BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha mikro, kecil & menengah (UMKM) merupakan basis usaha rakyat, yang secara mengejutkan mampu bertahan di masa kritis 1997/1998. Saat itu banyak usaha besar bergelimpangan, mengalami pailit didera pahitnya krisis. Pada saat bersamaan, perbankan tidak mampu lagi membantu usaha besar karena mereka sendiri memiliki masalah pula sehingga menambah parah penderitaan usaha besar. Tidak demikian halnya dengan UMKM, yang dapat bertahan pada badai krisis karena struktur keuangan mereka yang tidak banyak bergantung pada perbankan, meski mereka tetap memanfaatkan jasa perbankan, baik untuk transaksi maupun untuk menjaga keamanan. Sebagian besar pelaku UMKM ini mengandalkan seluruh permodalannya sendiri yang bersumber pada tabungan pribadi, pinjaman dari bank, kerabat atau tetangga bahkan tak jarang yang perolehannya melalui pinjaman ke lembaga keuangan bukan bank. Misalnya koperasi dan lembaga keuangan mikro (LKM). (Darmawan, 2004). Di sisi lain, UMKM yang umumnya padat karya ini juga mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah cukup besar. Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan Umkm, pada tahun 2004, ada 37 juta unit usaha atau 99 persen dari seluruh jumlah unit usaha di Indonesia yang menyerap tenaga kerja sebanyak 60,4 juta atau 87,5 persen dari total tenaga kerja keseluruhan. Kenyataan ini telah membuka mata
Universitas Sumatera Utara
sekaligus menyadarkan kita betapa besar ketergantungan roda perekonomian nasional terhadap sektor ini. UKM yang umumnya padat karya ini juga mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh BPS dan kantor Menteri Negara untuk Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop & UKM), pada tahun 2004, ada 37 juta unit usaha atau 99 persen dari seluruh jumlah unit usaha di Indonesia yang menyerap tenaga kerja sebanyak 60,4 juta atau 87,5 persen dari total tenaga kerja keseluruhan. Kenyataan ini telah membuka mata sekaligus menyadarkan kita betapa besar ketergantungan roda perekonomian nasional terhadap sektor ini (Wahyudi, dkk, 2005:2) Di tingkat daerah, khususnya kota Medan, kita dapat melihat bahwa secara umum pertumbuhan perekonomian kota Medan tidak terlepas dari kontribusi UKM. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pertumbuhan UKM yang ada di Kota Medan, yaitu terdapat 12.997 unit usaha baik di sektor perdagangan (Dinas perindustrian dan perdagangan Kota Medan, 2003). Selain itu, keberadaan UKM juga mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 102.241 orang. Namun walaupun UKM mempunyai jumlah yang besar UKM hanya memberikan kontribusi sebesar 60,2 %. Ketidakmaksimalan kontribusi yang diberikan UKM adalah tidak lain dari kendala atau masalah-masalah yang mereka hadapi dalam menjalankan usahanya. Hal inidapat kita lihat dari lilitan masalah UKM yang diteliti oleh Wahyuni, dkk. Lilitan masalah yang dihadapi UKM itu sendiri, terdiri dari beberapa bidang yaitu: 1. Permodalan
Universitas Sumatera Utara
Permodalan menjadi masalah klasik UKM kita, umumnya mereka mengeluhkan tentang terbatasnya modal, yang menyebabkan usaha mereka dari tahun ke tahun tidak berkembang menjadi lebih besar. Di lain pihak kebijakan perbankan juga masih lebih berorientasi. Pada kredit komsumtif (Kredit Perumahan, Kredit Mobil, dll) sehingga para pelaku UKM masih saja mengeluh, sebagai akibat rumitnya mengakses kredit perbankan. Bank selalu saja mengharuskan adanya agunan dan kelengkapan suratsurat izin usaha. Bukan rahasia lagi, sulitnya akses permodalan bagi UKM telah memberi peluang berkembangnya rentenir. Pelaku UKM yang kerap mengalami kesulitan permodalan, karena tidak punya pilihan, akhirnya lebih memilih meminjam dari rentenir dengan bunga yang mencekik leher bisa mencapai 15-20 persen per bulan. Alternatif ini terpaksa dipilih karena meminjam melalui rentenir ini relatif tanpa prosedur dan pencairannya juga sangat cepat, jauh berbeda dengan kredit melalui perbankan. Bahkan hampir 80 persen usaha mikro dan kecil sumber pembiayaannya masih dari modal sendiri dan sumber non formal (seperti tengkulak dan rentenir) yang membebankan bunga jauh di atas tingkat suku bunga lembaga non bank (koperasi) maupun perbankan.. 2. Akses pasar Sentra Pusat Industri Kecil (PIK) yang dilokalisasi Pemko Medan, berlokasi jauh dari pusat kota, tepatnya di Jl. Menteng VII Medan, menyebabkan lokasi ini kurang strategis untuk akses pasar. Upaya pemerintah untuk memberdayakan UKM melalui lokalisasi ini juga tidak berhasil. Pemerintah hanya menyediakan lokasi tapi
Universitas Sumatera Utara
tidak memberikan solusi berkaitan solusi berkaitan dengan jaringan usaha dan akses pasir. Hal ini menjadi kendala besar bagi perkembangan UKM Medan. Melihat kendala-kendala di atas, pemerintah Kota Medan khususnya Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan, merasa perlu memberdayakan UKM dengan memberikan kebijakan atau program terhadap masalah yang dihadapi UKM. Berdasarkan uraian di atas, penulis sangat tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah di Kelurahan Menteng, Kecamatan Medan Denai”. 1.2
Perumusan Masalah Untuk dapat memudahkan penelitian ini nantinya, dan supaya penulis dapat
terarah dalam menginterpretasikan fakta dan data ke dalam pembahasan, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahannya. Masalah adalah merupakan bagian pokok dari suatu kegiatan penelitian dimana penulis mengajukan pertanyaan terhadap dirinya tentang hal-hal yang akan dicari jawabannya melalui kegiatn penelitian (Arikunto, 1993: 47). Beranjak dari pengertian di atas serta berpedoman kepada latar belakang yang telah dikemukakan, maka penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Bagaimanakah pemberdayaan UKM di Kecamatan Medan Denai?”
