BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Salah satu sastra yang dapat digunakan anak-anak adalah folklore lisan
berfungsi sebagai alat pendidikan anak (pedagogigal device) (Danandjaja,1977:3). Namun, Karya sastra sekarang ini tidak hanya dalam bentuk lisan, tetapi juga tulis. Sastra lisan sudah tergeser keberadaannya karena sastra lisan tersebut sudah dikemas dalam bentuk sastra tulis, baik adalam bentuk narasi maupun dalam bentuk komik cerita bergambar. Bahkan, karya sastra sekarang sudah dilakukan rekayasa teknologi dalam bentuk film kartun. Hal tersebut merupakan imbas dari pengaruh berkembangnya teknologi (Mursini, 2010:3). Selain dalam bentuk cetak, sastra anak juga populer dalam bentuk compact disk. Cerita si Komo dan si Unyil merupakan bentuk sastra anak yang monumental di tahun 1980-1990-an (Nurgiyantoro, 2005 via Mursini, 2010: 4). Kemudian pada tahun 2009 mulai muncul film kartun yang diimpor dari negara tetangga, salah satunya adalah Upin & Ipin dari Malaysia. Tidak hanya Malaysia, Korea juga menyumbang film kartun yang berjudul Hello Jadu. Serial kartun ini hanya dapat disaksikan di Disney Channel dan sudah di-dubbing ke dalam bahasa Indonesia
1
2
sehingga semua anak-anak Indonesia yang berlangganan TV cable dapat menyaksikannya. Serial kartun Korea karangan Soek JongSoe ini mengisahkan tentang kehidupan sehari-hari anak perempuan yang masih SD. Serial ini menceritakan kebodohan dan tingkah laku anak perempuan tersebut dalam kehidupan sehariharinya. Film ini menarik untuk diteliti karena mengingat Indonesia mempunyai budaya yang berbeda dengan Korea, gaya pembuatan film ini pun sangat berbeda dengan film Indonesia yang biasanya disajikan untuk anak-anak. Indonesia mempunyai budaya kesopanan dan norma-norma yang sangat kental, tetapi dalam film ini, penulis menemukan beberapa perilaku kasar yang ditampilkan dalam bentuk adegan-adegan tokoh yang seharusnya tidak dipertunjukkan untuk anak-anak, seperti adegan berkelahi sesama teman dan adegan melawan orang tua. Perilaku-perilaku tokoh di dalam film tersebut termasuk perilaku agresif. Agresi sebagai bentuk yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang baik secara fisik maupun mental (Berkowitz, 1993:4). Setelah mengetahui film kartun yang seharusnya dikemas untuk memberi pendidikan moral yang baik untuk anak justru menampilkan perilaku-perilaku agresi, penulis memutuskan untuk menjadikan film serial kartun Hello Jadu ini sebagai objek kajian penelitian. Penulis mengambil lima sample episode untuk diteliti lebih lanjut dan menelitinya dengan tujuh teori agresivitas dari Kenneth Moyer. Penulis memilih teori Kenneth Moyer karena Moyer merinci dan membagi teorinya lebih
3
