BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Kanker telah lama menjadi masalah dalam bidang kesehatan dan terkenal sebagai the silent killer. Kanker merupakan penyebab kematian nomor dua setelah sakit jantung, dan diperkirakan menyebabkan kematian sebanyak 23%. The American Cancer Society memperkirakan setiap tahun di Amerika Serikat terdapat 1.638.910 kasus kanker baru dan 577.190 kematian akibat kanker yang diperkirakan akan terjadi pada tahun 2012 (Siegel et al., 2012). Pada wanita, kanker payudara menempati posisi pertama sebagai penyebab kematian nomor satu untuk wanita dengan rentang usia 20 hingga 59 tahun (Siegel et al., 2012). Setiap tahun, kasus baru kanker payudara didiagnosa pada lebih dari 1,1 juta wanita dan kasus ini ditemukan pada lebih dari 10 persen dari seluruh kasus kanker (Anderson et al., 2006). Menurut penelitian Globocan (2008) yang dilakukan International Agency for Research on Cancer di Indonesia, kanker payudara merupakan kasus kanker yang paling banyak terjadi dengan angka kejadian 26 per 100.000 perempuan dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kanker paruparu dan kanker kolon. Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2007, kanker payudara menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di seluruh RS di Indonesia yaitu sebesar 16,85% (Depkes, 2008). 1
2
Terapi kanker dilakukan dengan tiga cara utama yaitu operasi, radiasi dan kemoterapi. Walaupun sangat efektif untuk mengobati berbagai tipe kanker, operasi dan radiasi merupakan terapi yang hanya bersifat lokal. Kebanyakan pasien memiliki penyakit yang telah menyebar saat diagnosis sehingga terapi lokal sering gagal dalam mengeliminasi kanker secara keseluruhan. Pada sisi lain, kemoterapi dapat mencapai sirkulasi sistemik dan secara teoritis mampu mengobati tumor utama dan penyebarannya (Dipiro et al., 2009). Masalah utama dalam penanggulangan penyakit kanker adalah besarnya biaya perawatan dan waktu terapi yang panjang. Hal ini tidak hanya menimbulkan kerugian ekonomi (economic loss) bagi penderita tapi juga bagi keluarga dan pemerintah (Depkes, 2008). Biaya untuk kemoterapi mempunyai porsi 59% dari total biaya pengobatan pasien kanker di rumah sakit, sedangkan biaya obat lain dan pemeriksaan mempunyai porsi 25% dan 16% dari
biaya pengobatan total
(Maniadakis, 2009). Dengan meningkatnya perhatian terhadap biaya pada pelayanan kesehatan sekarang ini, apoteker dan penyedia layanan kesehatan lain membutuhkan data analisa biaya untuk mendapatkan informasi ekonomi kesehatan yang terkait dengan terapi obat (McCloskey, 2001). Kanker dan efek samping terapinya sering berhubungan dengan penurunan kualitas hidup. Walaupun kemajuan di bidang pengobatan kanker dapat meningkatkan hasil terapi dari pasien kanker, seperti tingkat kelangsungan hidup dan kondisi bebas penyakit, pasien tetap berlanjut merasakan dampak besar
3
dari kanker dan pengobatannya pada beberapa kondisi fisik dan psikososial (Perwitasari et al., 2011). Kanker payudara telah mendapatkan perhatian paling banyak diantara penelitian kualitas hidup pada pasien kanker karena beberapa alasan. Pertama, jumlah wanita dengan kanker payudara meningkat. Kedua, deteksi dini dan pengobatan kanker payudara mengalami peningkatan dan survivor hidup lebih lama. Ketiga, kanker payudara mempengaruhi identitas wanita (Montazeri, 2008). RSUD Dr. Moewardi merupakan rumah sakit rujukan untuk daerah Jawa Tengah dan sekitarnya. Sebagai rumah sakit pemerintah sekaligus rumah sakit pendidikan, RSUD Dr. Moewardi melayani persoalan-persoalan kesehatan dari segala aspek lapisan masyarakat. Di rumah sakit ini, pelayanan dalam penanganan kanker sudah cukup lengkap yaitu dengan adanya bangsal kemoterapi, meliputi pelayanan rawat inap dan rawat jalan, serta unit radioterapi (Anonim, 2013). Oleh karena itu, peneliti merasa bahwa penelitian ini perlu dilakukan agar dapat diketahui bagaimana biaya medik langsung dalam pengobatan kemoterapi kanker payudara dan bagaimana kualitas hidup pasien kanker payudara yang sedang menjalani kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana karakteristik pasien kanker payudara yang mendapatkan kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi?
4
2.
Bagaimana rata-rata total biaya medik langsung per siklus kemoterapi yang harus dikeluarkan pasien kanker payudara di RSUD Dr. Moewardi?
3.
Bagaimana kualitas hidup pasien yang sedang menjalani kemoterapi pada pengobatan kanker payudara di RSUD Dr. Moewardi?
C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biaya medik langsung pada pengobatan kemoterapi kanker payudara dan kualitas hidup pasien yang sedang menjalani kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi.
2.
Tujuan Khusus a.
Mengetahui karakteristik pasien kanker payudara yang mendapatkan kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi.
b.
