BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Konsumsi rokok di dunia Merokok merupakan masalah yang kompleks. Merokok tidak saja berhubungan dengan aspek kesehatan, namun juga aspek ekonomi, sosial, budaya bahkan masalah keagamaan. Rokok merupakan penyebab utama penyakit paru-paru di dunia. Menurut Organisasi kesehatan dunia (WHO) merokok adalah penyebab utama kematian dunia. Merokok menyebabkan 10% dari perokok meninggal dunia dan 33% lainnya terkena kanker yang berujung kematian (WHO, 2008). WHO juga memperkirakan merokok mengakibatkan 5,4 juta perokok meninggal setiap tahunnya dan akan terus bertambah hingga 8,3 juta pada tahun 2030 (Mathers dan Lonchar, 2006). Menurut Mathers dan Lonchar (2006) terjadi pergeseran kebiasaan perokok dari negara maju ke negara berkembang. Mathers dan Lonchar (2006) menyatakan terjadinya penurunan persentasi angka kematian sebesar 9% di negara maju dan sebaliknya dalam kurun waktu yang sama terjadi peningkatan persentasi kematian di negara berkembang yang diakibatkan rokok. Peningkatan kematian di negara berkembang terjadi sebanyak dua kali lipat dari 3,4 juta menjadi 6,8 juta jiwa. Beberapa faktor yang mempengaruhi kebiasaan merokok di negara berkembang adalah melesatnya pertumbuhan penduduk, perubahan gaya hidup, dan strategi pemasaran industri rokok yang sangat agresif (Mathers dan Lonchar, 2006; WHO, 2008). Dari hasil penelitian WHO, dapat diketahui dampak buruk dari peningkatan 1
jumlah perokok di negara berkembang yaitu akan terjadi peningkatan biaya pengobatan dan menurunnya produktivitas pekerja dalam bekerja. 1.1.2 Framework Convention On Tobacco Control (FCTC) Tembakau merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia. Framework Convention On Tobacco FCTC WHO merupakan perjanjian kesehatan internasional pertama yang membuat peraturan baru akan hukum pengontrolan tembakau (WHO, 2003). Tujuan dari perjanjian FCTC adalah untuk mengurangi persediaan dan permintaan produksi tembakau di negara-negara yang menjadi peserta dan telah menandatangani perjanjian ini. Salah satu prinsip utama dalam FCTC adalah “setiap orang berhak mendapatkan informasi yang jelas akan dampak yang berbahaya bagi kesehatan akibat kecanduan dari konsumsi tembakau.” (Hammond et al., 2006). Hasil dari pembahasan FCTC adalah produsen rokok wajib menggunakan gambar dari efek yang ditimbulkan rokok dan dicantumkan pada bungkus rokok. Hal tersebut digunakan sebagai alat komunikasi kepada perokok akan risiko kesehatan yang terjadi apabila tetap merokok. FCTC mewajibkan mencantumkan label peringatan berupa gambar untuk menemani tulisan pada label peringatan yang terdapat pada bungkus rokok. Gambar yang di cantumkan harus sebesar 30% pada bungkus rokok tersebut (WHO, 2003). Pada kondisi tertentu bisa menjadi sebesar 50% gambar yang wajib di cantumkan pada bungkus rokok, peringatan khusus ini mencolok dan harus ada di setiap bungkus rokok. Kebijakan peraturan tersebut diatur oleh masing-masing negara dengan versi yang berbeda dan pada bungkus rokok harus memberikan informasi dari komposisi bahan produk yang digunakan (WHO, 2013). 2