detail dan lebih mudah dipahami daripada teori milih Freud dan Berkowitz yang telah lebih dahulu mendefinisikan agresi. Agresi adalah saah satu cabang dari ilmu psikologi. Perkembangan psikologi merupakan proses yang dinamis (Monk, 2001;1). Dalam proses tersebut sifat individu dan sifat lingkungan menentukan tingkah laku apa yang akan menjadi aktual dan terwujud. Film dan tayangan TV yang mengandung kekerasan dapat menimbulkan agresi pada seorang anak. Makin banyak menonton kekerasan dalam acara TV, makin besar tingkat agresivitas mereka terhadap orang lain, (Koeswara,1988: 45), Makin lama mereka menonton, makin kuat hubungan, tersebut. Robinson dan Bachman juga menemukan korelasi yang positif antara jenis film yang ditonton oleh anak-anak yang ditelitinya dan tingkah laku yang tampil pada anak-anak tersebut, yakni anakanak yang sering menyaksikan film-film kekerasan yang disampaikan oleh TV ratarata memiliki agresivitas yang lebih tinggi dibanding dengan anak-anak yang tidak suka atau jarang menyaksikan film-film kekerasan. Dengan adanya teori tersebut penulis memutuskan bahwa agresi yang terdapat dalam film kartun Hello Jadu dapat memberi
dampak
buruk
bagi
perkembangan
perilaku
anak-anak
yang
menyasikkannya sehingga penulis mengaitkan penelitian ini dengan pengaruh perkembangan anak-anak. Film ini lucu dan sangat menghibur, tetapi sangat disayangkan perilaku-perilaku agresif tokoh dalam film ini kurang tepat apabila disajikan untuk anak-anak yang belum mengerti mana yang harus ditiru dan mana yang tidak. Melihat begitu banyak agresi tokoh dalam film yang tidak tepat untuk
4
dikonsumsi anak-anak karena dapat mempengaruhi perkembangan anak, maka penulis ingin meneliti film ini lebih lanjut dengan kajian psikologi sastra. Teks sastra mempunyai unsur kompleks yang sedikitnya meliputi unsur kebahasaan, struktur wacana, keindahan, sosial budaya, nilai filosofis, agama, psikologis, dan lain-lain. Oleh karena itu, pendekatan sebagai suatu prinsip dasar yang digunakan seorang sewaktu mengapresiasikan sastra dapat bermacam-macam (Aminuddin, 1991: 40). Penulis akan mendefinisikan lebih rinci adegan-adegan tokoh-tokoh dalam film serial Hello Jadu yang termasuk dalam kategori agresi. Analisis ini merupakan langkah-langkah awal untuk mendapatkan pemahaman secara utuh mengenai karya sastra, tetaapi tidak boleh dimutlakkan dan ditiadakan atau dilampaui (Teew, 1988:141). Dengan adanya pemahaman mengenai film serial kartun tersebut, maka pembaca dapat menyimpulkan jenis perilaku agresif tokoh dan pengaruh buruknya untuk perkembangan anak-anak, terutama anak-anak pada masamasa perkembangan yang pembentukan perilakunya masih sangat dipengaruhi dengan apa yang dia lihat dan apa yang alami.
1.2
Rumusan Masalah 1. Bagaimana definisi agresi tokoh-tokoh dalam film serial kartun Hello Jadu?
5
2. Perilaku agresi apa saja di dalam film tersebut yang berpengaruh terhadap perkembangan anak?
1.3
Tujuan penelitian Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis adalah mendeskripsikan karakteristik
agresi tokoh-tokoh dalam film Hello Jadu yang menjadi perilaku agresif dan memaparkan perilaku-perilaku tokoh dalam film tersebut yang termasuk dalam kategori perilaku-perilaku agresi sehingga pada akhirnya dapat ditemukan perilakuperilaku agresi seperti apa yang dapat mempengaruhi perkembangan pola pikir dan mental psikologi anak-anak yang menyaksikan film tersebut.