Mengetahui biaya medik langsung yang dikeluarkan pasien dalam pengobatan kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi.
c.
Mengetahui kualitas hidup pasien yang sedang menjalani kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi. D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat:
1.
Bagi praktisi kesehatan Penelitian ini hendaknya dapat digunakan sebagai tambahan pertimbangan dalam pemilihan obat kemoterapi bagi pasien kanker payudara dengan melihat kualitas hidup pasien yang sedang menjalani kemoterapi.
5
2.
Bagi penelitian lain Penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan acuan bagi penelitian lanjutan terhadap analisis biaya medik langsung dan kualitas hidup pasien yang sedang menjalani kemoterapi.
3.
Bagi masyarakat Penelitian ini dapat menambah pengetahuan bagi masyarakat yang ingin mengetahui lebih lanjut mengenai biaya medik langsung pada pengobatan kemoterapi kanker payudara dan kualitas hidup pasien yang sedang menjalani kemoterapi. E. Tinjauan Pustaka
1. Kanker Payudara a. Definisi Menurut The American Cancer Society (2012), kanker payudara adalah tumor ganas yang dimulai pada sel di payudara. Tumor ganas adalah sekelompok sel-sel kanker yang dapat berkembang ke jaringan di sekitarnya atau menyebar (metastasis) menuju area yang jauh di badan. Penyakit ini kebanyakan
menyerang
wanita,
namun
laki-laki
juga
memiliki
kemungkinan menderita penyakit ini. Payudara wanita dewasa terletak di antara tulang rusuk kedua dan keenam dan antara tepi sternal dan linea midaxillaris. Payudara terdiri dari kulit, jaringan subkutan, dan jaringan payudara, dengan jaringan payudara termasuk elemen epitel dan stroma. Elemen epitel membentuk 10% sampai 15% dari massa payudara, dan sisanya adalah stroma. Setiap payudara
6
terdiri dari 15 sampai 20 lobus dari kelenjar yang didukung oleh jaringan ikat fibrosa. Ruang antara lobus diisi dengan jaringan adiposa, dan jumlah jaringan adiposa berpengaruh dalam perubahan ukuran payudara. Pasokan darah di payudara berasal dari interna payudara dan arteri torakalis lateral (DeVita et al., 2008). Kanker payudara dapat tumbuh dalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak maupun jaringan ikat pada payudara (Pane, 2002). Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi (DeVita et al., 2008). Kedua tahap tersebut diperjelas melalui gambar 1. Beberapa agen bertindak sebagai inisiator (Gambar 1), agen ini disebut karsinogen yang bisa berupa bahan kimia, virus, radiasi atau sinar matahari. Selanjutnya agen menyebabkan perubahan permanen pada sel-sel namun tidak secara langsung menyebabkan kanker. Tidak semua sel memiliki kepekaan yang sama terhadap suatu karsinogen. Kontak dengan inisiator ini menyebabkan mutasi gen. Agen lain bertindak sebagai promotor, mengakibatkan perubahan sementara dan hanya menyebabkan kanker jika kontak terjadi terus-menerus pada sel yang telah diinisiasi oleh agen lain. Dari pandangan klinik, kanker muncul akibat paparan jangka lama oleh suatu agen (DeVita et al., 2008; Tobias & Hochhauser, 2010).
7
Gambar 1. Inisiator dan promotor pada karsinogenesis. Tahap A, kerusakan kromosom disebabkan oleh inisiator. Kerusakan ini bisa diperbaiki (tahap B) atau, akibat pengaruh promotor dapat menyebabkan pertumbuhan neoplastik (tahap C) (Tobias & Hochhauser, 2010)
b. Tipe Kanker National Comprehensive Cancer Network (NCCN) Guidelines tahun 2012 membagi tipe kanker payudara menjadi 2 tipe utama yaitu: 1) Kanker payudara noninvasif a) Lobular carcinoma in situ (LCIS) LCIS
merupakan
diagnosis
mikroskopik,
bukan
abnormalitas yang mencolok. Oleh karena itu, LCIS selalu tidak teraba dan hampir tidak mungkin dilakukan diagnosis dengan pemeriksaan klinik secara langsung (Dipiro et al., 2009). b) Ductal carcinoma in situ (DCIS) Tipe ini lebih sering ditemukan dibanding LCIS dengan rasio sekitar 6 hingga 3:1. Terdapat lima perbedaan pola histologi dari DCIS yaitu: comedo, cribriform, micropapillary, papillary, dan solid (Dipiro et al., 2009). Pada awalnya kanker muncul sebagai proliferasi atipikal dari epithel ductal yang akhirnya