I.3 Tujuan penelitian Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai suatu sasaran yang hendak dicapai, atau apa yang menjadi tujuan dari penelitian tentunya harus jelas diketahui
Universitas Sumatera Utara
sebelumnya. Suatu riset khusus dalam ilmu pengetahuan yang empiris pada umumnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan (Sutrisno Hadi, 2001: 13). Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah : 1. Untuk mendeskripsikan bagaimana peran pemerintah pada pelaksanaan pengembangan jaringan pemasaran UKM dan permasalahannya yang timbul di dalamnya. 2. Untuk mengetahui kondisi objektif UKM yang telah terlibat dalam program pemberdayaan kelembagaan UKM. 3. Untuk mengetahui sejauh mana peran pemerintah dalam hal bantuan modal. 4. Untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi oleh pemerintah Kota Medan dalam pemberdayan UKM di Kecamatan Medan Denai.
1. 4 Manfaat Penelitian Disamping tujuan yang hendak dicapai maka suatu penelitian harus mempunyai manfaat yang jelas. Adapun manfaat yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini antara lain : 1. Secara subjektif adalah suatu tahap sebagai suatu tahap untuk melatih dan mengembangkan kemampuan kemampuan berfikir secara sistematis dan teoritis dalam memecahkan suatu permasalahan secara objektif dan kritis melalui suatu karya ilmiah sehingga diperoleh sutu kesimpulan yang bersifat teruji dan berguna.
Universitas Sumatera Utara
2. Secara teoritis, penelitian diharapkan mampu menambah pengetahuan ataupun informasi tentang program pemberdayaan kelembagaan UKM, khususnya pengembangan jaringan pemasaran UKM dan masalah yang dihadapi. 3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan agar dapat memberikan kontribusi empirik terhadap studi kebijakan (konsentrasi kebijakan) di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara mengenai studi evaluasi.
1.5.
Kerangka Teori Sebagai titik tolak atau landasan berfikir dalam menyoroti atau memecahkan
masalah perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah dari sudut tersebutu disoroti. Menurut Masri Singarimbun (1989: 37), teori adalah serangkaian konsep, defenisi dan preposisi yang saling berkaitan dan bertujuan memberikan gambaran yang sistematis tentang suatu fenomena sosial. Bedasarkan rumusan diatas maka dalam bab ini penulis akann mengemukakan teori, pendapat, ataupun gagasan yang akan dijadikan dalam penelitian ini.
1.5.1. Usaha Kecil dan Menengah 1.5.1.1. Pengertian Usaha Kecil Menengah ( UKM ) Definisi yang berkaitan dengan UKM (Usaha Kecil Menengah) tersebut adalah:
Universitas Sumatera Utara
Ketentuan Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dan kemudian dilaksanakan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan, di mana pengertian UKM adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 sebagai berikut: 1) Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. 2) Usaha Menengah dan Usaha Besar adalah kegiatan ekonomi yang mempunyai kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan usaha kecil. Biro Pusat Statistik (BPS) Indonesia Tahun 2003, menggambarkan bahwa perusahaan dengan: a) Jumlah tenaga kerja 1-4 orang digolongkan sebagai industri kerajinan dan rumah tangga. b) Perusahaan dengan tenaga kerja 5-19 orang sebagai industri kecil c) Perusahaan dengan tenaga kerja 20-99 orang sebagai industri sedang atau menengah. d) Perusahaan dengan tenaga kerja lebih dari 100 orang sebagai industri besar. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003, yang mendefenisikan UKM menurut dua kategori, yaitu: a) Menurut omset. Usaha Kecil adalah usaha yang memiliki aset tetap kurang dari Rp 200 juta dan omset per tahun kurang Rp 1 milyar
Universitas Sumatera Utara
b) Menurut jumlah tenaga kerja. Usaha kecil adalah usaha yang memiliki tenaga kerja sebanyak 5 sampai 9 orang. Industri rumah tangga adalah industri yang memperkerjakan kurang dari lima orang. Usaha kecil menengah (UKM) adalah usaha yang mempunyai modal awal yang kecil, atau nilai kekayaan (aset) yang kecil dan jumlah pekerja yang kecil (terbatas), nilai modal (aset) atau jumlah pekerjanya sesuai dengan definisi yang diberikan oleh pemerintah atau institusi lain dengan tujuan tertentu (Sukirno, 2004:365). Longenecker, Justin, Carlos dan William Petty (2001: 15) mengatakan UKM (Usaha Kecil Menengah) adalah usaha yang berpendapatan pertahun 100 juta samapi dengan tenaga kerja kurang dari 100 orang. Sedangkan Ball, Culloch dan Wendell (2001: 494), berpendapat bahwa UKM (Usaha Kecil Menengah) adalah yang memiliki omset lebih dari 300 juta dengan karyawan lebih dari 100, dengan kekayaan bersih 100 juta (di luar tanah dan bangunan) Sebagai bahan perbandingan menurut Susana Suprapti (2005:48), UKM (Usaha Kecil Menengah) adalah badan usaha baik perorangan atau badan hukum yang memiliki kekayaan bersih (tidak termasuk tanah dan bangunan) sebanyak 200 juta dan mempunyai omset/nilai output atau hasil penjualan rata-rata pertahun sebanyak Rp 1 Milyar dan berdiri sendiri. Pengertian UKM (Usaha Kecil Menengah) menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/1/UKK Tanggal 29 Mei 1993 adalah:
Universitas Sumatera Utara
1) Usaha Kecil adalah yang memiliki total aset maksimum Rp 600 juta, tidak termasuk tanah dan rumah yang ditempati. 2) Usaha menengah adalah usaha ekonomi yang dikembangkan dengan perhitungan aset (di luar tanah dan bangunan) mulai dari 200 juta sampai kurang dari 600 juta dengan jumlah tenaga kerja mulai 20 orang sampai dengan 99 orang. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan definisi UKM adalah kegiatan usaha berskala kecil yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok dengan tenaga kerja kurang dari 100 orang, memiliki kekayaan bersih 200 juta (di luar tanah dan bangunan) dengan pendapatan 100 juta-200 juta.
Karakteristik UKM Dalam ketentuan UU No. 9 Tahun Tentang Usaha Kecil, yang menjadi kriteria usaha kecil adalah: 1) Memiliki kekayaan paling banyak Rp 200.000.000,- (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) 2) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,3) Milik warga negara Indonesia. 4) Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar. 5) Berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi.
Universitas Sumatera Utara
Ciriciri usaha kecil menurut Mintzerg dkk, (dalam Situmorang dkk., 2003: 5) adalah: 1) Kegiatan cenderung tidak normal dan jarang yang memiliki rencana bisnis 2) Struktur organisasinya bersifat sederhana 3) Jumlah tenaga kerja terbatas dengan pembagian kerja yang longgar 4) Kebanyakan tidak memiliki pemisahan antara kekayaan pribadi dan perusahaan 5) Sistem akuntansi yang kurang baik, bahkan kadang-kadang tidak memiliki 6) Skala ekonomi terlalu kecil sehingga sukar menekan biaya 7) Kemampuan pasar serta diversifikasi pasar cenderung terbatas 8) Marjin keuntungan sangat tipis 9) Keterbatasan modal sehingga tidak mampu memperkerjakan manajer-manajer profesional. Hal itu menyebabkan kelemahan manajerial, yang meliputi kelemahan pengorganisasian, perencanaan, pemasaran dan akuntansi.
