BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Di seluruh dunia, setiap tahun penggunaan tembakau menyebabkan lebih dari 5 juta kematian, atau 1 kematian setiap 6 detik (Mathers CD; Loncar D, 2006). Di Indonesia sendiri, menurut Pusat Promosi Kesehatan, Departemen Kesehatan Indonesia, rokok menjadi penyebab utama 6 dari 8 kematian di Indonesia (Promkes, 2012). Diperkirakan sebanyak seperempat perokok aktif akan meninggal pada usia 25-69 tahun dan mereka kehilangan angka harapan hidup sekitar 20 tahun (Gajalakshmi dkk., 2003). Dampak buruk akibat tembakau dan merokok pada kesehatan masyarakat di Indonesia tampak jelas pada hasil kajian Badan Litbangkes tahun 2013. Hasil kajian menunjukkan telah terjadi kenaikan kematian prematur akibat penyakit terkait tembakau dari 190.260 (2010) menjadi 240.618 kematian (2013), serta kenaikan penderita penyakit akibat konsumsi tembakau dari 384.058 orang (2010) menjadi 962.403 orang (2013). Kondisi tersebut berdampak pula pada peningkatan total kumulatif kerugian ekonomi secara makro akibat penggunaan tembakau. Jika dinilai dengan uang, kerugian ekonomi naik dari 245,41 trilyun rupiah (2010) menjadi 378,75 trilyun rupiah (2013) (depkes, 2014). Menurut data World Health Organization (WHO) juga menyebutkan, pada tahun 2012 persentase prevalensi perokok pria yaitu 67% jauh lebih besar daripada perokok wanita yaitu 2,7%. Diantara para perokok tersebut terdapat 56,7% pria dan 1,8% wanita merokok setiap hari. Data Kementerian Kesehatan
1 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
menunjukkan peningkatan prevalensi perokok dari 27% pada tahun 1995, meningkat menjadi 36,3% pada tahun 2013. Artinya, jika 20 tahun yang lalu dari setiap 3 orang Indonesia 1 orang di antaranya adalah perokok, maka dewasa ini dari setiap 3 orang Indonesia 2 orang di antaranya adalah perokok. Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia menyatakan, pada kategori pria, ditemukan peningkatan jumlah perokok nyaris dua kali lipat dari rentang waktu 1995-2007 dimana jumlah perokok pria mencapai angka 60,4 juta perokok dari yang sebelumnya 33,8 juta pada tahun 1995 (Tempo, 2012). Menurut Center of Desease Control (CDC) dalam Octafrida (2011) merokok membahayakan setiap organ di dalam tubuh. Merokok menyebabkan penyakit dan memperburuk kesehatan,seperti : 1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK): PPOK sudah terjadi pada 15% perokok. Individu yang merokok mengalami penurunan pada Forced Expiratory Volume in second (FEV1), dimana kira-kira hampir 90% perokok berisiko menderita PPOK (Saleh, 2011);
2. Pengaruh
Rokok terhadap Gigi: Hubungan antara merokok dengan kejadian karies, berkaitan dengan penurunan fungsi saliva yang berperan dalam proteksi gigi. Risiko terjadinya kehilangan gigi pada perokok, tiga kali lebih tinggi dibanding pada bukan perokok (Andina, 2012); 3. Pegaruh Rokok Terhadap Mata: Rokok merupakan penyebab penyakit katarak nuklear, yang terjadi di bagian tengah lensa. Meskipun mekanisme penyebab tidak diketahui, banyak logam dan bahan kimia lainnya yang terdapat dalam asap rokok dapat merusak protein lensa (Muhibah, 2011); 4. Pengaruh Terhadap Sistem Reproduksi: Merokok akan mengurangi terjadinya konsepsi, fertilitas pria maupun wanita. Pada wanita hamil yang merokok, anak yang dikandung akan mengalami penuruan berat badan, lahir
2 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
