BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini peningkatan kinerja Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) masih dilanda berbagai hambatan dan tantangan dalam menghadapi persaingan. Hambatan dan tantangan yang dihadapi oleh pengusaha UMKM dalam meningkatkan kinerja usahanya adalah keterbatasan modal yang dimiliki. Permodalan merupakan salah satu masalah mendasar yang dihadapi oleh UMKM dengan terbatasnya akses mereka terhadap sumber-sumber pembiayaan dari lembaga keuangan perbankan, menurut Wijino (2005) dalam Maratis (2014). Keterbatasan modal tersebut akan mempengaruhi kinerja UMKM yaitu menurunnya kemampuan dalam memproduksi barang dan jasa secara efektif, berkurangnya jumlah tenaga kerja yang mengakibatkan ruang lingkup usaha menjadi terbatas, pendapatan usaha menjadi rendah karena tidak ada barang yang dijual, dan efisiensi produksi yang tidak berjalan dengan baik sehingga biaya produksi menjadi tinggi. Bagi pengusaha UMKM, kredit dirasa cukup penting mengingat kebutuhan pembiayaan modal kerja dan investasi diperlukan untuk menjalankan usaha dan meningkatkan kinerja usahanya. Menurut Beck (2006), UMKM merupakan sektor bisnis yang memiliki jumlah cukup banyak di negara-negara maju maupun berkembang. Di Indonesia UMKM menjadi bagian penting dari sistem perekonomian, hal ini karena UMKM
1
merupakan unit-unit usaha yang lebih banyak jumlahnya dibandingkan usaha industri berskala besar. Keunggulan lainnya yang dimiliki oleh UMKM adalah mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak dan mempercepat proses pemerataan sebagai bagian dari pembangunan. Menurut Suryadharma Ali (2008) dalam Agung (2013), menyatakan bahwa benteng pertahanan ekonomi nasional adalah UMKM sehingga bila sektor tersebut diabaikan maka sama halnya tidak menjaga benteng pertahanan Indonesia. Kondisi tersebut sejalan dengan hasil penelitian empiris yang dilakukan oleh Demirbag et al., (2006), menyimpulkan bahwa keberhasilan usaha kecil dan menengah (small-medium enterprises) memiliki dampak langsung terhadap pembangunan ekonomi baik pada negara maju maupun negara berkembang. UMKM diharapkan dapat berperan sebagai salah satu sumber penting dalam meningkatkan sumber pendapatan dan memperluas kesempatan kerja bagi masyarakat. Menurut Nuhung (2011) dalam Ariani (2013), menyatakan bahwa melalui kewirausahaan, UMKM berperan penting dalam menekan angka pengangguran, menyediakan lapangan kerja, mengurangi angka kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan dan membangun karakter bangsa. Peranan UMKM dalam pembangunan ekonomi diharapkan tetap berlanjut dengan cara pemerintah dan pihak terkait memiliki tujuan yang jelas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan kinerja UMKM. Hyland et al (2000) mengemukakan bahwa usaha kecil kebanyakan tidak memiliki strategi atau kekurangan ahli strategi. Hal ini yang menyebabkan UMKM sulit berkembang. Menurut Mc Cormick et.al, (1997), kinerja UMKM dipengaruhi
2
oleh dua faktor utama yakni faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal meliputi aspek sumber daya manusia (SDM), aspek keuangan, aspek teknis produksi dan aspek pemasaran. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari kebijakan pemerintah, aspek sosial budaya dan ekonomi, serta peranan lembaga terkait seperti pemerintah, perguruan tinggi, swasta, dan lembaga sosial masyarakat (LSM). Peranan perbankan dalam pembangunan ekonomi yaitu sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak (Siamat, 2004:87). Sebagian besar pengusaha UMKM masih menghadapi permasalahan terkait masih terbatasnya penyediaan produk jasa lembaga keuangan, khususnya modal pinjaman dan keterbatasan akses pendanaan ke lembaga keuangan. Keterbatasan akses pendanaan ke lembaga keuangan, salah satunya disebabkan oleh keterbatasan aset yang dimiliki oleh pengusaha UMKM untuk dijadikan jaminan kredit di bank. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) diperoleh informasi bahwa kendala dalam memperoleh akses kredit dari lembaga perbankan sebagian besar disebabkan
oleh
masalah
jaminan
dan
prosedur
pengajuan
pinjaman.