Pada tahun 2002 berdirilah The International Tobacoo Control Policy Evaluation Project (ITC), ITC merupakan badan evaluasi keefektifitasan aturan hukum tembakau yang dilakukan oleh WHO FCTC (The International Tobacco Control, 2012). ITC memiliki 23 tim ahli sebagai perwakilan di lebih dari 70% negara pengguna tembakau. Tugas dari ITC adalah melakukan penelitian dan telah melakukan kolaborasi di lebih dari 100 penelitian yang berhubungan dengan kontrol tembakau (The International tobacco Control, 2012). 1.1.3 Perokok di Indonesia WHO mengingatkan bahwa rokok merupakan salah satu pembunuh paling berbahaya di dunia. Pada tahun 2008, lebih dari 5 juta orang mati karena penyakit yang disebabkan rokok. Ini berarti setiap 1 menit tidak kurang 9 orang meninggal akibat racun pada rokok. Tabel 1.1 Jumlah Peringkat Perokok Terbesar Di Dunia No 1 2 3 4 5
Negara China India Indonesia Rusia Amerika Serikat
Jumlah Perokok (jumlah dalam juta) 390 144 65 61 58
Prosentase Penduduk (%) 29 12,50 28 43 19
Sumber: WHO (2008)
Dari data WHO pada Tabel 1.1 menyatakan bahwa Indonesia (65 juta jiwa perokok atau sekitar 28% per penduduk adalah perokok) dinobatkan sebagai negara dengan konsumsi rokok terbesar nomor 3 setelah China (390 juta jiwa perokok atau
3
sekitar 29% per penduduk adalah perokok) dan India (144 juta jiwa perokok atau sekitar 12,5% per penduduk adalah perokok) dan diatas Rusia (61 juta jiwa perokok atau sekitar 43% per penduduk adalah perokok) dan Amerika Serikat (58 juta jiwa perokok atau sekitar 19% per penduduk adalah perokok). Padahal dari jumlah penduduk, Indonesia berada di posisi ke-4 setelah China, India dan Amerika Serikat. Berbeda dengan jumlah perokok di Amerika yang cenderung menurun, sebaliknya jumlah perokok di Indonesia justru bertambah dalam beberapa tahun terakhir. Selama periode 2000-2008 pertumbuhan perokok di Indonesia meningkat sebesar 0,9% per tahun. Jika perokok di kalangan anak, remaja dan dewasa digabungkan maka jumlah perokok di Indonesia dapat mencapai 27,6% dari penduduk Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa di setiap 4 orang Indonesia, terdapat satu orang perokok. Saat ini angka persentase perokok di Indonedia jauh lebih besar dibandingkan dengan persentase jumlah perokok di Amerika. Jumlah perokok di Amerika hanya sekitar 19% atau dengan kata lain hanya terdapat satu orang perokok dari tiap 5 orang penduduk Amerika. Padahal di tahun 1965, jumlah perokok di Amerika Serikat sekitar 42% dari jumlah penduduknya. Selama 40 tahun Amerika berhasil mengurangi jumlah perokok dari 42% berkurang menjadi 20% di tahun 2008, melalui program edukasi dan peningkatan kesadaran hidup sehat tanpa rokok (pelarangan iklan rokok di TV dan radio nasional). Di Indonesia kebiasaan merokok dimulai pada usia yang relatif tergolong muda. Survei Global Youth Tobacco 2006 menemukan bahwa di antara siswa usia 13-15 4
tahun, 24% laki-laki dan 4% perempuan mempunyai kebiasaan merokok. Di antara mereka yang pernah mencoba merokok, sekitar 1 dari 3 laki-laki dan 1 dari 4 perempuan pernah mencoba merokok untuk pertama kalinya sebelum berusia 10 tahun (WHO, 2009). Menurut survei tersebut, akses dan ketersediaan rokok di Indonesia mudah diperoleh, 6 dari 10 perokok muda berusia 13-15 tahun menunjukkan bahwa mereka mudah membeli rokok di toko. Dari tahun ke tahun kecenderungan munculnya perokok pemula terus turun ke usia yang lebih muda lagi. Rata-rata perokok pemula di Indonesia adalah remaja berusia 15 tahun keatas (Kementerian Kesehatan, 2004). Gambar 1.1 Distribusi Persentase Laki-Laki Usia 15-24 Tahun