1.4
Manfaat Penelitian Dalam
penulisan
ini,
penulis
berharap
pembaca
dapat
memahami
karakterikstik tokoh film serial Hallo Jadu dan memahami apa saja perilaku-perilaku yang termasuk dalam kategori agresi pada adegan-adegan dalam film tersebut. Penulis juga berharap dengan adanya penelitian ini para pembaca terutama orang tua dapat lebih berhati-hati memilih tontonan untuk buah hatinya serta mendampingi anak menonton TV apabila diperlukan. Semoga penelitian-penelitian yang dihasilka penulis mengandung indikasi yang cukup jelas bahwa film-film yang bertemakan atau berisi adegan-adegan kekerasan, khususnya yang disajikan pada TV, memiliki
6
pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan dan atau peningkatan agresivitas pada sementara penontonnya, yakni penonton dari kalangan anak-anak dan remaja yang sering menyaksikan film-film betemakan kekerasan (Koeswara, 1988:47). Terakhir, penulis berharap semoga penelitian ini dapat berguna dan bermanfaat untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
1.5
Batasan Masalah Penulis telah menetapkan batasan masalah dalam menganalisis film serial
kartun Hello Jadu ini hanya sebatas mengkaji karakteristik tokoh film tersebut yang terdiri atas lima episode, yakni, “Nama ku Choe Jadu” (내 이름은 최자두[nae ireumeun Choejadu]), “Jadu Suka” (자두가 좋아[Jaduga joha]), “Jadu, berperan sebagai Chunyang” (자두, 춘향이가 된 사연[Jadu, chunhyangiga doensayeon]),
“Episode Spesial Horor” (공포특집[gongpo theukjip]), dan “Coklat Valentine untuk Siapa, Ya?” (발렌타인 초콜릿은 누구에게[ballenthain chokolliteun nuguege]). Penelitian ini hanya sebatas menggambarkan karakteristik tokoh yang menjadi pelaku agresi di dalam film tersebut dan memaparkan perilaku-perilaku agresif tokoh-tokoh yang terdapat dalam beberapa adegan, mengelompokan agresi tersebut ke dalam beberapa tipe sesuai dengan teori agresivitas.
7
1.6
Tinjauan Pustaka Penelitian ini menggunakan beberapa buku yang menjadi pedoman penulis
untuk menyelesaikan skripsi ini, antara lain adalah buku E. Koeswara Agresi Manusia cetakan pertama yang terbit tahun 1988. Lalu, penulis juga menggunakan buku karya Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan yang berjudul Dasar-dasar Psikosastra, kemudian buku karya Eric Fromm yang berjudul Akar Kekerasan cetakan ke IV tahun 2010, dan buku karya Sri Esti Wuryani Djiwandono yang berjudul Konseling dan Terapi dengan Anak dan Orang Tua sebagai penyempurna analisis penulis. Penulis juga menggunakan referensi skripsi tahun 2005 karya Lediva Thianingga Pinggi dari Jurusan Sastra Perancis Universitas Gadjah Mada yang berjudul “Pengaruh Lingkungan Pada Tokoh Dalam Cerita Mondo Et Autres Histoires karya Le Clezio: Sebuah Kajian Struktural”. Pada skripsi karya Lediva, teori yang digunakan adalah teori psikologi perkembangan dan struktural, namun Lediva lebih menfokuskan analisisnya pada kajian struktural tokoh dan lebih menonjolkan pengaruh yang disebabkan dari lingkungan terhadap perilaku-perilaku tokoh di dalam cerita. Kemudian, penulis juga menggunakan skripsi tahun 2010 karya Dentia Yustisia dari Jurusan Sastra Perancis Universitas Gadjah Mada yang berjudul “Perilaku Agresif Anak dalam Komik Titeuf”. Apabila skripsi karya Lediva sedikit menggambarkan teori psikologi perkembangan pada tokoh di dalam cerita, skripsi karya Dentia hanya memaparkan bentuk-bentuk perilaku agresif anak yang terdapat dalam komik menggunakan teori agresivitas. Terakhir, penulis menggunakan
8
skripsi tahun 2003 karya Rahmah Inayatun dari Jurusan Sastra Jepang yang berjudul “Tokoh dan Latar dalam Komik Chibi Maruko Chan Karya Sakura Momoko” sebagai referensi teori struktural tokoh untuk meneliti tokoh dalam film kartun Hello Jadu.
1.7
Landasan Teori Untuk mengkaji lebih dalam mengenai pengaruh perilaku tokoh-tokoh yang ada
di dalam film Hello Jadu, penulis menggunakan dua teori yang terdiri dari teori utama, yakni Teori Agresivitas yang digunakan sebagai landasan untuk meneliti perilakuperilaku agresif yang muncul dalam film serial kartun Hello Jadu.