8
mengisi dan menyumbat pembuluh dengan sel neoplastik. DCIS terlokalisasi tak dapat dirasakan dengan rabaan namun lebih sering nampak pada pemeriksaan mamografi sebagai daerah dengan mikrokalsifikasi. Tidak semua DCIS akan berkembang secara pasti,
tetapi
kemungkinan
perkembangan
kanker
invasif
diperkirakan sekitar 30-50% (Cassidy et al., 2002). 2) Kanker payudara invasif a) Ductal carcinoma Tipe ini terdapat pada 75% kanker payudara. Sel-sel ganas berasosiasi dengan stroma fibrosa sehingga berubah menjadi cairan kental (karsinoma scirrhous). Tumor menyerang melalui jaringan payudara ke dalam limfatik dan
vaskular, untuk mendapatkan
akses menuju noda regional (aksila dan, terkadang, internal mammae) dan sirkulasi sistemik. Tingkatan histologis tumor dinilai dari tiga fitur (pembentukan tubulus, pleomorfisme nuklir, dan frekuensi mitosis) dan prediksi perilaku tumor (Cassidy et al., 2002). Tipe ini sering kali mengalami metastasis ke tulang, liver, paru-paru atau otak (Dipiro et al., 2009). b) Lobular carcinoma Lobular carcinoma terjadi sekitar 5-10 % pada tumor payudara. Presentasi yang khas dari tipe ini adalah adanya penebalan di payudara, berbeda dengan adanya gumpalan yang menonjol pada ductal carcinoma. Tipe ini lebih umum mengalami
9
metastasis ke permukaan meningeal dan serosal serta bagian lainnya yang lebih jarang (Dipiro et al., 2009). c. Faktor Risiko Beberapa faktor risiko dari kanker payudara yaitu: 1) Usia Risiko perkembangan kanker payudara meningkat dengan bertambahnya umur. Menurut American Cancer Society (2012), sekitar 1 dari 8 kanker payudara noninvasif ditemukan pada wanita yang lebih muda dari 45 tahun, sementara sekitar 2 dari 3 kanker payudara invasif ditemukan pada wanita dengan umur 55 tahun atau lebih tua. Dibandingkan dengan kanker paru-paru, kejadian kanker payudara lebih tinggi pada usia yang lebih muda (McPherson et al., 2000). 2) Jenis Kelamin Wanita termasuk dalam faktor risiko terjadinya kanker payudara. Laki-laki dapat terkena kanker payudara namun penyakit ini 100 kali lebih sering terjadi pada wanita dibanding laki-laki (The American Cancer Society, 2012). 3) Riwayat Keluarga Riwayat keluarga pada kanker payudara diketahui berhubungan secara kuat dengan risiko terjadinya kanker payudara pada wanita. Perkiraan empiris dari risiko tersebut berhungan dengan pola tertentu pada riwayat keluarga, yaitu (Dipiro et al., 2009):
10
a) Memiliki garis keturunan pertama dengan penderita kanker payudara meningkatkan risiko 2 hingga 3 kali. b) Risiko lebih tinggi berhubungan dengan kanker payudara yang muncul pada usia lebih muda dari 45 tahun pada satu atau lebih garis keturunan pertama. c) Memiliki lebih dari satu garis keturunan pertama yang menderita kanker payudara secara tidak konsisten berhubungan dengan kenaikan risiko. d) Memiliki garis keturunan kedua yang menderita kanker payudara meningkatkan risiko sekitar 50%. e) Keluarga dari sisi maternal maupun paternal memiliki risiko yang hampir sama. 4) Gaya Hidup Diet dan berat badan merupakan beberapa faktor gaya hidup yang berhubungan dengan risiko kanker payudara. Terdapat korelasi antara kejadian kanker payudara dengan dietary fat intake, namun korelasi ini tidak kuat. Obesitas berhubungan dengan kenaikan dua kali lipat risiko kanker payudara pada wanita postmenopause sementara pada wanita premenopause berhubungan dengan penurunan kejadian kanker payudara (McPherson et al., 2000). 5) Periode Menstruasi Menstruasi pada usia dini yaitu menstruasi yang dimulai pada umur kurang dari 12 tahun. Penelitian menunjukkan risiko kumulatif
11
kanker payudara yang lebih besar dibanding menstruasi yang dimulai pada umur 16 tahun atau lebih (Dipiro et al., 2009). 6) Riwayat Kanker American Cancer Society pada tahun 2012 menjelaskan bahwa wanita dengan kanker pada salah satu sisi payudara memiliki peningkatan risiko 3 hingga 4 kali untuk kembali menderita kanker pada sisi lain dari payudaranya.