Sumber :DHS (2008, hal 54)
Gambar 1.1 menunjukkan seseorang pada rentang usia 15-19 tahun sangat rentan untuk menjadi perokok. Merokok dapat menjadi kebiasaan seumur hidup, terutama pada penduduk muda Indonesia yang baru mencoba merokok tanpa memiliki
5
pemahaman yang mendalam dari akibat kebiasaan merokok pada kesehatannya. Ketika bahaya merokok diajarkan di sekolah, masih ada salah pengertian mengenai bahaya merokok secara luas. Sebagai contoh, pada sebuah penelitian tentang anakanak laki-laki Jawa usia 13-17 tahun, Weinehall dan Öhman (2007) menemukan bahwa selain anak-anak itu dapat mengerti peringatan yang tertera pada kemasan rokok, mereka juga menyatakan bahwa merokok satu hingga dua bungkus per hari tidak akan membahayakan. Mereka tidak mengerti tentang risiko atau bahaya jangka panjang yang akan terjadi. Biaya pemeliharaan kesehatan untuk penyakit-penyakit yang disebabkan rokok diperkirakan mencapai Rp.11 trilyun atau atau US$ 1,2 juta per tahun (Barber et al., 2008). Pada tingkat individu, merokok juga memerlukan biaya ekomomi tinggi. Menurut data dari SUSENAS 2005 pada rumah tangga dengan perokok, 11,5% dari total pengeluaran bulanan rumah tangga digunakan untuk rokok (Barber et al., 2008). Pada keluarga kurang mampu, persentase pengeluaran rumah tangga untuk rokok bahkan lebih besar lagi. 1.1.4 Perokok di Yogyakarta Perilaku merokok penduduk yang berusia 15 tahun keatas masih belum terjadi penurunan dari tahun 2007 ke tahun 2013, cenderung meningkat dari 34,2% menjadi 36,3% pada tahun 2013. 64,9% laki-laki dan 2,1% perempuan masih menghisap rokok. Ditemukan 1,4% perokok berumur 10-14 tahun, 9,9% perokok pada kelompok pengangguran, dan 32,3% pada kelompok kuintil indeks terendah. Sedangkan ratarata jumlah batang rokok yang dihisap adalah sekitar 12,3 batang per hari. Jumlah ini 6
bervariasi, frekuensi terendah adalah 10 batang rokok yang dihisap per hari berada di wilayah Yogyakarta dan yang tertinggi di Bangka Belitung sebanyak 18,3 batang rokok yang dihisap per hari (RISKESDAS, 2013). Hasil survei Dinas Kesehatan Provinsi DIY (DINKES, 2009), sebanyak 50% remaja SMA dan 30% remaja SMP pernah mencoba merokok. Pemerintah Provinsi DIY memberikan perhatian terhadap hal ini dan membuat Perda No. 5 Tahun 2007 tentang Pengendalian Pencemaran Udara Pasal 11, Pergub Nomor 42 tahun 2009 tentang Kawasan Dilarang Merokok dan Rancangan Perda KTR (Kawasan Tanpa Rokok) di DIY. 1.1.5 Indonesia dan FCTC Salah satu cara FCTC dalam melakukan pengendalian tembakau adalah mengeluarkan pelarangan iklan dan sponsor dari perusahaan rokok di semua media massa dan di ruang publik. Walaupun Indonesia belum menandatangani konvensi ini, namun di beberapa daerah di Indonesia telah melakukan hal tersebut, seperti di Kota Padang, Sumatera Barat. Kota ini telah berhasil menerapkan peraturan daerah dengan melarang iklan dan sponsor rokok dimana pun dalam kota itu. Meskipun faktanya kebiasaan merokok menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia dan menyebabkan lebih dari 200.000 kematian per tahunnya, Indonesia merupakan satu-satunya negara di wilayah Asia Pasifik yang belum menandatangani perjanjian dari Kerangka Konvensi WHO tentang Pengendalian Tembakau (Barber et al., 2008).