1.7.1 Agresivitas Agresi, menurut Baron (via Koeswara,1988:5) adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakaan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Definisi agresi Baron ini mencakup empat faktor: tingkah laku, tujuan untuk melukai atau mencelakakan (termasuk mematikan atau membunuh), individu yang menjadi pelaku dan individu yang menjadi korban, dan ketidakinginan si korban menerima tingkah laku si pelaku. Perlunya definisi yang tegas dan jelas tentang agresi itu akan lebih terasa apabila kita mengingat fakta bahwa dalam percakapan sehari-hari, istilah “agresif”, yang merupakan kata sifat dari agresi, digunakan secara luas untuk menerangkan sejumlah
9
besar tingkah laku yang memiliki dasar motivasional yang berbeda-beda dan sama sekali tidak mereprentasikan agreasi atau tidak bisa disebut agresi dalam pengertian yang sesungguhnya.(Koeswara,1988:4) Menurut Leonard Berkowitz (1969) (via Koeswara,1988:5), salah seorang yang dinilai paling kompeten dalam studi tentang agresi, membedakan agresi sebagai tingkah laku sebagaimana diindikasikan oleh definisi Baron dengan agresi sebagai emosi yang bisa mengarahkan kepada tindakan agresif. Di samping itu, Berkowitz membedakan agresi ke dalam dua macam agresi, yakni agresi instrumental (instrumental aggression) dan agresi benci (hostile aggression) atau disebut juga agresi impulsif (impulsive aggression). Yang dimaksud agresi instrumental adalah agresi yang dilakukan oleh prganisme atau individu sebagai alat atau cara untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan agresi benci atau agresi ipusif adalah agresi yang dilakukan semata-mata sebagai pelampiasan keinginan untuk melukai atau menyakiti, atau agresi tanpa tujuan selain untuk menimbulkan efek kerusakan, kesakitan, atau kematian pada sasaran atau korban. Berkowitz memang telah membedakan agresi ke dalam dua macam agresi sebagaimana telah disinggung di atas. Pembagian agresi lebih lengkap diajukan oleh Kenneth Moyer (1971) yang merinci agresi ke dalam tujuh tipe agresi, yaitu sebagai berikut,
10
a. Agresi predatori: agresi yang dibangkitkan oleh kehadiran objek alamiah (mangsa). Agresi predatori ini biasanya terdapat pada organism atau species hewan yang menjadikan hewan dari species lain sebagai mangsanya. (Koeswara,1988:6) Agresi predatori atau sering disebut juga dengan agresi pemangsaan oleh Erich Fromm merupakan agresi yang tidak sama dengan agresi defensif. Bukti eksperimen semakin menunjukkan bahwa landasan neurofisiologi untuk agresi pemangsaan ini berbeda dengan agresi jenis lain. Perilaku pemangsaan tidak hanya memiliki substrata neurofisiologi, yang berbeda dengan yang ada pada agresi defensif. Namun demikian, perilaku ini sendiri juga berbeda. Perilaku ini tidak menunjukkan amarah dan tidak dapat dipersamakan dengan perilaku penyelamatan-diri. Perilaku ini ditentukan oleh tujuan jelas, maka ketegangan pada diri si pelaku (dalam hal ini binatang) akan berangsur sirna. Tentu saja, perilaku pemangsa bersifat agresif, namun yang perlu ditambahkan adalah bahwa agresi ini berbeda dengan agresi yang terkait dengan amarah yang ditimbulkan oleh ancaman. Agresi ini tidak jauh beda dengan agresi instrumental, yakni agresi yang ditujukan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Binatang non-pemangsa kurang memiliki agresi ini. Secara filogenetik manusia menurupakan binatang non-pemangsa. Apabila tujuan dari agresi ini tercapai, (dalam kasus ini adalah untuk mencari makan) maka perilaku agresif si pelaku pun akan serta merta hilang.