Permasalahan timbul ketika pengusaha UMKM dihadapkan kepada kelengkapan persyaratan bank guna memperoleh pinjaman modal. Meskipun usaha mereka feasible namun sebagian besar pengusaha mengalami kesulitan dalam penyediaan
3
aset dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi persyaratan jaminan kredit bank. Maka pemerintah meluncurkan kredit bagi UMKM dan Koperasi dengan pola penjaminan dengan nama Kredit Usaha Rakyat (KUR). Jenis usaha yang dibiayai KUR meliputi perdagangan, pertanian, komunikasi, restoran, dan lain-lain. Kredit Usaha Rakyat adalah kredit/pembiayaan kepada Usaha Mikro Kecil Menengah Koperasi (UMKM-K) dalam bentuk pemberian modal kerja dan investasi yang didukung fasilitas penjaminan untuk usaha produktif. KUR merupakan program yang dicanangkan oleh pemerintah namun sumber dananya berasal sepenuhnya dari dana bank. Pemerintah memberikan penjaminan terhadap resiko KUR sebesar 70 persen sementara sisanya sebesar 30 persen ditanggung oleh bank pelaksana (Peraturan Menteri Keuangan, 2008). Menurut Athesa dan Edia (2006:20), kontribusi micro banking terhadap kinerja Bank Rakyat Indonesia (BRI) sangat besar. Hal ini yang menyebabkan BRI menjadi salah satu bank yang dipercaya pemerintah dalam melaksanakan program KUR. BRI sebagai micro banking berupaya membantu mengembangkan UMKM dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu bentuk upaya tersebut adalah dengan menyukseskan program pemerintah yaitu kredit usaha rakyat bagi UMKM. Kredit usaha rakyat ini diharapkan menjadi alternatif bagi UMKM untuk mendapatkan modal pinjaman. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali laju pertumbuhan PDRB Kabupaten dan Kota di Provinsi Bali pada tahun 2013 dan 2013 rata-rata mengalami penurunan. Hal ini karena rata-rata pendapatan
4
masyarakat di Provinsi Bali rendah. Pada tahun 2012 jumlah PDRB di Provinsi Bali yaitu sebesar 6,65 persen mengalami penurunan pada tahun 2013 menjadi 6,05 persen. Pertumbuhan laju PDRB Kabupaten dan Kota di Provinsi Bali tahun 2012 dan 2013 dapat dilihat pada Tabel 1.1, sebagai berikut. Tabel 1.1 Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Harga Konstan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2012-2013 Tahun (%) Kabupaten/kota 2012 2013 Jembrana 5,90 5,38 Tabanan 5,91 6,03 Badung 7,30 6,41 Gianyar 6,79 6,43 Klungkung 6,03 5,71 Bangli 5,99 5,61 Karangasem 5,73 5,81 Buleleng 6,52 6,71 Denpasar 7,80 6,54 Bali 6,65 6,05 Sumber : BPS Provinsi Bali, 2013 Berdasarkan Tabel 1.1 Kabupaten Jembrana pada tahun 2013 memiliki laju pertumbuhan PDRB terendah dibandingkan kabupaten lain di Provinsi Bali yaitu sebesar 5,38 persen. Dilihat dari laju pertumbuhan PDRB yang rendah, tidak sebanding dengan jumlah UMKM yang dimiliki Kabupaten Jembrana yang cukup tinggi dan mampu menyerap tenaga kerja yang banyak. Berdasarkan data Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Bali, Kabupaten Jembrana merupakan kabupaten yang memiliki jumlah unit usaha UMKM tertinggi peringkat ketiga di Provinsi Bali. Kabupaten Jembrana berada pada peringkat ketiga setelah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. Jumlah unit usaha UMKM yang dimiliki Kabupaten
5
Jembrana pada tahun 2014 adalah 8.381 unit usaha dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 9.903 orang. Tabel 1.2 menunjukkan jumlah UMKM di Kabupaten/Kota Provinsi Bali tahun 2013 dan 2014. Tabel 1.2 Jumlah Unit Usaha dan Tenaga Kerja Pada UMKM Kabupaten/Kota Provinsi Bali Tahun 2013-2014 Kabupaten/ Kota