prematur, bahkan kematian janin (Anggraini, 2013). Merokok pada usia remaja juga berasosiasi dengan resiko tinggi ketergantungan pada merokok dan nikotin pada saat dewasa, dan yang berkaitan dengan masalah kesehatan, termasuk meningkatnya jumlah dan keparahan pada penyakit pernafasan, meningkatnya gejala yang berkaitan dengan asma, menurunnya kebugaran, menurunnya fungsi paru, dan potensi penghambatan pertumbuhan paru – paru (Departemen Kesehatan dan Pelayanan Manusia Amerika Serikat, 2012). Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mengontrol penggunaan rokok seperti tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan pada pasal 22 menyatakan bahwa tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja, tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan tanpa rokok (KTR). Keterangan lebih khusus juga disebutkan dalam Undang-Undang Kesehatan No.36 Tahun 2009 Pasal 115 menyatakan bahwa instansi pendidikan merupakan tempat yang dinyatakan sebagai kawasan tanpa rokok. Kemudian pemerintah Indonesia dan juga beberapa lembaga non pemerintah semakin gencar menyelenggarakan kampanye anti rokok. Salah satu upaya pemerintah adalah pembuatan RUU Pengendalian Dampak Produk Tembakau Terhadap Kesehatan (RUUPDPTK). Kampanye anti rokok jelas terlihat ketika World Tobacco Asia 2012 yang diadakan di Jakarta tanggal 19-21 September 2012 lalu, pada saat itu ratusan mahasiswa menggelar unjuk rasa di depan Balai Sidang Jakarta Convention Center (Republika, 2012). Selain itu juga Koalisi Profesi Kesehatan Anti Rokok dan Kaukus Kesehatan DPR juga menolak World Tobacco Asia 2012 (Kompas,
3 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
2012). Kemudian upaya pemerintah selanjutnya yaitu pemerintah bersama masyarakat melakukan upaya advokasi, sosialisasi, dan penerbitan regulasi dan diperkuat dengan pelembagaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sebagai bagian dari upaya promotif-preventif dalam Pembangunan Kesehatan. Indikator keberhasilan PHBS mencakup tidak merokok di dalam rumah tangga, tempat kerja, dan di tempat-tempat umum (depkes, 2014). Terdapat pula sebuah organisasi yang dibangun dengan dasar kepedulian terhadap kasus rokok di Indonesia yaitu Wanita Indonesia Tanpa Tembakau (WITT). Kegiatan yang dilakukan WITT adalah kampanye penyuluhan di ruang-ruang terbuka serta seminar tentang bahaya rokok dan kecantikan. Salah satunya adalah seminar kecantikan dan fashion show dengan tema kampanye anti-rokok dengan memilih artis atau model yang memang tidak merokok (Promkes, 2012). Namun, sepertinya kampanye anti rokok yang dilakukan sejumlah pihak belum membuahkan hasil. Faktanya selama tujuh tahun terakhir jumlah perokok laki – laki di Indonesia justru bertambah. Hasil survey Global Adult Tobacco Survey (GATS) menunjukan jika tahun 2005 jumlah perokok aktif masih kisaran 53,9%, pada tahun 2012 jumlahnya mencapai 63% (WHO, 2012). Target awal produsen rokok adalah pria dewasa, hal ini dapat jelas terlihat dari iklan-iklan rokok yang beredar di media cetak maupun elektronik yang umumnya menggunakan model pria. Namun pada kenyataannya, bukan hanya pria, wanita pun sekarang menjadi konsumen rokok. Perusahaan rokok sekarang menargetkan wanita dan remaja perempuan dengan visi glamor, kemandirian, dan hidup yang indah. Industry rokok membuat investasi yang besar secara agresif pada iklan untuk menargetkan wanita dan remaja perempuan, mengeksploitasi ide mengenai
4 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
