BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Film merupakan salah satu bentuk dari media massa yang sudah tidak
asing lagi. Banyak orang yang mengisi waktu senggangnya atau untuk mencari hiburan dari kegiatan sehari-hari dengan menonton film. Seperti yang dikatakan Agee dan kawan-kawannya, yang dikutip oleh Elvinaro Ardinanto, dan kawankawan bahwa gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual di belahan dunia ini. Lebih dari ratusan juta orang menonton film di bioskop, film televisi dan film video laser setiap minggunya. 1 Film sebagai media massa sangat berperan dalam perkembangan atau bahkan perubahan pola tingkah laku masyarakat. Oleh karena itu kedudukan media massa dalam masyarakat sangatlah penting . Hal itu disebabkan media massa mempunyai jaringan yang luas dan bersifat massal sehingga audiensnya tidak hanya orang-orang tapi sudah mencakup jumlah puluhan, ratusan, bahkan ribuan, sehingga pengaruh media massa akan sangat terlihat di permukaan masyarakat.
1
Elvinaro Ardiyanto. Lukiyati Komala. dan Siti Karlinah. Komunikasi Massa Suatu Pengantar Edisi Revisi. Bandung: Simbiosa Rekatama. 2007 hal 143
1
2
Dalam prespektif itu, media (film) merupakan sarana yang efektif dan berdaya jangkau luas untuk mempromosikan gagasan pluralisme dan toleransi kepada masyarakat luas. Melalui media massa, gagasan inklusif itu dapat dikomunikasikan secara luas dan menjangkau semua kalangan, bahkan sejak usia sekolah yang dapat mengantarkan anak didik untuk mengenal pentingnnya solidaritas sosial antar warga, penghormatan terhadap kemajemukan, dan nilainilai dasar demokrasi keadaban. 2 Saat ini film bukan lagi menjadi fenomena baru di ranah media massa. Dengan tampilannya yang audio visual. Film mampu merekonstruksi sebuah wacana
sosial secara lebih nyata dan mudah dimengerti khalayaknya.
Berdasarkan kelebihannya itulah, film dapat dijadikan sebagai media kritik sosial yang efektif. Salah satu kritik yang ditampilkan film adalah masalah keadilan dan kebebasan berkeyakinan antar umat beragama. Menurut beberapa teori film, film adalah arsip sosial yang menangkap jiwa zaman (zeitgeist) masyarakatnya. Jika teori ini berjalan dengan baik, maka dapat dikatakan bahwa rekonstruksi wacana sosial yang terdapat pada sebuah film tidak lepas dari pandangan hidup berbagai pihak yang berada di balik layar. 3 Pluralisme sendiri hingga saat ini masih menjadi isu yang banyak dibicarakan di Indonesia maupun di mancanegara. Menurut pendapat Sumarno, dkk, bahwa wacana pluralisme muncul sebagai respon atas kemajemukan
2
Sumarno. et.al. Isu Pluralisme Dalam Perspektif Media. Jakarta: The Habibi Center Mandiri. 2009 hal viii 3 Ekky Imanjaya. A to Z About Indoneisan Film. Bandung: Mizan. 2006 hal 30
3
masyarakat, terutama segi agama atau kepercayaan yang seringkali memicu konflik, baik antar umat beragama mapupun umat seagama yang berbeda aliran pemikiran. Ajaran agama yang di pahami secara berbeda-beda oleh para penganutnya melahirkan keragaman aliran pemikiran dan ekspresi keagamaan yang beragam pula. Keragaman ini pada gilirannya menjadi sumber konflik yang tak hanya pada level pemikiran tapi juga dalam sikap atau tindakan.4 Agama
sebagai
pedoman
perilaku
yang
suci
mengarahkan
penganutnya untuk saling menghargai dan menghormati, tetapi seringkali kenyataan menunjukkan sebaliknya, para penganut agama lebih tertarik kepada aspek-aspek yang bersifat emosional. Dalam hal ini Khami Zada, (2002) mengungkapkan bahwa agama bisa kehilangan makna substansialnya dalam menjawab soal-soal kemanusiaan, yakni ketika agama tidak lagi berfungsi sebagai pedoman hidup yang mampu melahirkan kenyamanan spiritual dan obyektif dalam segala aspek kehidupan umat manusia. Atau dalam istilah Karl Marx, ketika agama telah menjadi candu bagi masyarakat. Macam itulah yang sedang dialami
bangsa Indonesia menghadapi tantangan bergesernya fungsi agama.
