BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan seni salah satu pelaksananya melalui pembelajaran seni, aktifitas pembelajaran harus menampung kekhasan yang tertuang dalam pemberian pengalaman mengembangkan konsepsi, apresiasi dan kreasi. Semua ini diperoleh melalui upaya eksplorasi elemen, prinsip, dan teknik berkarya dalam konteks budaya masyarakat yang beragam. Pembelajaran batik merupakan bagian dari pelaksanaan pelajaran Seni Budaya/Seni Rupa bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Memahami konsep dan pentingnya seni budaya. 2. Menampilkan sikap apresiatif terhadap seni budaya. 3. Menampilkan kreativitas melalui seni budaya. 4. Meningkatkan peran serta seni budaya pada tingkat lokal, regional, amupun global. 5. Mengolah dan mengembangkan rasa humanistik. Banyak anggapan bahwa seni merupakan pengalih perhatian yang positif, dapat mengurangi stres, kebosanan dan meningkatkan kualitas hidup. Seni juga bisa menjadi ruang mengekspresikan diri, dimana seseorang dapat menuangkan apa yang dipikirkan, dan dirasakannya. Selain itu, belajar seni juga dapat memberikan pengalaman yang menyenangkan melalui kegiatan sabil bermain. Menciptakan karya berarti mengeluarkan apa yang ada di pikiran dan perasaan karena didalamnya ada keterlibatan jiwa dan respon emosional termasuk didalamnya pengalaman ekstetik juga artistik. Setiap anak memiliki kemampuan untuk berkreasi dalam bidang seni dan menjadi kreatif, namun beberapa faktor seperti lingkungan, aturan, dan kebiasaan cenderung mengubah perilaku kita untuk hidup terlalu serius dan berada di dalam tekanan. Sedangkan kreativitas adalah sesuatu yang 1
Reni Pratiwi Prabaningrum, 2013 Kontribusi Komunitas Pembatik Setapak Jakarta Dalam Pembentukan Watak Anak Usia 9-11 Tahun Melalui Pembelajaran Membatik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2
membutuhkan ruang dan waktu yang cukup untuk bisa diwujudkan sehingga terkadang sulit bagi kita untuk mengurangi tekanan-tekanan tersebut dan menyalurkan emosi kita melalui sesuatu yang positif dan berguna. Salah satu ancama terberat dalam era globalisasi saat ini adalah persatnya kemajuan teknologi informasi yang mudah diakses oleh siapa saja dan kapan saja yang tidak diimbangi dengan pemahaman, pengetahuan serta proteksi diri baik secara fisik maupun psikis. Siapa yang tidak kenal dengan istilah “Internet, Google, Facebook, BBM, You Tube, Play Stasion dan sebagainya” hampir semua orang pernah mencoba dan menggunakan aplikasi tersebut baik melalui media telepon genggam maupun komputer. Untuk sebagian orang dewasa yang sudah memiliki komitmen kehidupan yang tinggi misalnya jam kerja yang padat, hal-hal tersebut tentunya bukan merupakan ancaman yang cukup mengganggu siklus kehidupannya. Semakin mudahnya semua orang khususnya anak-anak mengakses dunia internet, tentu memiliki dampak positif dan negatifnya. Biasanya para anak-anak mengunjungi dunia internet adalah untuk bermain games online Salah satunya pernah disampaikan oleh pakar pendidikan lulusan universitas Harvard dan Yale, Amerika Serikat, yang juga merupakan penulis buku Digital Game-Based Learning, bahwa anak-anak yang berusia 14 tahun ke bawah merupakan sebagai “Digital Natives” atau “Penduduk Asli” yang menghuni dunia digital. Dikutip dari Solo Pos online, seiring dengan terus berkembangnya teknologi, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai peringkat ketiga di Asia dengan 55 juta orang. Hal ini disampaikan oleh Dirjen Sumberdaya Perangkat Pos dan Informatika (SDPP) Kemen Kominfo Budi Setiawan "Dari 245 juta penduduk Indonesia, pengguna internet di Indonesia mencapai 55 juta orang". Dari data terakhir pada Desember 2011, tercatat jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 55 juta orang atau menguasai Asia sebesar 22,4% setelah Jepang.