kemandirian, emansipasi, daya tarik lawan jenis dan kelangsingan (Departemen Kesehatan dan Pelayanan Manusia Amerika Serikat, 2001). Sekitar 20% dari satu milyar perokok di dunia adalah wanita (Republika,2010). Berdasarkan data World Health Organization (WHO), 7% remaja perempuan di 151 negara di dunia aktif merokok (Republika, 2010). Merokok pada perempuan meningkat, terutama pada Negara berkembang (Kementerian Kesehatan Singapura, 1999). Jumlah perokok perempuan mencapai 240 ribu dari 3 juta perokok aktif di Jakarta (Republika, 2010). Keadaan ini semakin mengkhawatirkan, karena prevalensi perokok perempuan meningkat dari 4,2% pada tahun 1995 menjadi 6,7% pada tahun 2013. Dengan demikian, pada 20 tahun yang lalu dari setiap 100 orang perempuan Indonesia 4 orang di antaranya adalah perokok, maka dewasa ini dari setiap 100 orang perempuan Indonesia 7 orang di antaranya adalah perokok (depkes, 2016). Peningkatan jumlah wanita perokok tersebut dipengaruhi oleh keuntungan yang diperoleh dengan merokok. Bagi wanita, merokok dapat digunakan sebagai sarana mengontrol berat badan dan emosi (Harrell, Fredrickson, Pomerleau, & Hoeksema, 2006). Merokok juga kadang bisa merasa nyaman dan lebih rileks dalam menyelesaikan permasalahan hidupnya (Bangun, 2008:24). Kenikmatan yang diperoleh dengan merokok akan dirasakan segera dan berbeda dengan dampak negatifnya, yang dampak tersebut akan dirasakan bertahun-tahun kemudian (Leppel, 2006). Wanita perokok sendiri memiliki risiko yang lebih besar daripada pria perokok. Hal ini terkait dengan perbedaan fisiologis pada pria dan wanita. Wanita terpapar karsinogen dan racun lain dalam jumlah yang lebih besar dari pria, meskipun keduanya merokok dalam jumlah yang sama (Wardayati, 2011).
5 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Menurut hasil penelitian Karina M. Brahmana, faktor – faktor yang menjadi pendorong bagi wanita untuk mengkonsumsi rokok baik jenis lights maupun non lights adalah adanya keinginan untuk diterima dan menjadi bagian dari kelompok teman sebaya, salah satu orang tua juga merokok (khususnya ibu), keinginan yang kuat untuk mencoba merokok, iklan rokok yang dianggap menarik sehingga memunculkan keinginan untuk mencoba, memiliki sikap positif terhadap perilaku merokok, serta tidak percaya bahwa merokok dapat menbahayakan kesehatan mereka. Wanita yang merokok juga meningkatkan resiko aborsi spontan, lahir dalam keadaan mati, kemandulan, dan memiliki anak dengan berat badan rendah yang menderita masalah kesehatan serius. Wanita yang merokok juga kemungkinan mengalami menstruasi yang menyakitkan dan menopause premature (CDC, 2001). Bahkan, pada umumnya mereka sudah mengetahui dampak negatif yang dapat timbul dari merokok. Namun, ternyata dampak negatif tersebut tidak dipedulikan oleh mereka, karena menurut mereka pada saat ini dampak tersebut tidak dialami secara nyata (Brahmana, Karina M. 2009). Selain berbahaya untuk kesehatan, merokok juga dianggap bukan sesuatu yang lumrah dan lazim dilakukan oleh wanita, karena wanita yang merokok dianggap sebagai ciri khas yang akan membedakan mereka dari wanita - wanita lain yang tidak merokok (Pratikasari, Natalia. 2014). Menurut salah seorang aktivis perempuan, Dwi Ayu (Berita Hukum, 2012), dalam diskusi “Perempuan Berbicara Kretek”, yang diadakan oleh Komunitas Kretek bersama Wisdom Institute di Newseum, Jakarta Pusat pada 13 September 2012, perokok perempuan dianggap terkait dengan hal-hal yang kurang bermoral, seperti begadang, minumminuman keras, dan sebagainya.