Batasan/ Karakteristik UKM menurut beberapa organisasi Organisasi
Jenis Usaha Usaha Mikro
Badan Pusat Statistik (BPS)
Usaha Kecil Usaha Menengah Usaha Kecil (UU No. 9/1995)
Menneg Koperasi & UKM
Usaha Menengah (Inpres 10/1999)
Keterangan Kriteria Pekerja <5 orang termasuk keluarga yang tidak dibayar. Pekerja 5-19 orang Pekerja 20-99 orang Aset < Rp. 200 Juta di luar tanah dan bangunan. Omzet tahunan < Rp. 1 Milyar Aset Rp. 200 juta Rp. 10 Milyar
Universitas Sumatera Utara
Usaha Mikro (SK Dir BI No. 31/24/KEP/DIR Tgl 5 Mei 1998)
Bank Indonesia
Usaha Kecil (UU No. 9/1995)
Usaha yang dijalankan oleh rakyat miskin atau mendekati miskin. • Dimiliki oleh keluarga sumberdaya lokal dan teknologi sederhana • Lapangan usaha mudah untuk exit dan entry Aset < Rp. 200 juta di luar tanah dan bangunan: Omzet tahunan < Rp. 1 Milyar
Aset < Rp. 5 Milyar untuk sektor industri • Aset < Rp. 600 Juta di Menengah (SK Dir BI No. luar tanah dan 30/45/Dir/UK Tgl 5 bangunan untuk Januari 1997) manufakturing • Omzet tahunan < Rp. 3 Milyar Pekerja < 20 orang • Pekerja 20-150 orang Usaha Mikro Kecil Bank Dunia • Aset < US$. 500 ribu Menengah di luar tanah dan bangunan Sumber: http: //www.menlh.go.id/usaha-kecil/top/kriteria. htm Selain itu, Sutojo (dalam Bararuallo, 2001: 7), mengemukakan bahwa ciri-ciri usaha kecil di Indonesia adalah: 1) Lebih dari setengah usaha didirikan sebagai pengembangan dari usaha kecilkecilan 2) Selain masalah permodalan, masalah lain yang dihadapi usaha kecil bervariasi tergantung dengan tingkat perkembangan usaha 3) Sebagian besar usaha kecil tidak mampu memenuhi persyaratan-persyaratan administrasi guna memperoleh bantuan bank.
Universitas Sumatera Utara
4) Hampir 60% usaha kecil masih menggunakan teknologi tradisional 5) Hampir setengah perusahaan kecil hanya menggunakan kapasitas terpasang kurang dari 60% 6) Pangsa pasar usaha kecil cenderung menurun baik karena faktor kekurangan modal, kelemahan teknologi dan kelemahan manajerial 7) Hampir 70% usaha kecil melakukan pemasaran langsung kepada konsumen 8) Tingkat ketergantungan terhadap fasilitas-fasilitas pemerintah sangat besar. Menurut Haryadi dan Isono (2001: 14), ada beberapa karakteristik yang menjadi ciri usaha kecil, antara lain adalah: 1) Mempunyai skala usaha kecil, baik modal, penggunaan tenaga kerja maupun orintasi pasar 2) Banyak berlokasi di wilayah pedesaan dan kota-kota atau daerah pinggiran kota besar 3) Status usaha milik pribadi atau keluarga 4) Sumber tenaga kerja berasal dari lingkungan sosial budaya (etnis geografis) 5) Pola bekerja sering kali part time atau sebagai usaha sampingan dari kegiatan ekonomi lainnya 6) Memiliki kemampuan terbatas dalam mengadopsi teknologi, pengelolaan usaha dan administrasinya sendiri masih sederhana 7) Struktur permodalannya sangat tergantung pada fiskal aset, berarti kekurangan modal kerja dan sangat tergantung terhadap sumber modal sendiri serta lingkungan pribadinya
Universitas Sumatera Utara
8) Izin usaha sering kali tidak memiliki dan persyaratan resensi berubah-ubah secara cepat. Sesuai dengan Perda No. 10 Tahun 2002 tentang Retribusi Izin Usaha Industri, Perdagangan, Gudang/Ruangan dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Dinas perindustrian dan Pendapatan kota mean, jenis usaha digolongkan berdasarkan modal menjadi empat golongan. (Lihat tabel) Tabel 2.2. Penggolongan Jenis Usaha Modal
Golongan
≤ 5 juta
Usaha Mikro
5-200 juta
Usaha Kecil
201-500 juta
Usaha Menengah
≥ 501 juta
Usaha Besar
Sumber Dirperindag Kota Medan Keterangan: *Tidak termasuk tanah dan bangunan
1.5.1.3 Jenis-Jenis UKM Secara umum UKM bergerak dalam 2 ( dua ) bidang , yaitu bidang perindustrian dan bidang barang dan jasa. Menurut Keppres No. 127 Tahun 2001 , adapun bidang/ jenis usaha terbuka bagi usaha kecil dan menengah di bidang industri dan perdagangan adalah
Universitas Sumatera Utara
1. Industri makanan dan minuman olahan yang melakukan pengawetan dengan proses pengasinan, penggaraman, pemanisan, pengasapan, pengeringan, perebusan, penggorengan, dan fermentasi dengan cara-cara tradisional. 2. Industri penyempurnaan benang dari serat buatan menjadi benang bermotif/celup, ikat dengan menggunakan alat yang digunakan oleh tangan. 3. Industri tekstil meliputi pertenunan, perajutan, pembatikan, dan pembordiran yang memiliki ciri dikerjakan dengan ATB , atau alat yang digerakkan tangan termasuk batik, peci, kopiah, dsb. 4. Pengolahan hasil hutan dan kebun golongan non pangan : a. Bahan bangunan atau rumah tangga, bambu, nipah, sirap, arang, sabut. b. Bahan industri : getah-getahan, kulit kayu, sutra alam, gambir. 5. Industri perkakas tangan yang diproses secara manual atau semi mekanik untuk pertukangan dan pemotongan. 6. Industri perkakas tangan untuk pertanian yang diperlukan untuk persiapan lahan, proses produksi, pemanenan, pasca panen, dan pengolahan, kecuali cangkul dan sekop. 7. Industri barang dari tanah liat, baik yang diglasir, maupun tidak diglasir untuk keperluan rumah tangga. 8. Industri jasa pemeliharaan dan perbaikan yang meliputi otomotif, kapal dibawah 30 GT, elektronik dan peralatan rumah tangga yang dikerjakan secara manual atau semi otomatis. 9. Industri kerajinan yang memiliki kekayaan khasanah budaya daerah, nilai seni yang menggunakan bahan baku alamiah maupun imitasi.