Konflik antaragama, radikalisme, konsep dan aktualisasi kerukunan antar umat beragama dan terorisme menjadi masalah besar bangsa dan harus dicarikan penyelesaian secara tepat. Agama tampaknya bukan lagi alat kedamaian umat, tetapi sudah menjadi ancaman menakutkan. 5
4
Sumarno. et.al. Isu Pluralisme Dalam Perspektif Media. Jakarta: The Habibi Center Mandiri. 2009 hal 8 5 Toto Suryana. Jurnal Pendidikan Agama Islam -Ta’lim Vol. 9 No. 2 - 2011 : 127
4
Saat ini masih sering sekali terjadi konflik-konflik yang disebabkan tidak adanya sikap toleransi dan saling menghargai perbedaan, terutama masalah agama atau keyakinan. Seperti
yang
kerap
terjadi
adalah konflik
antar
umat
beragama dan konflik antar suku yang seharusnya hidup saling rukun dan saling berdampingan. Sebagai contoh, konflik yang terjadi di Ambon, konflik yang melibatkan
dua
agama
antara
Islam
dengan
Kristen
mengakibatkan banyak korban yang berjatuhan. Tidak hanya
itu
yang saja,
beberapa contoh kasus bom yang pernah terjadi beberapa waktu lalu yang menjadi pelaku adalah orang-orang yang mengatasnamakan pembelaan pada Islam untuk memerangi kaum kafir yang dituju pada
para umat-umat
Nasrani. Dan juga yang masih hangat adalah, konflik antara etnis rohingya dan etnis rakhine di Myanmar, yang sering dikaitkan dengan permasalahan keagamaan. Masalah minimnya sikap toleransi atas perbedaan keyakinan tidak hanya terjadi di Asia. Seperti yang kita ketahui di negara-negara Barat dan Eropa, diskriminasi umat muslim masih sangat kental di sana. Hal tersebut didorong oleh kejadian-kejadian teror yang menyita perhatian dunia yang sebagian besar ditengarai dilakukan oleh-oleh kelompok Islam radikal dari negara-negara yang memiki basis penganut Islam cukup besar di dunia, Misal: tragedi WTC di Amerika, Bom bunuh diri di Inggris, Pembunuhan terhadap sutradara Theo Van Gogh di Belanda oleh seorang Muslim, dan hal tersebutlah yang membuat negara
5
negara barat memiliki rasa ketakutan terhadap islam, atau bisa disebut Islamophobia.6 Tentu saja contoh di atas merupakan persoalan yang sangat sensitif, karena membicarakan soal agama dan konflik antar dua agama yang kerap terjadi. Akan tetapi, hal tersebut justru memotivasi banyak film maker untuk mencoba merefleksikannya secara berbeda melalui sebuah karya. Sebagai usaha untuk merajut kembali sikap toleransi antar umat beragama, tidak sedikit para pembuat
film
yang mengangkat isu-isu pluralisme agama untuk mengatas
namakan kebebasan, kesetaraan dalam beragama dan rasa kemanusiaan. Seperti film buatan Indonesia berjudul “?” yang bisa dikatakan sangat kontroversial, lalu ada “cin(T)a”, dan masih ada beberapa lagi . Tidak hanya di Indonesia, film-film buatan luar juga tidak jarang mengangkat tema pluralisme agama, tapi yang menjadi perhatian menarik, dimana banyak sekali film-film yang mengangkat latar ataupun tema kultur India, yang justru sangat gencar mempromosikan nilainilai pluralisme agama ini. Diantaranya ada “PK” dan “My Name is Khan”. Salah satu film yang mengangkat tema Pluralisme agama adalah “Life of Pi”. Film karya Ang Lee ini diangkat dari novel berjudul sama, yang merupakan karya dari Yann Martel. Life Of Pi pertama kali rilis di Amerika Serikat pada tanggal 30 November 2012. Film bergenre drama petualangan ini menghabiskan dana sekitar 120 juta USD dan berhasil menjadi film terbanyak yang memenangi
6
Fajar Muhammad Nugraha (2012,Oktober) Latar belakang munculnya islamophobia di kalangan masyarakat eropa [online].Diakses pada tanggal 20 April 2015 dari http://nederindo.com/2012/10/latarbelakang-munculnya-islamophobia-di kalangan-masyarakat-eropa/Latar/.