6 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Walaupun dengan stigma negatif yang ada, tetap banyak perempuan yang memutuskan untuk merokok. Padahal menurut Sherif (Gerungan, 2009), dijelaskan bahwa dalam kehidupan berkelompok dan bermasyarakat terdapat norma-norma mengenai cara tingkah laku yang patut dan diharapkan akan dilakukan oleh anggota kelompok masyarakat tersebut. Satu hal yang dilakukan seseorang ketika berada dalam sebuah kelompok adalah konformitas, yaitu melakukan tindakan atau mengadopsi sikap sebagai hasil dari adanya tekanan kelompok yang nyata maupun yang dipersepsikan (Wade & Travis, 2007). Diantara banyaknya orang yang lebih memilih melakukan konformitas untuk mengikuti norma yang ada dan menghindari stigma negatif dari masyarakat, tetapi masih ada sebagian perempuan yang justru bertentangan dengan norma yang ada dan memutuskan merokok (Nastiti, 2014). Bagaimanapun juga, merokok adalah suatu tindakan dimana perempuan yang melakukannya sering kaitannya dianggap tabu dan kurang pantas, terlebih lagi jika perempuan tersebut memakai jilbab (George Ritzer, 2009:234). Jilbab sering dipandang sebagai identitas dalam Islam karena hampir semua orang tahu bahwa Islam mewajibkan wanita (muslimah) untuk mengenakan jilbab. Selain itu juga jilbab merupakan identitas sebuah kebaikan, kesopanan dan ketaatan (Sari, Ike Puspita. 2013). Melalui jilbab, kaum wanita akan bebas dari keterkungkungan budaya barat dan bebas mentransformasikan eksistensi dirinya dalam dunia sosial, yang notabenenya jilbab menjadi bagian yang tak terpisahkan dari fenomena kehidupan sosial (Jasmia, 2015). Model berjilbab pada wanita muslim di negara Indonesia berbeda dengan model berijlbab wanita muslim di Negara lain seperti Negara – Negara timur tengah. Perbedaan
7 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
model berjilbab tersebut di pengaruhi oleh beberapa faktor seperti sosial budaya, lingkungan dan pemahaman dalil agama (Abdurahman, Muslim. 2006). Di Indonesia sendiri hijab yang lebih sering merujuk pada kerudung atau jilbab ditunjukkan sebagai sesuatu yang selalu di gunakan untuk menutupi bagian kepala hingga dada wanita. Namun dalam keilmuan Islam, hijab tidak terbatas pada jilbab saja, namun merujuk pada tata cara berpakaian yang patas sesuai dengan tuntutan agama (syar’i) (Malcom, Ibid. 1996).Namun belakangan ini, hidup religius dengan menggunakan simbol – simbol agama seperti jilbab melanda masyarakat modern, khususnya masyarakat perkotaan. Maraknya penggunaan jilbab di kalangan muslimah, bisa jadi karena adanya kesadaran agama. Ini tentunya bukan merupakan satu – satunya faktor. Ada wanita yang memakai jilbab, tetapi apa yang dipakainya atau perilakunya tidak mencerminkan seorang yang berjilbab, atau tidak sejalan dengan tuntutan agama dan budaya masyarakat islam, salah satunya adalah merokok (Nur Syam. 2004). Banyak faktor menjadi penyebab seorang perempuan berjilbab menjadi perokok. Hampir semuanya menyatakan bahwa faktor lingkungan mempunyai andil yang sangat besar atas terbentuknya perilaku merokok dalam diri mereka. Misalnya faktor lingkungan pergaulan yang mampu merubah seorang yang bukan perokok menjadi perokok berat. Lingkungan pergaulan mempunyai pengaruh yang cukup kuat karena dalam kesehariannya seseorang selalu berinteraksi sosial dengan lingkungan pergaulan bersama teman-temannya. Disamping lingkungan pergaulan, lingkungan keluarga juga turut mengambil bagian dalam hal pembentukan perilaku seseorang, dalam hal ini perempuan perokok berjilbab. Terdapat beberapa perempuan perokok berjilbab yang mengaku mulai tertarik
8 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
