BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Merokok tidak hanya berdampak pada orang yang merokok (perokok aktif) tetapi juga pada orang yang tidak merokok yang berada di sekitar para perokok (perokok pasif). Rokok mengandung berbagai macam zat adiktif yang dapat menimbulkan kecanduan dan merupakan faktor risiko terhadap berbagai penyakit seperti penyakit jantung, stroke, penyakit paru, impotensi, gangguan kehamilan dan janin, serta berbagai jenis kanker terutama kanker paru dan mulut (Dhevy, 2014). World Health Organization (WHO), badan lembaga kesehatan dari PBB, memprediksi penyakit yang berkaitan dengan rokok akan menjadi masalah kesehatan dunia. Dari tiap 10 orang dewasa yang meninggal, 1 orang diantaranya meninggal karena disebabkan asap rokok (Kemenkes RI, 2011: 5). Rokok merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Diperkirakan hingga menjelang 2030 kematian akibat merokok akan mencapai 10 juta per tahunnya dan di negara-negara berkembang diperkirakan tidak kurang 70% kematian yang disebabkan oleh rokok (Kemenkes RI, 2011: 12). Untuk mengendalikan hal tersebut, pemerintah mengeluarkan peraturan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Pada pasal 22 PP ini disebutkan bahwa tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja, tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan tanpa rokok (KTR). PP tersebut telah diperbaharui dengan PP No.109 Tahun 2012 yang pada pasal 49
1
2
dengan tegas menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mewujudkan KTR. Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang
untuk
kegiatan
merokok
atau
kegiatan
memproduksi,
menjual,
mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau (Kemenkes RI, 2014: 14). KTR bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada para perokok pasif dari bahaya asap rokok dan memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat serta melindungi kesehatan masyarakat umum dari dampak buruk merokok baik langsung maupun tidak langsung. Bertolak dari hal tersebut, guna memberikan ruang yang bersih dari asap rokok bagi masyarakatnya, Pemerintah Kota Batam mengajukan Perda KTR (Rizal, 2014). Hingga saat ini, tantangan besar yang harus kita sikapi adalah peningkatan prevalensi merokok penduduk Indonesia dari 27% (1995) menjadi 36,3% (2013). Bahkan, data hasil Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa penduduk yang bekerja sebagai petani/ nelayan/ buruh menunjukkan proporsi terbesar dalam presentase perokok aktif setiap hari, yaitu sebesar 44,5%. Prevalensi penduduk umur 15 tahun ke atas yang merokok tiap hari secara nasional adalah 28,2 persen. Prevalensi perokok tiap hari pada lima provinsi tertinggi ditemukan di Provinsi Kalimantan Tengah (36,0%), diikuti dengan Kepulauan Riau (33,4%), Sumatera Barat (33,1%), Nusa Tenggara Timur dan Bengkulu masing-masing 33 persen (Riskesdas, 2010). Rerata proporsi perokok saat ini di Indonesia adalah 29,3 persen. Proporsi perokok saat ini terbanyak di Kepulauan Riau dengan perokok setiap hari 27,2 persen dan kadang-kadang merokok 3,5 persen (Riskesdas, 2013). Melihat tingginya proporsi perokok di Kepulauan Riau maka perlu dilakukan suatu tindakan untuk menekan angka tersebut. Pemerintah Kota Batam yang
3
merupakan salah satu kota di Kepualauan Riau telah merancang Peraturan Daerah (Perda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Adapun pembuatan landasan hukum tersebut saat ini sudah sampai pada naskah akademis yang dilakukan Universitas Internasional Batam (UIB). Naskah akademis ini kemudian disusun menjadi Rancangan Perda yang akan diajukan ke DPRD Kota Batam. Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam, drg. Chandra Rizal, M. Si., menyatakan jadwal pembahasan Ranperda KTR di Program Legislasi Daerah (Prolegda) DPRD Batam yakni pada triwulan ke tiga 2015. Bila itu disahkan, maka akhir tahun 2015, Perda tersebut sudah bisa digunakan setelah dilakukan sosialisasi pada bulan Januari hingga Juli 2015. Dengan adanya Ranperda KTR di Batam, maka diperlukan adanya suatu penelitian mengenai sikap, dukungan dan pengetahuan masyarakat tentang bahaya merokok dan kawasan tanpa rokok. Pengetahuan, sikap dan dukungan masyarakat terhadap bahaya merokok dan adanya ranperda ini perlu diketahui karena akan berpengaruh terhadap keberhasilan jalannya kebijakan tersebut. Pengetahuan dapat diperoleh dengan berbagai cara diantaranya proses belajar terhadap suatu informasi yang diperoleh seseorang, pengalaman secara langsung maupun dari pengalaman orang lain serta proses pendidikan atau edukasi. Dengan mengetahui seberapa besar pengetahuan orang tersebut terhadap bahaya merokok dan kawasan tanpa rokok, maka ini akan berpengaruh pada sikap dan dukungan terhadap diterapkannya Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Adanya penelitian terhadap pengetahuan, sikap dan dukungan masyarakat terhadap adanya Ranperda KTR diharapkan dapat menambah pengetahuan dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya merokok serta pentingnya adanya kawasan tanpa rokok. Maka dari itu, dengan mengetahui seberapa besar
4
pengetahuan masyarakat maka diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Kota Batam dalam melakukan sosialisasi dan melihat kesiapan masyarakat dalam menyongsong adanya ranperda ini sehingga dapat menentukan waktu yang tepat dalam penerbitan Perda KTR
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengetahuan, sikap dan dukungan masyarakat terhadap kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) pada 7 kawasan yang diatur di Kota Batam?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Secara umum, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan pengetahuan, sikap dan dukungan masyarakat terhadap kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) pada 7 kawasan yang diatur di Kota Batam.
1.3.2 Tujuan khusus 1. Untuk mengetahui pengetahuan masyarakat Batam tentang bahaya merokok dan penyakit yang dapat ditimbulkan dari merokok. 2. Untuk mengetahui pengetahuan masyarakat Batam terhadap kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) pada 7 kawasan yang diatur di Kota Batam. 3. Untuk mengetahui sikap masyarakat Batam dan kesiapan masyarakat dalam menghadapi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) pada 7 kawasan yang diatur di Kota Batam.
5
4. Untuk mengetahui dukungan masyarakat Batam terhadap adanya kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) pada 7 kawasan yang diatur di Kota Batam.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat praktis 1. Bagi masyarakat Dapat menambah pengetahuan masyarakat mengenai bahaya asap rokok, penyakit yang disebabkan oleh asap rokok dan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). 2. Bagi pelayanan kesehatan/ instansi kesehatan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai gambaran bagi Pemerintah Kota Batam tentang pengetahuan, sikap dan dukungan masyarakat terhadap kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) pada 7 kawasan yang diatur di Kota Batam sehingga kelak dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam mensosialisasikan Perda KTR Kota Batam.
1.4.2 Manfaat teoritis 1. Bagi institusi pendidikan Dapat menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa mengenai bahaya asap rokok, penyakit yang disebabkan oleh asap rokok dan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). 2. Bagi Peneliti Sebagai bahan masukan untuk penelitian berikutnya yang berhubungan dengan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
6
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Epidemiologi Penyakit Tidak Menular yaitu gambaran tentang pengetahuan, sikap dan dukungan masyarakat terhadap kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) pada 7 kawasan yang diatur di Kota Batam.