7
Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 88/2010 melarang merokok dikantor dan tempat umum. Peraturan tersebut diikuti oleh peraturan di kota-kota lainnya yang melarang merokok di tempat-tempat umum dan membatasi iklan rokok. Kementerian Keuangan melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 181/PMK.001/2009 telah manaikkan cukai rokok. Kenaikan cukai rokok ini disambut baik oleh kelompokkelompok yang mendukung upaya pencegahan kebiasaan merokok mengingat dampak yang dapat ditimbulkannya pada kesehatan. Saat ini DPR sedang menyusun Rancangan Undang Undang Pengendalian Dampak Produk Tembakau Terhadap Kesehatan (RUU-PDPTTK) 2011 tentang dampak negatif tembakau. Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 28 Tahun 2013, semua produk rokok di Indonesia wajib mencantumkan peringatan bahaya merokok bagi kesehatan dengan gambar yang menyeramkan pada bungkus rokok. Hal ini disebabkan karena rendahnya kesadaran masyarakat pada dampak buruk merokok bahkan di negara-negara dengan kampanye anti rokok yang besar. Sebagian besar perokok tidak melihat hubungan antara merokok dengan dampak kesehatan yang akan terjadi. Salah satu penyebab dari penyakit yang ditimbulkan oleh rokok, tidak semuanya terjadi langsung namun dampak dari efek merokok akan terjadi sekitar 20-25 tahun kemudian, sejak seseorang mulai merokok. Pada umumnya para perokok di negara maju paham risiko penyakit yang ditimbulkan namun cenderung meremehkan dampak kesehatan tersebut. Walaupun hubungan antara merokok dan kanker paru-paru dan penyakit-penyakit lainnya sudah 8
jelas, banyak perokok masih belum peduli akan bahaya merokok terhadap dirinya dan orang-orang di sekitarnya yang terkena asap rokok (Barber et al., 2008). Pemahaman menyeluruh akan bahaya rokok merupakan faktor penting untuk memotivasi perokok agar berhenti merokok. 1.1.6 Label peringatan bergambar pada bungkus rokok Pesan dari kampanye kesehatan masyarakat adalah memberikan informasi akan dampak yang mengancam sebagai konsekuensi yang ditimbulkan dari kebiasaan buruk merokok. Tujuannya adalah untuk menarik perhatian perokok dan menimbulkan rasa takut, serta untuk memotivasi penerima pesan agar mengubah atau menghindari kebiasaan negatif yang berisiko. Salah satu strategi yang digunakan adalah menggabungkan gambar pada label peringatan dengan tulisan peringatan. Gambar pada kemasan bungkus rokok dapat didefinisikan sebagai “gambaran nyata untuk yang akurat akan dampak yang terjadi apabila tetap merokok." (MerriamWebster Online Dictionary, 2013). Kemasan pada produk adalah alat pemasaran yang penting untuk setiap produk yang dipasarkan, terutama untuk pemasaran produk dengan bahan dasar tembakau. Produsen menggunakan kemasan untuk mengkomunikasikan citra merek dan membedakan produk mereka dengan pesaing. Kemasan digunakan sebagai media iklan dan dapat menciptakan keinginan konsumen untuk melakukan pembelian kembali (Wakefield et al., 2002). Kemasan atau bungkus rokok adalah media yang digunakan untuk mengiklankan citra merek. Biasanya, bungkus rokok disimpan oleh perokok hingga semua rokok 9
yang dikonsumsi habis (Wakefield et al., 2002). Dengan demikian, bungkus rokok juga berfungsi sebagai iklan untuk produk mereka karena terlihat setiap kali produk dikonsumsi dan selalu di letakkan dimanapun oleh perokok ketika sedang digunakan. Wakefield et al. (2002) juga mencatat bahwa perokok yang mengkonsumsi rokok dapat menjadi media iklan karena tanpa sadar mereka selalu menampilkan kemasan atau bungkus rokok setiap merokok. Gambar pada bungkus rokok juga dapat mengekspresikan gaya hidup. Kemasan atau iklan rokok dapat menggambarkan pesan yang ingin disampaikan untuk menggambarkan citra pada merek rokok, seperti menggambarkan status sosial, maskulinitas atau femininitas. Label peringatan kesehatan pada kemasan rokok sangat penting sebagai cara