11
b. Agresi antarjantan: agresi yang secara tipikal dibangkitkan oleh kehadiran sesama jantan pada suatu species. (Koeswara,1988:6) Agresi ini biasanya timbul antar sesama species jantan. Konsep agresi antarjantan ataupun yang biasa disebut oleh Eric Fromm dengan agresi penegasan diri tampaknya didukung dengan pengamatan tentang kaitan antara hormon jantan dengan agresi. Sejumlah eksperimen menunjukkan bahwa hormon jantan cenderung membangkitkan perilaku agresif.(Fromm, 2010; 264). Bahwa agresi jantan pada dasarnya berbeda dengan kedestruktifan atau kekejaman dapat kita ketahui dari adanya bukti-bukti yang mengarah pada asumsi bahwa wanita kurang destruktif atau kurang kejam dibanding pria (Fromm, 2010: 267). c. Agresi ketakukan: agresi yang dibangkitkan oleh tertutupnya kesempatan untuk menghindar dari ancaman (Koeswara,1988:6). Ketakutan, seperti halnya rasa sakit, merupakan perasaan yang paling tidak menyenangkan dan, karenanya, manusia akan melakukan apa saja untuk menghilangkannya. Manusia, dikarunia kemampuan memperkirakan dan membayangkan, tidak hanya bereaksi terhadap bahaya dan ancaman yang ada atau terbayangkan, manun juga terhadap bahaya dan ancaman yang menurut perkiraannya akan terjadi di waktu mendatang (Fromm, 2010; 273). Jika individu atau kelompok merasa terancam, mekanisme agresi defensive akan dikerahkan meski ancaman itu belum segera datang; dengan demikian, kemampuan manusia untuk meramal datangnya ancaman meningkatkan kekerapan reaksi
12
agresifnya.
Pernyataan
tentang
reaksi-reaksi
terhadap
bahaya
yang
mengancam kepentingan vital juga dapat diungkapkan dengan cara yang berbeda, dan cara yang lebih umum adalah dengan menyatakan bahwa ketakutan cenderung memobilisir agresi ataupun kecenderungan untuk menyelamatkan diri. Yang kedualah yang sering terjadi manakala seseorang masih memiliki jalan keluar untuk menyelamatkan “muka”-nya, namun jika dia dalam keadaan tersudut dan tidak ada lagi peluang untuk lari, yang cenderung muncul adalah agresi. (Fromm, 2010; 276-277). d. Agresi tersinggung: agresi yang dibangkitkan oleh perasaan tersinggung atau kemarahan: respons menyerang muncul terhadap stimulus yang luas (tanpa memilih sasaran), baik berupa objek-objek hidup maupun objek-objek mati. (Koeswara,1988:6). Apakah yang menjadi sasaran agresi adalah orang asing, kerabat dekat, atau sahabat, tidak ada bedanya; lantaran yang terjadi adalah bahawa si aggressor merasa sakit hati oleh perkataan atau kelakuakn orang lain sehingga memutuskan hubungan emosi dengan orangorang lain sekaligus bersikap “dingin” terhadapnya. Dengan kata lain agresi ini timbul karena adanya perkataan dari orang lain yang tidak diinginkan terhadap dirinya. e. Agresi pertahanan: agresi yang dilakukan oleh organism dalam rangka mempertahankan daerah kekuasaannya dari ancaman atau gangguan anggota species-nya sendiri. Agresi pertahanan ini disebut juga agresi territorial (Koeswara,1988:6). Pemertahanan wilayah berfungsi untuk menghindari
13
pertarungan serius yang terpaksa dilakukan jika wilayah dijarah sedemikian rupa hingga timbul kekacauan. Sebenarnya perilaku ancaman yang terejawantah dalam agresi territorial itu sendiri merupakan cara-cara yang berpola naluri dalam mempertahankan keseimbangan ruang dan menjaga perdamaian.(Fromm, 2010; 154-155). Secara garis besar dapat kita lihat bahwa
agresi
pertahanan
muncul
untuk
mempertahannya
wilayah
kekuasaannya dari serangan musuh. Apabila species itu tidak merasa adanya ancaman di wilayah teritorialnya maka agresi itu tidak akan terjadi. f. Agresi maternal: agresi yang spesifik pada species atau organism betina (induk) yang dilakukan dalam upaya melindungi anak-anaknya dari berbagai ancaman (Koeswara,1988:6). g. Agresi instrumental: agresi yang dipelajari, diperkuat (reinforced), dan dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang diperlukan dan diinginkan. Yang menjadi tujuan dari agresi inibukanlah penghancuran, karena penghancuran itu sendiri hanya berfungsi sebagai sarana (instrument) untuk mencapai tujuan yang sebenarnya. Kesulitan yang muncul dalam memahami agres instrumental adalah rancunya istilah “perlu” dan “diinginkan”. Tidaklah sulit mendefinisikan kata „perlu‟ sebagai kebutuhan fisiologis yang tidak dapat ditawar-tawar lagi, misal mencegah kelaparan. Jika seseorang mencuri atau merampok karena mereka butuhkan, maka agresi yang dia lakukan itu merupakan tindakan yang termotifasi oleh kebutuhan