Reni Pratiwi Prabaningrum, 2013 Kontribusi Komunitas Pembatik Setapak Jakarta Dalam Pembentukan Watak Anak Usia 9-11 Tahun Melalui Pembelajaran Membatik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3
Sementara itu, ujar dia, berdasarkan penelitian Nielsen, Indonesia juga masuk sebagai pengguna perangkat mobile tertinggi sebanyak 48%, diikuti oleh Thailand dan Singapura. Bahkan dari segi usia, lanjutnya, semakin banyak pengguna internet merupakan anak muda. "Mulai dari usia 15-20 tahun dan 10-14 tahun meningkat signifikan" menurut Budi Setiawan. Ia juga menambahkan Indonesia menjadi pangsa pasar terbesar untuk teknologi informasi komunikasi (TIK), OS, gaming dan hardware (tablet, PC, dan netbook). Berdasarkan data Kominfo April 2012, jumlah pengguna jejaring sosial di Indonesia juga besar. Setidaknya tercatat sebanyak 44,6 juta pengguna facebook dan sebanyak 19,5 juta pengguna twitter di Indonesia. "Indonesia menjadi negara kelima terbesar pengguna twitter di bawah Inggris dan negara besar lainnya." Ditulis dari sebuah situs www.edukasi.kompasiana.com seorang guru di Kota Semarang, Ali Dulkamid merasa miris ketika memperhatikan cara bergaul serta perkembangan anak-anak kota itu, “Mereka lebih asyik berlama-lama memperhatikan “wall” FB nya dari pada mencermati serta memaknai pagelaran wayang yang syarat dengan nasehat dan sering diselenggarakan di Balai Kelurahan. Atau jemari mereka lebih terampil memainkan keypad Hp dari pada mencoba berlatih “membatik” semisalnya.” Orang tua yang sibuk dan tidak mempunyai waktu luang dengan anak, biasanya akan menggantikan waktu-waktu tersebut dengan membelikan barang-barang yang sedang trend dan disukai anak, tanpa mempertimbangkan resiko, baik-buruk serta tingkat kebutuhan dari si anak tadi. Anak-anak yang menganggur (tidak memiliki kegiatan) tentu akan memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menyalahgunakan fungsi positif dari kemajuan teknologi media digital dibandingkan dengan anak yang memiliki aktivitas padat (sekolah, kursus bahasa, keterampilan, bimbingan belajar, mengaji, dll). Orang tua juga akan mengalah jika anaknya sudah merengek untuk meminta bermain dan hal
Reni Pratiwi Prabaningrum, 2013 Kontribusi Komunitas Pembatik Setapak Jakarta Dalam Pembentukan Watak Anak Usia 9-11 Tahun Melalui Pembelajaran Membatik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4
ini membuat orang tua merasa „aman‟ dengan membiarkan anaknya tenang bermain dengan berbagai alat berbasis multi media, mulai dari play station, internet dan dan lain-lain. Anak yang sudah kecanduan multi media termasuk game akan sulit bersosialisasi dengan anak lain. Karena anak akan lebih nyaman dan senang dengan fokus perhatiannya hanya pada game, bukan dengan interaksi dengan temannya. Terkait dengan aspek sosial, bermain berbagai alat berbasis multi media yang melebihi batas dapat mengurangi kesempatan anak untuk mengembangkan keterampilan sosialnya. Begitu pula dengan aspek kognitif, sikap agresif akan menjadi bagian dari prilaku anak yang cenderung bermain dengan game bertemakan peperangan atau perkelahian. Kecenderungan demikian dapat ditemukan pada anak-anak yang mulai „kecanduan‟ mereka tidak segan-segan akan melawan orang tuanya jika dilarang bermain permainan berbasis multi media terutama game. Berdasarkan kenyataan tersebut, aktifitas