2013 2014 Unit Tenaga Kerja Unit Tenaga Kerja Usaha (Orang) Usaha (Orang) Jembrana 8.103 9.558 8.381 9.903 Tabanan 7.901 5.894 8.032 6.229 Badung 12.629 14.330 12.969 14.846 Gianyar 6.801 16.060 6.980 11.367 Klungkung 6.834 4.598 6.889 4.623 Bangli 6.818 8.805 6.921 4.125 Karangasem 5.102 3.789 5.237 3.809 Buleleng 4.066 5.515 4.346 5.203 Denpasar 11.151 27.867 11.575 29.602 Bali 69.405 83.519 71.330 89.707 Sumber : Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Bali, 2014 Berdasarkan Tabel 1.2 unit usaha di Kabupaten Jembrana tahun 2013 dan 2014 berada pada peringkat ketiga di Provinsi Bali. Jumlah unit usaha tersebut mampu menyerap tenaga kerja sejumlah 9.558 orang pada tahun 2013 dan meningkat sejumlah 9.903 orang pada tahun 2014. Perkembangan jumlah UMKM di Kabupaten Jembrana tahun 2009 sampai 2014 dapat dilihat pada Tabel 1.3. Pada tahun 2012 jumlah unit usaha UMKM di Kabupaten Jembrana mengalami penurunan, oleh karena pendataan kembali yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian,
Perdagangan
dan
Koperasi
mengklasifikasi UMKM sesuai jenis usaha.
6
Kabupaten
Jembrana
dengan
Tabel 1.3 Jumlah Unit Usaha UMKM dan Tenaga Kerja Kabupaten Jembrana Tahun 2009-2014 Tenaga Kerja Tahun Unit Usaha (Orang) 2009 19.071 8.655 2010 19.181 7.943 2011 20.872 9.087 2012 21.302 9.526 2013 8.103 9.559 2014 8.381 9.903 Sumber: Diperindagkop Kabupaten Jembrana, 2014 Berdasarkan Tabel 1.3, terjadi penurunan jumlah unit usaha UMKM tersebut sebesar 61,97 persen pada tahun 2013 dari jumlah tahun sebelumnya sebesar 21.302 unit usaha. Untuk membantu pengusaha UMKM meningkatkan kinerja usahanya, pemerintah daerah bersama BRI memberikan solusi melalui bantuan kredit usaha rakyat (KUR). Kebijakan mengenai permodalan UMKM tersebut memberikan dampak positif dengan adanya peningkatan unit usaha UMKM tahun 2014 meningkat menjadi 8.381 unit usaha atau 3,31 persen. Pemerintah daerah Kabupaten Jembrana mengharapkan jumlah unit usaha UMKM setiap tahunnya terus meningkat, yang akan berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat. Bantuan dalam bentuk kredit modal akan membantu pengusaha UMKM dalam meningkatkan kinerja usahanya. Sulitnya memperoleh modal pinjaman merupakan salah satu faktor yang menyebabkan banyak UMKM mengalami kebangkrutan. Pemberian kredit modal usaha ini khususnya dari BRI unit di Kabupaten Jembrana kepada pengusaha UMKM diharapkan memberikan dampak
7
positif terhadap perkembangan UMKM di Kabupaten Jembrana. Hal ini karena dengan pemberian KUR kepada masyarakat, secara tidak langsung memberikan dorongan untuk berusaha membuka usaha dan mengembangkannya. Dengan peningkatan jumlah UMKM di Kabupaten Jembrana akan berdampak terhadap berkurangnya pengangguran dan meningkatkan investasi karena akan banyak dibuka lapangan pekerjaan. Menurut Mulyono (2006), pemberian kredit bagi UMKM memiliki pengaruh positif terhadap volume usaha. Kredit yang diterima UMKM digunakan untuk pembelian bahan baku dan peralatan usaha. Peningkatan volume usaha akan berpengaruh pada meningkatnya produksi barang. Kegiatan produksi tidak akan berjalan jika bahan baku dan peralatan yang digunakan untuk proses produksi tidak tersedia. Kredit modal kerja yang diberikan dapat membantu pengusaha UMKM dalam mengatasi permasalahan