Universitas Sumatera Utara
10. Perdagangan dengan skala kecil dan imformasi.
1.5.1.4. Masalah – masalah yang dihadapi UKM Terdapat delapan masalah – masalah
utama yang dihadapi oleh para
pengusaha kecil dan menengah ( ISEI, 1998 ) yaitu : 1. Permasalahan Modal a) Suku bunga kredit perbankan yang masih tinggi sehingga kredit menjai mahal. b) Informasi sumber pembiayaan dari lembaga keuangan nonbank masih kurang. c) Sistem dan prosedur kredit dari lembaga keuangan bank dan nonbank terlalu rumit dan memakan waktu yang cukup lama. d) Perbankan
kurang
menginformasikan
standar
proposal untuk
pengajuan kredit, sehingga pengusaha kecil belum mampu membuat proposal yang sesuai dengan krteria perbankan. e) Perbankan kurang memahami kriteria usaha kecil dalam menilai kelayakan usaha, sehingga jumlah kredit yang disetujui sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan usaha kecil. 2. Permasalahan pemasaran a) Posisi tawar pengusaha kecil ketika berhadapan dengan pengusaha besar selalu lemah, terutama berkaitan dengan penentuan harga dan sistem.
Universitas Sumatera Utara
b) Asosiasi
pengusaha
atau
profesi
belum
berperan
dalam
mengkoordinasi persaingan yang tidak sehat antara usaha yang sejenis. c) Infornasi untuk memasarkan produk masih kurang, misalnya produk yang dinginkan, potensi pasar, tata cara memasarkan produk dan lainlain. 3. Permasalahan bahan baku a) Suplai bahan baku untuk usaha kecil kurang memadai dan berfluktuasi. Ini disebabkan karena adanya pembeli besar yang menguasai bahan baku. b) Harga bahan baku masih terlalu tinggi c) Kualitas bahan baku rendah karena tidak adanya standarisasi dan adanya manipulasi kualitas bahan baku. d) Sistem pembelian bahan baku secara tunai menyulitkan pengusaha kecil, sementara pembayaran penjualan produk umumnya tidak tunai. 4. Permasalahan teknologi a) Tenaga kerja terampil sulit diperoleh dan dipertahankan karena lembaga pendidikan dan pelatihan
yang
ada kurang
dapat
menghasilkan tenaga kerja terampil yang sesuai dengan kebutuhan usaha kecil. b) Asas dan informasi sumber teknologi masih kurang dan tidak merata. c) Spesifikasi peralatan yang sesuai dengan kebutuhan usaha kecil sukar diperoleh.
Universitas Sumatera Utara
d) Lembaga independen belum ada belum berperan, khususnya lembaga pengkajian teknologi yang ditawarkan pasar kepada pengusaha kecil sehingga teknologi tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. e) Peran instansi pemerintah, nonpemerintah dan perguruan tinggi dalam mengidentifikasi, menemukan, menyebarluaskan dan melakukan pembinaan teknis tentang teknologi baru atau teknologi tepat guna bagi uasah kecil masih kurang intensif. 5. Permasalahan manajemen a) Pola manajemen yang sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangan usaha sulit ditemukan karena pengetahuan pengusaha relatif rendah. b) Pemisahan antara manajemen keuangan perusahaan perusahaan dan keluarga belum dilakukan sehungga pengusaha kecil mengalami kesulitan dalam mengontrol atau mengatur cash flow serta dalam membuat perenacaan dan laporan keuangan. c) Kemampuan pengusaha kecil dalam mengoganisasikan diri dan karyawan masih lemah sehingga terjadi pembagian kerja yang tidak jelas. d) Pelatihan tentang manajemen dari berbagai instansi kurang efektif karena materi yang terlalu banyak tetapi tidak sesuai dengan kebutuhan. e) Produktivitas karyawan masih sehingga pengusaha kecil sulit memenuhi ketentuan UMR
Universitas Sumatera Utara
6. Permasalahan sistem birokrasi a) Perizinan yang tidak transparan, mahal, berbelit-belit, diskriminatif, lama, dan tidak pasti serta terjadi tumpang tindih dalam mengurus perizinan. b) Penegakan dan pelaksanaan hukum dan berbagai ketentuan masih kurang serta cenderung kurang tegas. c) Penguaha kecil dn asosiasi usaha kecil kurang dilibatkan dalam perumusan kebijakan tentang usaha kecil. d) Pungutan atau biaya tambahan dalam pengurusan perolehan modal dari dana penyisihan laba BUMN dan sumber modal lainnya cukup tinggi. e) Banyak pungutan yang sering kali tidak disertai pelayanan yang memadai. 7. Ketersediaan infrastruktur a) Listri, air,dan telepon berarti mahal dn sering kali mengalami gangguan di samping pelayanan petugas yang kurang baik. 8. Pola kemitraan a) Kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah dan besar dalam pemasaran dan sistem pembayaran baik produk maupun bahan baku dirasakan belum bermanfaat. b) Kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah dan besar dalam transfer teknologi masih kurang.
Universitas Sumatera Utara
1.5.1.5. Landasan Hukum UKM Adapun yang menjadi landasan hukum UKM adalah sebagai berikut : 1) Kegiatan usaha industri ataupun perdagangan di Indonesia diatur oleh UU No. 1 Tahun 1985. 2) Untuk usaha kecil industri diatur oleh UU No. 9 Tahun 1995. 3) Bentuk badan Hukum Usaha Industri dan perdagangan diatur dalam UU No. 1 Tahun 1985 tentang Perseroan Terbatas. 4) Perijinan usaha kecil dan menengah dan besar khusus industri tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan tanda daftar industri. 5) Tata cara perijinan usaha perdagangan ( SIUP ) diatur dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 591/MPP/Kep/99 tentang tata cara pemberian surat izin usaha perdagangan ( SIUP ).