komunikasi dan menyadarkan perokok akan risiko kesehatan akibat merokok (Kees et al., 2010). Penelitian menunjukkan bahwa bungkus rokok dapat menjadi alat promosi kesehatan yang paling efektif karena jangkauan yang sangat luas dan kesempatan untuk melihat ulangan peringatan secara terus menerus (Thrasher et al., 2007). Peringatan yang terdapat di setiap kemasan rokok dapat menjangkau secara luas dan langsung karena semua perokok harus membeli rokok yang mereka konsumsi beserta bungkusnya. Sehingga para perokok selalu melihat pesan yang tercantum pada kemasan rokok setiap kali mengambil sebatang rokok dari bungkus. Thrasher et al. (2007) memperkirakan bahwa perokok akan melihat peringatan kesehatan pada kemasan rokok sebanyak 20 kali sehari, 7300 kali dalam setahun. Gambar dan tulisan peringatan kesehatan pada bungkus rokok telah berkontribusi memberikan informasi dampak dari merokok. Hal ini tidak hanya meningkatkan 10
informasi pengetahuan perokok akan bahaya risiko yang terkait dengan merokok, namun peringatan kesehatan bergambar dan tulisan pada kemasan rokok dapat membuat perokok lebih berpikir risiko akibat merokok. Dengan membaca dan melihat gambar peringatan kesehatan, dengan beberapa pesan peringatan kesehatan dan beberapa penyakit dampak dari merokok yang tercantum pada bungkus rokok setiap akan merokok, diharapkan akan memberikan pengetahuan yang lebih besar dari efek kesehatan yang terjadi akibat rokok, dan dapat memunculkan niat untuk berhenti merokok (Borland dan Hill, 1997; Hammond et al., 2003; Hammond et al., 2006). Penelitian pada perokok yang dilakukan di Kanada dan Amerika menunjukkan sebanyak 84% responden perokok di Kanada, membaca peringatan kesehatan yang tercantum pada bungkus rokok dan di Amerika hanya 47% responden yang membaca peringatan kesehatan di bungkus rokok. Responden di Amerika melaporkan bahwa mereka baru mengetahui dampak risiko yang muncul dari merokok saat melihat informasi kesehatan bergambar dari luar bungkus rokok yang mereka konsumsi (Hammond et al., 2006). Hal ini menunjukkan bahwa ketika perokok mengetahui resiko dari merokok, mereka cenderung berhenti merokok. Namun, sebelum ada peraturan ini informasi tentang pengetahuan dari risiko kesehatan yang berhubungan dengan rokok masih terbatas. Misalnya, sebuah penelitian menemukan bahwa beberapa perokok di Kanada (negara pertama yang memiliki peringatan kesehatan bergambar) tidak tahu bahaya dari merokok dapat mengakibatkan stroke dan impotensi (Hammond et al., 2006). 11
Merokok menyebabkan kondisi emosi menjadi negatif (Peters et al., 2007). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Argo dan Main (2004) dalam Peters et al., 2007, menyatakan bahwa peringatan risiko kesehatan merokok dengan menggunakan tulisan saja, tidak membuat perokok sadar pada dampak risiko kesehatan yang akan muncul. Peneliti juga berpendapat bahwa peringatan dengan tulisan peringatan risiko kesehatan saja pada bungkus rokok dianggap gagal menciptakan kekhawatiran akan dampak risiko kesehatan untuk berhenti merokok. Kees et al. (2010) menemukan bahwa peringatan dengan gambar penyakit mulut pada kemasan rokok dapat menimbulkan rasa takut dan dapat meningkatkan niat perokok untuk berhenti merokok. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa dengan label peringatan risiko kesehatan bergambar dan tulisan dapat membangkitkan emosi negatif yang kuat seperti rasa takut dan jijik, dan emosi ini berkaitkan dengan peningkatan niat untuk berhenti merokok, konsumen akan berpikir tentang risiko kesehatan dampak merokok, dan akan memunculkan niat ingin segera berhenti merokok (Hammond et al., 2004; Kees et al., 2010.; Peters et al., 2007). Penelitian yang dilakukan kepada para mantan perokok menunjukkan bahwa label peringatan risiko kesehatan bergambar dan tulisan peringatan lebih efektif dalam mempengaruhi perokok untuk berhenti (Kees et al., 2010; O'Hegarty et al., 2006). Penelitian lain mengkritik penggunaan emosi negatif dapat mendorong perokok untuk berhenti merokok terlalu berlebihan. Beberapa peneliti berpendapat penggunaan emosi negatif juga dapat menimbulkan reaksi defensif dibandingkan dengan rasa takut yang kuat. Perokok dapat menolak pesan yang disampaikan, 12