permodalan. Modal tambahan yang diperoleh UMKM dapat digunakan untuk membeli bahan-bahan yang diperlukan untuk proses produksi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Munizu (2010), menyatakan bahwa kredit yang diterima oleh UMKM berpengaruh positif terhadap jumlah tenaga kerja. Semakin banyak modal kerja yang dimiliki pengusaha UMKM maka semakin banyak tenaga kerja yang dapat dipekerjakan. Hal ini karena pengusaha UMKM mendapatkan modal untuk diberikan kepada tenaga kerja dalam bentuk upah. Jumlah tenaga kerja yang meningkat akan mempengaruhi proses produksi,
8
sehingga akan menghasilkan produk yang lebih banyak dan meningkatkan kinerja usahanya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Inayah, dkk (2014), menyimpulkan bahwa kredit modal kerja berpengaruh positif terhadap pendapatan bersih usaha kecil dan menengah sektor formal. Semakin banyak kredit modal kerja yang diperoleh maka semakin banyak pendapatan yang akan didapatkan oleh UMKM. Kredit modal kerja akan menambah modal yang dimiliki oleh UMKM, modal tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan proses produksi barang dan membayar upah tenaga kerja. Dengan tambahan modal yang diberikan untuk UMKM maka pendapatan yang diperoleh akan semakin bertambah, karena dapat memproduksi barang dan menyerap tenaga kerja lebih banyak. Menurut Widjojo (2010:157-158), kredit merupakan landasan bagi peningkatan efisiensi dalam perusahaan. Untuk memenuhi kebutuhan perusahaan sistem kredit mikro atau kredit pedesaan sangat diperlukan. Semakin efisien perusahaan maka keuntungan yang diperoleh akan semakin tinggi.
Hal ini
membuktikan bahwa kredit modal kerja memiliki pengaruh positif terhadap efisiensi perusahaan. Kredit modal kerja yang diperoleh perusahaan untuk mengembangkan usahanya harus dipelihara dan dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain penggunaan modal harus digunakan untuk usaha yang tepat dengan pengeluaran yang hemat sehingga keberhasilan usaha akan tercapai, secara tidak langsung akan mempengaruhi tingkat efisiensi perusahaan.
9
Menurut Strahan (2004), usaha yang baru dibangun akan sulit masuk dalam persaingan karena menghadapi kesulitan dalam mendapatkan modal pinjaman. Bantuan KUR yang bertujuan sebagai pengembangan industri kecil dan menengah dilakukan melalui pemberian kemudahan dalam akses permodalan, produksi dan distribusi. Kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah dalam memajukan pembangunan sektor UMKM diharapkan mampu mendorong tumbuh dan berkembangnya usaha-usaha produktif di masyarakat, termasuk usaha industri yang mengolah hasil-hasil pertanian dalam arti luas dengan penumbuhan dan pengembangan industri kecil maupun menengah di Kabupaten Jembrana. Dengan bantuan yang diberikan oleh pemerintah dalam bentuk kredit permodalan dapat terus mengembangkan kinerja UMKM dan meningkatkan unit usaha UMKM di Kabupaten Jembrana. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas dapat diambil rumusan masalah, sebagai berikut : 1. Bagaimana perbedaan produksi terhadap kinerja UMKM di Kabupaten Jembrana sebelum dan sesudah mendapatkan KUR dari BRI? 2. Bagaimana perbedaan tenaga kerja terhadap kinerja UMKM di Kabupaten Jembrana sebelum dan sesudah mendapatkan KUR dari BRI? 3. Bagaimana perbedaan pendapatan usaha terhadap kinerja UMKM di Kabupaten Jembrana sebelum dan sesudah mendapatkan KUR dari BRI?