berbasis pendidikan di lingkungan sosial rumah sangat diperlukan. Dengan kegiatan yang positif, anak tidak hanya sekedar menganggur sehingga banyak waktu dan potensi yang tebuang. Aktifitas dalam hal ini berupa kegiatan yang dapat membina sikap, prilaku dan mental seorang anak agar secara psikologis dapat menjadi anak yang berbudi luhur dan memiliki kepekaan tinggi terhadap sesama. Tidak hanya itu, anak sudah bisa diajarkan bagaimana menyalurkan, mengendalikan emosi-emosi dan mengurangi tekanan emosi melalui suatu kegiatan, terutama kegiatan yang berhubungan dengan kreativitas. Mulai dari membina prilaku moral dan akhlak, semua harus terpenuhi dalam penyelenggaraan pendidikan. Pendidikan yang baik juga memperhatikan setiap kebutuhan anak, bukan hanya kebutuhan saat ini, tetapi kebutuhan ketika dewasa kelak. Bangsa Indonesia memiliki kekayaan khasanah budaya dan seni, salah satunya aktivitas membatik. Membatik sendiri dapat dijadikan sebagai wadah penyaluran aktivitas kesenian. Pembuatan batik, khususnya batik tulis, yang memakan waktu cukup lama dan mengandung makna kesabaran, ketelitian, Reni Pratiwi Prabaningrum, 2013 Kontribusi Komunitas Pembatik Setapak Jakarta Dalam Pembentukan Watak Anak Usia 9-11 Tahun Melalui Pembelajaran Membatik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5
dan ketelatenan sehingga hasil yang didapat pun maksimal. Hal ini bisa juga diterapkan pada bagaimana seseorang menyalurkan emosi-emosi negatif yang ada pada dirinya. Selain itu hal tersebut juga dapat diterapkan
bidang
pekerjaan lainnya. Filosofi yang terkandung dalam seni membatik bisa kita gali dan kembangkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana pola kehidupan masyarakat pembatik yang menjunjung tinggi nilai-nilai kekeluargaan, kegotong royongan, kebersamaan, toleransi, dan budi pekerti, kesenian batik juga kental oleh nilai-nilai luhur yang patut kita serap. Batik adalah sebuah hasil karya klasik, yang saat ini sangat identik dengan seni tradisi Indonesia. Dunia internasionalpun sudah menetapkan batik sebagai warisan budaya dari Indonesia. Batik merupakan salah satu produk budaya yang sudah memasyarakat dan kegiatan membatik sejak dahulu sudah menjadi kegiatan masyarakat khususnya kaum perempuan. Batik merupakan sehelai kain panjang yang digunakan sebagai pakaian yang penggunaannya cukup dengan melingkarkan kain ke pinggang sampai menutupi kaki. Membatik penuh dengan tantangan, ketelitian, ketekunan serta tanggung jawab. Membatik juga bisa memberikan rasa pengendalian diri pada anak, karena tingkat kesulitan dan proses membatik yang panjang. Kegiatan membatik dapat dilakukan dilingkungan rumah setelah pulang sekolah dengan suasana yang santai, tanpa ada paksaan maupun tuntutan nilai seperti di sekolah formal. Saat melakukan kegiatan membatik, anak dapat berkumpul dengan anak lain dan menciptakan suasana yang berbeda sambil bermain dan menyenengkan tidak seperti pertemuan di sekolah formal yang terkesan kaku dan tegang. Pembelajaran
batik
merupakan
pelaksanaan
pendidikan
seni.
Pendidikan seni merupakan bagian dari rumpun pendidikan nilai. Pendidikan nilai adalah suatu proses budaya yang selalu berusaha meningkatkan harkat dan martabat manusia, membantu manusia berkembang dalam dimensi intelektual, moral, spiritual, dan estetika yang memuat nilai-nilai.