menghindari paparan peringatan kesehatan, meningkatkan intensitas merokok yang merupakan jenis-jenis dari reaksi defensif. Para peneliti yang menentang peringatan kesehatan dengan gambar dan tulisan ini, lebih mendukung penggunaan label peringatan risiko kesehatan pada kemasan rokok menggunakan tulisan saja (Biener dan Taylor, 2002; Hastings dan Macfadyen, 2002; Ruiter, 2005). Gambar dan tulisan peringatan kesehatan di bungkus rokok dapat berpotensi mengurangi persaingan merek dan mempengaruhi esensi pada permukaan kemasan rokok serta menghilangkan warna dan daya tarik merek rokok. Namun, kemasan rokok yang menampilkan gambar dan tulisan label peringatan risiko kesehatan telah terbukti efektif memberikan edukasi dan informasi kepada perokok sehingga dapat mengetahui risiko kesehatan yang berhubungan dengan dampak merokok (Hammond, 2011). Seperti yang terjadi di Kanada dan di Selandia Baru secara signifikan, perokok disana lebih mengingat peringatan risiko kesehatan pada bungkus rokok dengan gambar dan tulisan peringatan kesehatan. Niat untuk berhenti merokok mempunyai korelasi dengan peringatan kesehatan menggunakan gambar dan tulisan pada kemasan rokok. Pada penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ketika perokok melihat gambar yang mengerikan yaitu dampak dari merokok yang ditampilkan pada bungkus rokok, maka mereka akan mengurangi tingkat merokok, meningkatkan motivasi untuk berhenti, berusaha untuk tetap berpuasa merokok setelah itu berupaya berhenti merokok (Borland dan Hill, 1997; Thrasher et al, 2007; Romer dan Jamieson, 2001). Sebanyak 57% perokok di Australia dan 40% perokok di Kanada melaporkan bahwa peringatan kesehatan 13
menggunakan gambar dan tulisan pada bungkus rokok memberi mereka motivasi untuk berhenti merokok (Hammond et al, 2004; Thrasher et al, 2007). 1.2 Rumusan Masalah Kanker paru-paru termasuk dalam lima belas besar kanker penyebabkan kematian di Indonesia, meskipun begitu saat ini tarif rokok di Indonesia masih relatif rendah. Terdapat ancaman meratanya pertumbuhan perokok di wilayah Indonesia dengan naiknya standar hidup dan intensitas pemasaran industri rokok yang meningkat. Beberapa penelitian telah menguji efektivitas penggunaan label peringatan pada setiap bungkus rokok dengan menggunakan gambar dan tulisan yang mencantumkan bahaya rokok pada bungkus rokok. Dalam kasus ini, seperti di Indonesia, dimana terdapat banyaknya penduduk yang berpendidikan rendah sehingga sangat penting untuk menilai dampak yang ditimbulkan dari label peringatan bergambar dan tulisan peringatan bahaya rokok, agar Indonesia, dimana terdapat banyaknya penduduk berpendidikan rendah dapat mengetahui dampak yang ditimbulkan dari merokok saat melihat label peringatan bergambar dan tulisan peringatan bahaya rokok. Hal ini dimaksudkan agar perokok dapat berhenti merokok. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti efektivitas penggunaan label kesehatan risiko kesehatan dengan menggunakan gambar dan tulisan. Subjek penelitian ini adalah para perokok berusia 18 tahun keatas. 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah dalam penulisan judul tesis, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian pada penelitian ini, sebagai berikut: 14
1)
Apakah bungkus rokok dengan label peringatan risiko kesehatan bergambar dan tulisan dapat berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan risiko kesehatan dampak dari rokok dibandingkan label peringatan risiko kesehatan dengan tulisan saja ?