1.5.2. Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah 1.5.2.1. Pengertian Pemberdayaan Istilah pemberdayaan diambil dari bahasa asing yaitu empowerment, yang juga dapat bermakna pemberian kekuasaan karena power bukan sekedar daya, tetapi juga kekuasaan sehingga kata daya tidak saja bermakna mampu tetapi juga mempunyai kuasa (Wrihatnolo dan Riant 2007: 1) Pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan maka pemberdayaan menunjuk
Universitas Sumatera Utara
pada keadaan atau hasil yang dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki percaya diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Menurut Siahaan, Rambe dan Mahidin (2006: 11) Pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan seseorang atau kelompok sehingga mampu melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagaimana tuntutan kinerja tugas tersebut. Pemberdayaan merupakan proses yang dapat dilakukan melalui berbagai upaya, seperti pemberian wewenang, meningkatkan partisipasi, memberikan kepercayaan sehingga setiap orang atau kelompok dapat memahami apa yang akan dikerjakannya, yang pada akhirnya akan berimplikasi pada peningkatan pencapaian tujuan secara efektif dan efisien. (Dalam Siahaan, Rambe dan Mahidin, 2006:13). Selajutnya menurut Gunawan sumodiningrat, pemberdayaan berarti meningkatkan kemampuan atau kemandirian (1999: 134) Pemberdayaan merupakan usaha membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan terkait dengan diri mereka termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan & rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya.
Universitas Sumatera Utara
1.5.2.2. Prinsip Pemberdayaan Didalam melakukan pemberdayaan keterlibatan pihak yang diberdayakan yang akan diberdayakan sangatlah penting sehingga tujuan dari pemberdayaan dapat tercapai secara maksimal. Program yang mengikutsertakan masyarakat, memiliki beberapa tujuan, yaitu agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka, serta meningkatkan keberdayaan (empowering)
pihak
yang
diberdayakan
dengan
pengalaman
merancang,
melaksanakan, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonomi (Kartasasmita, 1996 : 249). Dalam kaitannya dengan UKM sebagai pihak yang diberdayakan, untuk itu diperlukan
suatu
perencanaan
yang
didalamnya
terkandung
prinsip-prinsip
pemberdayaan yaitu adanya pertama, pihak yang memberdayakan ( Community Worker ) dan kedua, pihak yang diberdayakan (masyarakat). Antara kedua pihak harus saling mendukung sehingga masyarakat sebagai pihak yang akan diberdayakan bukan hanya dijadikan objek, tapi lebih diarahakan sebagai subjek (pelaksanaan).
1.5.2.3. Proses Pemberdayaan Pemberdayaan sebagai suatu prose perlu adanya penmgembangan dari keadaan yang tidak atau kurang berdaya menjadi mempunyai daya guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Untuk meningkatkan kapasitas masyarakat agar mampu mentransfer daya adalah dengan strategi peningkatan pendidikan dan kesadaran. Agar proses pemberdayaan sesuai dengan tujuannya, Adi (2001: 32-33) mengatakan perlu adanya inetervensi sosial yang dijabarkan melalui dua intervensi
Universitas Sumatera Utara
yakni intervensi makro yaitu intervensi yang dilakukan di tingkat komunitas dan organisasi sedangkan intervensi mikro adalah sutu intervensi yang dilakukan pada level individu, keluarga, dan kelompok. Dalam penerapannya dilapangan Adi (2001: 160) menyatakan ada 2 (dua) pilihan pendekatan yang dapat dilakukan. Pendekatan direktif yang dilakukan berdasarkan asumsi bahwa community worker tahu apa yang dibutuhkan dan yang baik bagi masyarakat, sedangkan pendekatan non direktuf dilakukan berdasarkan asumsi bahwa masyarakat tahu apa yang sebenarnya mereka butuhkan dan baik bagi mereka. Sesuai uraian
di atas, dapat dukatakan proses pemberdayaan sebaiknya
mampu mentransfer daya dengan upaya peningkatan kapasitas masyarakatnya secara berkelanjutan dalam meningkatkan daya dan kemampuan yang ada baik secara individu,
organisasi
dan
komunitas,
yang
merupakan
upaya
peningkatan
kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat. Kartasasmita (1995) menyatakan bahwa proses pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga proses yaitu : Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling).Titik tolaknya adalah bahwa setiap manusia memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya tidak ada sumberdaya manusia atau masyarakat tanpa daya. Dalam konteks ini, pemberdayaan adalah membangun daya, kekuatan atau kemampuan, dengan mendorong (encourage) dan membangkitkan (awareness) akan potensi yang dimiliki serta berupaya mengembangkannya. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empo-powering), sehingga diperlukan langkah yang lebih positif, selain
Universitas Sumatera Utara
dari iklim atau suasana. Ketiga, memberdayakan juga mengandung arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurang berdayaannya dalam menghadapi yang kuat.
1.5.2.4. Pemberdayaan UKM Pemberdayaan masyarakat mengacu kepada kata empowerment, yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri oleh kelompok masyarakat tersebut. Jadi, pendekatan pemberdayaan masyarakat bertitik berat pada pentingnya masyarakat yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri sehingga diharapkan dapat memberi peranan kepada individu bukan sekedar objek, tetapi justru sebagai subjek pelaku pembangunan ikut menentukan masa depan dan kehidupan masyarakat secara umum. Dalam kaitannya dengan UKM sebagai objek
yang
diberdayakan,
pemberdayaan adalah memberikan motivasi/ dorongan kepada UKM agar mereka memiliki kesadaran dan kemampuan untuk menentukan sendiri apa yang harus mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi. Dalam hal ini, UKM berada dalam posisi yang tidak berdaya, ( powerless ). Posisi yang demikian memberi ruang yang lebih besar terhadap penyalahgunaan kekeuasaan yang berimplikasi keterpurukan UKM. Dengan demikian, UKM harus diberdayakan sehingga memiliki kekuatan posisi tawar (empowerment of the powerless). Pada intinya, pemberdayaan bukan membuat objek pemberdayaan makin tergantung pada program-program pemberian (charity). Karena tujuan akhirnya
Universitas Sumatera Utara
adalah memandirikan mereka, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan. Pemberdayaan masyarakat demikian juga terhadap UKM, bertitik tolak untuk memandirikan UKM agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, mengoptimalkan sumber daya setempat, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Pemberdayaan
masyarakat
meningkatkan
kemampuan
masyarakat
untuk
menyampaikan kebutuhannya kepada instansi-instansi pemberi pelayanan. Untuk memudahkan penulis memahami konsep pemberdayaan UKM penulis menyimpulkan bahwa: dari segi defenisi, penulis mengartikan pemberdayaan UKM sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri oleh UKM. Jadi, pendekatan pemberdayaan UKM bertitik berat pada pentingnya UKM yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri sehingga diharapkan dapat memberi peranan kepada individu bukan sekedar pihak, tetapi justru sebagai subjek pelaku pembangunan yang ikut menentukan masa depan dan kehidupan masyarakat secara umum. Dalam kaitannya dengan pelaku di bidang UKM sebagai objek yang akan diberdayakan, pemberdayaan adalah upaya memberikan motivasi/ dorongan kepada pelaku di bidang UKM agar mereka memiliki kesadaran dan kemampuan untuk menentukan sendiri apa yang harus mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi. Dari segi prinsip, didalam melakukan pemberdayaan keterlibatan pelaku UKM yang akan diberdayakan sangatlah penting sehingga tujuan dari pemberdayaan dapat tercapai secara maksimal. Program yang mengikutsertakan UKM, memiliki beberapa tujuan, yaitu agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak
Universitas Sumatera Utara
dan
mengenali
(empowerment)
serta kebutuhan UKM
dengan
mereka,
pengalaman
serta meningkatkan keberdayaan merancang,
melaksanakan
dan
mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonomi. Dari segi proses, pemberdayaan sebagai suatu proses perlu adanya pengembangan dari keadaan yang tidak atau kurang berdaya menjadi daya guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Untuk meningkatkan kapasitas UKM agar mampu mentransfer daya adalah dengan strategi peningkatan pendidikan dan kesehatan. Penulis juga menambahkan tujuan dari pemberdayaan UKM dimana Undangundang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil secara tegas menyatakan tujuan pemberdayaan usaha kecil adalah : (1) menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kecil menjadi usaha yang tangguh dan mandiri serta dapat berkembang menjadi usaha menengah, dan (2) meningkatkan peranan usaha kecil dalam pembentukan produk nasional, perluasan kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan ekspor, serta peningkatan dan pemerataan pendapatan untuk mewujudkan dirinya sebagai tulang punggung serta memperkukuh struktur perekonomian nasional.