Reni Pratiwi Prabaningrum, 2013 Kontribusi Komunitas Pembatik Setapak Jakarta Dalam Pembentukan Watak Anak Usia 9-11 Tahun Melalui Pembelajaran Membatik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6
Pembelajaran batik sebagai pelaksanaan pendidikan seni diberikan karena keunikan kebermaknaan, dan kebermanfaatan terhadap kebutuhan perkembangan peserta didik, yang terletak pada pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi/berkreasi dan berapresiasi. Peran ini tidak dapat diberikan oleh kegiatan lain non berbasis kebudayaan. Karena kebudayaan itu sendiri lahir dari buah pemikiran manusia yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, moral, kesenian, hukum, adat istiadat dan kemampuan lain yang dapat diperoleh seseorang sebagai anggota masyarakat. Pengalaman estetika yang diberikan pada pendidikan seni khususnya membatik pada prinsipnya berfungsi melatih dan mengembangkan kepekaan rasa. Dengan demikian rasa yang tinggi mental seseorang cenderung mudah diisi dengan nilai-nilai hidup dan kehidupan, seperti nilai religious, nilai moral, nilai budi pekerti, dan nilai kehidupan lainnya. Karena batik itu sendiri penuh dengan resiko sewaktu mengerjakannya, mulai dari resiko terkena cipratan malam panas, sampai karya yang belum tentu berhasil di buat. Pendidikan seni kriya membatik mulai dari menyusun motif sampai pembatikannya. Batik sendiri dapat dikategorikan kedalam dua kategori, yang pertama batik untuk komoditas pedagangan dan batik untuk penghalusan karakter. Batik tradisioal pada awalnya hanya khusus dikerjakan dilingkungan keraton-keraton Jawa dan berkembang pada lingkungan itu saja, terutama wanita keraton yang diberikan kesempatan untuk mendalami dasar pendidikan seni kriya batik, tujuannya sebagai penghalusan karakter. Dalam pengembangan pembelajaran membatik, anak diajarkan untuk mengenal dan menerima nilai-nilai budaya dan karakter bangsa sebagai milik mereka dan bertanggungjawab atas keputusan yang akan diambilnya. Selanjutnya menjadikan nilai-nilai tersebut sesuai dengan keyakinan diri. Kegiatan yang dimaksudkan ini untuk mengembangkan kemampuan anak dalam melakukan kegiatan sosial dan mendorong anak untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial. Reni Pratiwi Prabaningrum, 2013 Kontribusi Komunitas Pembatik Setapak Jakarta Dalam Pembentukan Watak Anak Usia 9-11 Tahun Melalui Pembelajaran Membatik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
7
Komunitas Setapak Batik, merupakan sebuah komunitas yang berdiri di tengah perkotaan Kota Jakarta, tepatnya di Jalan Palbatu, berada di Kelurahan Menteng Dalam, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan. Lokasi Jalan Palbatu sendiri terletak ditengah kawasan Setiabudi, Karet, Semanggi, Bendungan Hilir, Tanah Abang dan Palmerah. Siswanya siapa saja, termasuk anak-anak di wilayah tempat sanggar berada dan sekitarnya. Anak-anak di sekitar kawasan Palbatu juga memiliki masalah yang sama dengan maraknya pembangunan warnet yang makin menjamur dan marak di lingkungan sekitar.