untuk merokok setelah melihat sosok salah satu anggota keluarganya yang merokok. Sosok ini biasanya mempunyai pengaruh yang cukup kuat dalam diri individu tersebut (Pratikasari, Natalia. 2014). Menurut hasil penelitian Raisha Renilda (2014), wanita berjilbab yang merokok mengalami disonansi kognitif berupa munculnya perasaan tidak enak, perasaan bersalah, perasaan malu, dan juga merasa perilakunya tidak sesuai dengan jilbab yang digunakan. Tetapi itu tidak menghentikan responden tersebut berhenti merokok. Terutama jika wanita tersebut sudah memasuki tahap dewasa tengah atau usia madya atau yang disebut juga usia setengah baya dalam terminologi kronologis yaitu pada umumnya berkisar antara usia 40 - 60 tahun, dimana pada usia ini ditandai dengan berbagai perubahan fisik maupun mental (Hurlock,1980:320). Seiring manusia bertambah tua, kemampuan pengambilan keputusan sehari – hari mereka tampaknya meningkat (Christensen et al., 1995). Awal konseptualisasi
pengambilan
keputusan
tidak
mengidentifikasi
aspek
perkembangan kemampuan pengambilan keputusan; namun, keputusan membuat kemampuan pengambilan keputusan berkembang dari waktu ke waktu, mungkin karena kematangan kognitif (termasuk fungsi eksekutif), belajar dan pengalaman (Ariely 2008; Byrnes 2005; Kahneman et al. 1982; Stanovich dan West 2000). Lebih jauh, kemampuan pengambilan keputusan dapat ditingkatkan melalui pengalaman pribadi dengan konsekuensi dari keputusan sebelumnya, pengamatan orang lain mengalami konsekuensi, atau menerima instruksi eksplisit pada program yang efektif tindakan (Byrnes, 2005). Secara kognitif dalam banyak aspek, individu dalam usia paruh baya berada dalam keunggulan mereka. Dewasa yang matang mampu menunjukkan adanya peningkatan dalam memecahkan
9 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
masalah (Papalia, 2009). Meskipun individu di usia paruh baya mungkin mengambil waktu agak lebih lama dibandingkan individu yang lebih muda, dalam memproses informasi baru, dalam memecahkan masalah di ranah mereka, mereka lebih mampu mengembangkan penilaian yang berkembang dari pengalaman (Hoyer &Rybash, 1995; Rybash , Hoyer, & Roodin, 1986). Dalam California Longitudinal Study, pada waktu individu berusia 34 sampai 50 tahun, mereka adalah kelompok usia paling sehat, paling tenang, dan paling bisa mengontrol diri, dan juga paling bertanggung jawab (Levinson & Peskin, 1981 dalam Santrock, 2002). Menurut Terry (dalam Hasan, 2002), bahwa pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif
perilaku (kelakuan) tertentu dari dua atau lebih
alternatif yang ada. Pengambilan keputusan terjadi didalam situasi-situasi yang meminta seseorang harus membuat prediksi ke depan, memilih salah satu diantara dua pilihan atau lebih, atau membuat estimasi (prakiraan) mengenai frekuensi terjadi berdasarkan bukti-bukti yang terbatas (Suharnan, 2005). Setiap keputusan yang dibuat bertolak dari beberapa kemungkinan atau alternatif untuk dipilih dimana setiap alternatif tersebut memberi konsekuensi (Salusu, 2002). Kemudian pengambilan keputusan juga dikemukakan oleh Nigro (dalam Ridho, 2003) bahwa keputusan ialah pilihan sadar dan teliti terhadap salah satu alternatif yang memungkin‐ kan dalam suatu posisi tertentu untuk merealisasikan tujuan yang diharapkan. Menurut Siagian, pada hakikatnya pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap hakikat suatu masalah, pengumpulan fakta – fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif pengambilan tindakan yang paling tepat (Syamsi, 200:5)
10 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
yang dihadapi dan