d. Diagnosis 1) Pemeriksaan Klinik Pemeriksaan awal merupakan pemeriksaan pada pasien dalam posisi duduk dengan mengamati simetri, inversi puting, perubahan kulit dan kontur payudara (Barber et al., 2008). Pemeriksaan klinik ini direkomendasikan pada wanita dengan risiko menengah kanker payudara dan dimulai sejak awal umur 20an tahun. Pemeriksaan ini hendaknya menjadi pemeriksaan kesehatan periodik minimal setiap 3 tahun sekali. Wanita dengan umur di atas 40 tahun hendaknya melakukan pemeriksaan ini setiap tahun dan lebih ideal bila dilakukan sebelum mamografi rutin tiap tahun (Cassiato et al., 2009). 2) Teknik Imaging a) Mamografi Mamografi merupakan teknik yang paling sensitif dan spesifik untuk mendeteksi kanker payudara. Payudara dikompresi
12
untuk meratakan jaringan payudara dan untuk mengurangi gerakan dan tumpang tindih bayangan. Ketebalan yang seragam dari jaringan meningkatkan kualitas gambar dan kontras. Radiasi rendah energi dipaparkan pada payudara sehingga menghasilkan gambar dengan kontras tinggi. Sekitar 7% wanita menyatakan pemeriksaan sangat menyakitkan, dan sebagian besar merasa tidak nyaman (Cassidy et al., 2002). Mamografi memungkinkan deteksi massa lesi, daerah distorsi parenkim, dan mikrokalsifikasi. Payudara relatif lebih padat pada wanita yang lebih muda maka mamografi biasanya tidak dilakukan pada mereka yang berusia di bawah 35 tahun (Barber et al., 2008). b) Ultrasonografi (USG) Pemeriksaan
melalui
USG
dilakukan
menggunakan
gelombang suara frekuensi tinggi yang dilewatkan pada payudara, refleksi terdeteksi dan diubah menjadi gambar. USG payudara aman, tanpa rasa sakit, dan cocok untuk digunakan di segala usia. Pada pasien kanker, teknik ini berguna untuk memandu biopsi inti dan menilai ukuran, multifokalitas, dan adanya metastasis kelenjar getah bening (Barber et al., 2008). 3) Biopsi Jika pasien memiliki gambaran mamogram mencurigakan, dokter akan menjalankan biopsi. Ada dua cara unutk mendapatkan biopsi yang dilakukan hanya dengan sedikit operasi (David, 2010):
13
a) Biopsi aspirasi jarum halus (fine neddle aspiration biopsy) Jarum berongga sangat kecil dimasukkan ke dalam payudara. Sampel sel diambil dan diperiksa di bawah mikroskop. Metode ini tidak meninggalkan bekas luka. b) Biopsi jarum inti (core needle biopsy) Jarum dengan ukuran lebih besar dimasukkan untuk mengambil beberapa sampel jaringan yang lebih besar dari area yang terlihat mencurigakan. Untuk melakukan metode ini, ahli bedah harus membuat sayatan kecil. Hal tersebut akan meninggalkan bekas luka kecil yang nyaris tak terlihat setelah beberapa minggu.
e. Stadium Sistem yang paling sering digunakan untuk menggambarkan stadium adalah sistem TNM dari American Joint Committe on Cancer (AJCC). Klasifikasi stadium kanker berdasarkan stadium T, N, dan M. Huruf T berarti tumor (ukuran dan seberapa jauh penyebarannya pada payudara dan sekitarnya). Huruf N berarti penyebaran pada nodul limfa (sekumpulan sel sistem imun yang membantu melawan infeksi dan kanker). Huruf M berarti metastasis (menyebar ke organ yang jauh) (The American Cancer Society, 2012).
14
Tabel I. Kategori TNM pada kanker payudara (The American Cancer Society, 2012)
Tumor primer (T) TX T0 Tis
T1 T2 T3 T4
Keterangan Tumor primer tidak bisa diperkirakan Tidak ada tumor primer Karsinoma in situ; karsinoma intraduktal, karsinoma in situ lobular atau Paget disease pada puting susu tanpa adanya massa tumor Paling besar ukuran tumor ≤ 2 cm (3/4 inchi) Paling besar ukuran tumor lebih dari 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm (2 inchi) Paling besar ukuran tumor lebih dari 5 cm Tumor dengan ukuran berapapun yang berkembang pada dinding payudara atau kulit
Limfa nodi regional (N) Limfa nodi regional tidak dapat diperkirakan (misalnya NX telah dibuang sebelumnya) Kanker belum menyebar ke limfa nodi regional N0 Kanker telah menyebar ke 1 sampai 3 limfa nodi aksilar N1 di bawah lengan Kanker telah menyebar ke 4 sampai 9 limfa nodi di N2 bawah lengan Kanker telah menyebar ke 10 atau lebih limfa nodi di N3 bawah lengan atau juga meliputi limfa nodi di daerah lain sekitar payudara Metastasis (M) Metastasis jauh tidak bisa diperkirakan MX Tidak ada penyebaran jauh M0 Ada metastasis jauh M1
Stadium klinis kanker payudara dapat ditentukan setelah dilakukan pemeriksaan fisik untuk melihat ukuran tumor dan status limfa nodi regional dan pemeriksaan radiologik untuk melihat kemungkinan metastase jauh. Kepentingan stadium klinis ini adalah untuk merencanakan terapi dan meramalkan prognosis (Dipiro et al., 2009).