1.5.3. Program Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Periode Tahun 2004 – 2009, UKM menempati posisi strategis untuk mempercepat perubahan struktural dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sebagai wadah kegiatan usaha bersama bagi produsen maupun konsumen, UKM berperan dalam memperluas penyediaan lapangan kerja, memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan ekonomi, dan memeratakan peningkatan pendapatan. Bersamaan dengan itu adalah meningkatkan daya saing dan daya tahan ekonomi nasional. Dengan persfektif peran seperti itu ,sasaran umum pemberdayaan UKM dalam lima tahun mendatang adalah : 1. Meningkatnya produktivitas UKM dengan laju pertumbuhan lebih tinggi dari laju pertumbuhan produtivitas nasional; 2. Meningkatnya proporsi usaha kecil formal; 3. Meningkatnya nilai ekspor produk UKM dengan laju pertumbuhan lebih tinggi dari laju pertumbuhan nilai tambahnya; 4. Berfungsinya sistem untuk menumbuhkembangkan wirausaha baru berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi; dan 5. Meningkatnya kualitas kelembagaan dan organisasi UKM. Dalam rangka mewujudkan sasaran tersebut, pemberdayaan UKM akan dilaksanakan dengan arah kebijakan sebagai berikut : 1. Mengembangkan UKM yang dirahkan untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan daya saing; sedangkan pemberdayaan usaha skala mikro lebih diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah. 2. Memperkuat kelembagaan dengan menerapkan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik (good governance) dan berwawasan gender terutama untuk :
Universitas Sumatera Utara
a) Memperluas
akses
kepada
sumber
permodalan
khususnya
perbankan; b) Memperbaiki lingkungan usaha dan menyederhanakan prosedur perijinan; c) Memperluas dan meningkatkan kualitas institusi pendukung yang menjalankan
fungsi
intermediasi
sebagai
penyedia
jasa
pengembangan usaha, teknologi, manajemen, pemasaran, dan informasi. 3. Memperluas basis dan kesempatan berusaha serta menumbuhkan wirausaha
baru
berkeunggulan
untuk
mendorong
pertumbuhan,
peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja terutama dengan : a) Meningkatkan perpaduan antar tenaga kerja terdidik dan terampil dengan adopsi penerapan teknologi; b) Mengembangkan UKM melalui pendekatan klaster di sektor agribisnis dan agroindustri disertai pemberian kemudahan dalam pengelolaan usaha, termasuk dengan cara meningkatkan kualitas kelembagaan UKM sebagai wadah organisasi kepentingan usaha bersama untuk memperoleh efisiensi kolektif; 4. Meningkatkan peran UKM sebagai penyedia barang dan jasa pada pasar domestik yang semakin berdaya saing dengan produk impor, khususnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak. 5. Membangun UKM yang diarahkan dan difokuskan pada upaya-upaya untuk :
Universitas Sumatera Utara
a. Membenahi
dan
memperkuat
tatanan
kelembagaan
guna
menciptakan iklim dan lingkungan usaha yang kondusif bagi kemajuan
UKM
terlindunginya
serta
dan/
kepastian
atau
hukum
anggotanya
dari
yang
menjamin
praktek-praktek
persaingan usaha yang tidak sehat; b. Meningkatkan pemahaman, kepedulian dan dukungan pemangku kepentingan (stakeholders) kepada UKM; dan c. Meningkatkan kemandirian UKM.
1.5.3.1. Pengembangan Akses Pemasaran UKM, Permodalan, dan Produksi Didalam penelitian ini, yang dijadikan fokus penelitian oleh penulis berkaitan dengan program pemberdayaan UKM di Kota Medan adalah pengembangan akses pemasaran UKM, permodalan, produksi. Dimana ketiga hal tersebut merupakan kegiatan dalam program pemberdayaan UKM. Dalam Pasal 14 UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dirumuskan bahwa “ Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melakukan pembinaan dan pengembangan usaha kecil dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran dan distribusi, sumber daya manusia, dan teknologi.
1. Bidang pemasaran Dirumuskan langkah pembinaan dan pengembangan, baik di dalam maupun di luar negeri. Langkah tersebut dicapai lewat pelaksanaan penelitian dan pengkajian pemasaran, menyediakan sarana serta dukungan promosi dan uji pasar bagi UKM.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu juga dimaksudkan untuk mengembangkan lembaga pemasaran dan jaringan distribusi, serta memasarkan produk usaha kecil. Pemasaran oleh banyak pengusaha kecil dan menengah dianggap sebagai aspek yang paling penting. Pendapat yang sering muncul adalah bahwa “kemampuan menghasilakan produk tetapi tidak disertai kemampuan memsarkan produk tersebut adalah kehancuran“. Oleh karena itu permasalahan di bidang pemasaran pada UKM sering ditempatkan sebagai masalah utama diantara masalah-masalah lainnya. Permasalahan UKM pada bidang pemasaran terfokus pada tiga hal, yaitu (1) permasalalahan persaingan pasar produk, (2) permasalahan akses terhadap informasi pasar
dan
(3)
permasalahan
kelembagaan
pendukung
UKM.
