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Kegiatan PD3I dilakukan melalui kegiatan PIN (Pekan Imunisasi Nasional), imunisasi TT 5 dosis pada wanita usia subur (WUS), serta penganggulangan KLB (Kejadian Luar Biasa) dari penyakitpenyakit yang dapat dicegah degan imunisasi khususnya campak (Depkes RI, 2009). Imunisasi bertujuan untuk melindungi individu dan masyarakat terhadap serangan penyakit infeksi dengan menggunakan vaksin yang aman, namun sebagian orang dapat mengalami reaksi setelah imunisasi yang bersifat ringan
3
(demam), kejang dan kelumpuhan. Pada beberapa kasus reaksi disebabkan oleh vaksin. Pada kasus lain penyebabnya adalah kesalahan pemberian vaksin, tetapi sebagian besar umumnya tidak berhubungan dengan vaksin akan tetapi berhubungan dengan cara penyuntikan, dan proses penyimpanan vaksin. Reaksi setelah imunisasi dapat menimbulkan sikap menolak dari masyarakat untuk pemberian imunisasi berikut, sehingga anak tersebut akan rentan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Untuk itu pelaporan KIPI yang cepat dan tepat diikuti dengan tindak lanjut yang benar dapat membantu pelaksanaan program mengatasi masalah dilapangan sehingga masyarakat tidak resah dan tetap mendukung program imunisasi (Ranuh dkk, 2008). Di Indonesia sendiri KIPI yang paling serius pada anak adalah reaksi anafilaksis, angka kejadian anafilaksis pada DPT diperkirakan 2 dalam 100.000 dosis, tetapi yang benar-benar reaksi anafilatik hanya 1-3 kasus diantara 1 juta dosis. Anak yang lebih besar dan orang dewasa lebih banyak mengalami sincope segera atau lambat. Episodehipotonik-hiporesponsif juga tidak jarang terjadi, secara umum dapat terjadi 4-24 jam setelah imunisasi (Ranuh dkk, 2008). Kasus KIPI Polio berat dapat terjadi pada 1/24-3000 juta dosis Vaksin, sedangkan kasus KIPI Hepatitis B pada anak dapat berupa demam ringan sampai sedang terjadi 1/14 Dosis Vaksin, dan pada orang dewasa 1/100 Dosis. kasus KIPI Campak berupa demam terjadi 1/6 Dosis yang terjadi pada 20% anak, ruam kulit ringan 1/20 Dosis yang terjadi pada 24% anak, kejang yang di sebabkan demam 1/300 Dosis. Reaksi alergi serius 1/1.000.000 Dosis, dan efek samping berat
4
berupa ensefalopati terjadi pada 1 diantara 2 juta Dosis Vaksin Campak. ( Maghfiroh, 2011 ). Kebanyakan anak menderita panas setelah mendapatkan imunisasi DPT, tetapi itu adalah hal yang wajar, namun sering kali ibu-ibu tegang, cemas dan khawatir apalagi kalau timbul bengkak di bekas tempat suntikan. Untuk anak yang memiliki riwayat kejang demam,imunisasi DPT tetap aman dan tidak membahayakan. Adapun penyebab kecemasan ibu di karenakan pemberitaan miring tentang efek samping imunisasi (Antono, 2011). Peran seorang ibu pada program imunisasi sangat penting karena pengetahuan tentang imunisasi sangat diperlukan dalam pelaksanann imunisasi (Tawi, 2008). Hasil cakupan imunisasi bayi di Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2012 adalah HB-0, 66.7%, BCG,89.1%, Polio 1, 89.3%, DPT/HB(1), 84.5% , Polio(2), 85.6%, DPT/HB(2), 83.3%, Polio(3), 81.0%, DPT/HB(3), 78.6%, Polio(4), 81.4%, dan Campak, 81.4%. Sedangkan hasil cakupan imunisasi bayi di Puskesmas Blang Kuta pada tahun 2012 adalah HB-0, 72.9%, BCG, 82.7%, Polio(1), 82.7%, DPT/HB(1), 79.6%, Polio(2), 79.6%, DPT/HB(2), 79.6%, Polio(3), 79.6%, DPT/HB(3), 80.4%, Polio(4), 80.4% dan Campak, 79.6%. Berdasarkan hasil wawancara awal terhadap 15 orang ibu yang membawa bayinya untuk di imunisasi di dapatkan 10 orang ibu berpendidikan rendah (SD/SMP), 4 orang ibu berpendidikan sedang (SMU) dan 1 orang ibu berpendidikan tinggi (Diploma/S1) dan yang mengalami reaksi sampingan demam
5
atau ruam kulit ringan setelah di imunisasi DPT-HB sebanyak 6 orang, BCG sebanyak 7 orang, dan Campak sebanyak 2 orang. Hampir semua ibu balita yang membawa anaknya keposyandu merasa cemas setelah mengimunisasikan anaknya. Ibu-ibu mengeluh dan khawatir karena anak –anak demam setelah di imunisasi, dan terkadang terjadi bengkak pada area tempat penyuntikan, sehingga membuat orang tua resah dan enggan membawa anaknya untuk kembali mendapatkan imunisasi. hal ini dikarenakan orang tua tidak mengetahui efek samping/reaksi dari pemberian imunisasi itu sendiri. Dimana masih ada ibu-ibu yang dilarang oleh suami membawa bayinya keposyandu untuk mendapatkan imunisasi Berdasarkan uraian diatas maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Sikap Ibu Mengenai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Kuta Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apa Saja Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Sikap Ibu Mengenai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Kuta Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013”
6
C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Sikap Ibu Mengenai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Kuta Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013. 2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui Hubungan Pendidikan Dengan Sikap Ibu Mengenai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Kuta Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013. 2. Mengetahui Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Ibu Mengenai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Kuta Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013. 3. Mengetahui Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Sikap Ibu Mengenai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Kuta Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013.
D. Manfaat Penulisan 1. Bagi Peneliti Hasil peneliti ini agar dapat menambah wawasan, ilmu pengetahuan dan perbandingan untuk penelitian selanjutnya dalam penulisan Skripsi.
7
2. Bagi Masyarakat Sebagai bahan masukan dan informasi tentag kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) agar semakin banyak ibu-ibu membawa anaknya untuk di imunisasi dan ibu tidak merasa cemas lagi jika anaknya mengalami kejadian ikutan pasca imunisasi 3. Bagi Tempat Penelitian Agar dapat meningkatkan penyuluhan kesehatan pada masyarakat khususnya tentang Imunisasi dan KIPI.
E. Keaslian Penelitian Penelitian ini sebelumnya pernah diteliti oleh Maghfiroh dengan judul Pengaruh Pelatihan terhadap Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu Pada KIPI sederhana akibat reaksi Suntikan langsung Di Puskesmas Kusuma Bangsa Kota Perkalongan Tahun 2011, dengan populasi semua ibu yang mempunyai bayi 1-12 bulan yang berjumlah 511 responden, sampel diambil menggunakan simple random sampling dan didapat jumlah sampel sebanyak 60 responden. Perbedaan dalam penelitian ini adalah jumlah populasi dan sampel, tempat dan waktu penelitian serta variable pendidikan dan dukungan keluarga. Kesamaan dari penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah subjek penelitian yaitu ibu-ibu yang mempunyai bayi 0-12 bulan.