Menurut
Harry, salah seorang penggagas Kampung Batik Palbatu. Komunitas Sanggar Batik Setapak secara aktif dan terus menerus akan berkonsentrasi untuk membidik peserta anak-anak sebagai kegiatan pengalih perhatian dari aplikasi berbasis multimedia (game online) yang tidak jarang membuang percuma waktu luang dan uang khususnya untuk anak-anak di wilayah Palbatu. Penulis memilih penelitian dilakukan di Jakarta karena Jakarta sendiri memiliki seni batik namun tidak semua penduduk Jakarta dan Suku Betawi memiliki pengatahuan tentang membatik. Komunitas Setapak yang berada di perkotaan (Jakarta) dimana masyarakatnya adalah bukan pembatik kemudian anak-anak usia 9-11 diajarkan membatik. Komunitas Batik Setapak kedepannya mulai merintis sebagai kampung betawi dan telah dua kali menggelar festival batik di Jakarta, 1. Persepsi dari komunitas pembatik setapak dalam memandang proses pembelajaran membatik. 2. Rancangan dan pelaksanaan pembelajaran batik oleh komunitas pembatik setapak. 3. Dampak (hasil) dari pembelajaran batik terhadap pembentukan watak anak usia 9-11 tahun. B. Rumusan Masalah dan Batasan Masalah
Reni Pratiwi Prabaningrum, 2013 Kontribusi Komunitas Pembatik Setapak Jakarta Dalam Pembentukan Watak Anak Usia 9-11 Tahun Melalui Pembelajaran Membatik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8
Rumusan masalah dalam penelitian ini merujuk kepada pengembangan model pembelajaran batik untuk meningkatkan minat siswa dalam kesenian tradisi serta membatik sebagai kegiatan yang dapat dilakukan dalam mengisi waktu luang di rumah untuk anak usia 9-11 tahun. Selanjutnya karena keterbatasan waktu penelitian, maka penulis membatasi ruang lingkup penelitian ini hanya pada aspek pengelolaan dan sistem pembelajaran di sanggar. Secara garis besar, rumusan masalah penelitian yang akan diajukan adalah “Bagaimanakah komunitas pembatik sanggar setapak mengelola pembelajaran batik yang mengorientasikan pada pembentukan watak anak usia 9-11 tahun?” Berdasarkan masalah penelitian tersebut, peneliti dapat mengemukakan tiga pertanyaan penelitian, yaitu: 1. Bagaimana persepsi komunitas pembatik setapak dalam memandang batik dan pembelajarannya? 2. Bagaimana merancang dan melaksanakan pembelajaran batik yang dilakukan oleh komunitas pembatik setapak? 3. Dampak watak apa saja yang terbentuk dari pembelajaran batik pada anak usia 9-11 tahun? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperjelas masalah yang hadir dalam pertanyaan penelitian. Karena itu, rumusan tujuan penalitian mencakup: 1. Mendeskripsikan persepsi komunitas pembatik setapak dalam memandang pembelajaran batik? 2. Mendeskripsikan rancangan dan pelaksanaan pembelajaran batik oleh komunitas pembatik setapak? 3. Menganalisis dan mendeskripsikan dampak (hasil) pembelajaran batik terhadap pembentukan watak anak usia 9-11 tahun? D. Signifikasi dan Manfaat Penelitian
Reni Pratiwi Prabaningrum, 2013 Kontribusi Komunitas Pembatik Setapak Jakarta Dalam Pembentukan Watak Anak Usia 9-11 Tahun Melalui Pembelajaran Membatik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
9
Penelitian ini dibuat dengan harapan dapat memberikan manfaat secara intelektual, terutama dalam hal: 1. Manfaat
akademis,
penelitian
ini
diharapkan
dapat
memperkaya
pengetahuan tentang konsep pendidikan seni, khususnya kegaitan non formal di luar lingkungan sekolah dengan memanfaatkan sebuah kelompok atau komunitas yang membentuk sanggar dibidang pendidikan dan budaya. 2. Manfaat praktis, yaitu dengan memberikan masukan untuk pihak lain, yaitu: Praktisi pendidikan seni di berbagai tempat baik di lembaga formal maupun non formal terutama yang berkonsentrasi terhadap kegiatan seni tradisi khususnya membatik dalam bidang budaya dan psikologi. 3. Manfaat penelitian, yaitu sebagai bahan untuk pembanding dan model (contoh) pembelajaran bagi peneliti untuk pembelajaran seni tradisi khususnya membatik.
Reni Pratiwi Prabaningrum, 2013 Kontribusi Komunitas Pembatik Setapak Jakarta Dalam Pembentukan Watak Anak Usia 9-11 Tahun Melalui Pembelajaran Membatik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu