BAB I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Kebiasaan merokok berhubungan dengan peningkatan angka kesakitan dan kematian (Stirban et al., 2012). Merokok telah menjadi gaya hidup tidak sehat hampir di seluruh dunia (Sopori, 2002), yang menjadi perhatian kita saat ini adalah dari 1 juta orang perokok diperkirakan 500 ribu orang perokok akan meninggal lebih cepat. Studi epidemiologi memperkirakan 1 dari 3 orang perokok meninggal karena penyakit kardiovaskuler (Tonstad & Cowan, 2009; Rodella et al., 2010). Bahan utama dan berbahaya yang bersifat adiktif (Joukar et al., 2012) pada rokok sigaret adalah nikotin (Mao et al., 2012). Adanya paparan nikotin pada perokok diduga memainkan peran utama pada berbagai penyakit kardiovaskuler dan aterosklerosis dengan disfungsi endotel sebagai tanda awalnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kemampuan nikotin menyebabkan penyakit aterosklerosis dengan menginduksi terjadinya inflamasi. Inflamasi berperan penting terhadap patogenesis aterosklerosis (Jialal et al., 2004; Balakumar et al., 2007; Chen et al., 2009; Tonstad & Cowan, 2009; Rodella et al., 2010; Stirban et al., 2012). Nikotin dapat memicu inflamasi karena mempunyai efek langsung pada neutrofil dan makrofag dengan mengaktifasi nicotinic acetylcholine receptor (nAChR) yang terdapat pada sel-sel saraf maupun non saraf seperti monosit dan endotel. Di jaringan, monosit akan berdiferensiasi menjadi makrofag. nAChR 1
2
pada makrofag yang teraktifasi kemudian akan mengaktifkan nuclear factor- κB (NF-κB). Selanjutnya aktifasi NF-κB pada makrofag menyebabkan proliferasi dan migrasi dari vascular smooth muscle cells (VSMC), produksi mediator inflamasi seperti cyclooxygenase 2 (COX-2), prostaglandin E2 (PGE2), tumor necrosis factor-α (TNF-α), interleukin-1 (IL-1β), inducible nitrit oxide synthase (iNOS) serta ekspresi molekul adhesi. Pelepasan sitokin-sitokin proinflamasi pada daerah inflamasi akan merangsang pembentukan C-reactive protein (CRP) oleh makrofag (Dajas-Balaidor et al., 2002). Diduga kuat CRP disintesis pada luka aterosklerosis (oleh sel otot polos dan makrofag), ginjal, saraf dan makrofag alveolar (Jialal et al., 2004). Menurut Mao et al. (2012) pemberian hexamethonium
(non-selective
nAChR
blocker)
pada
makrofag
terbukti
menghilangkan kemampuan nikotin menginduksi mRNA CRP. Hal ini membuktikan bahwa nikotin menginduksi ekspresi CRP pada makrofag melalui nAChR. Karena letak makrofag dalam plak aterosklerosis sehingga mempunyai kontribusi yang besar terhadap patologi aterosklerosis dalam hal ini CRP berperan dalam terjadinya aterogenesis (Mao et al., 2012; Li et al., 2012). CRP merupakan anggota keluarga pentraxin. Sintesis utamanya oleh sel hepatosit karena adanya pelepasan IL-1, IL-6, dan TNF-α. Sintesis CRP sangat cepat dimana meningkat selama 6-8 jam dan mencapai puncak sekitar 24-48 jam dengan waktu paruh dalam plasma 19 jam. Selanjutnya konsentrasi CRP akan menurun tajam bila inflamasi teratasi atau kerusakan jaringan mengalami perbaikan dan dalam waktu 24-48 jam telah kembali mencapai nilai normal. CRP berperan langsung dalam pembentukan dan perkembangan aterosklerosis (Ridker
3
et al., 2002). Menurut Wiliams et al. (2004) hal ini dapat dibuktikan dari jumlah mRNA CRP pada plak aterosklerosis adalah 10.2- dan 7.2- lipatan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan di pembuluh darah normal arteri dan hati. Selain sebagai penanda inflamasi sistemik, CRP merupakan faktor yang lebih kuat bila dibandingkan dengan
prediktor
low-density lipoprotein (LDL)
terhadap terjadinya penyakit kardiovaskuler (Libby, 2001). Pengukuran konsentrasi CRP mempunyai nilai prognostik pada sindrom koroner akut (SKA), miokardial infark, penyakit arteri, stroke, penyakit arteri perifer, dan kematian mendadak (Jialal et al., 2004; Deanfield et al., 2005). Perokok dewasa menunjukkan secara signifikan tingginya konsentrasi CRP serum, dimana pada perokok berat konsentrasi CRP dua kali lebih tinggi dibandingkan yang bukan perokok. Berdasarkan Framingham risk score konsentrasi CRP < 1 mg/L adalah rendah, 1-3 mg/L sedang, dan > 3 mg/L beresiko tinggi terhadap penyakit kardiovaskuler (Jialal et al., 2004). Konsentrasi CRP secara signifikan tinggi pada pria dan wanita perokok dibandingkan yang bukan perokok. Pria yang bukan perokok konsentrasi CRP 1,0 mg/L sedangkan perokok 11,2 mg/L, demikian halnya dengan wanita bukan perokok 2,0 mg/L dan yang
perokok 11,6 mg/L. Wanita dengan terapi hormon tidak dapat di
observasi karena diduga dapat mempengaruhi perubahan dari konsentrasi CRP (Tonstad & Cowan, 2009). Nikotin mampu menginduksi ekspresi CRP di makrofag melalui nAChR tergantung dari sinyal extracellular signal regulated kinase 1/2 (ERK1/2) dan p38 mitogen activated protein kinase (p38 MAPK) yang merupakan downstream
4
molecules dari nAChR. Selain itu NF-κB yang merupakan faktor traskripsi utama pada respon inflamasi merupakan downstream molecules dari MAPK (Mao et al., 2012). CRP yang disintesis akan memicu peningkatan radikal bebas dalam tubuh (Jialal et al., 2004). Hal tersebut dikenal sebagai stres oksidatif yang merupakan suatu keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dalam hal ini jumlah radikal bebas lebih banyak dibandingkan antioksidan (Sies, 1997). Stres oksidatif dapat menyebabkan disfungsi endotel dengan cara menginaktifasi nitrit oksida (NO) secara langsung sehingga bioavailabilitas NO menurun. Hal ini diperankan anion superoksida (O2-) yang merupakan salah satu jenis radikal bebas yang sangat reaktif yang berikatan langsung dengan NO membentuk peroksinitrit (Landmesser et al., 2003). Selain itu stres oksidatif menyebabkan oksidasi tetrahidropbiopterin (BH4) yang merupakan salah satu kofaktor pembentuk NO. Selanjutnya hal tersebut mengakibatkan endothelial nitric oxide synthase (eNOS) uncoupling sehingga ekspresi eNOS menurun dan produksi NO berkurang (Kuzkaya et al., 2003). Selain menyebabkan ekspresi eNOS menurun, stres oksidatif mengakibatkan kerusakan membran sel endotel melalui mekanisme pembentukan peroksidasi lipid (Behrendt & Ganz, 2002; Afanas’ev, 2011). Produk akhir dari peroksidasi lipid dalam tubuh adalah malondialdehyde (MDA) yang merupakan senyawa dialdehid. Konsentrasi MDA yang tinggi menggambarkan adanya oksidasi membran sel yang dapat merusak membran sel tersebut (Böhm dan Pernov, 2007).
5
Pencegahan penyakit kardiovaskuler dimana disfungsi endotel sebagai tanda awalnya dapat dilakukan dengan pemberian antiinflamasi dan antioksidan. Pada penelitian sebelumnya digunakan golongan statin sebagai pengobatan (Barsante et al., 2005; Ionica et al., 2009). Pilihan lainnya adalah quercetin yang mempunyai efek antiinflamasi dan antioksidan. Quercetin merupakan flavonol yang paling banyak ditemukan di dalam buah dan sayuran seperti apel, teh hitam,dan bawang merah (Askari et al., 2012; Erlund, 2004). Quercetin menurut Oh et al. (2012) mempunyai efek antiaterosklerosis dan anti thrombosis karena kemampuannya sebagai antoksidan, antiplatelet, dan antiinflamasi. Cara kerja quercetin sebagai anti inflamasi dengan menghambat sinyalisasi NF-κB (Kleemann et al., 2011; Mahmoud et al., 2013) sehingga fosforilasi IκBα dan IκBβ berkurang. Hal ini dapat menurunkan faktor transkripsi NF-κB dan ekspresi sitokin secara signifikan sehingga mencegah peningkatan konsentrasi CRP (Mahmoud et al., 2013). Selain sebagai antiinflamasi, cara kerja quercetin sebagai antioksidan dengan menangkap reactive oxigen species (ROS) sebagai penyebab utama terjadinya stres oksidatif sehingga mencegah produksi NO menurun dan peningkatan konsentrasi MDA (Cos et al., 1998). Berdasarkan uraian tersebut di atas penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian quercetin terhadap konsentrasi CRP dan MDA pada tikus wistar jantan yang diinduksi nikotin secara subkutan. Dipilih jenis tikus (rat) karena mempunyai jalur metabolisme yang mirip manusia, serta karakteristik anatomi dan fisiologi yang serupa (Kacew & Festing, 1999).