14
fisiologis. Demikian pula suku primitif yang kelaparan dan menyerang suku lain yang kondisinya lebih baik (Fromm, 2010; 290). Agresi yang ditimbulan oleh alasan-alasan kebutuhan tersebut dapat dikategorikan menjadi agresi instrumental. Dengan kata lain, agresi instrumental adalah agresi yang timbul untuk mencapai atau mendapatkan sesuatu untuk kepuasannya atau kebutuhannya dan agresi yang timbul bukan menjadi tujuan si pelaku melainkan hanya sarana untuk mencapai sesuatu. Jika kita menggunakan istilah itu dalam pengertian semacam ini, maka akan ada aspek lain-yang justru sangat menentukan motivasi agresi- yang menyelinap ke dalam permasalahan agresi instrumental. Dalam kenyataannya orang menginginkan hal-hal bukan hanya untuk keperluannya bertahan hidup, bukan hanya member basis materi untuk kehidupan yang sejahtera; pada umumnya orang dalam budaya kita memiliki sifat yang rakus; rakus akan makanan, minuman, seks, harta, kekuasaan, dan ketenaran. Kerakusan mereka mengkin tertuju kepada salah satu dari enam hal itu, bukannya kepada selain hal itu. Orang pada umumnya tidak dapat dipuaskan dan tidak akan pernah merasa puas, Fromm(. 2010, 291). Tampak bahwa Moyer berusaha melakukan pembagian agresi bukan hanya secara lengkap dan terinci, melainkan juga luas, yakni mencakup berbagai tingkah laku agresif pada species hewan dan manusia. Dari ketujuh tipe agresi yang dikemukakan oleh Moyer itu tidak ada satu pun tipe agresi yang eksklusif dalam arti bahwa ketujuh
15
tipe agresi tersebut, dengan intensitas atau frekuensi kemunculan yang berbeda, bisa ditemukan, baik pada species hewan maupun pada manusia (Koeswara,1988:6) Berbicara tentang agresi dan film kartun, maka tidak akan jauh dari kata anakanak. Film kartun cenderung dibuat untuk anak-anak dan film kartun yang di dalamnya menggambarkan perilaku perilaku agresif akan cenderung di tiru oleh anak-anak, karena anak-anak pada masa perkembangan sangat rentan terpengaruh dengan hal-hal baru yang mereka lihat sehari-hari. Psikologi perkembangan menelaah berbagai perubahan intraindividual yang terjadi dalam perubahan intraindividual (Hurlock, 1978:2). Sebuah definisi yang relevan dikemukakan oleh monk, perkembangan psikologis merupakan suatu proses yang dinamis. Dalam proses tersebut sifat individu dan sifat lingkungan menentukan tingkah laku apa yang menjadi aktual dan terwujud (monks, 2002:1) Perkembangan adalah perubahan-perubahan psiko-fisik sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisik pada anak, di tunjang oleh faktir lingkungan
dan
proses
belajar
dalam
pasang
waktu
tertentu
menuju
kedewasaan.(Kartini, 2007:21). Perkembangan anak tidak berlangsung secara mekanis-otomatis. Sebab perkembangan tersebut sangat bergantung pada beberapa faktor secara simultan, yaitu: 1. Faktor Herediter (warisan sejak lahir, bawaan)
16
2. Faktor Lingkungan yang menguntungkan atau yang merugikan 3. Kematangan fungsi-fungsi organis dan fungsi-fungsi psikis. 4. Aktivitas anak sebagai seubjek bebas yang berkemauan, kemampuan seleksi, bisa menolak atau menyetujui, memiliki emosi, serta usaha membangun diri sendiri. Setiap fenomenon/gejala perkembangan anak merupakan produk dari kerjasama dan pengaruh timbal-balik antara potensi-alitas hereditas
dengan faktor-faktor
lingkungan (Kartini, 2007:23). Dengan kata lain, film kartun dan segala hal yang ada di
dalamnya
dapat
menyumbang
pembentukan
anak-anak
pada
periode
perkembangan. Tontonan baik akan membentuk pola perilaku anak menjadi sosok yang baik, sedangkan tontonan yang buruk akan membentuk pola perilaku anak yang buruk. Tontonan anak yang biasa dikonsumsinya sehari-hari tanpa pengawasan dan bimbingan orang dewasa akan ikut menyumbang pembentukan perilaku-perilaku buruk dan pola pikir anak kedepannya.