6
piala Oscar ke-28. Di samping itu, sutradara asal Taiwan juga mendapatkan penghargaan berupa Academy Awards untuk sutradara terbaik. Yang unik dari film ini, dimana tokoh-tokohnya banyak di perankan oleh aktor India, dan pengarapan film ini juga banyak di lakukan di negara India. Film "Life Of Pi" bercerita tentang perjalanan hidup seseorang bernama Piscine Molitor atau di singkat "PI". Film ini beralur mundur (menceritakan masa lampau), dan cerita di muali saat Pi didatangi seorang novelis setempat yang mengetahui keberadaannya dari paman Pi, dan dia percaya bahwa kisah hidup Pi bisa membuatnya percaya pada Tuhan. Pi mengisahkan pengalaman hidupnya, ia diberi nama Piscine Molitor Patel oleh orang tuanya sesuai nama sebuah kolam renang di Perancis. Ia mengubah namanya menjadi "Pi" saat menginjak sekolah menengah, karena muak terus diejek dengan julukan "Pissing Patel". Keluarganya memiliki kebun binatang di kota tempat tinggalnya, dan Pi sangat tertarik dengan hewan-hewan di sana, termasuk seekor harimau benggala bernama Richard Parker. Pi dibesarkan sebagai seorang Hindu dan vegetarian, namun ketika berusia 12 tahun, ia diperkenalkan dengan ajaran Kristen ketika ia meminum air suci di sebuah gereja dan ditolong oleh seorang pendeta, dan yang unik orang tua Pi tidak mempermasalahkan hal tersebut. Ibu Pi yang beragama Hindu, sama sekali tidak mempersoalkan pilihan anaknya untuk menganut agama Kristen. Akan tetapi yang menjadi persoalan Pi menganggap semua agama memiliki keungulannya masing-masing dan kekurangnya. Hal tersebutlah yang mendorong Pi untuk mempelajari agama Islam sekaligus. Mengetahui hal itu ayah
7
Pi sama sekali tidak keberatan, tapi dia memberi saran kepada Pi, ketika kelak ia sudah dewasa, ia harus bisa menentukan salah satu yang tepat. Saat berusia 16 tahun (dan mengalami cinta pertama sekaligus cinta beda agama), ayahnya memutuskan menutup kebun binatang tersebut dan pindah ke Kanada dan memindahkan hewan-hewannya. Mereka memesan tiket untuk satu keluarga dan hewan-hewan mereka (untuk dijual di Amerika Utara) di kapal kargo Jepang bernama Tzimtzum. Kapal ini terhempas badai besar dan mulai tenggelam saat Pi sedang berada di geladak. Ia mencoba menemukan keluarganya, tetapi didorong ke dalam sekoci agar selamat oleh para awak kapal, dan tanpa daya menyaksikan kapal tersebut tenggelam, menewaskan keluarganya dan para awak kapal. Setelah berminggu-minggu di laut, berjibaku dengan ganasnya samudra, dan ganasnya hewan –hewan yang turut masuk ke sekoci salah satunya adalah harimau bernama Richard Parker. Pi akhirnya mencapai pesisir Meksiko. Sampai di darat, Richard Parker berhenti di depan hutan. Pi berharap Richard Parker akan menengok dirinya dan berlagak seolah ingin mengucapkan selamat tinggal. Sayang sekali si harimau terus melihat ke dalam hutan dan berjalan masuk. Pi putus asa karena Richard Parker tidak pernah peduli dengan dirinya dan mulai menangis saat dibawa ke rumah sakit. Setelah sampai pada akhir cerita, PI bertanya kepada novelis yang mendengarkannya, Pi meminta pendapat tentang cerita yang mana yang lebih dia sukai, antara kisah orang-orang yang berusaha untuk bertahan hidup, atau cerita
8
harimau dan beberapa hewan lainnya. Novelis menjawab bahwa ia lebih suka cerita tentang harimau, dan dibalas oleh PI, dengan menyamakannya seperti Tuhan. Melihat jalan cerita yang terdapat pada film Life Of Pi, dapat dikatakan film tersebut sangat mengambarkan nilai-nilai pluralisme agama. Bagaimana dirinya menganggap semua pemahaman tengang ajaran agama sifatnya relatif, semuanya memiliki kebenaran, baik itu Hindu, Kristen, Islam. Meskipun PI terlahir dari keluarga beragama Hindu, dirinya tidak lantas mengkaim agamanya adalah yang paling benar. Hal sama juga dilakukan oleh kedua orangtua PI. Mereka memberikan hak kepada PI untuk menentukan sendiri mana yang menurutnya benar, meskipun tidak sejalan dengan agama yang mereka anut, sehingga kerukunan dapat terjaga. Hal tersebut coba di representasikan oleh beberapa adegan diantaranya seperti berikut ini.