2)
Apakah bungkus rokok dengan label peringatan risiko kesehatan bergambar dan tulisan dapat mempengaruhi emosional konsumen dibandingkan label peringatan risiko kesehatan dengan tulisan saja ?
3)
Apakah bungkus rokok dengan label peringatan risiko kesehatan bergambar dan tulisan dapat mempengaruhi kesukaan konsumen pada bungkus atau merek rokok kesukaan ?
4)
Apakah label peringatan risiko kesehatan bergambar dan tulisan dapat mempengaruhi niat konsumen untuk berhenti merokok ?
1.4 Tujuan Penelitian Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan dan diidentifikasi, maka diperoleh tujuan penelitian yaitu untuk: 1) Menguji efektivitas dari label peringatan kesehatan dengan gambar dan tulisan peringatan risiko kesehatan pada bungkus rokok dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap bahaya rokok dan niat berhenti merokok. 2) Menguji efektivitas dari label peringatan kesehatan bergambar dan tulisan risiko kesehatan pada bungkus rokok terhadap respon emosional perokok dan niat berhenti merokok.
15
3) Menguji efektivitas dari bungkus rokok dengan label peringatan risiko kesehatan bergambar dan tulisan dalam mempengaruhi kesukaan pada merek atau bungkus rokok. 4) Menguji efektivitas label peringatan kesehatan bergambar dan tulisan risiko kesehatan pada bungkus rokok dalam mempengaruhi niat berhenti merokok. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kesehatan umum pada masyarakat akan bahaya rokok dan diharapkan dapat memotivasi masyarakat untuk berhenti merokok. Selain itu penelitian ini dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam dari manfaat pada label peringatan kesehatan bergambar dan tulisan bagi praktisi kesehatan. Penelitian juga bertujuan memberikan informasi yang berguna untuk merancang kebijakan dan program pemerintah dalam mendidik dan memberdayakan perokok khususnya perokok pemula supaya berhenti merokok. 1.6 Sistematika Penulisan Dalam penyusunan tesis penulis membahas kedalam lima bab dapat diperincikan sebagai berikut: 1) Bab pertama pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, masalah pokok, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika penulisan. 2) Bab kedua tinjauan pustaka dan pengembangan hipotesis yang berisikan tinjauan teori, tinjauan empiris, kerangka pikir dan hipotesis.
16
3) Bab ketiga metode penelitian yang terdiri dari jenis atau rancangan penelitian, tempat dan waktu penelitian, metode pengumpulan data, jenis dan sumber data, subjek penelitian, definisi operasional variabel, metode analisis. 4) Bab keempat hasil penelitian dan pembahasan hipotesis. 5) Bab kelima penutup yang terdiri dari kesimpulan, keterbatasan penelitian, dan saran-saran.
17