Munculnya
permasalahan- permasalahan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kekurangmampuan pengusaha kecil untuk membaca dan mengakses peluangpeluang pasar yang potensial dan yang memiliki prospek cerah, yang akibatnya adalah pemasaran produk cenderung statis dan monoton, baik dilihat dari segi diversifikasi produk, kualitas ,maupun pasar. Hal ini terjadi karena pengetahuan dan keterampilan pengusaha masih lemah ditambah lagi akses terhadap informasi pasar yang kurang serta kelembagaan pendukung yang belum berperan khususnya dalam hal membantu pemasaran. Lembaga pendukung tersebut misalnya asosiasi atau instansi yang seharusnya mampu menjembatani dalam pemasaran produk UKM. 2. Bidang Permodalan Permodalan menjadi masalah klasik UMKM bagi sejumlah pelaku UMKM, umumnya mereka mengeluhkan tentang terbatasnya modal, yang menyebabkan usaha mereka dari tahun ke tahun tidak berkembang menjadi lebih besar. Tapi untuk
Universitas Sumatera Utara
beberapa kasus, tim penulis menemukan contoh ada pelaku usaha yang memulai usahanya dengan modal hanya 2 juta rupiah dan itupun pinjaman dari bank gelap alias rentenir, tapi setelah 5 tahun, kini memiliki omzet penjualan mencapai sekitar 150 juta per-bulan. Pelaku usaha ini bahkan mampu menampung tenaga kerja sekitar 50 orang. Contoh di atas menunjukkan pada kita betapa seandainya saja para pelaku UMKM bisa mendapatkan akses modal yang lebih baik dari perbankan dan dengan bunga yang sesuai, bisa kita bayangkan tingkat kemajuan yang akan dicapai oleh UMKM dalam mengembangkan usahanya tersebut. Bila tanpa dibantu permodalan saja mereka bisa tumbuh dan berkembang, apalagi bila mereka mendapat dukungan permodalan. Ini menggambarkan betapa akses UMKM terhadap permodalan sangat kecil. Di lain pihak, kebijakan perbankan juga masih berorientasi pada kredit konsumtif (kredit perumahan, kredit mobil, dll). Alokasi kredit yang dikucurkan oleh perbankan untuk konsumtif jauh lebih besar dibandingkan dengan pembiayaan dan investasi. Alasannya, dengan bunga mencapai 40 persen per tahun, kredit komsumtif lebih menguntungkan. Sedangkan kredit pembiayaan dan investasi hanya sekitar 20 persen. Kecilnya jatah kredit untuk sektor pembiayaan rupanya menjadi perhatian pemerintah. Bank Indonesia menetapkan pada tahun 2003 kucuran kredit untuk UMKM sebesar 42,3 trilyun rupiah. Dana kredit tersebut berasal dari perbankan nasional, termasuk Bank Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Selanjutnya pada tahun 2004 meningkat secara signifikan menjadi 72,1 trilyun rupiah. Pada tahun 2005 Bank Indonesia (BI) menargetkan dan menyalurkan kredit kepada sektor
Universitas Sumatera Utara
UMKM sebesar 60,4 trilyun rupiah. Peningkatan ini juga menunjukkan keyakinan perbankan bahwa pasar di sektor UMKM masih luas. Tapi kenyataannya, para pelaku UMKM masih saja mengeluh, sebagai akibat rumitnya mengakses kredit di perbankan. Bank selalu saja memberlakukan persyaratan standar bagi kreditur, termasuk berlaku juga bagi kalangan UMKM. Misalnya mengharuskan adanya agunan dan kelengkapan surat-surat izin usaha. Padahal kenyataannya, masih cukup banyak UMKM yang bentuk usahanya belum memiliki izin formal (informal), tapi sangat produktif dan menyerap tenaga kerja yang sangat besar. Ada beberapa bank yang cukup berani mengucurkan kredit bagi UMK hanya dengan syarat-syarat yang sederhana dan mudah, seperti Bank Danamon DSP (Danamon Simpan Pinjam). Permodalan bagi UMK ini rupanya menjadi program yang menarik bagi Bank Danamon. Melalui DSP, Bank Danamon ini telah membuat simpul-simpul di kecamatan untuk menghimpun dana sekaligus penyalurannya kepada UMKM. Program ini menyalurkan kredit tanpa agunan dengan kriteria telah menjadi nasabah setidaknya lima bulan. Sedangkan jumlah kredit dibatasi maksimal 4 kali lipat dari saldo rata-rata tiap tahunnya. Program ini mudah-mudahan menjadi jawaban dari sejumlah persoalan permodalan UMKM Sumut dan diakui oleh lembaga keuangan lainnya. Dalam sebuah perbincangan, Pemimpin Kantor Bank Indonesia Medan, Hadi Hasyim menyebutkan pihaknya telah melakukan sosialisasi di tiga daerah seperti Sibolga, Deli serdang dan Tanah karo berkenaan dengan peluang kredit bagi UMKM.
Universitas Sumatera Utara
Semakin besar alokasi dana untuk kredit UMKM diharapkan akan berdampak pada kemudahan dalam memperoleh kredit. Namun sebuah fakta lain menyebutkan, restrukturisasi (pembangunan kembali) kredit UMKM bukan tidak mungkin terjadi penyimpangan di lapangan, apalagi melibatkan dana yang sangat besar. Dikhawatirkan, UMKM skala kecil tidak mendapatkan kredit ini. Dan ini terungkap dalam sebuah rapat dengar pendapat dengan DPRD Sumut. Data dari pihak perbankan menyebutkan kalau usaha menengah-lah yang lebih banyak memperoleh fasilitas kredit perbankan. Bukan rahasia lagi, sulitnya akses permodalan bagi UMKM ini telah memberi peluang berkembangnya rentenir. Pelaku UMKM yang kerap mengalami kesulitan permodalan, karena tak punya pilihan, akhirnya lebih memilih meminjam dari rentenir dengan bunga yang mencekik leher bisa mencapai 15-20 persen per bulan. Alternatif ini terpaksa dipilih karena meminjam melalui rentenir ini relatif tanpa prosedur dan pencairannya juga sangat cepat, jauh berbeda dengan kredit melalui perbankan. Bahkan hampir 80 persen usaha mikro dan kecil sumber pembiayaannya masih dari modal sendiri dan sumber nonformal (seperti tengkulak dan rentenir) yang membebankan tingkat bunga jauh di atas tingkat suku bunga lembaga nonbank (seperti koperasi) maupun perbankan. Oleh karena itu, pemerintah diminta untuk lebih intensif melakukan upayaupaya guna meningkatkan akses UMKM pada lembaga jasa keuangan, baik perbankan maupun keuangan nonbank (seperti modal ventura, koperasi, dan lembaga keuangan mikro lainnya) (Wahyuni, dkk, 2005: 2-6).