10
4. Bagaimana perbedaan efisiensi terhadap kinerja UMKM di Kabupaten Jembrana sebelum dan sesudah mendapatkan KUR dari BRI? 5. Bagaimana hubungan korelasi modal awal dan modal KUR terhadap modal produksi UMKM di Kabupaten Jembrana? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang diatas dapat disimpulkan tujuan dalam penelitian ini, sebagai berikut : 1. Untuk menganalisis perbedaan produksi terhadap kinerja UMKM di Kabupaten Jembrana sebelum dan sesudah mendapatkan KUR dari BRI. 2. Untuk menganalisis perbedaan tenaga kerja terhadap kinerja UMKM di Kabupaten Jembrana sebelum dan sesudah mendapatkan KUR dari BRI. 3. Untuk menganalisis perbedaan pendapatan usaha terhadap kinerja UMKM di Kabupaten Jembrana sebelum dan sesudah mendapatkan KUR dari BRI. 4. Untuk menganalisis perbedaan efisiensi terhadap kinerja UMKM di Kabupaten Jembrana sebelum dan sesudah mendapatkan KUR dari BRI. 5. Untuk menganalisis hubungan modal awal dan modal KUR terhadap modal produksi UMKM di Kabupaten Jembrana. 1.4 Kegunaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian tersebut, maka kegunaan penelitian ini adalah:
11
1. Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk produksi, tenaga kerja, pendapatan dan efisiensi terhadap kinerja UMKM serta memperkaya ragam penelitian dan mampu menambah pengetahuan dan wawasan khususnya bagi mahasiswa, sehingga dapat menambah referensi dalam pengembangan ilmu pengetahuan untuk membandingkan teori-teori dengan kenyataan di lapangan, khususnya pada bidang kinerja UMKM. 2. Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan mengenai berbagai pertimbangan pengambilan kebijakan dalam bidang UMKM dan pengambilan kebijakan terkait halnya pemberian pinjamanan modal kerja. 1.5 Sistematika Penulisan Pembahasan dalam penelitian ini disusun berdasarkan urutan beberapa bab secara sistematis, sehingga antara bab satu dengan bab lainnya mempunyai hubungan yang erat. Adapun penyajiannya adalah sebagai berikut. Bab I
: Pendahuluan Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, serta sistematika penulisan.
Bab II
: Kajian Pustaka dan Hipotesis Penelitian Bab ini menguraikan kajian pustaka dan rumusan hipotesis. Dalam kajian pustaka dibahas mengenai Usaha Mikro Kecil dan
12
Menengah (UMKM), produksi, tenaga kerja, pendapatan, efisiensi, kinerja, pengertian kredit, tujuan kredit, fungsi kredit, jenis kredit, konsep KUR, serta rumusan hipotesis. Bab III
: Metode Penelitian Dalam bab ini diuraikan mengenai desain penelitian, lokasi penelitian, obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, populasi, sampel dan metode pengumpulan sampel, metode pengumpulan data, serta teknik analisis data.
Bab IV
: Data Pembahasan Hasil Penelitian Dalam bab ini diuraikan gambaran umum lokasi penelitian dan pembahasan hasil penelitian.
Bab V
: Simpulan dan Saran Dalam bab ini dikemukakan simpulan-simpulan mengenai hasil pembahasan dan saran-saran yang akan ditujukan sebagai masukan.
13