1.8
Metode penelitian Metode berasal dari bahasa Yunani methodos (Sangidu, 2005:12) yang artinya
cara atau jalan yang digunakan penulis untuk memahami objek yang akan dikaji.
17
1.8.1 Metode Pengumpulan Data Awalnya penulis menentukan tema penelitian lalu menentukan materi yang akan digunakan. Setelah mempertimbangkan beberapa karya sastra dan mendalami tentang teori teori sastra, penulis menemukan film serial yang menarik untuk di teliti yakni Hello Jadu. Setelah menonton berkali-kali dan menemukan adanya banyak perilaku agresi dalam film yang memang disajikan untuk konsumsi anak-anak, penulis akhirnya menetapkan film serial kartun yang berjudul Hallo Jadu sebagai objek material yang akan diteliti dan menjadikan beberapa episode film serial ini serta subtitle film sebagai data dan menggunakan teori agresivitas dan teori struktural untuk meneliti perilaku di dalam film serial kartun tersebut.
1.8.2 Metode Analisis Data Objek material penulis adalah film serial kartun yang berjudul Hello Jadu sedangkan objek formalnya adalah karakteristik sifat yang memicu timbulnya perilaku agresi dan perilaku tokoh yang menjadi pelaku perilaku agresi di dalam film tersebut. Penulis menggunakan metode analisis agresivitas. Secara umum metode psikologi sastra yang digunakan untuk menganalisis karya sastra ada tiga macam. Pertama, menguraikan hubungan ketidaksengajaan antara pengarang dan pembaca. Kedua, menguraikan kehidupan pengarang untuk memahami karyanya. Ketiga, mengurai karakter para tokoh yang ada di dalam karya yang diteliti (Scott, 1962: 69-
18
70 via Sangidu, 2005: 30). Akan tetapi batasan masalah penelitian film serial ini hanya sebatas menganalisis perilaku tokoh dalam cerita, maka penulis hanya menggunakan metode ketiga saja. Karena penulis ingin meneliti lebih dalam tentang perilaku-perilaku tokoh yang merupakan perilaku agresi maka penulis menggunakan teori agresivitas.
1.8.3 Tahap-Tahap Penelitian 1. Menentukan objek penelitian. 2. Menonton berkali-kali dan memahami subtitle film. 3. Menentukan objek formal. 4. Klasifikasi data. 5. Menentukan Sample. 6. Menentukan kata, frase. 7. Sumber yang mendukung. 8. Teori analisis data. 9. Menarik kesimpulan. 10. Menyusun dan menarik hasil kesimpulan.
19
1.9
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan oleh penulis meliputi tiga bab. Bab
pertama pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab kedua berisi bentuk-bentuk perilaku di dalam film serial kartun Hallo Jadu penulis mengelompokkan perilakuperilaku agresi di dalam film tersebut menggunakan teori agresivitas disertai dengan penggambaran dan bukti adegan dalam film. Bab ketiga merupakan simpulan yang berisi kesimpulan tentang objek material yang telah dianalisis.