15
Tabel II. Pengelompokkan stadium kanker payudara menurut AJCC (Tobias & Hochhauser, 2010)
Stadium 0 I IIA
IIB IIIA
IIIB
IIIC IV
Tumor Tis T1 T0 T1 T2 T2 T3 T0 T1 T2 T3 T3 T4 T4 T4 T apapun T apapun
Nodi N0 N0 N1 N1 N0 N1 N0 N2 N2 N2 N1 N2 N0 N1 N2 N3
Metastasis M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0
N apapun
M1
Mamografi dan USG dapat digunakan untuk memperkirakan ukuran tumor dan mendeteksi jaringan multifokal, melalui teknik imaging penilaian yang akurat akan lebih mudah diperoleh dibanding dengan pemeriksaan klinik. Pada saat diagnosis, USG secara luas digunakan untuk melihat keterlibatan nodul limfa aksilari. Metastasis jarang ditemukan pada wanita dengan kanker payudara stadium awal. Namun beberapa tes tetap perlu dilakukan seperti tes darah, urea, elektrolit, tes fungsi hati, kalsium dan Xray dada. Hal ini dilakukan unutk lebih memastikan keadaan pasien. Untuk pasien dengan risiko metastasis lebih tinggi seperti pasien dengan ukuran tumor yang besar, pembesaran nodul limfa aksilari, pemeriksaan
16
lebih lanjut dapat dilakukan meliputi pemeriksaan tulang, CT, maupun PET (Barber et al., 2008). f. Terapi Kanker Payudara 1) Terapi Lokal-Regional a) Pembedahan Hampir semua wanita yang menderita kanker payudara mendapatkan terapi dengan pembedahan. Dua tipe pembedahan yang paling umum adalah breast cancer conserving surgery dan mastektomi (NCCN, 2012). Quadrantektomi diperkenalkan pada awal 1970-an merupakan breast conserving surgery dengan menghilangkan kanker primer yang memiliki margin 2,0 cm dari jaringan payudara normal. Lumpektomi adalah operasi untuk menghilangkan massa tumor dengan jaringan normal yang terbatas (1 cm). Percobaan acak dengan membandingkan breast conserving surgery diikuti radioterapi dengan mastektomi menunjukkan tingkat kontrol lokal dan kelangsungan hidup. Breast conserving surgery tidak selalu cocok untuk wanita dengan penyakit multifokal dan tumor besar pada payudara yang kecil. Beberapa pasien memilih mastektomi karena kemungkinan dapat menghindari radioterapi (Cassidy et al., 2002).
17
b) Terapi radiasi Terapi radiasi dilakukan dengan menggunakan sinar berenergi tinggi (atau partikel) untuk menghancurkan sel kanker yang tertinggal di belakang payudara, dinding dada, atau limfa nodi setelah pembedahan (NCCN, 2012). Iradiasi payudara telah terbukti mengurangi risiko kekambuhan lokal setelah operasi payudara dari sekitar 30% sampai <10% pada 10 tahun (Cassidy et al., 2002). 2) Terapi sistemik a) Kemoterapi Kemoterapi adalah terapi dengan obat yang dapat membunuh sel kanker yang dapat diberikan secara intravena atau peroral. Obat tersebut mengikuti aliran darah untuk mencapai sel kanker pada semua bagian tubuh. Kemoterapi direkomendasikan berdasarkan ukuran tumor, stadium tumor, serta ada atau tidaknya keterkaitan limfa nodi (The American Cancer Society, 2012). Efek samping umum dari kemoterapi diantaranya kelesuan, mual dan muntah, rambut rontok, mucositis, supresi sumsum tulang, dan tromboemboli. Antrasiklin jika diberikan dalam dosis besar kumulatif dapat menyebabkan kerusakan jantung dan taxanes berhubungan dengan kemungkinan tinggi sepsis neutropaenic dan neurotoksisitas (Barber et al., 2008). Pasien kanker payudara yang bebas penyakit setelah pengobatan lokal dan regional pengobatan tetap memiliki kemungkinan kambuh
18
dan metastase penyakit. Risiko metastasis rendah dalam kasus-kasus dengan karsinoma berukuran kecil dan noda negatif, risiko semakin meningkat dengan ukuran karsinoma primer dan jumlah noda metastasis aksila (Cassidy et al., 2002). Kemoterapi umumnya digunakan dalam pengaturan ajuvan setelah pengobatan lokal kanker payudara pada pasien dengan prognosis kanker moderat dan buruk. Terapi endokrin (yang mengurangi pembelahan sel-sel kanker) umumnya tidak digunakan bersamaan dengan kemoterapi. Kemoterapi juga dapat digunakan dalam pengaturan neo adjuvant untuk pengobatan awal pada kanker payudara dengan ukuran besar atau stadium lanjut, dalam upaya untuk mengurangi ukuran kanker agar memungkinkan dilakukan operasi (Barber et al., 2008). Beberapa rejimen kemoterapi yang umum digunakan untuk stadium awal kanker payudara antara lain (Swart, 2012): a)
TAC yang terdiri dari Docetaxel (Taxotere), Doxorubicin (Adriamycin) dan Cyclophosphamide.
b) AC diikuti dengan T yaitu: Doxorubicin, Cyclophosphamide kemudiaan diikuti dengan pemberian Paclitaxel. c)
FAC
yang terdiri dari Florouracil (5-FU), Doxorubicin
(Adriamycin) dan Cyclophophamide. d) CMF yang terdiri dari Cyclophosphamide, Methotrexat dan Florouracil (5-FU).