6
I.2 Perumusan Masalah Pemberian quercetin dapat mencegah terjadinya inflamasi akibat induksi nikotin dengan menghambat aktifasi NF-κB, selain itu quercetin merupakan antioksidan kuat, sehingga masalah yang akan dipecahkan pada penelitian ini adalah : 1.
Apakah konsentrasi CRP tikus wistar jantan yang diberi quercetin dan diinduksi nikotin lebih rendah daripada konsentrasi CRP tikus wistar jantan yang diinduksi nikotin tanpa pemberian quercetin?
2.
Apakah konsentrasi MDA tikus wistar jantan yang diberi quercetin dan diinduksi nikotin lebih rendah daripada konsentrasi MDA tikus wistar jantan yang diinduksi nikotin tanpa pemberian quercetin?
I.3. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengkaji pengaruh pemberian quercetin dalam mencegah terjadinya inflamasi dengan cara mencegah peningkatan konsentrasi CRP dan MDA pada tikus wistar jantan yang diinduksi nikotin . 2. Tujuan Khusus 1. Untuk mempelajari pengaruh pemberian quercetin terhadap konsentrasi CRP tikus wistar jantan yang diinduksi nikotin. 2. Untuk mempelajari pengaruh pemberian quercetin terhadap konsentrasi MDA tikus wistar jantan yang diinduksi nikotin.
7
I.4. Keaslian Penelitian Penelitian tentang pengaruh pemberian nikotin terhadap konsentrasi CRP dan MDA telah banyak dilakukan. Demikian pula dengan penelitian pemberian quercetin sebagai antiinflamasi dan antioksidan, tetapi belum ada penelitian yang menghubungkan pengaruh pemberian quercetin terhadap konsentrasi CRP dan MDA setelah diinduksi nikotin. Adapun penelitian yang sudah dilakukan antara lain adalah: 1.
Mao et al. (2012) membuktikan bahwa pemberian hexamethonium ( nonselective nAChR blocker ) pada makrofag U937 terbukti menghilangkan kemampuan nikotin menginduksi CRP pada level mRNA dan protein, dimana nikotin menginduksi ekspresi CRP pada makrofag melalui nAChR.
2.
Penelitian (Tonstad & Cowan, 2009) menyampaikan bahwa konsentrasi CRP secara signifikan tinggi pada pria dan wanita perokok dibandingkan dengan bukan perokok dimana pria bukan perokok level CRP 1,0 mg/L sedangkan perokok 11,2 mg/L begitupun juga halnya dengan wanita bukan perokok 2,0 mg/L dan yang perokok 11,6 mg/L.
3.
Dajas et al. (2002) membuktikan bahwa nikotin mengaktifasi
nAChR
di makrofag sehingga memperantarai proliferasi dan migrasi dari VCMC, produksi mediator inflamasi seperti COX-2, PGE2, TNF-α, IL-β dan iNOS, ekspresi molekul adesi, dan mengaktifasi NF-κB.
8
4.
Menurut Williams et al. (2004) mRNA CRP pada plak aterosklerosis adalah 10.2- dan 7.2- lipatan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pembuluh darah normal di arteri dan hati
5.
Mahmoud et al. (2013) membuktikan bahwa quercetin merupakan anti inflamasi yang mempunyai efek untuk menghambat aktifasi sinyal NF-κB yang secara signifikan menurunkan konsentrasi CRP dan meningkatkan eNOS.
6.
Joukar et al. (2012) membuktikan bahwa dengan pemberian nikotin menyebabkan peroksidasi lipid yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi MDA. Penelitian yang akan dilakukan ini untuk melihat efek pemberian quercetin
sebagai pencegahan terjadinya disfungsi endotel pada tikus wistar jantan yang diinduksi nikotin dengan melakukan pengukuran terhadap konsentrasi CRP dan MDA. I.5. Manfaat Penelitian 1. Bagi Masyarakat Penelitian mengenai nikotin dan quercetin diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat mengenai dampak buruk nikotin dan manfaat menggunakan quercetin. 2. Bagi Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendukung secara ilmiah bahwa dengan pemberian quercetin dapat mencegah peningkatan
9
konsentrasi CRP dan MDA setelah diinduksi nikotin sebagai pencegahan terhadap aterosklerosis.