Meskipun film-film bertemakan pluralisme tentu sangat bagus untuk mendidik dan memperkenalkan gagasan inklusif demi terciptanya kerukunan, dan terciptanya bangsa yang utuh. Akan tetapi, promosi terhadap nilai pluralisme bukanlah masalah mudah. Bagi sebagian pemeluk agama, film bertemakan
9
pluralisme ini sangat sensitif karena berpotensi bersingungan dengan ranah pemahaman yang bercorak teologis. Dalam pemahaman yang menyangkut ranah teologi-filosofi Pluralisme Agama diartikan sebagai teori khusus tentang hubungan antar agama yang memiliki klaim-klaim kebenaran sendiri dan kompetitif. Dengan kata lain, paham ini ingin mengatakan bahwa tidak ada agama yang paling benar diantara agama yang lainnya, atau setidak-tidaknya semua agama sama benarnya. Karena paham ini mengajarkan kepada kita , sesungguhnya, meski berbeda-beda agamanya, sejatinya agama-agama tersebut menyembah dan berujung pada tuhan atau zat yang satu. Atau dalam bahasa lain yang di rumuskan oleh Frithjof Schuon, “The Transcendent Unity of Religion”.7 Sementara Josh McDowell membagi dua pengertian mengenai definisi pluralisme; Pertama, Pluralisme tradisional “social pluralism” yang disebut "ngative tolerance". Pluralisme ini di definisikan sebagai "respecting others beliefs and practices without sharing them" (menghormati keimanan dan praktik ibadah pihak lain tanpa ikut serta (sharing) bersama mereka). Kedua, Pluralisme baru “religious pluralism” disebut dengan "positive tolerance" yang menyatakan bahwa "every single individual's beliefs, value, lifestyle, and truth claims are equal" (setiap keimanan, nilai, gaya hidup dan klaim kebenaran dari setiap individu, adalah sama (equal).8
7
Herry Nurdi. Kebangkitan Freemason & Zionis di Indoneisa. Jakarta: Cakrawala Publishing 2009. hal. 183 8 Sumarno, et al. Isu Pluralisme Dalam Perspektif Media. Jakarta: The Habibi Center Mandiri. 2009 hal 12
10
Banyak makna-makna yang kadang tersirat dalam film yang justru menunjukan sisi positif yang dapat diambil dari dalam film tersebut. Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat terhadap film itu sendiri dan unsur unsur yang ada dibaliknya. Makna-makna tersembunyi dalam film biasanya dibangun dengan tanda-tanda yang membentuk suatu sistem tanda yang bekerjasama dengan baik menjadi suatu makna dalam film. Perlu kita garisbawahi, bahwa paham pluralisme agama termasuk salah satu paham yang dinyatakan haram oleh MUI sejak tahun 2005. menurut MUI (Majelis Ulama Indoneisa) mengartikan pluralisme agama sebagai sebuah paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif. Oleh sebab itu setiap pemeluk agama tidak boleh mengkalim bahwa hanya agamanyalah yang benar sedangkan yang lain salah. Akan tetapi MUI tidak menolak adanya pluralitas atau keberagaman agama yang merupakan fakta yang senantiasa harus di junjung tinggi.
9
Bisa dikatakan kemampuan sebuah film untuk merekonstruksi wacana pluralisme secara lebih nyata dan mudah dimengerti khalayaknya, tentu dapat merubah pandangan atau presepsi bagi penontonnya. Karena gagasan seseorang bisa sampai kepada orang lain melalui visual dan audio yang dikemas menarik melalui berbagai genre film. Dalam hal ini peneliti melihat bahwa film “Life Of PI” yang disutradarai oleh Ang Lee sangat menggambarkan niali-nilai pluralisme agama. Di mana seluruh orang dalam film ini mencerminkan sikap toleransi,
9
Adian Husaini. (2010, Agustus) Pluralisme Agama Musuh Agama-Agama (Pandangan Katolik, Protestan, Hindu, dan Islam). InternationalIslamicUniversity Malaysia [on-line]. Diakses pada tanggal 20 april 2015 dari http://adianhusaini.com/littledms/E-Book/pluralisme.pdf
11
kebebasan beragama juga di junjung tinggi, dan tidak ada satupun tokoh yang mengkalim bahwa kepercayaannya yang paling benar. Saat ini banyak film-film buatan barat, yang justru mengangkat tema budaya India. Begitupun tokoh-tokoh yang di pasang untuk memerankan keyakinan yang tidak mereka anut, kebanyakan adalah aktor dan artis berkebangsaan India. Peneliti tertarik sekaligus merasa curiga, dimana “Life Of Pi” ini merupakan salah satu dari film tersebut. Di mana pesannya sangat mencerminkan pluralisme agama.. Selain itu peneliti juga berusaha untuk mengetahui adakah ideologi tersembunyi dari film “Life Of Pi”, karena penulis naskah atau novelnya Yan Martel, pernah melakukan lompatan iman, dan dikenal memiliki keyakinan lebih dari satu. Dan ditambah crew maupun pemeran film ini yang sangat mengambarkan keberagaman, dimana tokoh-tokoh dalam film ini juga dengan lancar memerankan tokoh sebagai penganut agama lain. Dalam hal ini peneliti mengunakan metode semiotika Roland Barthes karena, semiotika Roland Barthes menekankan interaksi antara teks dan pengalaman personal dan kultural penggunanya. Ada pula aspek mitos yang di ungkapkan oleh Roland Barthes. Setelah itu peneliti berusaha untuk mengaitkan seluruh unsur cerita maupun pengambilan gambar pada film Life Of Pi dengan nilai-nilai pluralisme agama.