19
e)
FEC yang terdiri dari Florouracil (5-FU), Epirubicin dan Cyclophosphamide.
b) Terapi hormonal Enam puluh persen dari kanker payudara memiliki estrogen reseptor positif. Tamoxifen dapat meningkatkan kelangsungan hidup dengan bebas penyakit secara keseluruhan pada semua wanita, terutama pasca-menopause. Manfaat dari terapi ini berkurang jika ER (estrogen receptor) diketahui negatif (Cassidy et al., 2002). Tamoxifen adalah modulator reseptor estrogen selektif yang memiliki aksi antagonis dalam kanker payudara dengan reseptor estrogen. Tamoxifen mengurangi risiko kematian akibat kanker payudara sekitar 25% dan efektif dalam semua kelompok usia terlepas dari status menopause-nya. Dosis 20 mg perhari biasanya diberikan selama 5 tahun. Tamoxifen mengurangi risiko kanker payudara kontralateral antara 40 dan 50%, tetapi kurang efektif terhadap tumor dengan human epidermal growth factor receptor (HER)2-positif. Efek samping dari tamoxifen termasuk tromboemboli vena, hot flushes, gangguan pencernaan, vagina kering, perubahan libido, gangguan menstruasi, dan kanker endometrium (Barber et al., 2008). c) Terapi antibodi monoklonal HER2 diekspresikan secara berlebihan pada sekitar 20% dari kanker payudara. HER2 telah lama dikenal sebagai penanda prognosis yang buruk pada kanker payudara. Pada pasien dengan kanker HER2-
20
positif, pemberian trastuzumab sendiri atau dalam kombinasi dengan agen kemoterapi sitotoksik dapat meningkatkan kelangsungan hidup pasien dengan penyakit metastasis dan mengurangi kekambuhan bila diberikan dalam pengaturan ajuvan (Barber et al., 2008). Trastuzumab adalah antibodi monoklonal yang menghambat efek dari faktor pertumbuhan protein HER2, protein yang mengirim sinyal pertumbuhan ke sel kanker payudara. Pertuzumab merupakan antibodi monoklonal yang bisa dikombinasikan dengan trastuzumab dan kemoterapi lainnya. Antibodi monoklonal ini digunakan untuk mengobati pasien dengan kanker payudara HER2 positif yang telah bermetastasis (Anonim, 2012).
2. Farmakoekonomi a. Definisi Farmakoekonomi Farmakoekonomi didefinisikan sebagai deskripsi dan analisis pada biaya terapi pengobatan di sistem pelayanan kesehatan dan masyarakat. Secara lebih spesifik, penelitian farmakoekonomi adalah proses identifikasi, perhitungan, dan perbandingan biaya, risiko, dan keuntungan dari program, pelayanan atau pengobatan dan menentukan alternatif yang memberikan outcome kesehatan paling baik (Dipiro et al., 2009). Studi farmakoekonomi mempertimbangkan biaya obat alternatif dan regimen obat dibandingkan dengan hasil keluarannya (outcome), sebagai panduan dalam pembuatan keputusan dan kebijakan tentang obat
21
yang seharusnya digunakan, obat mana yang seharusnya dibayar oleh pemerintah atau pihak ketiga (asuransi). Pengaruh dari informasi farmakoekonomi kepada pembuat keputusan dalam pelayanan kesehatan tergantung pada sudut pandang analisis yang dilakukan. Dua komponen fundamental dalam studi farmakoekonomi adalah perhitungan biaya dan hasil keluaran (outcome) yang dinilai secara kuantitatif (Gattani et al., 2009).
b. Perspektif Farmakoekonomi Evaluasi farmakoekonomi dapat dinilai dari satu atau lebih perspektif. Klasifikasi perspektif penting, karena hasil evaluasi ekonomi sangat tergantung dari perspektif yang diambil, dikarenakan perspektif menentukan biaya (cost) dan keluaran (consequence) yang akan dievaluasi (Bootman, 2005). Perspektif yang umum digunakan meliputi (Dipiro et al., 2009): 1) Perspektif Pasien Pada dasarnya, biaya dari perspektif ini adalah segala biaya yang harus dibayarkan pasien untuk suatu produk atau pelayanan. Akibatnya, dari perspektif ini, seluruh efek klinik baik positif dan negatif dari suatu program atau alternatif pengobatan dapat diketahui. 2) Perspektif Provider Biaya dari perspektif ini adalah pengeluaran yang sebenarnya karena produk atau pelayanan kesehatan. Provider dapat mencakup
22
rumah sakit atau klinik. Dari perspektif ini, biaya langsung seperti obat, biaya rawat inap, tes laboratorium, biaya jasa petugas kesehatan dapat diidentifikasi, dinilai dan dibandingkan. 3) Perspektif Payer Perusahaan asuransi atau pemerintah termasuk dalam payer. Biaya paling penting dalam perspektif ini adalah biaya langsung, namun biaya tidak langsung seperti hilangnya produktivitas kerja dapat berpengaruh pada biaya total layanan kesehatan. 4) Perspektif Masyarakat Perspektif ini merupakan perspektif yang paling luas karena mempertimbangkan keuntungan pada masyarakat sebagai keseluruhan. Secara teoritis, seluruh biaya langsung dan tak langsung termasuk dalam evaluasi ekonomi yang dilakukan dengan perspektif masyarakat. Biaya morbiditas dan mortalitas serta seluruh biaya dari pemberian dan penerimaan pelayanan kesehatan juga termasuk dalam perspektif ini.