Menurut Hasan (2002) mengemukakan bahwa tujuan pengambilan keputusan dapat dibedakan menjadi dua yaitu tujuan yang bersifat tunggal dan tujuan yang bersifat ganda. Faktor‐faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan individual antara lain: masalah, situasi, kondisi dan tujuan. Dasar – dasar dalam pengambilan keputusan yang berlaku adalah: (1) pengambilan keputusan yang berdasarkan atas intuisi atau perasaan memiliki sifat subjektif, sehingga mudah terkena pengaruh, (2) pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman, (3) pengambilan keputusan berdasarkan fakta dapat memberikan keputusan yang sehat, solid dan baik, (4) pengambilan keputusan berdasarkan wewenang, (5) pengambilan keputusan yang berdasarkan rasional, keputusan yang dihasilkan bersifat objektif, logis, lebih transparan dan konsisten. Adapun hasil pengamatan awal peneliti menunjukkan bahwa adanya wanita yang merokok baik di tempat publik seperti restoran, dan ada pula yang merokok ditempat terbuka namun dengan orang – orang tertentu, seperti hanya didepan keluarga nya sendiri, atau di depan teman – temannya yang menurutnya dekat dengan dirinya. Berdasarkan pengamatan yang saya lakukan kepada salah satu subjek, wanita tersebut merokok di dalam lingkungan rumahnya saja, dan didepan orang – orang tertentu saja. Biasanya, wanita tersebut melepaskan jilbabnya saat merokok, jarang terlihat merokok ketika dalam keadaan memakai jilbab. Dalam wawancara singkat yang saya lakukan dengan salah satu subjek, dirinya mengaku bahwa ia tidak mungkin merokok di tempat lain (di publik). Hanya dengan orang – orang tertentu saja Melihat fenomena diatas, maka peneliti terdorong untuk melakukan
11 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
penelitian mengenai Proses Pengambilan Keputusan Merokok pada Wanita Dewasa Tengah yang Berjilbab. 1.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan pengambilan judul diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Bagaimana proses pengambilan keputusan wanita dewasa tengah berjilbab yang merokok?
1.3 TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini secara umum adalah: 1. Mengetahui bagaimana proses pengambilan keputusan wanita dewasa tengah berjilbab yang merokok
1.4 MANFAAT TEORITIS 1.4.1 Kegunaan Teoritis Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk menguji pengembangan keilmuan yang berhubungan dengan masalah penelitian tentang proses pengambilan keputusan merokok pada wanita dewasa tengah yang berjilbab. 1. 4.2 kegunaan Praktis 1. Kegunaan Peneliti
12 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Kegunaan penelitian ini untuk peneliti adalah Penelitian ini memberikan wawasan baru bagi peneliti akan berbagai macam perilaku sosial yang ada di dalam masyarakat.
2. Kegunaan Bagi Universitas Penelitian ini berguna bagi mahasiswa Universitas Mercu Buana secara umum, Fakultas Psikologi secara khusus sebagai sumber tambahan dalam memperoleh
informasi
bagi
peneliti
yang
akan
melaksanakan
penelitianpada kajian yang sama.
3. Kegunaan Untuk Masyarakat Kegunaan penelitian ini bagi masyarakat umum adalah untuk mengetahui tentang proses pengambilan keputusan merokok pada wanita dewasa tengah yang berjilbab.
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN Adapun sistematika penelitian skripsi ini sebagai berikut : BAB I
:
Pendahuluan, mengetahui latar belakang penelitian,
rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
sistematika penelitian. BAB II
: Kajian pustaka, akan membahas mengenai konsep yang menjadi dasar teoritis dari penelitian ini.
BAB III
:
Metode penelitian, menguraikan tentang metode dan
prosedur penelitian yang meliputi pendekatan penelitan,
13 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
teknik pengumpulan data, subjek penelitian, alat penelitian dan analisis data BAB IV
: Berisikan hasil penelitian yang dilakukan, diantaranya berisi analisis kasus, wawancara dan observasi
BAB V
:
merupakan langkah terakhir dari suatu penyusunan
penelitian yang meliputi kesimpulan, diskusi dan saran.
14 http://digilib.mercubuana.ac.id/z