Universitas Sumatera Utara
3. Bidang Produksi Dalam usaha kecil menengah yang merupakan kegiatan ekonomi rakyat tidak terlepas dari produksi. Yang sering menjadi permasalahan produksi UKM kita saat ini adalah ketersediaan bahan baku. Dimana suplai bahan baku untuk usaha kecil menengah ini kurang memadai dan berfluktuasi. Hal ini disebabkan oleh : a. Adanya pembeli besar yang menguasai bahan baku b. Harga bahan baku masih terlalu tinggi c. Kualitas bahan baku rendah karena tidak adanya standarisasi dan adanya manipulasi kualitas bahan baku. d. Sistem pembelian bahan baku secara tunai menyulitkan pengusaha kecil, sementara pembayaran penjualan produk umumnya tidak tunai.
1.5.3.2.
Program yang telah dilakukan DISPERINDAG. 1. Tahun anggaran 2008 yaitu : a) Fasilitasi bagi industri kecil dan menengah bagi pemanfaatan sumber daya yaitu : − Pelatihan keterampilan sulaman bordir di Pusat industri Kecil (PIK) Kec, Medan Denai.
Universitas Sumatera Utara
− Pelatihan keterampilan IK/RT hasil musrembang Kecamatan untuk empat angkatan. b) Perluasan pemasaran produk UKM c) Terlaksananya pembinaan Gugus Kendali Mutu bagi UKM. d) Terlaksananya pameran UKM di dalam dan di luar negeri. e) Meningkatnya jumlah konsumen potensial terhadap produk UKM.
2. Tahun anggaran 2009 ( sedang berjalan ) yaitu : a) Program peningkatan dan pemberdayaan ekspor yaitu : − Sosialisasi kebijakan dan penyederhanaan prosedur dokumen ekspor dan impor. b) Program pemberdayaan industri kecil dan menengah yaitu − Pelatihan keterampilan di Kelurahan hasil musrenbang kecamatan untuk lima angkatan. − Pelatihan keterampilan industri kecil dan menengah. c) Program pemberdayaan industri kecil dan menengah yaitu : − Pemberian fasilitas kemudajan akses perbankan bagi industri kecil dan menengah dalam bentuk perkuatan permodalan UKM ( dana pendampingan UKM ) d) Program pemberdayaan industri kecil dan menengah yaitu : −
Pelaksanaan promosi industri kecil dan menengah dalam dan luar negeri.
Universitas Sumatera Utara
1.6. Defenisi Konsep Konsep adalah istilah yang digunakan dalam menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi perhatian ilmu sosial. ( Singarimbun , 1989 ). Untuk menetapkan batasan-batasan yang lebih jelas mengenai variabelvariabel yang akan diteliti maka defenisi konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Peranan pemerintah adalah perbuatan pemerintah atas sesuatu pekerjaan yang harus dilaksanakan dan dikaitkan dengan kehidupan seseorang.
2. Pemberdayaan UKM adalah memberikan motivasi/ dorongan kepada pelaku dibidang UKM agar mereka memiliki kesadaran dan kemampuan untuk menentukan sendiri apa yang harus mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi yang dilakukan oleh pemerintah bersama dengan masyarakat dan swasta sebagai pilar utama pembangunan untuk memperoleh suatu perubahan kualitas hidup yang lebih baik yang berisfat kontinu/ berkelanjutan. 3.
Program pemberdayaan UKM di Kota Medan adalah sebuah upaya pemerintah Kota Medan (DISPERINDAG) memberdayakan UKM di kota Medan agar dapat mengatasi kendala-kendala manajerial, permodalan, dan kewirausahaan kelompok UKM.
Universitas Sumatera Utara
1.7.
Defenisi Operasional Defenisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahuakn
bagaimana cara mengukur suatu variabel sehingga dalam pengukuran ini dapat diketahui indikator-indikator apa saja pendukung yang dialisa dari variabel tersebut (Singarimbun 1995 : 46). Suatu defenisi operasional merupakan spesialisasi kegiatan penelitian dalam mengukur suatu variabel. Adapun defenisi operasional dalam penelitian ini adalah : 1.
Sumber daya pendukung dan bahan-bahan dasar yang diperlukan
untuk melaksanakan pemberdayaan meliputi : a. Sumber daya manusia b. Penyampaian / sosialisasi informasi yang berhubungan dengan pelaksanaan pemberdayaan. 2.
Pelaksanaan
program
dan
strategi
yang
dilakukan
dalam
pengembangan jaringan pemasaran , yang dapat dilihat dari : a. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan tentang pasar dan pemasaran bagi UKM. b. Tersedianya akses terhadap informasi pasar untuk memasarkan produk, misalnya tentang produk yang dinginkan, potensi pasar, tata cara memasarkan produk dan lain-lain. c. Pemanfaatan teknologi informasi untuk pemasaran produk. d. Kemitraan antara UKM dan usaha besar dalam pemasaran
Universitas Sumatera Utara
e. Terciptanya saran promosi dan uji pasar bagi produk-produk UKM. f. Mengembangkan seluruh UKM di Kota Medan.
3.
Pelakasanaan program dan strategi yang dilakukan dalam bentuk modal : a. Sosialisasi tentang pentingnya UKM. b. Memperlancar sistem dan prosedur kredit dari lembaga keuangan bank dan nonbank. c. Pemberian bantuan modal dengan suku bunga yang relatif rendah.
4.
Hasil yang dapat dilihat dari : a. Respon dan keterlibatan UKM terhadap program b. Manfaat
pemberdayaan
UKM terhadap UKM, khususnya
terhadap pengembangan jaringan pemasaran UKM dan permodalan
Universitas Sumatera Utara
I.8. Sistematika Penulisan BAB I
PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, hipotesis, definisi konsep, definisi operasional dan sistematika penulisan.
BAB II
METODE PENELITIAN Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sample, teknik pengumpulan data, teknik penentuan skor dan teknik analisa data.
BAB III
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisi gambaran umum tentang objek atau lokasi penelitian yang relevan dengan topik penelitian.
BAB IV
PENYAJIAN DATA Bab ini berisi hasil data yang diperoleh dari lapangan dan atau berupa dokumen yang akan dianalisis.
BAB V
ANALISA DATA Bab ini berisi tentang uraian data-data yang diperoleh setelah melaksanakan penelitian.
BAB VI
PENUTUP Bab ini memuat kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang dilakukan yang dianggap penting bagi pihak yang membutuhkan.
Universitas Sumatera Utara