c. Biaya dalam Farmakoekonomi Evaluasi farmakoekonomi tidak dapat lepas dari isu biaya. Berdasarkan konsep ekonomi, biaya didasarkan pada penggunaan suatu sumber daya terhadap suatu jalan dengan mengesampingkan alternatifalternatif lain (Walley et al., 2004). Terdapat beberapa tipe biaya dalam cost analysis yaitu:
23
1) Biaya Medik Langsung Biaya medik langsung adalah biaya yang dikeluarkan untuk produk medis dan pelayanan medis yang digunakan untuk mencegah, mendeteksi, atau mengobati penyakit. Contoh dari biaya ini adalah biaya untuk obat, alat dan bahan medis, tes diagnosis dan laboratorium, biaya rawat inap dan biaya kunjungan (Dipiro et al., 2009). 2) Biaya Non-medik Langsung Biaya ini adalah biaya untuk pelayanan non-medis akibat adanya penyakit namun tidak termasuk dalam pembayaran pelayanan medis. Contoh dari biaya ini meliputi biaya yanng dikeluarkan pasien untuk transportasi ke fasilitas pelayanan kesehatan, biaya hidup keluarga, biaya untuk makanan khusus, dan lainnya (Dipiro et al., 2009). 3) Biaya Tak Langsung (indirect cost) Biaya tak langsung adalah biaya-biaya dari sudut pandang masyarakat secara keseluruhan, seperti kehilangan penghidupan, hilangnya produktivitas, ongkos perjalanan ke rumah sakit dan lainnya. Biaya tersebut tidak hanya meliputi diri pasien tetapi juga masyarakat dan keluarga pasien (Walley et al., 2004). 4) Intangible Costs Biaya ini meliputi outcome non-finansial lain akibat adanya suatu penyakit (Dipiro et al., 2009). Contoh dari biaya ini yaitu: nyeri, kecemasan atau tekanan lain yang pasien atau keluarga derita akibat adanya penyakit. Jenis biaya ini cukup sulit jika dilihat dalam bentuk
24
mata uang namun dapat terlihat dengan pengukuran kualitas hidup. (Walley et al., 2004).
d. Metode Evaluasi Farmakoekonomi Menurut Walley et al. (2004) evaluasi ekonomi adalah proses resmi untuk menghitung keuntungan dan biaya dalam sebuah analisis inkremental. Pada dasarnya merupakan sebuah kerangka yang menyusun keseimbangan antara keuntungan dan biaya untuk membantu pembuatan keputusan. Metode-metode evaluasi farmakoekonomi tersebut yaitu: 1) Cost-of-Illness (CoI) Evaluasi ini mengidentifikasi dan memperkirakan keseluruhan biaya dari suatu penyakit pada populasi tertentu, sering juga dianggap sebagai burden of illness. Evaluasi COI tidak digunakan untuk membandingkan terapi alternatif tetapi untuk memberikan estimasi beban finansial akibat suatu penyakit (Dipiro et al., 2009). 2) Cost-Minimization Analysis (CMA) Cost-Minimization Analysis (CMA) didefinisikan sebagai tipe analisis yang memilih biaya terendah dari dua atau lebih alternatif terapi dengan asumsi besarnya manfaat yang diperoleh sama. Dengan CMA, alternatif terapi harus memiliki bukti mengenai keamanan, efikasi serta outcome yang dihasilkan sama atau mirip. Jika terbukti outcome tersebut ekivalen, biaya diidentifikasi, diukur, dan dibandingkan dalam nilai mata uang yang sesuai (Sanchez, 2005).
25
Contoh dari analisis ini adalah terapi dengan antibiotika generik dengan paten, outcome klinik (efek samping dan efikasi sama), yang berbeda adalah onset dan durasinya. Maka pemilihan obat difokuskan pada obat yang biaya perharinya lebih murah (Vogenberg, 2001). 3) Cost-Benefit Analysis (CBA) Pada analisis ini, keuntungan (benefit) dihitung sebagai keuntungan ekonomi yang berhubungan dengan suatu intervensi, sebagai contoh: nilai uang yang diperoleh dari kembali bekerja. Maka, baik biaya maupun hasil keluaran (outcome) dinilai dalam uang. Keunggulan dari tipe analisis ini adalah dapat membuat perbandingan antara area yang sangat berbeda, tidak hanya dalam bidang medis, sebagai contoh: perbandingan antara memperluas edukasi (keuntungan yang diperoleh dari peningkatan edukasi dan produktivitas) dengan menetapkan pelayanan untuk sakit punggung (meningkatkan produktivitas karena pasien dapat kembali bekerja) (Gattani et al., 2009). 4) Cost-Effectiveness Analysis (CEA) Analisis ini digunakan ketika keuntungan kesehatan dapat didefinisikan dan dinilai dalam unit natural (contoh: berapa tahun umur dapat diselamatkan) dan biaya dinilai dalam uang. CEA digunakan untuk membandingkan jenis terapi dengan hasil keluaran (outcome) yang secara kualitatif hampir sama. Tipe analisis ini paling sering digunakan pada analisis ekonomi dalam literatur, dan terutama dalam terapi dengan obat (Gattani et al., 2009). Hasil CEA dituliskan sebagai rasio yaitu
26
average cost-effectiveness ratio (ACER) atau sebagai incremental costeffectiveness ratio (ICER) (Dipiro et al., 2009). ACER menggambarkan total biaya program atau alternatif terapi dibandingkan dengan outcome, sehingga menghasilkan rasio harga dalam mata uang per outcome yang diperoleh (Sanchez, 2005). 5) Cost-Utility Analysis (CUA) Cost-Utility
Analysis
(CUA)
adalah
metode
untuk
membandingkan alternatif terapi dan HRQOL atau Health Related Quality of Life. CUA mampu membandingkan biaya, kualitas dan kuantitas. Biaya dinilai dalam mata uang dan hasil terapi dinilai dalam utility yang diterima pasien bukan unit fisik. Penilaian utility yang digunakan adalah quality-adjusted life years (QALY) yang diperoleh (Dipiro et al., 2009). QALY merupakan alat ukur status kesehatan dalam CUA, dikombinasikan dengan data morbiditas dan mortalitas (Sanchez, 2005). Walaupun CUA telah berhasil digunakan untuk membantu memutuskan suatu program kesehatan (misalnya pembedahan atau kemoterapi), akan tetapi instrumen yang handal dan sensitif masih dibutuhkan untuk mendeteksi perubahan akibat terapi (Skrepnek, 2005).