12
1.2
Fokus Penelitian Berdasarkan sedikit uraian latar belakang di atas, film “Life Of PI”
mencoba untuk menghairkan nilai-nilai pluralisme agama, melalui beberapa tokoh. Oleh karena itu dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Bagaimana Representasi Pluralisme Agama yang terkandung dalam Film Life Of Pi ?
1.3
Identifikasi Masalah Peneliti mengidentifikasi masalah di mana pesan yang terkandung dalam
film Life Of PI, terutama pada tokoh Pi dan keluarganya sangat mengambarkan nilai-nilai pluralisme agama. Tidak ada satupun tokoh pada film ini yang mengkalim keyakinannya yang paling benar, kebebasan beragama juga di junjung tinggi oleh tokoh-tokoh film ini sehingga toleransi dapat terwujud, setelah itu peneliti berusaha untuk mengambarkannya. 1.4
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui representasi pluralisme
agama yang terkandung dalam Film Life Of Pi.
1.5
Manfaat Penelitian
1.5.1
Manfaat Akademis Menjadi suatu kajian yang bermanfaat di bidang ilmu komunikasi dan
ilmu sosial, terutama yang berfokus pada semiotika sebagai ilmu pengetahuan dan
13
memberikan gambaran bagaimana sebuah ideologi dalam pesan visual terlihat melalui kacamata semiotika. Peneliti juga berharap agar hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman mengenai film-film yang bertemakan pluralisme dan khususnya pluralisme agama. 1.5.2
Manfaat Praktis Penelitian ini di harapkan dapat di jadikan sebagai masukan, informasi
serta pertimbangan bagi para pembaca khususnya pada pihak yang memproduksi sebuah film, agar kedepannya mampu memberikan sajian audio visual yang menghibur dan juga bermanfaat. Pada tingkatan produsen film, semoga penelitian ini menjadi evaluasi untuk menghasilkan film yang tidak hanya sebagai penyampaian pesan tetapi sebagai alat atau media dalam membangun dan mempersatukan bangsa tanpa asimilasi.
1.5.3
Manfaat Sosial Diharapkan untuk seluruh penguna atau konsumen media massa,
khususnya penikmat film agar lebih teliti menilai pesan yang terkandung dalam sebuah film. Banyak makna-makna yang kadang tersirat dalam film justru menunjukan sisi positif yang dapat diambil. Dengan penelitian ini peneliti sangat berharap agar kedepannya semua konsumen film mampu menilai isi sebuah film dengan lebih baik. Karena bukan tidak mungkin nilai-nilai kelompok sosial tertentu ataupun ideologi yang terdapat pada film, mampu mempengaruhi pandangan kita terhadap dunia ini.
14
Selain itu peneliti berusaha untuk memberitahu khususnya penikmat film, bahwa saat ini banyak sekali film-film bertemakan pluralisme agama, baik itu produksi mancanegara maupun lokal. Oleh karena itu sebagai audiens dan pencinta film yang baik, sepatutnya kita juga kritis ketika menonton film, sebab bukan tidak mungkin terdapat pesan-pesan yang bertentangan dengan keyakinan kita. Singkat kata, toleransi merupakan kunci untuk dapat hidup berdampingan secara damai di tengah-tengah keberagaman. Akan tetapi untuk urusan toleransi kita juga harus bisa menilai mana yang sudah melanggar ataupun melewati batas koridor ajaran agama kita masing-masing, dan yang masih di perbolehkan.
15