BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Merokok merupakan salah satu bentuk perilaku manusia yang sudah berusia ratusan tahun bahkan ribuan tahun. Perilaku merokok dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dandapat ditemui diberbagai tempat umum. Meskipun ada banyak larangan merokok ditempat umum namun banyak para perokok yang tidak menghiraukan larangan tersebut. Sekarang merokok sudah tidak asing lagi dikalangan orang dewasa, remaja bahkan anak-anak sudah mengenal merokok dan mencoba mengonsumsinya. Perilaku merokok menyebabkan beberapa gangguan. Dalam jangka pendek, merokok dapat menyebabkan warna kuning pada gigi, kuku dan jari tangan, mulut dan keringat berbau tidak sedap, sehingga secara psikologis mengurangi rasa percaya diri, mengganggu hubungan dengan orang lain dan tidak tenang. Akibat untuk jangka panjang adalah timbulnya beberapa penyakit seperti jantung koroner, kanker paru-paru, bronchitis, kanker mulut, kanker tenggorokan dan gangguan janin di dalam kandungan (Wismanto,2007) Walaupun sudah sebagian besar orang telah mengetahui bahaya yang ditimbulkan karena perilaku merokok tetapi masih tetap merokok. Salah satu alasan seseorang merokok karena sudah kecanduan dengan rokok yang
1
dikonsumsinya dan faktor psikologis karena merasa kesepian, tidak ada orang yang diajak bicara, karena putus cinta atau masalah lain ataupun hanya ingin mencoba semata (iseng). Selain itu dari faktor biologis misalnya karena kedinginan meskipun kecil persentasenya (Wismanto, 2007). Menurut Nainggolan (2004) berbagai motif orang merokok diantaranya karena gengsi, karena ingin mencari teman dan ada pula yang tidak ingin melepaskan kebiasaan itu karena sudah merasa “nikmat”. Dewasa ini perilaku merokok tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa laki-laki atau remaja laki-laki tetapi perempuan atau remaja perempuan juga merokok. Pada sebagian kelompok masyarakat mengganggap bahwa perempuan merokok sebagai perempuan yang tidak benar, perempuan nakal danhal sejenisnya. Tetapi disisi lain, dikalangan remaja jaman sekarang perempuan merokok sudah dianggap hal yang tidak asing bagi mereka (tabu). Karena mereka beranggapan perilaku merokok tersebut adalah hak setiap manusia. Rokok dan perempuan, hal ini telah mencakup semua permasalahan tentang gender, feminitas, kesehatan janin, kanker payudara, kanker rahim, penampilan diri, gengsi, gaya hidup dan juga sampai kode etik. Hal penting masalah perempuan merokok adalah mulai dengan masalah kesehatan dan diakhiri dengan masalah ketidaketisan. Sejumlah penelitian menegaskan bahwa
2
sebagian orang mulai merokok antara usia 11 – 13 tahun, dan 85% mulai merokok sebelum usia 18 tahun Haryati (dalam Wismanto, 2007). Data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) 2009 menunjukkan, 20,3% anak sekolah 13-15 tahun merokok. Perokok pemula usia 10-14 tahun naik dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir, yakni dari 9,5% pada tahun 2001 menjadi 17,5% pada tahun 2010. Data GYTS 2011 menunjukkan secara umum merokok orang dewasa Indonesia sebesar 34,8%. Terbagi atas 67,4% laki-laki dan 4,5% perempuan.Persentase perokok di kalangan remaja usia 15-19 tahun sebesar 38,4% laki-laki dan 0,9% perempuan. (Hidayatullah.com). Dari hasil wawancara yang telah peneliti lakukan dengan beberapa mahasiswi di program studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan diperoleh bahwa faktor penyebab utama merokok yaitu karena pengaruh dari diri sendiri, mulai dari coba-coba sampai mengonsumsinya, selain itu pengaruh dari teman-teman bermain mereka yang kebanyakan merokok. Mereka merasakan tenang dan nyaman ketika merokok. Hal tersebut terus dilakukan karena mereka mengaku merasa ketagihan pada awal merokok. Pada awalnya mereka hanya mencoba tetapi mereka merokok untuk pelarian diri ketika ada suatu masalah yang mereka hadapi. Mereka juga mengaku sulit untuk mengendalikan diri (kontrol diri) untuk tidak merokok pada saat mempunyai masalah dan berkumpul dengan teman-temannya.
3
Averill
(1973)mengungkapkan
kemampuan
mengontrol
perilaku
didefinisikan sebagai kesiapan atau tersedianya suatu respon yang dapat secara langsung
mempengaruhi
atau
memodifikasi
suatu
keadaan
yang
tidak
menyenangkan. Kemampuan ini diperinci lebih lanjut ke dalam dua komponen yaitu, kemampuan mengontrol pelaksanaan yang ditunjukkan dengan kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan, dirinya sendiri atau sesuatu diluar dirinya, dan kemampuan mengontrol stimulus yang ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi.Kemampuan mengontrol keputusan merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya.
Menurut Erickson (Gatchel, 1989) remaja merokok karena berkaitan dengan adanya krisis psikososial yang dialami pada masa perkembangannya, yaitu masa pencarian jati diri. Masa ini sering dilukiskan sebagai masa badai dan topan, karena ketidaksesuaian antara perkembangan psikis dan sosial. Untuk itu diperlukan adanya mekanisme yang dapat membantu mengatur dan mengarahkan remaja dalam membuat keputusan dan melakukan tindakan efektif yang dapat membawa remaja tersebut ke arah konsekuensi positif. Mekanisme yang dimaksud di atas adalah kontrol diri. Menurut Skinner (2013) ketika seorang pria mengendalikan dirinya sendiri, memilih suatu jalan tindakan, mencari penyelesaian masalah, atau berusaha meningkatkan pengetahuan diri, maka dia sedang berperilaku. Setiap 4
perilaku yang berhasil melakukan suatu hal akan diperkuat secara otomatis. Terdapat konsekuensi positif dan negatif menghasilkan dua respon yang terkait satu sama lain dengan cara khusus : satu respons yaitu respon pengendali, mempengaruhi variabel sedemikian rupa sehingga mengubah kemungkinan respons lainnya, yaitu repons yang dikendalikan. Salah satu teknik pengendalian diri (self control) oleh Skinner yaitu obat-obatan. Melalui penggunaan obatobatan semacam anestesi, analgesik dan soporifik dapat mengurangi rasa sakit atau mengalihkan stimulus yang tidak dapat dihilangkan dengan mudah. Polapola perilaku euforia diperoleh dengan morfin dan obat-obatan terkait, dan dalam hal tertentu dengan kafein dannikotin. Menurut Goldfried dan Merbaum (Lazarus,1976), kontrol diri berarti suatu proses yang menjadikan individu sebagai agen utama dalam membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk-bentuk perilaku yang dapat membawanya ke arah konsekuensi positif. Kemampuan mengontrol diri dengan demikian memungkinkan seseorang untuk berperilaku lebih terarah dan dapat menyalurkan dorongan dari dalam dirinya secara benar. Kontrol diri juga diperlukan untuk mengatur perilaku yang diinginkan untuk menghadapi stimulus sehingga menghasilkan akibat yang diinginkan dan menghindari yang tidak diinginkan (Sarafino,1998). Individu yang memiliki kontrol diri yang tinggi, kemungkinan akan mampu mengontrol dan mengarahkan perilakunya. Individu tersebut pada
5
umumnya masih dapat mengontrol dorongan-dorongan yang ada dalam dirinya. Sedangkan individu yang memiliki kontrol diri rendah, kemungkinan cenderung tidak mampu melepaskan diri dari dorongan-dorongan untuk merokok. Individutersebut sangat sulit untuk tidak merokok dan secara terus menerus terjadipeningkatan jumlah rokok yang dihisap tiap hari, tanpa dapat mempertimbangkanakibat-akibat negatif yang ditimbulkan, baik terhadap dirinya sendiri, ataupunorang – orang di sekitarnya (Ray 1983). Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Zia dan Retno (2008) di Temanggung tentang hubungan kontrol diri dengan perilaku merokok pada siswa siswi SMAN 1 Parakan diperoleh hasil ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kontrol diri dengan perilaku merokok pada remaja. Hal ini berarti semakin tinggi kontrol diri maka semakin rendah perilaku merokok dan juga sebaliknya, semakin rendah kontrol diri maka semakin tinggi perilaku merokok. Sumbangan efektif yang diberikan oleh variabel kontrol diri terhadap perilaku merokok adalah sebesar 7,1% dan sisanya 92,9% disebabkan oleh faktor lainnya. Penelitian yang hampir sama yaitu tentang self control dengan need for smoking pada remaja SMA di Jakarta menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikanantara self control dengan need for smoking (r = 0,08, p > 0,05). Hal ini ditunjukkan dengan nilaiPearson’s Correlation yang rendah dan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. Selain itu, ditunjukkanjuga dengan
6
banyaknya partisipan dengan tingkat self control yang tinggi, dan banyaknya partisipandengan tingkat need for smoking yang rendah. Fakultas
Keguruan
dan
Ilmu
Pendidikan
mendidik
mahasiswa-
mahasiswinya menjadi calon pengajar yang baik dan pendidik yang berkualitas. Program studi Bimbingan dan Konseling adalah salah satu program studi dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang kelak akan bekerja sebagai seorang pembimbing bagi peserta didiknya.Oleh sebab itu dibutuhkan sikap yang baik bagi seorang pembimbing agar dapat menjadi teladan. Peneliti berasumsi bahwa seorang mahasiswi khususnya program studi Bimbingan dan Konselingharus mampu menunjukan moral dan sikap yang pantas agar kelak dapat diterapkan pada dunia kerja sebagai seorang pembimbing dan dapat menunjukan kesan yang baik bagi peserta didiknya maupun dengan rekan kerja seprofesi. Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk mengkaji dan meneliti lebih lanjut apakah ada hubungan kontrol diri dengan perilaku merokok pada mahasiswi program studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW SALATIGA. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan yang signifikan antara kontrol diri
7
dengan perilaku merokok pada mahasiswi program studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikansi hubungan antara kontrol diri dengan perilaku merokok pada mahasiswi program studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW. 1.4. Manfaat Penelitian Diharapkan dengan penelitian ini akan memberikan masukan yang berarti dari segi teoritis maupun praktis. a. Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat menjadi bahan referensi atau sumbangan pemikiran bagi peneliti yang akan datang, terutama dalam bidang keguruan dan ilmu pendidikan khususnya bimbingan dan konseling mengenai hubungan antara kontrol diri dengan perilaku merokok pada mahasiswi. b. Manfaat Praktis 1) Progdi BK Memberikan informasi bagi mahasiswa khususnya mahasiswi tentang bahaya-bahaya yang disebabkan karena merokok dan memberikan
8
pemahaman bagi mahasiswi sebagai calon pendidik kelak dapat memberikan kesan yang baik bagi calon peserta didiknya. 2) Peneliti Mengetahui penyebab mahasiswi merokok dan dapat mengetahui seberapa tinggi atau rendahnya tingkat kontrol diri dari perilaku merokok pada mahasiswi. 1.5
Sistimatika Penulisan BAB I Pendahuluan terdiri dari : Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian dan Sistimatika Penulisan. BAB II Landasan Teori terdiri dari : Pengertian Kontrol Diri, Aspek-aspek Kontrol Diri, Faktor yang Mempengaruhi Kontrol Diri, Pengertian Perilaku Merokok, Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok, Tipe Perokok, Aspekaspek Perilaku Merokok, Hubungan antara Kontrol Diri dengan Perilaku Merokok pada Mahasiswi, Penelitian yang Relevan, Hipotesis. BAB III Metode Penelitian terdiri dari : Jenis Penelitian, Variabel Penelitian, Definisi Operasional, Populasi dan Sampel Penelitian, Metode Pengumpulan Data, Teknik Analisa Data, Uji Instrumen. BAB IV Analisa Hasil Penelitian dan Pembahasan terdiri dari : Subjek Penelitian, Pelaksanaan Penelitian, Analisis Deskripsi dan Hasil Penelitian, Pembahasan. BAB V Penutup terdiri dari : Kesimpulan dan Saran.
9