3. Kualitas Hidup WHO mendefinisikan kualitas hidup sebagai persepsi individu terhadap keadaan hidup dalam konteks sistem budaya dan nilai dimana mereka hidup dan hubungannya dengan tujuan, harapan dan standar masing-masing.
27
Hal ini memang memiliki rentang konsep yang luas yang dipengaruhi keadaan kesehatan fisik seseorang, kepercayaan dan hubungan terhadap lingkungan (WHO, 1997). Penelitian tentang kualitas hidup sangat meningkat sejak tahun 1990. Kualitas hidup menggambarkan efek penyakit pada pasien, sebagaimana dipersepsikan oleh pasien, dan merupakan data yang melengkapi informasi medis atau data epidemiologi yang sering digunakan sebagai hasil penelitian. Kualitas hidup merupakan tujuan akhir dari semua intervensi kesehatan (Wandel, 2005). Penderita kanker payudara pasca operasi dan yang telah mendapatkan kemoterapi akan mengalami perubahan kualitas hidup. Hal ini dapat diakibatkan karena penderita mengalami kecemasan, sulit tidur dan lainnya. Hal lain yang dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita kanker payudara pasca operasi adalah kecemasan akan rasa nyeri, kecemasan terjadinya kekambuhan, perubahan secara kosmetik dan terjadinya gangguan perubahan sebagai wanita yang utuh. Selain hal-hal tersebut di atas, modalitas terapi yang diberikan pada penderita dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita sebagai akibat dari komplikasi yang terjadi dari terapi yang diberikan atau efek samping dari terapi tersebut (Hanafi, 2010). Kemoterapi sangat mempengaruhi kualitas hidup pada pasien kanker payudara. Sebuah studi yang dilakukan Palmer et al. tentang kemoterapi adjuvan yang dberikan setelah operasi pada pasien kanker payudara noda positif (satu atau lebih noda aksilari) menyebutkan bahwa pasien yang
28
menerima agen tunggal atau regimen obat menyatakan pengobatan sangat menyakitkan. Studi lain oleh Kiebert et al. pada pasien kanker payudara dini yang menerima kemoterapi sebelum operasi menyatakan bahwa kemoterapi merupakan aspek yang paling memberatkan selama pengobatan (Montazeri, 2008). Mols et al. (2005) mengulas literatur tentang kualitas hidup pada survivor kanker payudara jangka panjang dan menemukan bahwa meskipun pasien merasakan beberapa masalah spesifik seperti nyeri dan masalah fungsi seksual namun kebanyakan dilaporkan memiliki kualitas hidup yang baik. Ulasan ini juga menyatakan bahwa kondisi kesehatan, dukungan sosial merupakan penyebab nilai positif dalam kualitas hidup dan penggunaan kemoterapi adalah penyebab negatifnya. 4. The European Organisation for Research and Treatment of Cancer (EORTC) QLQ-C30 EORTC QLQ-C30 merupakan kuesioner yang digunakan pada pasien kanker dan berisi 30 pertanyaan yang meliputi tiga skala yaitu skala fungsional (fisik, peran, emosi, sosial, kognitif), status kesehatan umum, skala gejala dan beberapa item pertanyaan tunggal. Kuesioner ini sudah diterjemahkan dan disahkan dalam 81 bahasa dan telah digunakan dalam lebih dari 3000 penelitian di seluruh dunia (Fredheim et al., 2007). Kuesioner ini dapat digunakan pada semua tipe kanker. Di Indonesia sendiri, kuesioner ini telah diterjemahkan dan divalidasi melalui penelitian
29
Perwitasari et al. (2010) dengan judul Translation and Validation of EORTC QLQ-C30 into Indonesian Version for Cancer Patients in Indonesia.
F. Kerangka Konsep Karakteristik pasien kanker payudara: 1. Usia 2. Stadium kanker 3. Siklus kemoterapi
Kualitas hidup pada skala EORTC QLQC30
Regimen obat kemoterapi Cara bayar
Biaya medik langsung: a. Biaya obat b. Biaya tindakan c. Biaya jasa d. Biaya lainnya Gambar 2. Kerangka konsep penelitian
G. Keterangan Empirik Penelitian dapat menggambarkan karakteristik pasien kanker payudara, biaya medik langsung dalam kemoterapi dan kualitas hidup pasien kanker payudara yang sedang menjalani kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi.